QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002
TENTANG
KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang :
a. bahwa hut an merupakan anugerah Allah Yang Maha Kuasa yang perlu dimanf aat kan unt uk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan dipert ahankan kel est arian f ungsinya sehingga dapat meningkat kan pembangunan yang berkelanj ut an dan melindungi ekosist emnya; b. bahwa unt uk t et ap menj aga kel est arian hut an di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam perl u
mempert imbangkan karakt erist ik t ipe dan f ungsi hut an, kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), sosial ekonomi dan budaya (Sosekbud) sert a kelembagaan masyarakat ;
c. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, t el ah dit et apkan Ot onomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
d. bahwa unt uk maksud t ersebut di at as perlu dit et apkan dalam suat u Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 t ent ang Pembent ukan Daerah Ot onom Propinsi Aceh dan Perubahan Perat uran Pembent ukan Propinsi Sumat era Ut ara (Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64 Tambahan Lembar an Negara Nomor 1103);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 t ent ang Konservasi Sumberdaya Alam Hayat i dan Ekosist emnya (Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 t ent ang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 1997 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah (Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
5. Undang-undang Nomor 25 t ahun 1999 t ent ang Perimbangan Keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103);
6. Undang-undang Nomor 41 t ahun 1999 t ent ang Kehut anan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembar an Negara Nomor 3888); 7. Undang-undang Nomor 44 t ahun 1999 t ent ang Penyelenggaraan Keist imewaan Daerah
Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3893);
8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 t ent ang Ot onomi Khusus bagi Provinsi Daerah Ist imewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara
9. Perat uran Pemerint ah Nomor 28 t ahun 1985 t ent ang Perlindungan Hut an (Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 1985 Nomor 394, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294);
10. Perat uran Pemerint ah Nomor 27 t ahun 1999 t ent ang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
11. Perat uran Pemerint ah Nomor 25 t ahun 2000 t ent ang Kewenangan Pemerint ah Pusat dan Propinsi Sebagai daerah Ot onom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
12. Perat uran Pemerint ah Nomor 54 t ahun 2000 t ent ang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengket a Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan (Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 2000 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3982);
13. Perat uran Pemerint ah Nomor 104 t ahun 2000 t ent ang Dana Perimbangan (lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4021);
14. Perat uran Pemerint ah Nomor 34 Tahun 2002 t ent ang Tat a Hut an dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hut an, Pemanf aat an Hut an dan Penggunaan Kawasan Hut an (Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 2002 Nomor 66);
15. Perat uran Pemerint ah Nomor 35 Tahun 2002 t ent ang Dana Reboisasi (Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 2002 Nomor 67);
16. Keput usan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 t ent ang Pengel olaan Kawasan Lindung; 17. Perat uran Daerah Propinsi Daerah Ist imewa Aceh Nomor 13 Tahun 2001 t ent ang
Susunan Organisasi dan Tat a Kerj a Dinas Kehut anan Propinsi Daerah Ist imewa Aceh (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 42).
Dengan Perset uj uan :
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM MEMUTUSKAN :
Menet apkan : QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TENTANG KEHUTANAN NANGGROE ACEH DARUSSALAM
BAB I KETENTUAN UMUM
Bagian Kesat u Pengert ian
Pasal 1 Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerint ah Pusat , selanj ut nya disebut Pemerint ah, adal ah perangkat Negara Kesat uan Republik Indonesia yang t erdiri at as Presiden besert a para Ment eri. 2. Provinsi adal ah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3. Pemerint ah Provinsi adalah Gubernur Provinsi Nanggr oe Aceh Darussal am besert a Perangkat Daerah Ot onom sebagai Badan Eksekut if Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussal am.
4. Gubernur adal ah Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
5. Kabupat en/ Kot a at au nama l ain adalah daerah Ot onom dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang dipimpin oleh Bupat i/ Walikot a at au nama lain.
7. Kehut anan adalah sist em pengurusan yang bersangkut paut dengan hut an, kawasan hut an dan hasil hut an yang diselenggarakan secara t erpadu.
8. Hut an adal ah suat u kesat uan ekosist em berupa hamparan l ahan berisi sumber daya alam hayat i yang didominasi pepohonan dalam persekut uan alam l ingkungannya, yang sat u dengan l ainnya t idak dapat dipisahkan.
9. Kawasan Hut an adal ah Wilayah t ert ent u yang dit unj uk dan at au dit et apkan oleh Pemerint ah dan at au Pemerint ah Provinsi unt uk dipert ahankan keberadaannya
sebagai hut an t et ap yang meliput i kawasan lindung dan kawasan budidaya kehut anan. 10. Hut an kot a adal ah suat u kawasan hut an t ert ent u yang dit unj uk dan at au dit et apkan
berdasarkan kepent ingan pengat uran iklim mi kro, est et ika dan resapan air di set iap kot a.
11. Hut an negara adal ah hut an yang berada pada t anah yang t idak dibebani hak at as t anah, dapat berupa hut an adat .
12. Hut an hak adalah hut an yang berada pada t anah yang dibebani hak at as t anah, yang dibukt ikan dengan al as t it el at au hak at as t anah.
13. Hut an adat adalah hut an negara yang berada dal am wilayah masyarakat hukum adat . 14. Hut an produksi adal ah kawasan hut an yang mempunyai f ungsi pokok memproduksi
hasil hut an.
15. Hut an Lindung adal ah kawasan hut an yang mempunyai f ungsi pokok sebagai
perlindungan sist em penyangga kehidupan unt uk mengat ur t at a air, mencegah banj ir, mengendalikan erosi, mencegah inst rusi air laut , dan memelihara kesuburan t anah. 16. Hut an Konservasi adalah kawasan hut an dengan ciri khas t ert ent u, yang mempunyai
f ungsi pokok pengawet an keanekaragaman t umbuhan dan sat wa sert a ekosist emnya yang t erdiri at as kawasan hut an suaka alam, kawasan hut an pelest arian al am dan t aman buru.
17. Hut an kemasyarakat an adalah hut an negara dengan sist em pengelolaan hut an yang bert uj uan unt uk memberdayakan masyarakat set empat t anpa mengganggu f ungsi pokoknya.
18. Hasil hut an adalah benda-benda hayat i, non hayat i dan t urunannya, sert a j asa yang berasal dari hut an.
19. Daerah Aliran Sungai (DAS) adal ah Wilayah geograf is yang secara alami dibat asi oleh bat as al am berupa punggung perbukit an/ pegunungan yang merupakan sat u kesat uan sist em hidro-orologis, sebagai unit pengelolaan hut an secara lest ari.
20. Tat a hut an adalah kegiat an rancang bangun unit pengelolaan hut an, mencakup pengelompokan sumberdaya hut an sesuai dengan t ipe ekosist em dan pot ensi yang t erkandung di dal amnya dengan t uj uan unt uk memperol eh manf aat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara l est ari.
21. Rencana pengelolaan hut an j angka panj ang adalah rencana yang memuat kegiat an secara makro t ent ang pedoman, arahan sert a dasar-dasar pengelolaan hut an unt uk mencapai t uj uan pengelolaan hut an dalam j angka wakt u 20 (dua puluh) t ahun, disusun ol eh Dinas Kehut anan Provinsi dan disahkan ol eh Gubernur.
22. Rencana pengelolaan hut an j angka menengah adalah rencana yang memuat
penj abaran rencana pengelolaan hut an j angka panj ang dal am j angka wakt u 5 (lima) t ahun, disusun oleh Dinas Kehut anan Provinsi dan disahkan oleh Gubernur.
23. Rencana pengelolaan hut an j angka pendek adal ah rencana yang memuat kegiat an operasional secara det ail yang merupakan penj abaran rencana pengelol aan dalam j angka wakt u 1 (sat u) t ahun yang disusun oleh Dinas Kehut anan Provinsi berdasarkan masukan dari Inst ansi yang menangani bidang kehut anan di Kabupat en/ Kot a at au nama lain dan disahkan ol eh Gubernur.
24. Pemanf aat an hut an adal ah bent uk kegiat an pemanf aat an kawasan hut an,
pemanf aat an j asa lingkungan, pemanf aat an hasil hut an kayu dan bukan kayu sert a pemungut an hasil hut an kayu dan bukan kayu, secara opt imal berkeadil an unt uk kesej aht eraan masyarakat dengan t et ap menj aga kelest ariannya.
26. Indust ri primer hasil hut an bukan kayu adalah pengolahan hasil hut an bukan kayu menj adi barang set engah j adi at au barang j adi.
27. Penggunaan kawasan hut an adalah kegiat an penggunaan kawasan hut an unt uk pembangunan di luar kegiat an kehut anan t anpa mengubah st at us dan f ungsi pokok kawasan hut an.
28. Rehabilit asi hut an dan lahan adalah upaya unt uk memulihkan, mempert ahankan dan meningkat kan f ungsi hut an dan lahan sehingga daya dukung, produkt if it as, dan peranannya dalam mendukung sist em penyangga kehidupan t et ap t erj aga.
29. Reklamasi hut an adal ah kegiat an unt uk memulihkan kembali l ahan dan veget asi hut an yang rusak agar dapat berf ungsi sesuai dengan perunt ukannya.
30. Perlindungan hut an adal ah kegiat an unt uk mencegah dan membat asi kerusakan hut an, kawasan hut an dan hasil hut an yang disebabkan oleh per buat an manusia, t ernak, kebakaran, daya-daya al am, hama dan penyakit .
31. Masyarakat adat adalah sekelompok orang yang t inggal dal am kawasan t ert ent u secara t urun t emurun berdasarkan kesamaan wil ayah dan at au hubungan darah yang memiliki wil ayah adat dan pranat a-pranat a adat t ersendiri.
32. Masyarakat set empat adal ah sekelompok orang yang t inggal didalam dan at au disekit ar hut an yang berdasarkan pada kesamaan wilayah t empat t inggal. 33. Iuran Izin Usaha Pemanf aat an Hut an adalah pungut an yang dikenakan kepada
pemegang izin usaha pemanf aat an hut an at as suat u kawasan hut an t ert ent u, yang dilakukan sekali pada saat izin t ersebut diberikan.
34. Provisi sumber daya hut an adal ah pungut an yang dikenakan sebagai penggant i nilai inst rinsik dari hasil hut an yang dipungut dari hut an negara.
35. Dana reboisasi adal ah dana unt uk reboisasi dan rehabilit asi hut an sert a kegiat an pendukungnya yang dipungut dari pemegang Izin Usaha Pemanf aat an Hasil Hut an dari hut an alam berupa kayu.
Bagian Kedua Asas dan Tuj uan
Pasal 2
(1) Penyelenggaraan Kehut anan berasaskan manf aat yang berkelanj ut an secara lest ari, kerakyat an, keadil an, kemit raan, ket erbukaan dan akunt abilit as publik sert a ket erpaduan.
(2) Penyelenggaraan kehut anan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bert uj uan unt uk memperoleh manf aat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dalam rangka pembangunan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan pert imbangan, ekologi, ekonomi dan sosial budaya, dal am kel ompok-kelompok Daerah Aliran Sungai dengan: a. menj amin keberadaan hut an dengan luasan yang past i dan sebaran proporsional; b. mengopt imalkan aneka f ungsi hut an yang meliput i f ungsi konservasi, f ungsi lindung
dan f ungsi produksi unt uk mencapai manf aat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lest ari;
c. meningkat kan daya dukung daerah alir an sungai;
d. meningkat kan kemampuan unt uk mengembangkan kapasit as dan keberdayaan masyarakat secara part isipat if , berkeadi lan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu mencipt akan ket ahanan sosial dan ekonomi sert a ket ahanan t erhadap akibat perubahan ekst ernal; dan
e. menj amin dist ribusi manf aat yang berkeadilan dan berkelanj ut an. Bagian Ket iga
Pasal 3
(1) Semua hut an di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam t ermasuk kekayaan al am yang t erkandung didal amnya dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya dil aksanakan oleh Pemerint ah dan at au Pemerint ah Provinsi yang dimanf aat kan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat .
(2) Ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberi kewenangan dan t anggung j awab kepada Pemerint ah Provinsi unt uk menyelenggarakan pengelolaan hut an di Provinsi Nanggroe Aceh Darussal am secara l est ari yang dal am pel aksanaannya secara menyeluruh t erbagi kedal am kelompok-kel ompok Daerah Aliran Sungai (DAS).
BAB II
STATUS DAN FUNGSI HUTAN Pasal 4
(1) Penet apan st at us f ungsi hut an dal am wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam didasarkan kepada kelompok-kelompok Daerah Aliran Sungai (DAS).
(2) Kelompok-kelompok DAS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), t erdiri dari :
a. Kelompok DAS wilayah I meliput i : Sub Kel ompok DAS Krueng Aceh, Sub Kelompok DAS Krueng Baro, Sub Kelompok DAS Krueng Teunom, Sub Kelompok DAS Krueng Sabee, Sub Kel ompok DAS A. Set uy dan Sub Kel ompok DAS A. Raya;
b. Kelompok DAS wilayah II meliput i : Sub Kelompok DAS Krueng Meureudu, Sub Kelompok DAS Krueng Peusangan dan Sub Kelompok DAS Krueng Pasee;
c. Kelompok DAS Wilayah III mel iput i : Sub Kelompok DAS Krueng Jambo Aye/ Krueng Arakundo, Sub Kel ompok DAS Krueng Peureul ak dan Sub Kel ompok DAS Krueng Tamiang;
d. Kelompok DAS Wilayah IV meliput i : Sub Kel ompok DAS Krueng Woyla, Sub Kel ompok DAS Krueng Meureubo, Sub Kel ompok DAS Krueng Tripa dan Sub Kel ompok DAS L. Lasikin;
e. Kelompok DAS Wilayah V meliput i : Sub Kelompok DAS Krueng Kuala Bat ee, Sub Kelompok DAS Krueng Kluet dan Sub Kelompok DAS Krueng Singkil.
(3) Dalam r angka penyel enggaraan kegiat an kehut anan pada kelompok-kel ompok Daerah Aliran Sungai (DAS), dibent uk Unit -unit Pelaksana Teknis Dinas Kehut anan Provinsi yang diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 5 (1) Hut an berdasarkan st at usnya t erdiri dari :
a. Hut an Negara; dan b. Hut an Hak.
(2) Hut an Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat berupa hut an adat . (3) Penunj ukan dan at au penet apan hut an adat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilaksankan oleh Pemerint ah Provinsi, sepanj ang masih ada dan diakui keberadaannya oleh masyarakat adat set empat .
(5) Hut an hak yang mempunyai f ungsi konservasi at au l indung dapat diubah st at usnya menj adi kawasan hut an.
(6) Dalam hal hut an hak diubah st at usnya menj adi kawasan hut an sebagaimana dimaksud ayat (5), Pemerint ah dan at au Pemerint ah provinsi berkewaj iban memberikan kompensasi kepada pemegang hak sesuai perat uran perundangan yang berl aku.
(7) Dalam hal hut an hak dif ungsikan sebagai kawasan konservasi at au lindung, pemerint ah dapat memberikan insent if kepada pemegang hak.
(8) Pemerint ah, Pemerint ah Provinsi, Pemerint ah Kabupat en/ Kot a at au nama lain berkewaj iban unt uk mengembangkan hut an hak melalui pengembangan kelembagaan.
Pasal 6 (1) Hut an mempunyai 3 f ungsi pokok :
a. Fungsi Konservasi b. Fungsi Lindung c. Fungsi Produksi
(2) Berdasarkan f ungsi pokok hut an dimaksud pada ayat (1), dit et apkan : a. Hut an Konservasi
b. Hut an Lindung c. Hut an Produksi
(3) Hut an konservasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a t erdiri dari kawasan hut an suaka alam, kawasan hut an pelest arian alam dan t aman buru, yang dit unj uk dan at au dit et apkan oleh Pemerint ah, kecuali Taman Hut an Raya.
(4) Hut an lindung, hut an produksi dan Taman Hut an Raya dit unj uk dan at au dit et apkan ol eh Pemerint ah Provinsi.
(5) Hut an produksi sebagaimana dimaksud dal am ayat (2) huruf c t erdiri dari hut an alam dan hut an t anaman.
Pasal 7
(1) Pemerint ah Provinsi dapat menunj uk dan at au menet apkan hut an t ert ent u unt uk t uj uan khusus.
(2) Penunj ukan dan at au penet apan kawasan hut an dengan t uj uan khusus sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) yang diperl ukan unt uk kepent ingan umum, sepert i: a. pengembangan keist imewaan aceh;
b. pendidikan dan lat ihan; c. penelit ian dan pengembangan;
d. percont ohan budidaya kehut anan dan penyuluhan.
(3) Kawasan hut an dengan t uj uan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) t idak mengubah f ungsi pokok hut an.
Pasal 8
(2) Hut an kot a sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dit unj uk dan at au dit et apkan oleh Pemerint ah Provinsi yang diselenggarakan oleh Dinas Kehut anan Provinsi set elah mendapat pert imbangan dari pemerint ah Kabupat en/ Kot a at au nama lain.
BAB III PENGURUSAN HUTAN
Pasal 9
Pengurusan hut an Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam meliput i kegiat an penyelenggaraan : a. perencanaan kehut anan;
b. pengelol aan hut an;
c. penelit ian, pengembangan pendi dikan dan lat ihan, sert a penyuluhan kehut anan; dan d. pengawasan, monit oring dan evaluasi.
Bagian Kesat u Perencanaan Kehut anan
Pasal 10
(1) Perencanaan kehut anan dimaksudkan unt uk memberikan pedoman dan arah yang menj amin t ercapainya t uj uan bagi kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanj ut an.
(2) Perencanaan kehut anan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, meliput i : a. invent arisasi hut an;
b. pengukuhan kawasan hut an; c. penat agunaan kawasan hut an;
d. pembent ukan wilayah pengel ol aan hut an; dan e. penyusunan rencana kehut anan.
(3) Penyelenggaraan perencanaan kehut anan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diat ur lebih lanj ut dengan Keput usan Gubernur.
Bagian Kedua Pengelolaan Hut an
Pasal 11
(1) Pengelolaan hut an sebagaimana dimaksud pada pasal 9 huruf b meliput i kegiat an : a. t at a hut an dan penyusunan rencana pengelolaan hut an;
b. pemanf aat an hut an dan penggunaan kawasan hut an; c. rehabilit asi dan reklamasi hut an;
d. perlindungan hut an dan konservasi alam.
(2) Ket ent uan lebih lanj ut mengenai pengel olaan hut an sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 12
(2) Pelaksanaan t at a hut an sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada set iap unit at au kesat uan pengelol aan hut an di kawasan hut an lindung, hut an produksi dan Taman Hut an Raya.
(3) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) akan diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 13
(1) Berdasarkan hasil t at a hut an pada set iap unit at au kesat uan pengelolaan hut an sebagaimana dimaksud dal am pasal 12 disusun rencana pengelolaan hut an dengan memperhat ikan aspirasi, part isipasi dan nilai budaya masyarakat sert a kondisi lingkungan.
(2) Penyusunan rencana pengelolaan hut an sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliput i : a. rencana pengelol aan hut an j angka panj ang;
b. rencana pengelolaan hut an j angka menengah;
c
. rencana pengelol aan hut an j angka pendek.(3) Rencana pengelol aan sebagaimana dimaksud dal am ayat (2) memuat perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi, pengendal ian, pengawasan sebagai dasar kegiat an pengelolaan hut an.
(4) Penyusunan rencana pengelolaan hut an unt uk kawasan hut an lindung, hut an produksi dan Taman Hut an Raya diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 14
(1) Pemanf aat an hut an sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 huruf b, bert uj uan unt uk memperoleh manf aat yang opt imal dan berkelanj ut an bagi kesej aht eraan seluruh masyarakat secara berkeadil an dengan t et ap menj aga kelest ariannya.
(2) Pemanf aat an hut an dapat dilakukan pada semua kawasan hut an kecual i pada hut an cagar alam sert a zona int i dan zona rimba pada Taman Nasional.
(3) Pemanf aat an Hut an Pelest arian Alam dan Hut an Suaka Alam sert a Taman Buru diat ur sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.
(4) Ket ent uan lebih lanj ut t ent ang pemanf aat an hut an lindung dan hut an produksi akan diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 15
(1) Pemanf aat an hut an lindung dapat berupa pemanf aat an kawasan, pemanf aat an j asa l ingkungan, dan pemungut an hasil hut an bukan kayu.
(2) Pemanf aat an hut an lindung dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanf aat an kawasan, pemanf aat an j asa l ingkungan, dan pemungut an hasil hut an bukan kayu. (3) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) akan diat ur
dengan Keput usan Gubernur.
(1) Pemanf aat an hut an produksi dapat berupa pemanf aat an kawasan, pemanf aat an j asa lingkungan, dan pemanf aat an hasil hut an kayu dan bukan kayu, sert a pemungut an hasil hut an kayu dan bukan kayu.
(2) Pemanf aat an hut an produksi dil aksanakan melalui pemberian izin usaha pemanf aat an kawasan, pemanf aat an j asa lingkungan, dan pemanf aat an hasil hut an kayu dan bukan kayu, sert a pemungut an hasil hut an kayu dan bukan kayu.
(3) Unt uk menj amin asas keadil an, berkel anj ut an, dan lest ari maka izin usaha pemanf aat an hut an dibat asi dengan mempert imbangkan aspek kel est arian hut an dan aspek kelest arian usaha.
(4) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) akan diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 17
Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat , set iap badan usaha yang memperoleh izin usaha pemanf aat an kawasan, pemanf aat an j asa lingkungan, pemanf aat an hasil hut an kayu dan bukan kayu sert a pemungut an hasil hut an kayu dan bukan kayu dapat melibat akan kelembagaan masyarakat di sekit ar kawasan hut an.
Pasal 18
(1) Usaha pemanf aat an hasil hut an meli put i kegiat an penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan dan pemasaran hasil hut an.
(2) Usaha pemanf aat an hasil hut an ol eh masyarakat di sekit ar kawasan hut an, dapat dilakukan t anpa mengganggu f ungsi pokoknya dal am rangka pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan melalui pol a hut an kemasyarakat an.
(3) Pemanenan dan pengolahan hasil hut an sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) t idak bol eh melebihi daya dukung hut an secara lest ari.
(4) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 19
Pengelolaan kawasan hut an unt uk t uj uan khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 dapat diberikan kepada :
a. masyarakat adat ; b. lembaga pendidikan; c. lembaga penelit ian;
d. lembaga sosial dan keagamaan.
Pasal 20
(1) Set iap pemegang izin usaha pemanf aat an hut an sebagaimana dimaksud pada Pasal 14, pasal 15 dan pasal 16 dikenakan iuran izin usaha berdasarkan luas hut an yang diberikan dalam izin dan dipungut sekali pada saat izin usaha diberikan.
(3) Set iap produksi kayu dari izin pemanf aat an hasil hut an kayu dari hut an t anaman, dikenakan provisi.
(4) Set iap produksi hasil hut an bukan kayu dari izin usaha pemanf aat an dan pemungut an dikenakan provisi.
(5) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 21
(1) Pemanf aat an hut an hak dilakukan ol eh pemegang hak at as t anah yang bersangkut an, sesuai dengan f ungsinya.
(2) Pemanf aat an hut an hak yang berf ungsi konservasi dan lindung dapat dilakukan sepanj ang t idak mengganggu f ungsinya sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku. (3) Pemanf aat an hut an hak yang berf ungsi produksi dapat dilakukan kegiat an unt uk
memproduksi hasil hut an sesuai pot ensi dan daya dukung lahan.
(4) Pemanf aat an hut an adat dil akukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkut an sesuai dengan f ungsinya.
(5) Pemanf aat an hut an adat yang berf ungsi lindung dan konservasi dapat dilakukan sepanj ang t idak mengganggu f ungsinya.
(6) Ket ent uan lebih lanj ut t erhadap pemanf aat an hut an hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 22
(1) Dalam r angka peningkat an nilai t ambah hasil hut an dan ef isiensi penggunaan bahan baku dibangun indust ri primer hasil hut an.
(2) Indust ri primer hasil hut an, t erdiri at as indust ri primer hasil hut an kayu dan indust ri primer hasil hut an bukan kayu.
(3) Kapasit as izin indust ri primer hasil hut an primer t idak melebihi daya dukung hut an secara lest ari.
(4) Sumber bahan baku indust ri primer hasil hut an dapat berasal dari hut an alam, hut an t anaman, hut an hak dan hasil dari perkebunan berupa kayu.
(5) Ket ent uan lebih lanj ut mengenai indust ri primer hasil hut an diat ur dalam Keput usan Gubernur.
Pasal 23
(1) Penggunaan kawasan hut an unt uk kepent ingan pembangunan diluar kegiat an kehut anan hanya dapat dilakukan didal am kawasan hut an produksi dan kawasan hut an lindung. (2) Penggunaan kawasan hut an sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dapat dilakukan t anpa
(3) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 24
(1) Rehabilit asi hut an dan lahan dimaksudkan unt uk memulihkan, mempert ahankan dan meningkat kan f ungsi hut an dan lahan agar daya dukung, produkt i f it as, dan peranannya dalam mendukung sist em penyangga kehidupan t et ap t erj aga.
(2) Rehabilit asi hut an dan lahan disel enggarakan mel al ui kegiat an : a. reboisasi;
b. penghij auan; c. pemeliharaan;
d. pengayaan t anaman; at au
e. penerapan t eknik konservasi t anah secara veget at if dan sipil t eknis, pada l ahan krit is dan t idak produkt if .
(3) Kegiat an rehabilit asi sebagaimana dimaksud dal am ayat (2) dilakukan disemua hut an dan kawasan hut an kecuali cagar alam dan zona int i t aman nasional.
(4) Penyelenggaraan rehabilit asi hut an dan lahan diut amakan pelaksanaannya melalui pendekat an part isipat if dalam rangka mengembangkan pot ensi dan memberdayakan masyarakat .
(5) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 25
(1) Set iap orang yang mengelola dan at au memanf aat kan hut an, waj ib melaksanakan rehabilit asi hut an unt uk t uj uan pembinaan hut an, perlindungan dan konservasi.
(2) Dalam pel aksanaan rehabilit asi hut an sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) set iap orang dapat memint a pendampingan kepada lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang kehut anan dan perguruan t inggi kehut anan at au pihak lain.
(3) Pemerint ah Provinsi melalui inst ansi kehut anan berkewaj iban menf asilit asi pelaksanaan rehabilit asi hut an dan lahan secara t eknis dan managerial.
Pasal 26
(1) Reklamasi hut an sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 huruf c, dimaksudkan unt uk memperbaiki at au memul ihkan kembali lahan dan veget asi hut an yang rusak agar dapat berf ungsi secara opt imal sesuai dengan perunt ukannya.
(2) Kegiat an reklamasi sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) meliput i invent arisasi lokasi, penet apan lokasi, perencanaan dan pelaksanaan, pengawasan, monit oring dan eval uasi. (3) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diat ur dengan
Keput usan Gubernur.
(1) Penggunaan kawasan hut an sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat (1) yang
mengakibat kan kerusakan hut an, waj ib dilakukan rekl amasi dan at au rehabil it asi sesuai dengan pola yang dit et apkan Pemerint ah Provinsi.
(2) Kawasan hut an bekas areal pert ambangan, waj ib dilaksanakan reklamasi hut an oleh pemegang izin pert ambangan sesuai dengan t ahapan kegiat an pert ambangan. (3) Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hut an unt uk kepent ingan diluar kegiat an
kehut anan yang mengakibat kan perubahan permukaan dan penut upan t anah waj ib membayar dana j aminan reklamasi dan rehabilit asi.
(4) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 28
Penyelenggaraan perlindungan hut an dan konservasi alam bert uj uan menj aga hut an, kawasan hut an dan lingkungannya, agar f ungsi lindung, f ungsi konservasi, dan f ungsi produksi t ercapai secara opt imal dan lest ari.
Pasal 29
Perlindungan hut an, kawasan hut an dan konservasi al am merupakan usaha unt uk :
a. mencegah dan membat asi kerusakan hut an, kawasan hut an, dan hasil hut an yang disebabkan oleh perbuat an manusia, t ernak, kebakaran, daya-daya al am, hama sert a penyakit ;
b. mempert ahankan dan menj aga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan at as hut an, kawasan hut an, hasil hut an, invest asi sert a perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hut an;
c. mempert ahankan dan menj aga kelest arian keanekaragaman f l ora dan f auna. Pasal 30
(1) Pemerint ah Provinsi mengat ur perlindungan hut an baik didal am kawasan hut an maupun diluar kawasan hut an.
(2) Pemegang izin usaha pemanf aat an hut an sebagaimana dimaksud pada pasal 14, pasal 15 dan pasal 16, sert a pihak-pihak yang menerima wewenang pengel olaan hut an
sebagaimana dimaksud pada pasal 19 diwaj ibkan melindungi hut an dalam areal kerj anya. (3) Perlindungan hut an pada hut an hak dilakukan oleh pemegang haknya.
(4) Unt uk menj amin pelaksanaan perlindungan hut an secara lest ari, masyarakat diikut sert akan dal am upaya perl indungan hut an.
(5) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 31 (1) Set iap orang dil ar ang :
b. melakukan kegiat an yang menimbulkan kerusakan hut an bagi set iap orang yang diberikan izin usaha pemanf aat an kawasan, izin usaha pemanf aat an j asa lingkungan, izin usaha pemanf aat an hasil hut an kayu dan bukan kayu, sert a izin usaha
pemungut an hasil hut an kayu dan bukan kayu;
c. mengerj akan dan at au menggunakan dan at au menduduki kawasan hut an secara t idak sah;
d. merambah kawasan hut an;
e. melakukan penebangan pohon dal am kawasan hut an dengan radius at au j arak sampai dengan :
6. 130 (serat us t iga puluh) kali selisih pasang t ert inggi dan pasang t erendah dari t epi pant ai;
f . membakar hut an;
g. menebang pohon at au memanen at au memungut hasil hut an di dalam hut an t anpa memiliki hak at au izin dari pej abat yang berwenang;
h. menerima, membeli at au menj ual, menerima t ukar , menerima t it ipan, menyimpan, at au memiliki hasil hut an yang diket ahui at au pat ut diduga berasal dari kawasan hut an yang diambil at au dipungut secara t idak sah;
i. melakukan kegiat an penyelidikan umum at au ekspl orasi at au eksploit asi bahan t ambang di dal am kawasan hut an t anpa izin dari pej abat yang berwenang; j . mengangkut , menguasai at au memiliki hasi l hut an yang t idak dilengkapi
bersama-sama dengan Surat Ket erangan Sahnya Hasil Hut an (SKSHH);
k. menggembal akan t ernak didal am kawasan hut an yang t idak dit unj uk secara khusus unt uk maksud t ersebut ol eh pej abat yang berwenang;
l . membawa al at -alat berat dan at au alat -alat l ainnya yang lazim at au pat ut diduga akan digunakan unt uk mengangkut hasil hut an didalam kawasan hut an t anpa izin dari pej abat yang berwenang;
m. membawa al at -alat yang l azim digunakan unt uk menebang, memot ong at au membel ah pohon didalam kawasan hut an t anpa izin dari pej abat yang berwenang; n. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan sert a
membahayakan keberadaan at au kelangsungan f ungsi hut an ke dalam kawasan hut an; dan
o. mengeluarkan, membawa dan mengangkut t umbuh-t umbuhan dan sat wa liar yang t idak dilindungi Undang-undang yang berasal dari kawasan hut an t anpa izin pej abat yang berwenang.
(2) Ket ent uan t ent ang mengeluarkan, membawa dan at au mengangkut t umbuhan dan at au sat wa yang dilindungi akan diat ur sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.
Bagian ket iga
Penelit ian dan Pengembangan, Pendidikan dan Lat ihan Sert a Penyuluhan Kehut anan
Pasal 32
(2) Penyelenggaraan, pengembangan dan publikasi sert a pel ayanan kehut anan dil akukan oleh Pemerint ah dan at au Pemerint ah Provinsi dan dapat bekerj asama dengan perguruan t inggi, dunia usaha dan masyarakat .
(3) Pemerint ah dan at au Pemerint ah Provinsi berkewaj iban meli ndungi hasil penemuan il mu penget ahuan dan t eknologi di bidang kehut anan sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.
(4) Izin melakukan penel it ian dibidang kehut anan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat diberikan oleh Pemerint ah Provinsi kepada penelit i dengan mengacu kepada perat uran perundang-undangan yang berlaku dan melaporkan hasil penelit iannya kepada Pemerint ah Provinsi.
Pasal 33
(1) Pendidikan dan lat ihan kehut anan dimaksudkan unt uk mengembangkan dan meningkat kan kualit as sumber daya manusia kehut anan yang t erampil, prof esional, berdedikasi, j uj ur sert a amanah dan berakhlak mulia didasari pada iman dan t aqwa pada Allah SWT.
(2) Penyelenggaraan pendidikan dan l at i han kehut anan dil akukan oleh Pemerint ah, Pemerint ah Provinsi, dunia usaha dan masyarakat .
(3) Pemerint ah Provinsi mendorong dan mencipt akan kondisi yang mendukung sert a
mengalokasikan dana yang memadai bagi t erselenggaranya pendidikan dan l at ihan, dal am rangka meningkat kan kuant it as dan kual it as sumber daya manusia dibidang kehut anan ant ara l ain dari dana penerimaan ot onomi khusus Provinsi.
Pasal 34
(1) Penyuluhan kehut anan bert uj uan unt uk meningkat kan penget ahuan dan ket rampilan sert a mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehut anan at as dasar kesadaran akan pent ingnya pelest arian sumber daya hut an bagi kehidupan manusia.
(2) Penyelenggaraan penyuluhan kehut anan di l akukan ol eh Pemerint ah Provinsi, Pemerint ah Kabupat en/ Kot a at au nama lain dan dunia usaha sert a masyarakat .
(3) Pemerint ah Provinsi dan Pemerint ah Kabupat en/ Kot a at au nama lain waj ib mendorong dan mencipt akan kondisi yang mendukung t erselenggaranya kegiat an penyuluhan kehut anan.
Pasal 35
(1) Dunia usaha dalam bidang kehut anan waj i b menyediakan dana invest asi unt uk penelit ian dan pengembangan, pendidikan dan lat ihan sert a penyuluhan kehut anan.
(2) Ket ent uan lebih lanj ut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur dengan Keput usan Gubernur.
Bagian Keempat
(1) Pengawasan, monit oring dan evaluasi kehut anan dimaksudkan unt uk mencermat i, menelusuri, dan menilai pelaksanaan pengurusan hut an sehingga t uj uannya dapat t ercapai secara maksimal dan sekaligus merupakan umpan balik bagi perbaikan dan at au penyempurnaan pengurusan hut an lebih lanj ut .
(2) Dinas Kehut anan Provinsi waj ib melakukan pengawasan, moni t oring dan evaluasi kehut anan t erhadap pengelolaan dan at au pemanf aat an hut an.
(3) Inst ansi yang menangani bidang kehut anan di Kabupat en/ Kot a at au nama lain berkewaj iban melaksanakan pengawasan kehut anan sepanj ang yang diserahkan oleh Pemerint ah Provinsi.
(4) Masyarakat secara perorangan at au berkelompok sert a Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dapat berperan sert a dal am pengawasan, monit oring dan evaluasi dal am penyelenggaraan kehut anan.
Pasal 37
(1) Pemerint ah Provinsi melalui Dinas Kehut anan Provinsi berkewaj iban melakukan pengawasan, monit oring dan evaluasi kehut anan t erhadap pengurusan hut an yang diselenggarakan oleh Pemerint ah Kabupat en/ Kot a at au nama lain.
(2) Ket ent uan lebih lanj ut t ent ang pengawasan kehut anan diat ur dengan keput usan Gubernur.
BAB IV KEWENANGAN
Pasal 38
(1) Dalam r angka menggali dan memberdayakan sumber daya hut an Pemerint ah Provinsi mempunyai kewenangan :
a. menyel enggarakan penelit ian dan pengembangan sert a perencanaan Kehut anan; b. menyel enggarakan penunj ukkan dan at au penet apan hut an lindung, hut an Produksi
dan Taman Hut an Raya;
c. menyel enggarakan invent arisasi, pengukuhan, penat agunaan kawasan hut an, pembent ukan wilayah pengelolaan hut an;
d. menyel enggarakan pengamanan dan pelest arian f ungsi hut an; e. menyel enggarakan pengel ol aan t aman hut an raya;
f . menyel enggarakan t at a hut an dan penyusunan rencana pengelolaan hut an; g. menyel enggarakan perizinan pengelolaan hut an meliput i : Izin Usaha Pemanf aat an
Kawasan, Izin Usaha Pemanf aat an Jasa Lingkungan, Izin Usaha Pemanf aat an Hasil Hut an, Izin Pemungut an Hasil Hut an, Izin Kegiat an Hut an Kemasyarakat an, Izin Pemungut an Kayu Tanah Milik dan Izin Usaha Indust ri Primer Hasil Hut an; h. menyel enggarakan pembinaan pengol ahan hasil hut an;
i. menyel enggarakan rehabil it asi dan reklamasi hut an;
j . menyel enggarakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pengelolaan hut an; k. menyel enggarakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian t erhadap pel aksanaan
kegiat an Kehut anan oleh Pemerint ah Kabupat en/ Kot a at au nama lain. (2) Penyelenggaraan kewenangan sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) dil aksanakan
(3) Ket ent uan lebih lanj ut t erhadap penyelenggaraan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf g, diat ur dalam Qanun t ersendiri.
(4) Pelaksanaan t ugas-t ugas pembant uan di bidang Kehut anan ol eh Pemerint ah
Kabupat en/ Kot a at au nama lain akan diat ur lebih lanj ut dalam Keput usan Gubernur. BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 39
(1) Masyarakat berhak menikmat i kual it as li ngkungan hidup, dan dapat memanf aat kan hasil hut an, menget ahui inf ormasi penyelenggaraan kehut anan memperoleh kompensasi, sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam r angka meningkat kan peran sert a dan peluang usaha masyarakat di dal am dan di sekit ar kawasan hut an, dapat dit et apkan kawasan hut an kemasyarakat an.
(3) Masyarakat berkewaj iban unt uk ikut sert a memelihara dan menj aga kawasan hut an dari gangguan dan perusakan, melaksanakan rehabilit asi hut an, dan dapat memint a
pendampingan, pelayanan, dukungan kepada Pemerint ah Provinsi dan at au Pemerint ah Kabupat en/ Kot a at au nama l ain, at au pihak lain.
(4) Pemerint ah Provinsi dan at au Pemerint ah Kabupat en/ Kot a at au nama lain, waj ib memf asil it asi peran sert a masyarakat dalam pengel olaan hut an sehingga meningkat kan usaha pemberdayaan masyarakat didalam dan disekit ar kawasaan hut an.
(5) Pemerint ah Provinsi dan at au Pemerint ah Kabupat en/ Kot a at au nama lain memf asilit asi upaya pemberdayaan kel embagaan masyarakat adat dalam mengelola sumberdaya hut an dan dapat didampingi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dal am bidang kehut anan dan at au perguruan t inggi kehut anan.
BAB VI
PENYELESAIAN SENGKETA KEHUTANAN Pasal 40
(1) Penyelesaian sengket a kehut anan dapat dit empuh mel alui pengadil an at au dil uar pengadilan, sepert i Lembaga Adat berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengket a.
(2) Penyelesaian sengket a mel alui pengadilan dimaksudkan unt uk memperoleh keput usan mengenai pengembalian suat u hak, besarnya gant i rugi dan at au t indakan t ert ent u lainnya.
(3) Selain keput usan unt uk melakukan t indakan t ert ent u sebagaimana dimaksud dal am ayat (2), hakim dapat menet apkan pembayaran uang paksa at as set iap hari ket erlambat an penyelesaian t indakan t ert ent u t ersebut .
(1) Penyelesaian sengket a Kehut anan diluar pengadilan dimaksudkan unt uk mencapai kesepakat an mengenai pengembalian suat u hak, besarnya gant i rugi dan at au t indakan t ert ent u yang dilakukan unt uk memulihkan f ungsi hut an.
(2) Dalam penyelesaian sengket a kehut anan diluar pengadilan sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) para pihak bersengket a dapat memint a j asa pihak ket iga yang dit unj uk bersama. (3) Penyelesaian sengket a Kehut anan sebagaimana dimaksud dal am ayat (1), t idak berlaku
bagi t indak pidana.
BAB VII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 42
(1) Kegiat an perlindungan dan pengamanan hut an sert a penyidikan at as t indak pidana kehut anan dilakukan oleh Pej abat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan at au Polisi Hut an (POLHUT) Dinas Kehut anan Provinsi, yang pengangkat annya dit et apkan at au dit unj uk sesuai dengan perat uran dan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam mel aksanakan t ugas sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) para pej abat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan at au Polisi Hut an (POLHUT) berwenang :
a.
mengadakan pat roli/ perondaan di dal am kawasan hut an at au wilayah hukumnya;b.
memeriksa surat -surat at au dokumen yang berkait an dengan pengangkut an hasilhut an di dal am kawasan hut an at au wil ayah hukumnya;
c.
menerima laporan at au pengaduan dari seseorang t ent ang adanya t indak pidana;d.
melakukan t indakan pert ama pada saat it u di t empat kej adian dan mel akukanpemeriksaan;
e.
menyuruh berhent i seseorang t ersangka dan memeriksa t anda pengenal diri t ersangka;f.
melakukan penyit aan benda at au surat ;g.
mengambil sidik j ari dan memot ret seseorang;h.
memanggil seseorang unt uk didengar dan diperiksa sebagai t ersangka at au saksi;i.
mendat angkan orang ahli yang diperl ukan dalam hubungannya dengan pemeriksaanperkara;
j.
mengadakan penghent ian penyidikan set elah mendapat pet unj uk dari Penyidik Umum bahwa t idak t erdapat cukup bukt i at au perist iwa t ersebut bukan merupakan t indak pidana dan selanj ut nya melalui Penyidik Umum memberit ahukan hal t ersebut kepada Penunt ut Umum, t ersangka at au keluarga;k.
mengadakan t indakan l ain menurut hukum yang dapat dipert anggungj awabkan.BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 43
(2) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud pada pasal 31 ayat (1) huruf c, huruf d dan huruf e diancam dengan pidana penj ara paling lama 10 (sepuluh) t ahun dan denda paling banyak Rp. 5. 000. 000. 000, - (l ima milyar rupiah).
(3) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud pada pasal 31 ayat (1) huruf f diancam dengan pidana penj ara paling lama 15 (lima belas) t ahun dan denda paling banyak Rp. 5. 000. 000. 000, - (lima milyar rupiah).
(4) Barang siapa karena kelalai annya melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud pada pasal 31 ayat (1) huruf g diancam dengan pi dana penj ara paling lama 5 (lima) t ahun dan denda paling banyak Rp. 1. 500. 000. 000, - (Sat u milyar lima rat us j ut a rupiah).
(5) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud pada pasal 31 ayat (1) huruf h diancam dengan pidana penj ara paling lama 10 (sepuluh) t ahun dan denda paling banyak Rp. 5. 000. 000. 000, - (lima milyar rupiah).
(6) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud pada pasal 31 ayat (1) huruf i diancam dengan pidana penj ara paling lama 10 (sepuluh) t ahun dan denda paling banyak Rp. 5. 000. 000. 000, - (lima milyar rupiah).
(7) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud pada pasal 31 ayat (1) huruf j diancam dengan pi dana penj ara pal ing lama 5 (lima) t ahun dan denda paling banyak Rp. 10. 000. 000. 000, - (sepul uh milyar rupiah).
(8) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud pada pasal 31 ayat (1) huruf k diancam dengan pidana penj ara paling lama 3 (t iga) bulan dan denda paling banyak Rp. 10. 000. 000, - (sepuluh j ut a rupiah).
(9) Barang siapa dengan sengaj a melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud pada pasal 31 ayat (1) huruf l diancam dengan pidana penj ara pal ing l ama 5 (l ima) t ahun dan denda paling banyak Rp. 5. 000. 000. 000, - (lima milyar rupi ah).
(10) Barang siapa dengan sengaj a mel anggar ket ent uan sebagaimana dimaksud pada pasal 31 ayat (1) huruf m diancam dengan pidana penj ara pal ing l ama 3 (t iga) t ahun dan denda paling banyak Rp. 1. 000. 000. 000, - (sat u mil yar rupiah).
(11) Barang siapa dengan sengaj a mel anggar ket ent uan sebagaimana dimaksud pada pasal 31 ayat (1) huruf n diancam dengan pidana penj ara pal ing l ama 3 (t iga) t ahun dan denda paling banyak Rp. 1. 000. 000. 000, - (sat u mil yar rupiah).
(12) Barang siapa dengan sengaj a mel anggar ket ent uan sebagaimana dimaksud pada pasal 31 ayat (1) huruf o diancam dengan pidana penj ara paling lama 1 (sat u) t ahun dan denda paling banyak Rp. 50. 000. 000, - (lima puluh j ut a rupiah).
(14) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (1) apabil a dilakukan oleh dan at au at as nama badan hukum at au badan usaha, t unt ut an dan sanksi pidananya dij at uhkan t erhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing dit ambah 1/ 3 (sepert iga) dari pidana yang dij at uhkan.
(15) Semua hasil hut an dari hasil kej ahat an dan pelanggaran dan at au alat -alat t ermasuk alat angkut nya yang di pergunakan unt uk melakukan kej ahat an dan at au pelanggaran sebagaimana dimaksud dal am pasal ini dirampas unt uk Negara.
Pasal 44
Selain ket ent uan pidana sebagaimana dimaksud pada pasal 43, t erhadap pelaku t indak pidana kehut anan dapat dikenakan pidana t ambahan berupa:
a. pencabut an izin pemanf aat an hut an;
b. perampasan peralat an dan barang-bar ang yang digunakan sert a keunt ungan yang diperoleh dari t indak pidana kehut anan;
c. pemulihan f ungsi hut an.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 45
(1) Kawasan hut an yang t elah dit unj uk dan at au dit et apkan ber dasarkan Perat uran Perundang-undangan yang berl aku sebelum berlakunya Qanun ini, dinyat akan t et ap berlaku sepanj ang t idak bert ent angan dengan ket ent uan ini.
(2) Semua perat uran Perundang-undangan di bidang Kehut anan yang t elah ada, sepanj ang t idak bert ent angan dengan Qanun ini, t et ap berlaku sampai dengan dikeluarkannya pengat uran pelaksanaan dengan Keput usan Gubernur berdasarkan Qanun ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Hal-hal yang belum diat ur dalam Qanun ini sepanj ang mengenai pelaksanaannya akan diat ur lebih lanj ut dengan Keput usan Gubernur.
Pasal 47
Qanun ini mulai berlaku pada t anggal disahkan.
Agar supaya set iap orang dapat menget ahuinya, memerint ahkan pengundangan Qanun ini dengan penempat annya dal am Lembaran Daer ah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM, t t d. ABDULLAH PUTEH Diundangkan di Banda Aceh
Pada Tanggal : 15 Okt ober 2002 8 Sya’ ban 1423 Sekret aris Daerah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam t t d.
Thant hawi Ishak, SH.
LEMBARAN DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2002 NOMOR 57 SERI E NOMOR 6