• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bulletin BPKSDM Edisi kedua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bulletin BPKSDM Edisi kedua"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

bulletin bpksdm

BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

WTO dan Ekonomi Indonesia,

(2)

D ar i Redaksi

e m e n j a k d i t e r b i t k a n n y a Undang-undang No.7 Tahun 1994 tertanggal 2 Novem-ber 1994 Tentang Pengesahan (ratifikasi) Agreement Establish-ing the World Trade Organiza-tion , Indonesia secara resmi telah menjadi anggota World Trade Or-ganization (WTO). Semenjak saat itu pula semua persetujuan yang ada didalamnya telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional. Konsekuensinya ada hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan. Namun tak hanya itu, menjadi anggota WTO berarti kita siap menghadapi adanya peluang (op-portunity) yang bisa dimanfaatkan sekaligus ancaman (threat) yang harus diwaspadai.

WTO dan Ekonomi Indonesia,

ANTARA PELUANG DAN ANCAMAN

Peluang akan tercipta bagi negara yang siap dengan globalisasi, termasuk Indonesia dan negara berkembang lainnya. Peluang tersebut terkait dengan semakin mudahnya akses pasar. Seper t i yang diketahui, negara-negara maju telah menurunkan tarif untuk industri dari rata-rata 6,3 % menjadi 3,8 %, dengan penurunan sebesar 40%. Dari tarif nol telah meningkat dari 20 % menjadi 40 % dari seluruh produk industri yang masuk ke negara maju. Hasil dari negosiasi akses pasar ini adalah Multilateral MFN dimana semua negara anggota dapat menikmatinya tanpa terkecuali. Hanya saja, akibat makin mudahnya akses pasar ini, persaingan akan semakin tajam. Pembaca yang terhormat,

persaingan pasar bebas internasional telah hadir di depan mata. Hal ini ditandai dengan telah resminya Indonesia menjadi anggota World Trade Organiza-tion (WTO) sejak diterbitkannya Undang-undang No.7 Tahun 1994. Tak hanya peluang yang mungkin kita raih, ancaman pun siap menghadang pertumbuhan ekonomi kita. Konstruksi sebagai salah satu pendukung ekonomi In-donesia mau tidak mau harus siap menghadapi kondisi ini. Untuk itu Edisi kedua di tahun 2006 ini, Buletin BPKSDM mengetengahkan sisi hadirnya WTO di Indonesia antara peluang dan ancaman.

Masih berkaitan dengan persaingan internasional yang semakin terbuka Produk Dalam Negeri ternyata juga kian terdesak dan Buletin BPKSDM menuangkannya dalam artikel Hidup Mati Produk Dalam Negeri Tanggung Jawab Bersama, untuk sekadar menggugah kepedulian

kita. Kemudian dalam Buletin ini kami coba menghadirkan pula pengetahuan mengenai Konsep Dasar Pengembangan Kapasitas Dalam Manajemen Konstruksi. Memenuhi rasa keingintahuan pembaca terutama masyarakat jasa konstruksi, BPKSDM secara khusus menghadirkan pula tulisan mengenai Sistem E-procurement. Dari hasil berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan BPKSDM, dihadirkan liputan mengenai Pelatihan Project Cycle Angkatan Ke-3 di Batam, Pelatihan Penyelenggaraan Perpustakaan dan Kearsipan/ Dokumentasi, dan Penyelenggaraan Sosialisasi Pengembangan Konstruksi dan Norma Standar Pedoman Manual (NSPM).

(3)

Ditambah dengan keadaan standing position yang sama, dikhawatirkan dalam pemanfaatannya berlaku hukum alam, siapa yang lebih kuat (baca:lebih siap), dia yang akan menang. Indonesia yang menganut sistem ekonomi terbuka dituntut untuk lebih siap agar dapat mengambil manfaat sebesar-besanya dari keanggotaan Indonesia di WTO. Apalagi mengingat program ekspor non migas merupakan andalan Indonesia harus dapat dimaksimalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan penciptaan lapangan kerja. Peluang dan manfaat tersebut hanya dapat diperoleh apabila penguasaan semua persetujuan

WTO dan penerapannya dapat kita kuasai.

T entang WT O dan Ekonomi Indonesia

WTO adalah organisasi perdagangan dunia yang berfungsi untuk mengatur dan memfasilitasi perdagangan internasional. Tujuan utama WTO adalah untuk menciptakan persaingan sehat di bidang perdagangan internasional bagi para anggotanya, sedangkan secara filosofis untuk meningkatkan taraf hidup dan pendapatan, menjamin terciptanya lapangan kerja, meningkatkan produksi dan perdagangan ser ta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dunia.

Fungsi utama WTO adalah sebagai forum bagi para anggotanya untuk melakukan perundingan perdagangan ser ta mengadministrasikan semua hasil perundingan dan peraturan-peraturan perdagangan internasional. WTO mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995 yaitu dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organizat ion yaitu persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia yang ditandatangani para menteri perdagangan, negara-negara anggota WTO pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh, Maroko. Saat ini anggota WTO mencapai 143 negara ditambah dengan 31 negara yang saat ini sedang dalam proses perundingan (accession) untuk masuk menjadi anggota WTO.

Selama ini, selama kurang lebih 48 tahun, perdagangan multilateral diatur oleh General Agreement on Tariffs and Trade (GATT 1947) yang berlaku secara ad interim agreement (bersifat sementara), yang terdiri dari 38 pasal dan hanya mengatur perundingan di bidang tarif. Badan tertinggi dalam struktur WTO adalah Ministerial Conference (MC) yaitu pertemuan t ingkat menteri perdagangan negara anggota WTO yang diadakan sekali dalam dua tahun. Ministerial Conference ini mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan atas semua hal-hal yang dirundingkan di tingkat bawah dan menetapkan masalah-masalah yang akan dirundingkan di masa mendatang.

(4)

Financial Services ditambah dengan t iga Negot iat ing Group (NG); Council For Trade Related Aspects of Intellectual Proper t y Rights (Council For TRIPs); Dispute Setlement Body (DSB); Trade Policy Review Body (TPRB). GATT 1994 merupakan ketentuan umum perjanjian multilateral yang mengatur dasar hubungan antar negara dalam melakukan perdagangan internasional dan bagaiman suatu negara mengatur kebijakan perdagangan dalam negeri yang tidak bertentangan dengan kesepakatan dalam GATT tersebut. Sebagai suatu peraturan umum, GATT 1994 mengatur masalah antara lain perlakuan non diskriminasi, kewajiban untuk memberikan dan mengikat tingkat tarif, perlakuan yang sama atas produk impor dan produk dalam negeri, ketentuan yang mengatur pengenaan bea masuk ant idumping, masalah prosedur untuk melakukan penilaian produk impor untuk tujuan kepabeanan, pembatasan tindakan suatu negara dalam melakukan proteksi terhadap industri atau pasar dalam negeri, larangan untuk menerapkan suatu kebijakan yang bersifat non-tarif, pengaturan kewajiban suatu negara untuk mempublikasikan semua peraturan yang menyangkut ekspor dan impor, dan seterusnya.

Sedangkan Marrekesh protokol adalah dokumen hukum yang mensahkan berlakunya konsesi tarif yang diikat oleh tiap-tiap negara anggota WTO pada tanggal 15 April 1994 dan berlaku sejak WTO efektif berlaku yaitu 1 Januari 1995. Semua konsesi tarif yang merupakan lampiran protokol ini sifatnya sangat mengikat sehingga tiap anggota tidak diperkenankan merubah sewenang-wenang. WTO atau GATT memiliki lima prinsip dasar antara lain perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nat ions Treatment-MFN) yang diatur dalam pasal I GATT 1994; pengikatan tarif (Tariff binding) yang diatur dalam pasal II GATT

1994 dimana setiap negara anggota harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuk atau tarifnya harus diikat; perlakuan nasional (National treatment) yang diatur dalam pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan suatu negara tidak diperkenankan untuk memperlakukan secara diskriminatif antara produk impor dengan produk dalam negeri; perlindungan hanya melalui tarif yang diatur dalam pasal XI GATT dan mensyaratkan bahwa perlindungan atas industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif; perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang (Special and Different ial Treatment for developing countries-S& D) yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang melaksanakan persetujuan WTO. Berbicara mengenai masalah pengecualian, GATT/ WTO juga mengatur beberapa pengecualian antara lain dalam Pasal XXIV GATT 1994 diperkenankan bagi anggota WTO untuk membentuk kerjasama perdagangan regional, bilateral dan custom union asal tidak merubah komitmen tiap-tiap anggota WTO sehingga tidak merugikan negara anggota WTO yang lain. Kemudian dalam Pasal XX GATT 1994 suatu negara diperkenankan melakukan hambatan perdagangan dengan alasan melindungi kesehatan manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, importasi barang yang bertentangan dengan moral, konservasi hutan, mencegah perdagangan barang-barang pusaka atau yang bernilai budaya, dan perdagangan emas. Sementara itu pasal VI GATT 1994 memperkenankan pengenaan bea masuk anti-dumping dan bea masuk imbalan hanya kepada perusahaan yang terbukti bersalah melakukan dumping dan mendapatkan subsidi. Dan pasal XIX GATT 1994 memperkenankan suatu negara untuk mengenakan kuota atas suatu produk impor yang mengalami lonjakan substansial

yang merugikan industri dalam negeri.

Keuntungan yang didapat oleh negara yang menandatangani WTO adalah hak hukum untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif oleh anggota WTO lain, terutama untuk negara berkembang yang dapat memperjuangkan haknya, misalnya melalui penyelesaian sengketa WTO. Bahkan negara berkembang ikut menentukan anggota perundingan perdagangan internasional di masa mendatang yang selama ini sangat didominasi negara maju. Selain itu WTO turut mendorong pula perdagangan hasil per tanian yang fair, predictable dengan cara mengatur penghapusan subsidi, akses pasar dengan memperhatikan kepentingan pembangunan dan kepentingan negara-negara miskin dan negara berkembang yang masih merupakan net importir. Salah satu pokok persetujuan yang perlu diperhatikan adalah Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT) yaitu tindakan atau kebijakan suatu negara yang bersifat teknis yang dapat menghambat perdagangan internasional dimana penerapannya yang dilakukan sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu hambatan perdagangan. Dengan demikian, suatu negara yang akan mengenakan standar untuk memberikan perlindungan kepada manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan harus memberikan penjelasan bahwa proteksi yang diberikan bukan untuk melakukan proteksi.

(5)

bertentangan dengan kedua artikel tersebut. Sedangkan dalam persetujuan Custom Valuat ion pihak pengelola bea dan cukai diberi hak untuk meminta informasi lebih lanjut jika ditemukan alasan untuk mencurigai akurasi dari nilai barang impor yang telah di declare. Bagi negara yang memakai jasa perusahaan swasta dikenal prinsip inspeksi sebelum pengapalan (Preshipment Inspection/ PSI) yaitu praktek-praktek untuk memeriksa barang-barang secara teliti dan rinci sebelum dikapalkan untuk mengamankan kepentingan negara di bidang keuangan dan penghindaran bea masuk serta untuk membantu mengatasi permasalahan kepabeanan karena kekurang mampuan aparat bea cukai untuk melakukannya. Tentu inspeksi ini harus didasari pada prinsip non diskriminasi, transparan, memberikan perlindungan atas kerahasiaan bisnis, menghindari kelambatan pemeriksaan yang tidak perlu, menggunakan tata cara yang telah disepakati dalam melakukan verifikasi harga, dan lain-lain. Di sisi lain eksportir sebagai pihak perusahaan swasta memiliki hak-hak antara lain mendapatkan informasi tentang prosedur yang dilakukan perusahaan terhadap pemeriksaan fisik, mendapatkan perlakuan baik, dan mengajukan banding kepada independent review entity bilamana eksportir tersebut tidak puas dengan keputusan pejabat dari senior perusahaan PSI.

Persetujuan WTO memberikan peluang tak hanya kepada tataran negara namun juga kepada sektor swasta. Persetujuan WTO mensyaratkan anggota WTO untuk membuat domestic procedures dimana pihak swasta dapat memperjuangkan hak dan kepentingannya. Misalnya importir berhak untuk membantah nilai tranksaksi yang diragukan oleh pihak Bea dan Cukai. Hak-hak dunia usaha lainnya yang penting berdasarkan ketentuan WTO adalah meminta authority untuk

melakukan penyelidikan dumping, subsidi dan safeguards dan bahkan mengusulkan untuk mengajukan konsultasi dengan negara lain atas kebijakan perdagangan yang merugikannya. Bagi importir dan eksportir akan mendapat jaminan bahwa tarif yang akan dibiayai tidak akan lebih tinggi dari tingkatan tarif yang diikat sehingga bisnis mereka dapat berjalan secara predictable atau dapat diprediksi.

Salah satu persetujuan yang diatur WTO adalah masalah subsidi. Subsidi adalah suatu pemberian (kontribusi) dalam bentuk uang atau finansial yang diberikan oleh pemerintah atau suatu badan umum (public body). Kontribusi pemerintah tersebut dapat berupa hibah, pinjaman, dan penyertaan, pemindahan dana atau jaminan langsung atas hutang. Persetujuan subsidi WTO membagi subsidi dalam tiga kategori yaitu subsidi yang dilarang meliputi subsidi ekspor dan subsidi yang diberikan kepada kandungan lokal; subsidi yang dapat dikenai tindakan (actionable) adalah subsidi yang bukan subsidi ekspor; subsidi yang tidak dapat dikenakan tindakan (non-actionable subsidies) meliputi subsidi untuk penelitian, lingkungan hidup dan bantuan kepada daerah terpencil.

Di sisi lain WTO memperhatikan masalah yang mungkin muncul akibat keterbukaan pasar, misalnya dengan persetujuan safeguards suatu negara diperkenankan untuk mengambil tindakan sementara untuk melindungi industri dalam negeri dari lonjakan impor yang substansial dengan cara menghambat impor produk tertentu yang terbukti merugikan industri dalam negeri. Semua itu dapat dilakukan dengan syarat produk impor tersebut secara absolut maupun relat if menimbulkan kerugian atau mengancam kelangsungan hidup dalam negeri. Tindakan yang dimaksud adalah dengan menaikkan tingkat tarif yaitu tarif kuota dan kuota.

WTO bahkan menghasilkan pula persetujuan dalam hal perlindungan hak kekayaan intelektual (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Proper t y Rights/ TRIPs) yang diatur dalam prinsip minimum standard . Lama perlindungan dalam persetujuan ini adalah patent, copyright, dan related right, trade marks, industrial design, layout-designs of integrated circuit, undisclosed informat ion dan geographical indications. Prinsip dasar yang diatur persetujuan TRIPs adalah menegaskan kembali prinsip nasional treatment sebagai mana diatur dalam berbagai konferensi nasional. Persetujuan TRIPs memberikan jangka waktu minimu perlindungan berbeda-beda untuk setiap hak kekayaan intelektual, misalnya hak penyiaran diberikan waktu selama 20 tahun dihitung dari akhir tahun kalender dari penyiaran dilakukan, dan sebagainya.

Setiap anggota WTO diharuskan untuk membuat suatu peraturan tentang tata cara yang memudahkan seseorang untuk mengajukan permohonan kepada pihak yang berwenang agar menangguhkan pengimporan barang yang dianggap sebagai barang palsu atau barang hasil bajakan. Persetujuan ini juga mengatur secara tegas mengenai masalah acara pidana dengan sanksi dalam kasus-kasus yang melibatkan pemalsuan merek atau pembajakan hak cipta untuk tujuan dagang.

(6)

ungkin tidak kita sadari setiap kali kita menikmati iklan produk lokal di televisi sebenarnya di saat yang sama kita sedang menikmati barang buatan orang lain. Dari hasil penelitian Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) ternyata televisi kita banyak menggunakan produsen luar negeri, dalam hal ini Malaysia dan Singapura, untuk pembuatan iklan. Cukup memprihatinkan pangsa pasar iklan sebesar 30 triliun akhirnya dihabiskan di negeri or-ang bukan masuk kantong sendiri . Itu hanya sebagian contoh dari kenyataan perekonomian kita saat ini.

Dengan alasan itu Pemerintah merasa perlu membuat suatu regulasi untuk memaksimalkan penggunaan produk barang dan jasa dari dalam negeri. Keprihatinan Pemerintah ini yang melatarbelakangi lahirnya Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 11/ M-IND/ PER/ 3/ 2006. Peraturan ini merupakan pelaksanaan Pasal 44 Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang mengacu pada daftar inventarisasi barang/ jasa yang termasuk produksi dalam negeri yang didasarkan pada kriteria tertentu, menurut bidang, subbidang, jenis, dan kelompok barang/ jasa.

Sosialisasi Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum dilaksanakan Jumat (12/ 05) pagi panel. Di samping prosedur resmi,

Dirjen WTO/ GATT berdasarkan kapasitas sebagai pejabat tinggi WTO dapat menawarkan perdamaian kepada kedua belah pihak yang bersengketa.

Konferensi Tingkat Menteri (KTM-IV) WTO di Daha, Qatar pada November 2001 menghasilkan 3 dokumen penting sebagai mandat perundingan WTO saat ini yaitu Deklarasi para menteri, yang bertugas membuat program kerja sampai KTM V-WTO dua tahun mendatang dan tindak lanjut atau pengorganisasian program kerja tersebut, hal-hal yang sangat penting dari segi kepentingan Indonesia yaitu masalah pertanian, produk bukan per tanian, dan bantuan teknis yang dibutuhkan negara berkembang; Keputusan para menteri atas Implementation Related Issues and Concern, yang menetapkan mandat untuk merundingkan semua persetujuan dalam WTO yang dianggap masih sulit dilaksanakan dan merugikan negara-negara berkembang; masalah Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) dan kesehatan masyarakat, dimana dampak negatif dari persetujuan HaKI terhadap kesehatan masyarakat adalah penonjolan perlindungan hak atas patent obat-obatan yang berimbas pada mahalnya obat-obatan yang esensial. Diharapkan dengan adanya suatu feksibilitas bagi Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia untuk melaksanakan persetujuan HaKI. Siap atau tidak siap Indonesia telah menjadi anggota WTO dan lebih jauh dari itu Indonesia harus siap dengan segala konsekuensi keterbukaan pasar. Sangat bijaksana jika mulai dari sekarang Indonesia mempersiapkan semua hal mulai dari sarana, pra sarana, dan sumber daya manusia. Agar antara peluang dan ancaman yang mungkin muncul dengan adanya WTO, kita dapat meraih peluang yang ada secara maksimal untuk kemajuan perekonomian Indonesia. (tw/ nn)

di Ruang Sapta Taruna Departemen Pekerjaan Umum Jakarta. Inti acara tersebut agar setiap stake holders diminta meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Hal ini disampaikan Sumaryanto mewakili Badan Pembinaan Konstruksi Sumber Daya Manusia saat membuka acara Sosialisasi Pedoman Teknis Penggunaan Produksi Dalam Negeri.

(7)

Komponen Dalam Negeri ditambah bobot angka perusahaan (BMP) kalau 40% maka perusahaan yang berasal dari dalam negeri akan didahulukan tanpa menyertakan perusahaan luar negeri. Bila tidak ada yang sampai 40 % baru diberi preferensi. Sangat prihatin, menurut I Gusti Putu Gede Suryawirawan, selama ini lokal konten sering dipermainkan oleh penyedia barang dan jasa. Hanya sebatas untuk memenangkan tender. Sedangkan manfaat yang akan diperoleh dengan dilaksanakannya pedoman teknis ini adalah meningkatnya penggunaan produk dalam negeri, meningkatnya penyerapan tenaga kerja, penghematan devisa, dan berkurangnya ketergantungan terhadap produk luar negeri. Pemerintah dalam hal ini juga sangat berperan untuk mengangkat produk dalam negeri. Karena itu dalam Keppres Nomor 80 Tahun 2003, Pemerintah wajib menggunakan produk dalam negeri sebesar 15 % dalam setiap kegiatannya. I Gusti Putu Gede Suryawirawan memberi saran agar pelaksanaan peraturan ini benar-benar maksimal dan terhindar dari penyelewengan, maka seharusnya penggunaan produk dalam negeri dilakukan sejak perencanaan dan saat penyelenggaraan. Sistemnya penggunaan produk dalam negeri memang dialokasikan dalam keuangan. Jangan sampai ketika pelaksanaan alokasi dana sebesar 15 % untuk produk lokal

dipaksakan yang akhirnya hanya berujung pada pelengkap saja. Sementara itu tanggapan berupa pertanyaan datang dari beberapa peserta. Antara lain sosialisasi ini terhitung terlambat datang, karena proses tender telah selesai dilakukan tinggal melakukan proses tanda tangan. Permasalahannya bagaimana menggunakan bantuan atau pinjaman luar negeri tanpa harus mengikuti aturan mereka. Kemudian apakah dengan mendahulukan perusahaan dalam negeri dalam peraturan TKDN t idak akan menyalahi Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang transparansi tender, dan juga pada masalah prioritas perusahaan dalam negeri yang memenuhi TKDN 40 % dengan mengesampingkan perusahaan asing tidak akan menyalahi peraturan tender yang sudah ada selama ini.

I Gusti Putu Gede Suryawirawan menanggapi semua pertanyaan tersebut dengan menekankan bahwa bagaimanapun ini semua hanya pedoman teknis yang pelaksanaannya akan tergantung pada masing-masing pihak. Selain itu Keppres nomor 80 Tahun 2003 sendiri juga memiliki point yang menitikberatkan pada penggunaan produk dalam negeri, sehingga pertentangan dalam satu peraturan yang dikhawatirkan banyak pihak, sebenarnya t idak perlu menjadi perdebatan yang patut diperpanjang.

Akhirnya beliau menekankan agar meskipun saat ini negara kita tidak bisa tidak masuk ke dalam era globalisasi, jangan sampai kita menjadi korban globalisasi tersebut. Bagaimanapun, yang akan menentukan hidup dan matinya ekonomi, sosial politik, bahkan bangsa kita adalah tanggung jawab kita bersama pula. Karenanya cintailah produk dalam negeri, hargailah hasil putra-putri bangsa Indonesia. (tw/ nn/ ags)

(8)

1 . K O N S E P P E N G E M B A N G A N KAPASITAS

Kapasitas di definisikan sebagai kemampuan individu dan organisasi atau unit organisasi untuk dapat mencapai kinerja yang efektif, efisien dan berlanjut1. Dari definisi tersebut

ada 3 (tiga) aspek penting yang dapat menjelaskan mengapa Capacity Building dalam Manajemen Konstruksi diperlukan, yaitu :

a. Kapasitas bukan merupakan keadaan yang pasif melainkan suatu proses yang terus menerus dan berkelanjutan (kapasitas dalam artian kemampuan/ kompetensi yang berkembang sesuai tuntutan organisasi/ unit kerja). b. Sumber daya manusia dan

fungsinya di dalam organisasi/ institusi menjadi elemen utama dalam pengembangan kapasitas (SDM perlu dikelola sesuai dan selaras dengan kaidah-kaidah pengelolaan SDM sebagai suatu sistem). c. Keterkaitan secara

menyeluruh dimana organisasi/ institusi tersebut ber fungsi, merupakan pertimbangan pokok dalam strategi pengembangan kapasitas (strategi pengembangan kapasitas tidak dapat berdiri sendiri, pengembangan kapasitas dalam skala luas, menyangkut juga sistem yang lebih komprehensif). Pengembangan kapasitas merupakan konsep yang lebih luas dari pengembangan

Konsep Dasar Pengembangan Kapasitas

Dalam Manajemen Konstruksi

Oleh : Doedoeng Z. Arifin* )

(9)

organized inst itut ion, and neither staff nor inst itut ion can achieve their full potential in the absence of an enabling policy and legal environment .

Perspektif tersebut di atas melihat pengembangan kapasitas bukan hanya sekedar ditekankan pada fungsi internal dari organisasi secara individual atau yang disebut aspek

Mikro organisasi (antara lain; struktur, sistem, strategi, staf, keahlian dan lain-lain dalam suatu organisasi), tetapi melihat lebih kepada aspek M akro

yang meliputi perilaku dan fungsi dari organisasi atau individu dalam masyarakat yang lebih luas dimana organisasi atau individu tersebut berada. Jadi lingkup pengembangan kapasitas menjadi luas tidak hanya pengembangan organisasi saja tetapi meliputi kegiatan-kegiatan pelatihan individu sampai dengan peran dan fungsi serta keterkaitan lembaga dalam sistem masyarakat atau lingkungan dimana individu dan lembaga tersebut berada.

Pengembangan kapasitas perlu dipandang sebagai proses pembelajaran yang kompleks, proses adaptasi dan perubahan perilaku pada tingkat individu, kelompok dan organisasi. Pengembangan kapasitas ber fokus kepada upaya mendorong perubahan pola perilaku yang berbeda dan menanamkan perilaku dan nilai-nilai yang baru sesuai dengan tuntutan perubahan.

Di sini pengembangan kapasitas adalah suatu Proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi dan masyarakat m e n g e m b a n g k a n kemampuannya untuk bisa ber fungsi sesuai dengan tuntutan perubahan, menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan dan harapan yang telah ditentukan bersama.

Cara pandang tersebut memberikan implikasi pada bagaimana melihat isu dari pengembangan kapasitas. Di sini pola pikir dari pengembangan kapasitas harus dilihat dengan pendekatan sistem, dimana keterkaitan dan kontribusi antar insititusi dan stakeholder harus dilihat lebih luas.

Keberhasilan dari program pengembangan kapasitas dapat dilihat dari, pertama, produk yang merupakan pencapaian kapasitas atau perbaikan kapasitas secara aktual, meliputi proses evolusi dari awal program, kemajuan saat ini dan kemajuan yang diharapkan. Kedua, kinerja atau hasil nyata yang dicapai program pengembangan kapasitas. Ketiga, adalah keberlanjutan dari pengembangan kapasitas tersebut secara menerus.

2 . K E R A N G K A K E B E R L A N J U T A N P E N G E M B A N G A N KAPASITAS

Seperti yang telah dijelaskan diatas salah satu keberhasilan suatu program pengembangan kapasitas terletak pada

keberlanjutan dari program itu secara menerus di kemudian hari. Selesainya suatu proyek pengembangan kapasitas bukan berarti berhentinya kegiatan untuk meningkatkan kapasitas. Telah dijelaskan pula bahwa pengembangan kapasitas harus dilihat dengan pendekatan sistem, demikian pula dengan keberlanjutan dari program pengembangan kapasitas yang tidak terlepas dari masing-masing peran stakeholder dalam sistem yang ada. Keberlanjutan tidak hanya dituntut dari keberlanjutan aspek mikronya saja tetapi juga aspek makro.

Secara menyeluruh kerangka keberlanjutan pengembangan kapasitas terdiri dari komponen dasar yang merupakan persyaratan dalam keberlanjutan suatu program dan dimensi-dimensi yang menentukan program pengembangan kapasitas dalam sistem yang lebih luas. Secara diagramatis keberlanjutan pengembangan kapasitas dapat dilihat pada Gambar 1 .

Dari diagram tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 1

Kerangka Keberlanjutan Pengembangan Kapasitas

(10)

1. Program pengembangan kapasitas merupakan bagian dari sistem yang lebih luas. Dalam diagram terlihat bahwa program pengembangan kapasitas di pengaruhi oleh beberapa dimensi dalam sistim yang ada, yaitu; Organisasi, Partisipasi Masyarakat dan Kebijakan Nasional. Pada level organisasi keberhasilan suatu program pengembangan kapasitas sangat di pengaruhi oleh visi dan misi sebuah organisasi, kepemimpinan, sistem organisasi dan infrastruktur. Sedangkan pada level sistem masyarakat, keterlibatan dan partisipasi masyarakat merupakan tuntutan terhadap hasil akhir kinerja pelayanan oleh masyarakat melalui pelayanan jasa konstruksi yang berkualitas. Program pengembangan kapasitas seperti yang telah diuraikan diatas tidak terlepas dari kepentingan nasional dalam sektor pengembangan konstruksi secara keseluruhan, oleh sebab itu perlu didukung aspek legal dan kebijakan yang mendukung

berjalannya program tersebut.

2. Dalam operasionalnya suatu program pengembangan kapasitas harus didukung komponen dasar yang terdiri dari dana, sumber daya manusia, materi/ substansi dan networking (jejaring). K o m p o n en - k o m p o n en tersebut merupakan persyaratan berlangsungnya kegiatan pengembangan kapasitas yang terdiri dari 3 (tiga) tahapan yaitu; Pengembangan Kapasitas, Institusionalisasi dan Keberlanjutan Program. Masing-masing tahapan mempunyai kegiatan berupa Action Plan yang sesuai dengan tujuan dari setiap tahapan.

3. Selain kedua hal tersebut di atas suatu program pengembangan kapasitas juga bergantung pada :

Supply side yaitu: P e n i n g k a t a n Kemampuan Lembaga atau Sistem untuk mencapai kinerja yang baik, memberikan pelayanan kepada

masyarakat dan stakeholder lainnya. Secara khusus pihak penyedia (supply side) harus memperoleh penyedia ditentukan oleh Demand Side yaitu; sejauh mana kebutuhan masyarakat atas pelayanan dan informasi yang disediakan, akses kepada perubahan dan p e n g e m b a n g a n kapasitas agar masyarakat dapat memantau dan meningkatkan kinerja lembaga yang melayani mereka.

Dalam undang-undang jasa konstruksi juga dikenal istilah masyarakat jasa konstruksi di damping masyarakat umum, yaitu masyarakat yang mempunyai kepentingan dan atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi. Dalam konteks pengembangan kapasitas masyarakat jasa konstruksi, peraturan pemerintah mengatur bahwa penyelenggaraannya melalui kegiatan forum jasa konstruksi dan melalui lembaga yang independent dan mandiri. Forum dan lembaga tersebut mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya dalam upaya menumbuh-kembangkan jasa konstruksi nasional,

Oleh karena itu untuk m e m p e r t a h a n k a n keberlanjutan, program pengembangan kapasitas di sektor Jasa Konstruksi harus menyentuh semua tingkatan dan bidang serta melibatkan semua stakeholder.

(11)

LATAR BELAKANG

Procurement atau Pengadaan Barang dan Jasa, yang di era Keppres Nomor 18 tahun 2000 lebih dikenal dengan istilah Pelelangan Barang/ Jasa dan tata cara pelaksanaannya masih dilakukan secara manual, kini telah beralih maju langkah - demi langkah menuju sistem pengadaan yang lebih canggih menggunakan teknologi komunikasi dan informasi berbasis web (internet). Hal tersebut seiring dengan perubahan paradigma yang makin berkembang serta tuntutan dunia usaha jasa konstruksi yang menginginkan terwujudnya sistem pengadaan barang dan jasa yang lebih transparan, akuntabel, efektif dan efisien.

Pengadaan barang/ jasa dengan menggunakan sistem e-procure-ment dilingkungan instansi pemerintah bukanlah hal yang baru, terutama dilingkungan Departemen Pekerjaan Umum. Mulai tahun 2001, Departemen Pekerjaan Umum melalui Bapekin yang bekerja sama dengan Pusat Data dan Informasi telah mengembangkan sebuah sistem berbasis web yang dapat diakses melalui jaringan internet. Sistem ini terdiri dari tahapan-tahapan kegiatan : Penayangan informasi Satuan Kerja berdasarkan DIPA dilingkungan Departemen PU yang

Sistem E-procurement

Bagi Penyedia Jasa

Oleh. Agus Raharyo, SE

terdiri dari informasi umum dan informasi paket kegiatan, Pelaksanaan Copy To Internet (CTI), Pelaksanaan Semi curement dan Pelaksanaan curement secara Penuh (Full e-Pro-curement).

Copy To Internet (CTI) adalah penayangan informasi, proses dan hasil pengadaan barang/ jasa di Kimpraswil-net/ PU-net. Semi e-procurement adalah kegiatan pengadaan barang/ jasa yang sebagian prosesnya dilakukan melalui media elektronik (internet) secara interaktif (antara pengguna jasa dan penyedia jasa) dan sebagian lagi dilakukan secara manual (konvensional). Dalam tahap ini sudah ada transaksi elektronik secara selektif sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku. Sistem semi e-procurement yang telah berjalan beberapa tahun, kini tengah memasuki penyempurnaan menjadi full e-procurement (pelaksanaan e-procurement secara penuh). Pelaksanaan

e-Procure-ment penuh adalah proses pengadaan barang/ jasa yang dilakukan dengan transaksi secara penuh interaktif melalui media elektronik (internet) antara pengguna jasa dan penyedia jasa.

Penerapan Dan Peningkatan

Penerapan pengadaan barang/ jasa melalui sistem e-procurement ini dalam pelaksanaannya tidaklah se-mudah dan se-sederhana yang dibayangkan. Banyak kendala dan keterbatasan yang di temukan dalam proses pelaksanaannya, baik yang dialami oleh pengguna jasa maupun penyedia jasa, seperti terbatasnya pemahaman dari pihak penyedia jasa dalam menggunakan aplikasi internet. Namun hal tersebut tidaklah mengurangi semangat Departemen PU untuk melaksanakan program kegiatannya dalam penerapan pengadaan barang/ jasa dengan sistem e-procurement sesuai dengan Instruksi Menteri Kimpraswil No.02/ IN/ M/ 2002 tentang Peningkatan Informasi Pengadaan Barang/ Jasa melalui internet dilingkungan Departemen Kimpraswil.

(12)

lanjut atas pelaksanaan penerapan pengadaan Barang/ Jasa secara elektronik pada Tahun Anggaran 2005, Sekretaris Jenderal Departemen Pekerjaan Umum melalui Surat Edaran nomor : 01/ SE/ Sj/ 2006 tanggal 19 Januari 2006 mengharapkan perlu adanya peningkatan penerapan pengadaan barang/ jasa dengan sistem e-procurement pada satuan kerja dilingkungan Departemen Pekerjaan Umum yang berlokasi di tujuh propinsi wilayah NKRI. Dan pelaksanaan kegiatan sosialisasi tata cara pengadaan barang/ jasa dengan sistem e-procurement khusus bagi penyedia jasa akan diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi dan SDM (BPKSDM) melalui Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi. Adapun ke tujuh propinsi tersebut antara lain : Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Gorontalo.

Kegiatan Sosialisasi

Pelaksanaan sosialisasi yang telah diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi BPKSDM ke beberapa daerah propinsi, mendapat re-sponse yang cukup baik. Hal tersebut terlihat dari antushiase dan minat yang cukup tinggi dari peserta, baik dari tingkat kehadiran maupun partisipasi aktif dalam mengikuti sosialisasi di kelas. Pihak Dinas PU Propinsi dan LPJKD yang telah banyak membantu dan memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan tersebut juga menyambut baik dan sangat mendukung kegiatan sosialisasi yang banyak memberikan wawasan baru serta menambah kemampuan SDM dilingkungan dunia usaha jasa konstruksi khususnya bidang pengadaan barang dan jasa. Adapun materi yang diberikan kepada Penyedia Jasa meliputi Pengantar Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa, Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Secara Elektronik (E-Procurement),

Pengenalan Aplikasi Semi-Eprocurement dan Penerapan Aplikasi sistem e-Procurement dilingkungan Departemen Pekerjaan Umum. Penyedia Jasa, pada kegiatan Sosialisasi tersebut di ajarkan tata cara pengadaan barang/ jasa dengan sistem e-pro-curement mulai dari mendapatkan User ID dan Password, pendaftaran peserta pengadaan, melihat informasi paket yang dilelang, hasil evaluasi, sanggahan hingga pemenang lelang. Kepada peserta sosialisasi, panitia juga memberikan kesempatan sesi tanya jawab dan bedah kasus, tentu saja seputar proses pengadaan barang dan jasa dengan sistem e-procurement dilingkungan Departemen Pekerjaan Umum.

Usulan dan H arapan

Sebagaimana Surat Edaran Sekretaris Jenderal Depar temen Pekerjaan Umum tersebut, Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi BPKSDM telah melaksanakan kegiatan sosialisasi tata cara pengadaan barang/ jasa instansi pemerintah dengan sistem e-procurement bagi Penyedia Jasa yang diselenggarakan selama bulan Maret 2006. Dalam pelaksanaan sosialisasi tersebut, cukup banyak diperoleh masukan, saran maupun kritik yang konstruktif dari para peserta. Peserta sosialisasi yang terdiri dari para penyedia jasa cukup antusias dalam mengikuti kegiatan sosialisasi yang diselenggarakan di propinsinya masing-masing. Mereka tidak saja mengharapkan adanya sistem pengadaan yang lebih baik, tetapi juga menuntut adanya kesetaraan dalam proses pengadaan barang dan jasa antara pengguna jasa dan penyedia jasa.

Dari ke tujuh propinsi yang telah mendapatkan sosialisasi tersebut, semua mengharapkan agar dapat diadakan kembali kegiatan serupa pada masa-masa mendatang. Berbagai keterbatasan dari masing-masing daerah, membuat mereka merasa mendapatkan penghargaan yang cukup berarti dari pemerintah

pusat yang telah mengalokasikan dana, waktu dan tenaga untuk membagi ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat. Sambutan baik tersebut juga tidak hanya terlontar dari pihak penyedia jasa. Pada acara penutupan sosialisasi di salah satu propinsi, yakni di Propinsi Bali, selaku Pengguna Jasa yang dalam hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas PU Prop. Bali Bapak Ir. Nyoman Sudana menyatakan bahwa kegiatan sosialisasi tata cara pengadaan barang/ jasa instansi pemerintah dengan sistem e-pro-curement bagi Penyedia Jasa yang dilaksanakan di propinsi bali ini merupakan salah satu kegiatan yang cukup aplikatif dan amat berguna bagi penyedia jasa konstruksi khususnya di lingkungan Dinas PU Propinsi Bali. Beliau mengusulkan agar Bali selalu mendapatkan kesempatan untuk kegiatan serupa dimasa-masa mendatang.

Kegiatan Sosialisasi yang diselenggarakan Tahun Anggaran 2006 ini merupakan salah satu kegiatan swakelola di lingkungan Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi, Kegiatan Penyelenggaraan Pengembangan dan Pembinaan Jasa Konstruksi. Dalam rangka tupoksi Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi, kegiatan semacam ini amatlah tepat untuk memberikan pembinaan dan bimbingan kepada pihak penyedia jasa agar bersama-sama dengan pengguna jasa dapat melaksanakan proses pengadaan barang/ jasa sesuai ketentuan yang diatur dalam Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 dan telah disempurnakan dengan Perpres Nomor 08 Tahun 2006 Tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.

Staf P3JK, Pusat Pembinaan

(13)

iapa suruh datang ke Jakarta, klik aja ke

www.pu.go.id. Memang benar, anda tidak perlu lagi datang ke kantor Departemen Pekerjaan Umum di Jakarta bila ingin mendaftarkan perusahaan anda untuk dapat mengikuti pelelangan pengadaan barang/ jasa di Departemen PU. Dengan diluncurkannya pendaftaran user id melalui internet, perusahaan penyedia barang/ jasa dapat mendaftar hanya dengan mengakses website PU dan memilih icon semi e-proc. Dengan sistem pendaftaran user id secara on line diharapkan memberi kemudahan bagi penyedia barang/ jasa terutama di luar pulau Jawa, sehingga tidak perlu lagi datang ke Jakarta untuk mendaftar tetapi cukup datang ke Warnet saja kata Kepala BPKSDM, Iwan Nursyirwan saat acara peluncuran pendaftaran user id dan password online di Jakarta (18/ 4).

Untuk mendapatkan user id, penyedia barang/ jasa harus mengisi formulir diantaranya nama badan usaha, jenis usaha, alamat, email, NRBU, akte pendirian,

NPWP dan ijin usaha. Kemudian menurut Iwan, untuk perusahaan konstruksi, data yang diberikan akan dilakukan pengecekan apakah yang bersangkutan dan asosiasinya terdaftar sebagai anggota Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Setelah selesai, maka user id dan password akan dikirimkan melalui email penyedia barang/ jasa. Bagi yang sudah memiliki user id maka tidak perlu melakukan registrasi ulang.

Menurut Kepala Pusdata, Waskito Pandu, pihaknya telah melakukan kerjasama dengan LPJK dengan mengintegrasikan database LPJK dengan sistem e-proc Departemen PU. Untuk tetap memberikan pelayanan akses ke website PU, terus dilakukan peningkatan bandwidth yang saat ini 1,5 MB menjadi 2 MB setelah bulan Agustus nanti. Untuk kecepatan akses ke website PU seharusnya tidak ada masalah tergantung dari kemampuan komputer pengakses juga. Dengan jumlah 2.500 pengunjung per hari, berarti tiap menitnya ada 4 orang yang mengakses website ini, kata Waskito Pandu. Pelelangan yang dilakukan Departemen PU menggunakan sistem semi e-proc dan e-proc plus. Melalui sistem semi e-proc, setelah penyedia barang/ jasa mendapatkan user id secara online, pemasukan

Pendaftaran USER ID

(14)

Pengelolaan Tata Perpustakaan dan Kearsipan

Secara Profesional Mencerminkan

Keberhasilan Suatu Organisasi

Dalam pelaksanaan tugasnya, Sekretariat BPKSDM berperan mewujudkan koordinasi dan sinkronisasi yang efektif dari serangkaian kegiatan yang ada di masing-masing pusat serta pengupayaan ketersediaan dan peningkatan sumber daya manusia dalam rangka pencapaian tujuan strategis BPKSDM, hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Balai Peningkatan Keahlian Teknik Konstruksi Keciptakaryaan Surabaya, Imam Samudi, mewakili Sekretaris BPKSDM pada acara pembukaan Pelatihan Penyelenggaraan Perpustakaan dan Kearsipan/ Dokumentasi, di Surabaya.

Pelatihan yang diselenggarakan selama dua hari dari tanggal 3 5 Mei 2006, bertujuan menciptakan dan meningkatkan kemampuan para petugas yang kompeten dan professional dalam menangani tata persuratan, kearsipan dan penanganan perpustakaan, sehingga tercipta ter t ib administrasi yang dapat dipergunakan sebagai sumber informasi yang dapat mendukung pelaksanaan tugas rutin dan pembangunan BPKSDM.

Lebih lanjut Imam mengatakan, bahwa penanganan arsip secara tertib akan dapat digunakan sebagai sumber informasi SIM Pustaka dengan entry data ke internet www.pu.go.id yang dapat mendukung pelaksanaan tugas BPKSDM. Selain itu diperlukan penanganan yang intensif dari Pusat-Pusat, Balai-Balai dan Sekretariat untuk penyebaran informasi mengenai hasil kajian/ study baik internal BPKSDM maupun masyarakat jasa konstruksi.

Ditegaskan pula oleh Imam, bahwa penanganan/ pengelolaan kearsipan dan perpustakaan adalah suatu tugas yang sangat penting, karena tanpa didukung oleh Tata Kearsipan/ Dokumentasi dan Tata Perpustakaan yang baik, kita tidak akan dapat melaksanakan tugas penawaran masih dilakukan secara manual dengan

memasukan dokumen penawaran. Sedangkan pada Semi e-proc plus, penawaran dilakukan dengan mengirimkan dokumen penawaran secara manual dan juga secara elektronik melalui internet. Untuk kota-kota yang telah mempunyai sarana & prasarana memadai kita lakukan uji coba dengan menggunakan semi e-proc plus. Saat ini sudah ada 30 paket yang dilelangkan dengan sistem ini jelas Pandu.

Hingga 13 April 2006 tercatat sudah 500 satuan kerja (satker) dari 582 satker yang telah menayangkan paket kegiatan di info proyek. Jumlah paket yang telah ditayangkan di website PU sebanyak 9.093 paket dengan nilai Rp12,2 triliun yang terdiri dari Rp10 triliun dari APBN dan Rp2,2 triliun dari pinjaman luar negeri. Dari 9.093 paket, yang merupakan paket kontrak sebanyak 5.819 dan yang merupakan swakelola sebanyak 3.274 paket.

Dengan makin berkembangnya e-procurement di Depar temen PU, diharapkan Waskito Pandu, semangat e-proc yakni efisien, efektif, transparan, dan akuntabel bisa terwujud.

(15)

Wakil Ketua Gapensi Provinsi Jawa Timur, Bambang Sakti Widodo minta kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Pusat Cq. Badan Pembinaan Konstruksi dan SDM (BPKSDM), Departemen PU, memfasilitasi Penyelenggaraan Sosialisasi Pengembangan Konstruksi dan Norma Standar Pedoman Manual (NSPM) dalam Pembinaan Teknis Penyedia Jasa Konstruksi, sehingga kedepan Penyedia jasa dapat melakukan kegiatannya lebih profesional, hal ini disampaikan oleh Bambang ditengah-tengah mengikuti Sosialisasi tersebut di Surabaya (26-27/ 4). Lebih lanjut Bambang meminta agar Sosialisasi semacam ini lebih ditingkatkan dan peserta yang mengikuti pembinaan ini agar betul-betul sesuai dengan misi dan materi yang disampaikan, sehingga para peserta dapat mengaplikasikan lebih optimal. Menjawab pertanyaan mengenai pelaksanaan pengadaan barang/ jasa pemerintah dengan system e-procurement on line, Bambang menjelaskan bahwa sistem itu hanyalah sebuah perangkat untuk mendaftarkan diri (penyedia jasa konstruksi) agar dapat mengikuti lelang. Namun disayangkan oleh Bambang bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur sampai saat ini baru sampai pada taraf pendaftaran lelang, belum sampai ke penawaran harga, jelasnya.

dengan efektif dan efisien. Disamping itu berhasil atau tidaknya suatu organisasi sangat tergantung dengan bagaimana menangani kearsipan di unitnya. Oleh karena itu, Imam menganggap bahwa tugas menangani arsip dan perpustakaan adalah suatu tugas yang sangat penting dan mulia.

Peserta Pelatihan dari Sekretariat, Pusat-Pusat dan Balai-Balai di lingkungan BPKSDM, mendapatkan materi meliputi, Kebijakan Pengembangan Perpustakaan Khusus, Indexing dan Abstraksi Dokumentasi Bahan Pustaka, Pratek Pembuatan Abstraksi Dokumentasi/ Buku Pustaka, Pengklasifikasian Buku , Jabatan Fungsional Pustakawan, SIM Pustaka, Pengelolaan Arsip Inaktif, Praktek Pengelolaan Arsip Inaktif, Pengelolaan Arsip Aktif dan Praktek Pengelolaan Arsip Aktif.

Abstraksi Buku Perpustakaan

Dalam pembahasan abstraksi buku perpustakaan, Kamariah Tambunan, Nara Sumber dari PDI LIPI, menjelaskan bahwa yang paling penting untuk dilihat dalam mengabstraksi sebuah buku adalah, Judul buku, Pengarang, Tujuan, Lokasi, Jumlah Populasi, Metoda dan hasil/ kesimpulan. Disamping itu dalam pembuatan Indeksing Buku Pustaka perlu diketahui mengenai judul buku, pengarang dan kata-kata kuncinya.

Abstraksi buku perpustakaan ada dua macam yakni, abstraksi indikatif dan abstraksi informative. Kepala Bagian Umum Sekretariat BPKSDM, Sur tiningsih mengatakan bahwa di BPKSDM mempunyai buku perpustakaan sebanyak 800 buah yang harus di abstraksi, disamping buku-buku di Pusat-Pusat dan Balai-Balai juga mempunyai buku perpustakaan. Untuk itu Surtiningsih minta agar dilingkungan BPKSDM buku perpustakaannya dikelola dengan sistem SIM Pustaka, sehingga apabila ada yang membutuhkan buku perpustakaan bisa melihat langsung di PU-Net. Selain itu diperlukan koordinasi antara Sekretariat, Pusat-Pusat dan Balai-Balai dalam meng update hasil kegiatan/ studi dan buku perpustakaan yang ada di Unitnya masing-masing, sehingga terpenuhi kebutuhan untuk internal BPKSDM maupun eksternal Departemen PU.

Gapensi Provinsi Jawa Timur

Minta Kepada Pemerintah

Pusat dan Pemda Provinsi/

Kabupaten/ Kota Memfasilitasi

Penyelenggaraan Pelatihan

Pengembangan Konstruksi dan

(16)

Wakil Kepala Dinas Permukiman Provinsi jawa Timur, Hari Supranoto, dalam sambutan pembukaan Sosialisasi Pengembangan Konstruksi dan Norma Standar Pedoman Manual (NSPM), Pembinaan Teknis Penyedia Jasa Konstruksi tersebut, mengatakan bahwa Sosialisasi semacam ini telah sering kali diselenggarakan di Surabaya namun mengingat jumlah Penyedia Jasa bidang konstruksi di Jawa Timur mencapai 12.000 Badan Usaha, maka Sosialisasi seper t i ini masih banyak permintaan dari para penyedia jasa untuk mendapatkan fasilitasi dari pemerintah dalam penyelenggaraannya.

Dijelaskan oleh Hari Supranoto, bahwa berdasarkan Keppres nomor 80 tahun 2003, antara lain Badan Usaha Bidang Konstruksi untuk mendapatkan Ijin Usaha Jasa Konstruksi dipersyaratkan mempunyai Penanggung Jawab Teknis.

Berkenaan dengan hal tersebut Hari Supranoto meminta kepada para peserta setelah mengikuti Sosialisasi ini, menyampaikan kepada Pimpinannya, untuk bersama-sama dengan Pemerintah Kabupaten/ Kota melalui dorongan para Asosiasi untuk mengalokasikan dana guna terlaksananya kegiatan Pelatihan Pemberdayaan Penanggung Jawab Teknis

seperti ini.

Dengan demikian tidak hanya Badan Usaha Besar saja yang bisa mengikuti pelatihan karena sebagian besar Badan Usaha di Provinsi jawa Timur ini merupakan Penyedia Jasa Klasifikasi Kecil.

Pelatihan yang diikuti 50 orang peserta tersebut mendapatkan bahan materi yang diberikan antara lain, Administrasi Kontrak dan Pengadaan Barang, Persiapan pelaksanaan proyek, Study Kasus manajemen Pelaksanaan, Manajemen Usaha Perpajakan, laporan Akutansi dan Arus kas, Study kasus Manajemen Keuangan, Operasi Perawatan dan Pemeliharaan Alat, manajemen K-3 Kesehatan Lingkungan dan APD, Study Kasus manajemen Alat K-3, Suret y Bond, Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kebijakan Jasa Konstruksi Nasional dan Kebijakan LPJKD Jawa Timur.

(17)

This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.

Gambar

Gambar 1

Referensi

Dokumen terkait

[r]

REKAPITULASI PENGUMUMAN PEMENANG PELELANGAN UMUM APBDP DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA SUNGAI PENUH. NO

Teluk Lerong Ilir, kami Pokja ULP pada kegiatan di lingkungan Pemerintah Kota Samarinda, mengundang Perusahaan Saudara untuk menghadiri acara PEMBUKTIAN KUALIFIKASI/

Mengenal teks cerita diri/personal tentang keberadaan keluarga dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa

Pandangan ini menyatakan bahwa konflik tidak hanya menjadi kekuatan positif di dalam kelompok, tetapi justru mutlak perlu bagi kelompok agar dapat menghasilkan kinerja yang

Judul yang saya angkat dalam penelitian skrisi ini adalah “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Tasamuh dalam Buku Jilbab Pakaian Wanita Muslimah Karya M. Ini berangkat dari

Terbitnya Sertifikasi Lembaga Diklat Provinsi Sumatera Barat sesuai Standar I Padang Besi, Padang Terkendalinya Standar Mutu ISO Badan Diklat Rp80.000.000 Terkendalinya Standar

Vektor plasmid yang telah diligasi dengan DNA insert (sisipan) kemudian ditransfeksikan ke dalam sel kompeten E coli (Nova Blues singles – Novagen) dengan metode