• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAHAPAN DAN HASIL PROSES PERUMUSAN STRATEGI NASIONAL REDD+

TIM PENULIS PROSES PENYUSUNAN STRANAS

2. Tahap Penyusunan Dokumen Stranas REDD+

2.1. Penulisan Draf O dan Draf 1

Tahap penulisan rancangan Stranas REDD+ dimulai ketika Tim Penulis mulai menerjemahkan arahan dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana kedalam draf Stranas REDD+ pada tanggal 2 Agustus 2010. Draf 0 memiliki 9 bagian utama yang dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut (Box 1).

Box 1: Kerangka utama Draf 0 Stranas REDD+ Per 19 Agustus 2010 1) Pendahuluan yang berisi latar belakang penyusunan Stranas REDD+ antara lain

adalah komitmen politik Presiden Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 26% pada 2020, penandatanganan surat niat antara Indonesia dengan Norwegia yang menjadi salah satu momentum perumusan Stranas REDD+ dan keinginan Indonesia untuk memperbaiki tata kelola hutan menjadi lebih berkelanjutan.

2) Pengertian. Pada bab ini dibahas beberapa definisi utama yang akan dipakai

secara terus menerus dalam Stranas misalnya definisi hutan, deforestasi, degradasi dll.

3) Visi dan tujuan yaitu tercapainya penurunan emisi GRK dan peningkatan

simpanan karbon yang berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas sumber daya alam hayati

4) Dasar hukum yang terkait dan relevan dengan isu REDD+

5) Prasyarat REDD+ yang menjelaskan mengenai ruang lingkup dan time frame

Stranas REDD+

6) Analisa kondisi dan permasalahan yang mengidentifikasi 6 hal utama

penyebab deforestasi di Indonesia yaitu: persoalan tata ruang, lemahnya tata kelola hutan, lemahnya kapasitas unit manajemen hutan, governance dan persoalan kemiskinan.

7) Strategi utama yang terdiri dari penguatan kondisi pemungkin dan strategi

penyempurnaan pembangunan sektor pengelolaan hutan

8) Program utama untuk implementasi REDD+

9) Monitoring dan Evaluasi yang menjelaskan kerangka monitoring dan evaluasi

Pada tanggal 19 Agustus 2010 di Hotel Arya Duta, Tim Penulis mempresentasikan draf 0 Stranas REDD+ didepan Tim Pelaksana untuk mendapat masukan dan tanggapan. Beberapa isu krusial yang muncul pada sesi diskusi antara lain mengenai:

a) Struktur dan substansi dokumen

Sebagai sebuah dokumen strategi, Stranas REDD+ diharapkan memiliki tujuan, ruang lingkup,dan jangka waktu (time frame) yang jelas. Sebuah strategi biasanya memiliki kerangka logis (Logframe) yang dilengkapi dengan output, indikator capaian, aktor pelaksana, dan analisa resiko yang jelas. Selain itu, dalam pertemuan ini muncul harapan bahwa secara substansi, Stranas REDD+ harus komprehensif dan memiliki keterkaitan dengan rancangan kelembagaan REDD+ dan rancangan mekanisme pembiayaan REDD+.

b) Posisi Stranas REDD + terhadap RAN GRK

Dalam proses pertemuan muncul pertanyaan dari peserta, apakah Stranas REDD+ merupakan bagian dari Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK). Jika implementasi REDD+ di Indonesia merupakan bagian dari skema upaya pengurangan emisi sebesar 26% dengan sukarela atau 41% dengan bantuan luar negeri pada 2020, maka sebaiknya Stranas REDD+ merupakan bagian tak terpisahkan dari RAN GRK. Sehingga secara substansi Stranas REDD+ harus terkait dengan RAN GRK.

Di lain pihak, terdapat anggapan bahwa memasukan Stranas REDD+ sebagai bagian dari RAN GRK justru akan memperberat beban mitigasi yang harus ditanggung oleh Indonesia. Hal ini terjadi karena jika REDD+ merupakan bagian dari RAN GRK, maka Indonesia harus membiayai pelaksanaan REDD+ sebagian dari dana APBN. Sebaiknya REDD+ didesain sebagai aktifi tas pengurangan emisi GRK yang khusus didanai dari bantuan luar negeri (termasuk dalam 41% target pengurangan emisi GRK dengan bantuan luar negeri) bukan dari pembiayaan sukarela Indonesia.

c) Penggunaan Reference Emissions Level (REL) atau Reference Level (RL) dalam Stranas REDD+

Sesuai kesepakatan ditingkat negosiasi REDD+ ditingkat internasional, REDD+ menggunakan RL sebagai baseline penentuan tingkat emisi referensi. RL terkait tidak hanya dengan aktifi tas yang berkaitan dengan karbon (carbon related activities) akan tetapi juga termasuk aktifi tas non karbon seperti pengelolaan keanekaragaman hayati dan penyediaan jasa lingkungan.

d) Keterbukaan informasi mengenai angka deforestasi nasional

Masih ditemuinya keengganan secara politik ditingkat nasional untuk mengakui angka deforestasi Indonesia yang cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan proses penentuan tingkat emisi referensi menjadi tidak transparan. Keterbukaan dan transparansi diperlukan terutama ketika tingkat emisi referensi ini didiskusikan dengan para pihak di tingkat sub-nasional (provinsi, kabupaten, kota).

e) Konsultasi yang melibatkan multipihak

Sebuah proses konsultasi penyusunan kebijakan yang multipihak membutuhkan waktu. Hal ini terjadi karena waktu sangat dibutuhkan terutama ketika mendistribusikan informasi kepada para pihak. Waktu juga dibutuhkan oleh peserta konsultasi untuk membaca dan kemudian memberikan respon atau umpan balik. Jika waktu yang tersedia sempit, maka proses penyediaan informasi ini harus intensif.

f) Persoalan yang terkait dengan aspek hukum

Sebagai syarat sebuah kebijakan yang memenuhi aspek hukum, di dalam Stranas REDD+ perlu adanya proses identifi kasi peraturan perundangan yang telah memberi kontribusi percepatan degradasi dan deforestasi. Selain itu, perlu adanya identifi kasi kebutuhan-kebutuhan peraturan perundangan yang belum ada. Misalnya peraturan perundangan untuk memperkuat KPH-KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) yang akan dibentuk dalam rangka mengiplementasikan REDD+. Yang lebih mendasar adalah perlunya harmonisasi peraturan perundangan yang berdasarkan pada Sustainable Forest Management friendly legislation framework. Aspek lainnya yang

dianggap penting adalah menjadikan REDD+ sebagai momentum untuk membenahi penegakan hukum pada sektor kehutanan.

g) Tenurial dan hak masyarakat adat

Pentingnya pengakuan hak masyarakat adat sebagai salah satu syarat sukses implementasi Stranas REDD+. Selain itu, Stranas REDD+ diharapkan dapat mengakomodasi prinsip Free Prior Informed Consent (FPIC) dalam strateginya sebagai jaminan akan akses dan kontrol masyarakat adat terhadap proses-proses pengambilan keputusan.

Pada tanggal 24 Agustus 2010, diadakan pertemuan kedua Tim Pelaksana di Bappenas untuk memberikan masukan secara lebih lanjut kepada draf Stranas REDD+. Pertemuan ini dihadiri oleh Tim Penulis dan Tim Pelaksana. Beberapa isu krusial yang muncul pada proses diskusi adalah:

a) Perlunya review dari para ahli terhadap draf Stranas REDD+

Agar proses penyusunan Stranas REDD+ lebih sempurna, diusulkan agar dalam salah satu tahapan prosesnya melibatkan para ahli REDD+ ditingkat nasional dan internasional. Para ahli REDD+ yang memiliki pengetahuan yang relevan terkait dengan REDD+ tersebut dianggap penting untuk dilibatkan dalam memberikan tanggapan dan review terhadap draf yang ada.

b) Benefi t Sharing

Mekanisme benefi t sharing yang fair dan adil merupakan salah satu prasyarat terlaksananya REDD+ dengan baik. Untuk itu, Stranas REDD+ perlu membahas dan memberikan usulan petunjuk teknis mengenai mekanisme benefi t sharing yang baik.

c) Posisi Stranas REDD + dengan kebijakan pembangunan yang lain

Dalam proses pertemuan, salah satu usulan yang kuat adalah perlunya penjelasan hubungan antara Stranas REDD+ dengan aturan kebijakan yang lain misalnya RPJM, renstranas Kehutanan dan pertanian.

Berdasarkan masukan yang diperoleh dari pertemuan pada tanggal 19 dan 24 Agustus 2010, Tim Penulis memperbaiki draf 0 Stranas REDD+ menjadi draf 1 Stranas REDD+ yang dikeluarkan pada tanggal 26 Agustus 2010 (Lampiran 2) dengan kerangka utama ditampilkan dalam box 2. Beberapa perbedaan utama draf Stranas REDD+ versi 19 Agustus 2010 dengan versi 26 Agustus 2010 antara lain adalah:

• Pada Stranas REDD+ versi 26 Agustus 2010 terdapat penjelasan yang lebih terstruktur pada bab tersendiri mengenai sistem MRV (Measurement, Reporting and Verifi cation) REDD+ di Indonesia.

• Pada Stranas REDD+ versi 26 Agustus terdapat penjelasan mengenai mekanisme pengarusutamaan Stranas REDD+ dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) dan kebijakan pembangunan yang lain.

Box 2: Kerangka utama Draf 1 Stranas REDD+ Per 26 Agustus 2010 1) Kata Pengantar dari Wakil Menteri PPN

2) Ringkasan Eksekutif

3) Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang, visi dan tujuan Stranas

REDD+, dasar hukum, ruang lingkup Stranas, dan pengertian atau definisi

4) Bab II Analisis kondisi dan permasalahan yang mendeskripsikan emisi dari

sector penggunaan lahan dan kehutanan di Indonesia. Selain itu, bab ini juga menggambarkan kondisi deforestasi dan degradasi hutan serta penyebab utamanya. Bab II ditutup dengan penjelasan mengenai kondisi kesiapan implementasi REDD+ di Indonesia.

5) Bab III Strategi nasional REDD+ yang menjabarkan tiga strategi utama

pelaksanaan REDD+ di Indonesia yaitu: strategi pemenuhan prasyarat, strategi pemenuhan kondisi pemungkin, dan strategi reformasi pembangunan sector.

6) Bab IV berisi penjelasan mengenai pembangunan sistem MRV 7) Bab V merupakan penjelasan sistem pengadministrasian dan

Terdapat dua pertemuan lain yang diselenggarakan oleh Bappenas bekerjasama dengan UN-REDD dalam rangka mengkonsultasikan draf 1 Stranas REDD+ versi 26 Agustus 2010 kepada para pihak. Pertemuan pertama adalah pertemuan dengan Civil Society Forum for Climate Justice (CSF) yang diselenggarakan pada tanggal 27 Agustus 2010 (notulen terdapat pada lampiran 19). Pertemuan kedua adalah pertemuan dengan Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian dan DNPI (Dewan Nasional Perubahan Iklim) yang dilaksanakan pada tanggal 7 September 2010. Beberapa isu krusial yang muncul pada kedua pertemuan ini adalah isu safeguard mechanism; complaint mechanism; penjabaran FPIC dalam Stranas REDD+; defi nisi hutan; dan faktor-faktor penyebab utama deforestasi dan degradasi.

Selain melalui proses konsultasi, Bappenas selaku koordinator penyusunan Stranas REDD+ juga meminta masukan secara tertulis kepada sektor-sektor kementrian yang lain seperti Kementrian Kehutanan, Kementrian Pertanian, Pertambangan, Pekerjaan Umum dan Kementrian Keuangan serta organisasi riset yang fokus pada isu kehutanan seperti ICRAF, CIFOR, dll. Berdasarkan masukan dan tanggapan yang diperoleh baik dari proses konsultasi maupun masukan secara tertulis, Tim Penulis merevisi draf 1 Stranas REDD+ versi 26 Agustus 2010 dan menyusun draf 1 Stranas REDD+ versi 23 September 2010 (Lampiran 3) yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut (box 3). Perbedaan utama antara Draf 1 Stranas REDD+ versi 23 September 2010 dengan versi sebelumnya terletak pada Bab V yang sebelumnya berisi pengarusutamaan REDD+ dalam kebijakan pembangunan diganti dengan penjelasan mengenai tahapan pelaksanaan REDD+ di Indonesia. Draf Stranas REDD+ versi 23 September 2010 merupakan bahan dasar untuk proses konsultasi publik yang lebih luas.

Box 3: Kerangka utama Draf 1 Stranas REDD+ PPN: Perencanaan Pembangunan Nasional Per 23 September 2010

1) Kata Pengantar dari Wakil Menteri PPN 2) Ringkasan Eksekutif

3) Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang, visi dan tujuan Stranas REDD+,

dasar hukum, ruang lingkup Stranas, dan pengertian atau definisi

4) Bab II Analisis kondisi dan permasalahan yang mendeskripsikan emisi dari

sector penggunaan lahan dan kehutanan di Indonesia. Selain itu, bab ini juga menggambarkan kondisi deforestasi dan degradasi hutan serta penyebab utamanya. Bab II ditutup dengan penjelasan mengenai kondisi kesiapan implementasi REDD+ di Indonesia.

5) Bab III Strategi nasional REDD+ yang menjabarkan tiga strategi utama

pelaksanaan REDD+ di Indonesia yaitu: strategi pemenuhan prasyarat, strategi pemenuhan kondisi pemungkin, dan strategi reformasi pembangunan sector.

6) Bab IV berisi penjelasan mengenai pembangunan sistem MRV

7) Bab V merupakan penjelasan tahapan pelaksanaan REDD+ di Indonesia yang

berisi penyusunan Stranas dan RAN REDD+ serta bagaimana menumbuhkan kesiapan dan pelaksanaan tindakan awal

Dokumen terkait