Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 06 No. 03, September 2017, 214-218 ISSN: 2302-4496
PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI MOMENTUM DAN IMPULS UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP
SISWA KELAS X SMAN 1 KAMAL
Irwanuddin, Dwikoranto
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran, pemahaman konsep, dan respons siswa pada pembelajaran dengan model problem based learning (PBL) pada materi momentum dan impuls. Penelitian ini menggunakan metode one group pre-test post-test design dengan menggunakan 2 kelas eksperimen. Populasi penelitian ini yaitu kelas X IPA SMAN 1 Kamal sedangkan sampelnya digunakan kelas X IPA 2 sebagai kelas eksperimen I dan kelas X IPA 3 sebagai kelas eksperimen II setelah keduanya memenuhi uji syarat penelitian. Penelitian dimulai dengan sebelumnya memberikan pre-test pada sampel penelitian, lalu dilakukan kegiatan pembelajaran, dan terakhir pemberian post-tes untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa. Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan uji t dan N-gain. Hasil uji t dari kelas eksperimen I dan II menunjukkan thitung>ttabel yang menandakan terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa yang signifikan pada kedua kelas. Selanjutnya hasil uji N-gain pada ketiga kelas menunjukkan kategori peningkatan rendah. Dengan demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model PBL pada kelas X IPA 2 dan X IPA 3 dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi momentum dan impuls. Penggunaan model PBL pada kelas X IPA 2 dan X IPA 3 juga mendapat respons dari siswa dengan kategori sangat baik.
Kata Kunci: PBL, pemahaman konsep, gerak melingkar beraturan.
Abstract
This study aimed to describe the occurrence of learning, understanding concepts and the response of students to the problem-based learning (PBL) model of learning on the momentum and impulse topic. This study used one group pre-test post-test design by using two experiment classes. The population of this research is class X IPA of SMAN 1 Kamal while the samples used class X IPA 2 as experimental class I and class X IPA 3 as experimental II, after these two classes qualified the research requirement's test. The study began by giving a pre-test into the samples before, then doing the learning activities, and finished by post-test exam for all students to determine the increasing student's understanding of the concept. The obtained data in this study analyzed by using t test and N-gain. T test results of the experimental class I and II show tcount> ttable meaning there are increasing of concept's understanding of students significantly in
two classes. Further results of N-gain test in two classes showed low increased category. Thus, the results of this study showed that the PBL model where implemented in class X IPA 2 and class X IPA 3 can increased the understanding of the concept of students in momentum and impulse topic. The implementation of PBL model in X IPA 2 and X IPA 3 also received "very good" category responses from the students.
Keywords: PBL, understanding of concept, uniform circular motion.
PENDAHULUAN
Salah satu cara untuk mencapai tujuan pendidikan nasional ialah melalui proses belajar di sekolah. Hamalik (2004: 28) mengatakan “Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu, melalui interaksi dengan lingkungan”. Dengan belajar, seseorang akan mengalami perubahan-perubahan pola pikir dan sikap. Untuk itu peserta didik atau siswa harus selalu didorong agar bisa mengembangkan pola pikir dan sikapnya ke arah yang lebih baik.
Dalam Kurikulum 2013, terdapat penekanan adanya kegiatan 5 M (mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan) di dalam pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran yang terjadi berpusat pada siswa (student centered learning). Dengan demikian, guru bertindak sebagai fasilitator dan siswa diharapkan dapat mengembangkan sendiri pola pikir serta sikapnya pada proses pembelajaran yang dilaluinya.
menginternalisasi pembelajaran dan mengarahkannya ke pemahaman yang lebih besar (Delisle, 1997). PBL membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam menemukan konsep-konsep fisis.
Model pembelajaran berdasarkan masalah atau problem based learning (PBL) adalah satu model pengajaran yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan, konten materi, dan pengendalian diri (Eggen dan Kauchak, 2012). Menurut Sanjaya (2007), model PBL berawal dari masalah-masalah yang timbul dalam fenomena alam untuk dapat diselesaikan melalui serangkaian metode ilmiah. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa PBL adalah model pembelajaran yang memberi permasalahan otentik di kehidupan nyata, sehingga siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah dan juga kemampuannya menalar suatu permasalahan. PBL menjadikan siswa lebih aktif di kelas, seperti ketika siswa bekerjasama dalam kelompok atau ketika melakukan percobaan, namun tidak terlepas dari bimbingan guru dalam menemukan konsep-konsep yang terkait. Pada pembelajaran berdasarkan masalah, siswa dituntut untuk terus aktif dalam kegiatan pembelajaran dan guru berperan mengarahkan jalannya proses pembelajaran.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru mata pelajaran fisika kelas X SMAN 1 Kamal, dua guru yang diwawancarai mengatakan bahwa pemahaman konsep materi sebagian besar siswa masih kurang baik. Hal tersebut tercermin pada nilai hasil belajar siswa yang perlu ditingkatkan agar memenuhi standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) individu. Nilai KKM yang harus dicapai siswa adalah 75. Adapun rata-rata nilai ketuntasan klasikal siswa adalah sebesar 40%, dimana target dari sekolah adalah 80% tiap kelas. Lanjut menurut guru di SMAN 1 Kamal, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kompetensi siswa yang lemah dan dasar pengetahuan awal yang juga lemah.
Meskipun tingkat pemahaman konsep fisika siswa kelas X SMAN 1 Kamal masih kurang baik, namun terdapat indikasi bahwa nilai tersebut dapat ditingkatkan. Berdasarkan wawancara dengan guru fisika SMAN 1 Kamal, para siswa cenderung menyukai belajar secara berkelompok termasuk untuk memecahkan masalah bersama-sama. Lebih lanjut para guru menyatakan bahwa jika diarahkan secara berkelanjutan maka siswa akan dapat memahami konsep lebih baik.
Salah satu materi fisika yang akan dipelajari di kelas X adalah materi momentum dan impuls. Materi momentum dan impuls merupakan materi yang terdapat besaran-besaran vektor di dalamnya, selalu ditemukan pada peristiwa sehari-hari, dan otentik. Pembelajaran menggunakan model PBL pada materi momentum dan
menyelidiki masalah otentik yang berkaitan dengan momentum dan impuls, seperti tumbukan. Dengan penyelidikan tersebut, diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan berfikir dan pemahamannya terhadap konsep tumbukan. Berdasarkan pemaparan yang ada, peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) pada Materi Momentum dan Impuls untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Kelas X SMAN 1 Kamal”. Tujuan secara umum dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) keterlaksanaan pembelajaran dengan model PBL, (2) peningkatan pemahaman konsep siswa setelah diberi pembelajaran pada materi momentun dan impuls, dan (3) respons siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Adapun manfaat penelitian ini ialah untuk mendapatkan informasi bagaimana efektifitas model PBL dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi momentum dan impuls.
METODE
Penelitian ini berjenis penelitian pre-experimental atau tanpa kelas kontrol. Desain yang digunakan adalah one group pre-test post-test design. Perlakuan (treatment) pada penelitian ini adalah proses pembelajaran yang menggunakan model problem based learning (PBL) dengan materi ajar momentum dan impuls.
Sebelum dilakukan penelitian, instrumen-instrumen penelitian divalidasi terlebih dahulu. Adapun untuk instrumen butir soal, setelah divalidasi dilanjutkan dengan diuji coba. Soal diuji coba agar diketahui butir yang layak digunakan untuk soal pre-test dan post-test, yang memenuhi kriteria. Soal diujicobakan kepada mahasiswa fisika Unesa semester 4 yang telah mendapatkan materi momentum dan impuls sebelumnya. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini terdiri atas lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, lembar tes (pretest dan post-test), dan angket respons siswa. Data-data yang diperoleh untuk dianalisis lebih lanjut berupa keterlaksanaan pembelajaran,peningkatan pemahaman konsep siswa, dan respons siswa terhadap pembelajaran.
Peneliti menggunakan dua kelas eksperimen dengan perlakuan yang sama. Dua kelas yang digunakan telah memenuhi syarat kelas penelitian yaitu terdistribusi normal dan homogen berdasarkan uji pra-penelitian. Desainnya digambarkan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Desain Penelitian
Kelas Pre-test Perlakuan Post-test
Eksperimen I (X IPA 2) T1 X T2
Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 06 No. 03, September 2017, 214-218 ISSN: 2302-4496
Saat data nilai post-test sudah didapatkan, untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan pemahaman konsep yang terjadi maka digunakan uji-t gain. Uji-t gain befungsi untuk menentukan apakah ada peningkatan rata-rata gain yang signifikan antara pre-test dan post-test. Hipotesis H0 yang diajukan ialah tidak terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa apabila hasil thitung<ttabel.
Selanjutnya jika hasil uji-t didapatkan bahwa terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa maka analisis berikutnya menggunakan uji N-gain. Uji N-gain berfungsi untuk mendeskripsikan secara kualitatif besar peningkatan tersebut. Dengan kata lain, peningkatan yang terjadi dapat termasuk ke dalam peningkatan kategori tinggi, sedang, ataupun rendah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah lolos uji normalitas dan uji homogenitas, kedua kelas eksperimen lalu diberikan pembelajaran materi momentum dan impuls dengan menggunakan model problem based learning (PBL). Keterlaksanaan pembelajaran dengan model PBL pada kedua kelas tersebut dapat dilihat seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil Keterlaksanaan Pembelajaran pada Kelas X IPA 2 dan X IPA 3
Pembelajaran dikatakan sesuai dengan sintaks apabila skor yang didapatkan berada pada rentang 3,01-4,00. Berdasarkan Tabel 2, skor rata-rata yang diperoleh kelas X IPA 2 sebesar 3,26 dan kelas X IPA 3 sebesar 3,46 yang menunjukkan bahwa pembelajaran di kedua kelas berlangsung sesuai dengan sintaks PBL.
Setelah pembelajaran dilakukakan dan telah sesuai dengan sintaks PBL, kedua kelas selanjutnya diberikan post-test untuk diamati seberapa besar peningkatan gain. Hasil rata-rata pre-test, post-test, dan gain dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Rata-rata nilai pre-test, post-test, dan gain
Selanjutnya dilakukan uji-t untuk menentukan apakah ada peningkatan signifikan rata-rata gain. Peningkatan rata-rata gain yang signifikan menunjukkan terjadinya peningkatan pemahaman konsep. Hipotesis H0 yang diajukan ialah tidak terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa apabila thitung<ttabel. Adapun hasil uji-t gain kedua kelas dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil Uji-t Gain
Kelas thitung ttabel
Eksperimen I (X IPA 2) 2,63
1,69 Eksperimen II (X IPA 3) 3,78
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa thitung>ttabel untuk kedua kelas sehingga hipotesis H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa di kelas X IPA 2 dan X IPA 3. Selanjutnya dilakukan uji N-gain untuk menunjukkan secara kualitatif besar peningkatan pemahaman konsep siswa. Nilai pre-test dan post-testdigunakan dalam penentuan nilai N-gain. Hasil perhitungan N-gain dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil Perhitungan N-gain
Kelas Nilai pre
Berdasarkan nilai N-gain dan kriteria peningkatan yang dikemukakan oleh Hake (1998: 4), kelas X IPA 2 dan X IPA 3 berada pada peningkatan kategori rendah. Dengan demikian, pembelajaran materi momentum dan impuls pada kelas X IPA 2 dan X IPA 3 menggunakan model PBL dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa, dimana pada penelitian ini peningkatan yang dialami tergolong rendah. Hal tersebut senada dengan apa yang dikemukakan oleh Duncan dan Al-Nakeeb (2006) bahwa PBL dapat membantu mengembangkan pemahaman tentang materi dan juga kemampuan belajar. Penelitian lain juga memiliki kesimpulan yang searah
0
bahwa PBL dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan signifikan (Restiono, 2013; Sahin, 2010).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya ialah pada penelitian-penelitian ini kategori peningkatan yang dialami siswa secara rata-rata adalah rendah. Hasil ini disebabkan oleh nilai uji post-test rata-rata siswa yang kenaikan nilainya sedikit. Padahal jika dicek kembali mengenai pembelajaran PBL maka sudah diketahui bahwa pembelajaran yang dilangsungkan sudah sesuai sintaks PBL dan RPP yang dibuat, meskipun tidak terlepas dari kekurangan. Menurut penulis, penyebab peningkatannya rendah besar kemungkinan adalah soal-soal yang diberikan tingkat kesukarannya masih tinggi bagi siswa. Hal ini sebagaimana hasil uji taraf kesukaran butir soal dimana tidak didapatkan soal dengan kategori mudah (hanya kategori sedang dan sukar). Selain itu jika dilihat dari respons siswa mengenai pembelajaran PBL, persentase terendah memang berada pada pernyataan 11 dan terjadi di kedua kelas, yakni “mampu mengerjakan soal-soal pre-test”. Artinya hampir sebagian siswa, berdasarkan persentase, merasa tidak mampu mengerjakan soal-soal yang diberikan guru. Di sisi lain, penulis juga menyadari bahwa pada soal yang diberikan terdapat beberapa butir soal yang isinya tidak berkaitan langsung dengan percobaan yang dilakukan, akan tetapi didapatkan melalui pendalaman materi di luar pembelajaran di kelas. Misalnya kejadian tumbukan pada peluru yang ditembakkan dan perbandingan besaraan momentum dan energi kinetik. Hal itulah yang menurut penulis menjadi penyebab nilai N-gain yang didapatkan rendah yang diinterpretasikan menjadi peningkatan pemahaman konsep siswa tergolong rendah.
Mengenai respons siswa terhadap model pembelajaran PBL pada kelas X IPA 2 dan X IPA 3, dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Persentase respons siswa terhadap model PBL Berdasarkan Gambar 2 di atas, persentase respons siswa di kelas X IPA 2 dan X IPA 3 terhadap model
berada pada rentang 59,4%-100% dengan rata-rata skor untuk kelas X IPA 2 sebesar 81,0% dan kelas X IPA 3 sebesar 95,4%. Pada kedua kelas tersebut, persentase respons terendah berada pada pernyataan ke-11 tentang penerapan model PBL yang belum mampu membuat siswa lebih mudah untuk menyelesaikan soal-soal pre-test yang diberikan. Hal ini di antaranya bisa disebabkan karena siswa kurang berlatih dalam mengerjakan soal di rumah sehingga siswa merasa sulit untuk menyelesaikan soal yang diberikan.
Interpretasi dari skor respons siswa, respons siswa dikategorikan baik jika nilai persentasenya antara 60,1-80% dan dikatakan sangat baik jika persentasenya antara 80,1%-100%. Dilihat dari rata-ratanya, respons siswa terhadap penerapan model pembelajaran PBL ini berada pada kategori sangat baik yang didasarkan pada nilai kelas X IPA 2 dan X IPA 3 berturut-turut adalah sebesar 81% dan 95,4%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memiliki ketertarikan terhadap pembelajaran dengan model PBL. Model PBL dapat membuat minat
Penerapan model problem based learning (PBL) untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi momentum dan impuls di kelas eksperimen I (X IPA 2) dan eksperimen II (X IPA 3) berlangsung sesuai dengan sintaks. Setelah diberi pembelajaran dengan model PBL pada materi tersebut, terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa di kedua kelas dengan kategori rendah. Pembelajaran dengan model PBL mendapatkan respons yang sangat baik dari siswa.
Saran
Untuk penelitian yang lebih baik kedepannya, waktu yang digunakan untuk pembelajaran hendaknya paling tidak 6 JP atau lebih untuk materi momentum dan impuls ini. Kualitas soal juga perlu disesuaikan dengan kemampuan siswa. Perlu dipertimbangkan juga bahwa di dalam pembelajaran akan terdapat siswa yang kesulitan sehingga butuh pendampingan. Pembelajaran akan lebih efektif jika seluruh anggota kelompok terlibat dalam melakukan percobaan, karena beberapa siswa terlihat pasif dan tidak melakukan kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA
Delisle, Robert. 1997. Use Problem-Based Learning in The Classroom, (Online), (http://ascd.org/ publications/books/197166.aspx, diakses 2 Juli 2017).
Duncan, Michael J. dan Y. Al-Nakeeb. 2006. Using Keterangan:
1. Termotivasi untuk belajar 2. Suasana yang menyenangkan 3. Lebih aktif bertanya dan berpendapat 4. LKS menarik untuk dikerjakan 5. LKS membimbing belajar lebih terarah 6. Meningkatkan sikap ilmiah
7. Mendapat bimbingan dari guru 8. Mampu bekerja sama dengan kelompok 9. Dapat mengemukakan ide melalui presentasi
Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 06 No. 03, September 2017, 214-218 ISSN: 2302-4496
Courses: An Overview of Module Development and Student Responses in An Undergraduate Sports Studies Module. Journal of Hospitality, Leisure, Sport and Tourism Education (Online), (https://researchgate.net/, diakses 2 Juli 2017).
Eggen, Paul, dan D. Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: Indeks.
Hake. 1998. Interactive-Engagement vs Traditional Methods: A Six- Thousandstudent Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses. American Journal of Physics (Online), (http://files.eric.ed.gov/fulltext/ED441679.pdf, diakses 3 Juli 2017).
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Restiono, Awal. 2013. Penerapan Model Problem Based Learning untuk Mengembangkan Aktivitas Berkarakter dan Meningkatkan pemahaman Konsep Siswa Kelas XI, (Online), (http://lib.unnes.ac.id/17093/1/4201408074.pdf, diakses 21 Juli 2017).
Sahin, Mehmet. Effects of Problem-Based Learning on
University Students’ Epistemological Beliefs About
Physics and Physics Learning and Conceptual Understanding of Newtonian Mechanics. Journal of Science and Technology (Online), (https://eric.ed.gov/?id=EJ880310, diakses 2 Juli 2017)