BAB III
GAMBARAN DAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
3.1. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah
Dalam Bab III ini, diuraikan gambaran umum tentang kebijakan
pengelolaan keuangan daerah, dengan maksud memperlihatkan:
1. PDRB, baik atas dasar harga konstan maupun atas dasar harga berlaku,
sehingga dapat digunakan untuk mengamati perkembangan laju
pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor potensial yang memberikan
kontribusi terhadap laju pertumbuhan dimaksud dan untuk mengamati
struktur perekonomian daerah, sehingga dapat digunakan untuk
menentukan kebijakan umum anggaran bagi sektor yang mengalami
dinamika pertumbuhan yang paling tinggi;
2. Kecenderungan peningkatan pendapatan daerah, dalam rangka
memudahkan perumusan kebijakan untuk meningkatkan pendapatan, baik
yang berasal dari PAD maupun dana perimbangan;
3. Kecenderungan pola-pola belanja, pembiayaan dan pengelolaan aset,
sehingga dapat digunakan dalam rangka merumuskan kebijakan alokasi
anggaran, dan sebagainya.
Perkembangan perekonomian Kabupaten Maros sepanjang tahun
2005-2009 berada pada situasi yang stabil, walupun dengan laju pertumbuhan
moderat, sekitar 4,34%, dengan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2008 yaitu
sebesar 5,61% dan terendah pada tahun 2005 yaitu sebesar 3,11%. Berdasarkan
kondisi ini, perkiraan maksimal yang dapat diproyeksikan selama periode 2010–
2015 adalah stabilitas laju pertumbuhan pada angka yang sama, dengan catatan
bahwa eksternalitis yang memberikan pengaruh besar terhadap ekonomi lokal,
terutama fluktuasi harga bahan bakar minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah
terhadap sekelompok mata uang asing, laju pertumbuhan investasi dan
kemampuan keuangan negara tidak mengalami gejolak yang tajam. Oleh karena
pembangunan serta menggalakkan pertumbuhan investasi daerah, terutama
investasi skala menengah dan kecil yang melibatkan banyak pelaku serta
berorientasi pada industri pengolahan bahan baku sektor pertanian dan
perkebunan, tampil sebagai salah satu alternatif yang prospektif.
Untuk mengetahui perkembangan dinamika perekonomian daerah dalam
rangka menyusun proyeksi kebijakan dan anggaran lima tahun ke depan, berikut
ini diuraikan gambaran umum tentang PDRB Kabupaten Maros.
Kontribusi persentase PDRB Kabupaten Maros (2003 – 2008) yang
terbesar adalah sektor pertanian, yaitu sebesar 44,43 persen (2003) menurun
menjadi 37,79 persen (2008); kontribusi terbesar kedua adalah sektor industri
pengolahan sebesar 20,50 persen; urutan ketiga adalah sektor jasa (18,74
persen); urutan keempat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran (7,92
persen), urutan kelima adalah sektor keuangan (6,11 persen); dan urutan
keenam yaitu sektor angkutan dan komunikasi sebesar (5,03 persen). Selama
kurun waktu lima tahun telah terjadi pergeseran kontribusi sektor dalam PDRB;
dimana peranan sektor pertanian cenderung menurun dan sektor industri
meningkat peranannya, hal ini berarti bahwa struktur perekonomian Kabupaten
Maros telah menjadi lebih kokoh. Dalam tahun-tahun mendatang diharapkan
struktur perekonomian Kabupaten Maros akan menjadi semakin kokoh.
Pertumbuhan ekonomi Kabupatern Maros 2010 – 2015 diperkirakan
rata-rata pertahun sebesar 7,65 persen. Pertumbuhan ini dapat dicapai dengan
catatan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tidak
mengalami gejolak serta dalam kondisi perekonomian yang mendukung. Faktor
eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi antara lain adalah gejolak
perekonomian global, nasional dan regional yang banyak dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi antara lain adalah kegiatan investasi di Kabupaten Maros, serta kondisi
sosial politik yang mendukung.
Pajak Daerah Kabupaten Maros pada tahun 2009 adalah sebesar Rp
9.148.000.000,- dibandingkan penerimaan tahun 2008 yaitu sebesar Rp
8.750.819.000,- berarti terdapat kenaikan 4,53 persen; demikian pula retribusi
daerah pada tahun 2009 sebesar Rp 17.305.700.000,- mengalami peningkatan
Penerimaan retribusi daerah adalah lebih rendah dibandingkan pajak daerah,
tetapi tingkat pertumbuhannya lebih tinggi. Efektivitas penerimaan pajak daerah
dan retribusi daerah, masing-masing masih berada di bawah 100 persen, di
mana realisasi lebih rendah dibandingkan target yang ditetapkan, artinya sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara potensial masih dapat ditingkatkan pada
masa mendatang. Sumber penerimaan pendapatan daerah yang terbesar (2009)
adalah penerimaan DAU sebesar Rp. 316.396.340.000,- dan DAK sebesar Rp
57.046.000.000,-, yang ketiga adalah dana bagi hasil (DBH) pajak sebesar Rp
53.171.494.916,-.
Perkembangan pendapatan Kabupaten Maros secara keseluruhan
menunjukkan peningkatan. Peningkatan yang cukup besar tersebut
mengindikasikan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di
Kabupaten Maros telah berlangsung secara baik dan meningkat.
Pendapatan dari sektor pajak daerah dan retribusi daerah yang
merupakan sumber penerimaan terbesar dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dari sektor retribusi daerah untuk tahun 2009 sebesar Rp. 15.120.210.000,-
sementara dari sektor pajak daerah pada tahun 2009 sebesar Rp.
14.033.000.000,-
Laba Perusahaan Milik Daerah (BUMD) menunjukkan peningkatan, pada
tahun 2008 sebesar Rp 1.542.550.000,- dan pada tahun 2009 mencapai Rp
2.320.000.000,-. Laba perusahaan milik daerah ini diperoleh dari laba penyertaan
saham Pemerintah Daerah pada Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan
(BPD Sulsel) tahun 2009 sebesar Rp.31.000.000.000,- dan dari penerimaan
lainnya pada tahun 2009 hanya sebesar Rp 82.638.069.501. Hal ini berarti bahwa
pengelolaan dan pengembangan perusahaan daerah harus dibenahi dan
ditangani secara serius. Pendirian perusahaan daerah di Kabupaten Maros
sebenarnya memiliki potensi pengembangan, untuk itu diperlukan pengkajian
3.2. KEBIJAKAN UMUM KEUANGAN DAERAH
Dalam rangka melaksanakan seluruh tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan
seluruh peraturan perundangan yang berlaku dan untuk dapat memenuhi
panggilan tugas dan tanggung jawab selaku Kepala Daerah sesuai visi dan misi
yang diuraikan didalam RPJMD ini, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Maros,
bersama DPRD Kabupaten Maros menerapakan kebijakan umum bidang keuangan
daerah sebagai berikut:
1. Mendorong tumbuhnya sektor usaha swasta dalam semua ukuran, baik
menengah maupun kecil yang akan berfungsi sebagai subyek pajak dan
retribusi baru;
2. Meningkatkan penerimaan daerah yang berasal dari dana perimbangan dengan
cara:
a. Mengusulkan rencana program dan kegiatan untuk setiap bidang
pemerintahan yang dapat disampaikan kepada pemerintah melalui forum
Musrenbang provinsi dan nasional;
b. Mendorong pimpinan SKPD untuk melakukan koordinasi dengan
Departemen Teknis di tingkat pusat;
c. Menjalin hubungan kerja dan komunikasi yang intensif dengan para pelaku
ekonomi daerah dan nasional untuk melakukan investasi di Kabupaten
Maros;
d. Menerbitkan profil investasi pada berbagai sektor potensial untuk
disebarluaskan kepada pihak-pihak terkait secara periodik.
3. Memberikan kemudahan perizinan kepada investor yang tertarik untuk
penanaman modal di Kabupaten Maros;
4. Penajaman skala prioritas program, dan kegiatan yang paling banyak
memberikan kontribusi kepada upaya pencapaian visi dan misi daerah.
Proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk lima tahun ke depan
Tabel. 14
Proyeksi anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk lima tahun kedepan.
No. URAIAN TAHUN A Pendapatan 538.600.052.181,80 590.619.111.424,93 678.410.654.239,87 746.251.719.663,85 820.876.891.630,24 I Pendapatan asli daerah. 65.234.423.080,80 71.757.865.388,88 82.521.545.197,21 90.773.699.716,93 99.851.069.688,63 1. Pendapatan pajak daerah. 34.361.439.848 37.397.583.832,80 43.467.221.407,72 47.813.943.548,49 52.595.337.903,34 2. Hasil retribusi daerah. 17.056.273.332,80 18.761.900.666,08 21.576.185.765,99 23.733.804.342,59 26.107.184.776,85 3. Hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
2.320.000.000 2.552.000.000 2.934.800.000 3.228.280.000 3.551.108.000
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
11.496.709.900 12.646.380.890 14.543.338.023,50 15.997.671.825,85 17.597.439.008,44
II Dana Perimbangan 442.804.334.600 487.084.768.060 560.147.483.269 616.162.231.595,90 677.778.454.755,49 1. Bagi hasil pajak/bagi hasil
bukan pajak.
8.848.845.000 9.733.729.500 11.193.788.925 12.313.167.817,50 13.544.484.599,25
2. Dana Alokasi umum 384.155.489.600 422.571.038.560 485.956.694.344 534.552.363.778,40 588.077.600.156,24 3. Dana alokasi khusus. 49.800.000.000 54.780.000.000 62.997.000.000 69.296.700.000 76.226.370.000 III Lain-Lain Pendapatan
Daerah Yang Sah.
30.561.294.501 31.776.477.976,50 35.741.625.773,66 39.315.788.351,02 43.247.367.186,12
1. Pendapatan hibah 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
2. Dana bagi hasil pajak dari Provinsi dan pemerintah daerah lainnya.
15.000.000.000 15.750.000.000 18.112.500.000 19.923.750.000 21.916.125.000
3. Dana penyesuaian dan otonomi khusus
6.257.625.000 6.257.625.000 6.883.387.500 7.571.726.250 8.328.898.875
4. Bantuan keuangan dari Privinsi atau pemerintah daerah lainnya.
9.303.669.501 9.768.852.976,05 10.745.738.273,66 11.820.312.101,02 13.002.343.311,12
B Belanja 565.600.052.181,80 575.619.111.424,93 663.410.654.239,87 741.751.719.663,86 816.876.891.630,24 I Belanja Tidak Langsung 353.707.620.508,27 385.352.159.527,08 437.565.648.908,12 498.911.978.196,32 571.664.317.902,74 1. Belanja pegawai 316.445.390.188,13 348.089.929.206,94 400.303.418.587,98 460.348.931.376,18 529.401.271.082,60 2. Belanja bunga 2.000.000.000 2.000.000.000 2.000.000.000 3.300.816.500 2.000.816.500 3. Belanja hibah 10.000.000.000 10.000.000.000 10.000.000.000 10.000.000.000 10.000.000.000 4. Belanja bantuan sosial 7.130.000.000 7.130.000.000 7.130.000.000 7.130.000.000 7.130.000.000 5. Belanja bagi hasil kepada
provinsi/Kabupaten/Kota dan
15.632.230.320,14 15.632.230.320,14 15.632.230.320,14 15.632.230.320,14 20.632.230.320,14
7. Belanja tidak terduga 2.500.000.000 2.500.000.000 2.500.000.000 2.500.000.000 2.500.000.000 II Belanja Langsung 211.892.431.673,53 190.266.951.897,85 225.845.005.331,75 242.839.741.467,54 245.212.573.727,50 1. Belanja pegawai 84.756.972.669,41 57.080.085.569,36 67.753.501.599,52 72.851.922.440,26 73.563.772.118,25 2. Belanja barang dan jasa 74.162.351.085,74 38.053.390.379,57 45.169.001.066,35 48.567.948.293,51 49.042.514.745,50 3. Belanja modal 52.973.107.918,38 95.133.475.948,93 112.922.502.665,88 121.419.870.733,77 122.606.286.863,75 Surplus/Defisit (27.000.000.000) 15.000.000.000 15.000.000.000 4.500.000.000 4.000.000.000
C Pembiayaan Daerah
13.000.000.000 15.000.000.000 15.000.000.000 4.500.000.000 4.000.000.000
1. Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah
0.00 0.00 0.00 2.500.000.000 2.500.000.000
2. Pembayaran pokok utang 13.000.000.000 15.000.000.000 15.000.000.000 2.000.000.000 1.500.000.000 Pembiayaan netto 27.000.000.000 (15.000.000.000) (15.000.000.000) (4.500.000.000) (4.000.000.000)
3.3. KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN PENDAPATAN
Proyeksi penerimaan pendapatan selama 5 tahun kedepan diperkirakan
untuk tiap tahunnya akan mengalami peningkatan sekitar 10-15 persen.
Untuk mendukung upaya peningkatan pendapatan daerah dilakukan melalui
penerapan kebijakan pendapatan, antara lain sebagai berikut:
1. Intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak dan retribusi daerah,
dengan tetap berpedoman pada prinsip keadilan dan menghindarkan
pemungutan pajak berganda. Ini dilakukan melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
a.
Pemutakhiran data tentang potensi dan data pendukung sebagai dasarpenghitungan Bagi Hasil Dana Perimbangan;
b.
Koordinasi pemutakhiran data tentang kepemilikan dan mutasikendaraan bermotor dalam rangka peningkatan bagian perolehan
pajak kendaraan bermotor;
c.
Koordinasi pemutakhiran data tentang tata guna lahan dan bangunandalam rangka peningkatan bagian Kabupaten dari PBB;
d.
Intensifikasi dan optimalisasi penagihan pajak dan retribusi daerah.2. Mengoptimalkan pengelolaan Badan-badan Usaha Milik Daerah agar
menghasilkan penerimaan yang terus meningkat;
3. Menciptakan kegiatan yang berorientasi pada terciptanya peningkatan
sumber-sumber penerimaan baru;
4. Memberikan bimbingan teknis pengelolaan sumber-sumber pendapatan
kepada aparatur penerimaan;
5. Meningkatkan pelaksanaan pengawasan yang berkesinambungan terhadap
sumber-sumber pendapatan;
6. Perbaikan atau pengelolaan sistem dan prosedur pengelolaan pelayanan
umum.
7. Menerapkan norma dan prinsip anggaran yang berbasis kinerja, dengan
memberikan penekanan pada aspek-aspek:
a.
Transparansi dan akuntabilitas,
yang merupakan persyaratan utamauntuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih dan
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Untuk dapat menilai
kinerja dan tanggungjawab pemerintah daerah dalam mensejahterakan
masyarakat, maka APBD harus menyajikan informasi yang jelas
tentang tujuan, sasaran dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari
pelaksanaan setiap program dan kegiatan yang ditampung dalam APBD
tahunan;
b.
Disiplin anggaran
, di mana struktur dan penekanan alokasi anggaranharus berorientasi pada kebutuhan masyarakat tanpa meninggalkan
kesinambungan penyelenggaran pemerintahan era sebelumnya,
pembangunan dan pelayanan umum. Karena itu, anggaran harus
disusun berdasarkan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu dan dapat
dipertanggungjawabkan;
c.
Keadilan anggaran
, yakni norma yang mewajibkan APBD disusun demikepentingan pelayanan umum tanpa diskriminasi;
d.
Efesiensi dan efektivitas anggaran
, yakni norma yang mewajibkananggaran dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menghasilkan
kesejahteraan dan meningkatkan laju pertumbuhan.
3.4. KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN BELANJA.
Dalam rangka menjamin terlaksananya kewajiban minimum pemerintah
daerah dalam menyelenggarakan tugas pokok dan fungsinya, maka Kebijakan
Umum Pengelolaan Belanja sepanjang periode 2010-2015 adalah sebagai berikut:
a. Belanja Tidak Langsung.
Menjamin dalam setiap tahun anggaran tersedianya jenis-jenis Belanja Pegawai,
Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Tidak terduga dan Bantuan
Lain–lain.
b. Belanja Langsung.
Dalam pengelolaan kelompok Belanja Langsung, ditempuh kebijakan sebagai
1. Belanja Pegawai:
Membatasi pengeluaran honorarium/Upah dalam melaksanakan program dan
kegiatan Pemerintah Daerah dengan diterapkannya standar analisis belanja
tahunan.
2. Belanja Barang dan Jasa:
Melakukan pengetatan belanja untuk belanja yang digunakan untuk
pengeluaran/pembelian/pangadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari
12 bulan.
3. Belanja Modal.
Memberikan prioritas kepada kegiatan pembelian/pengadaan atau
pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12
bulan, untuk kemudian dicatat dalam neraca daerah.
Sehubungan dengan gambaran umum tentang pola-pola belanja dimaksud,
maka dalam rangka penyusunan R-APBD tahun anggaran 2010–2015, Pemerintah
Kabupaten Maros mengambil kebijakan sebagai berikut:
a. Mendorong terciptanya APBD yang semakin sehat. Ini harus diwujudkan melalui
penyehatan ratio alokasi antara Belanja Langsung dengan Belanja Tidak
Langsung, terutama untuk menyehatkan ratio antara gaji dan upah dengan
belanja barang, jasa dan modal. Besaran belanja honor dan upah bagi tiap-tiap
SKPD diupayakan agar berada dalam keseimbangan yang rasional dengan belanja
modal, barang dan jasa serta pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.
b. Menjamin dipertahankannya kesinambungan anggaran. Dalam rangka menjamin
kesinambungan anggaran, setiap SKPD didorong untuk merumuskan perencanaan
program dengan penganggaran yang realistis dan wajar serta mengacu pada
standar analisis belanja, dengan syarat sebagai berikut:
1) Sesuai dengan batas kewenangan dan urusan Pemda Kabupaten Maros,
sehingga dapat mencegah tumpang-tindih program dengan Provinsi dan
Pusat;
2) Sesuai dengan batas tugas pokok dan fungsi setiap SKPD, sehingga dapat
mencegah tumpang-tindih program antar SKPD;
3) Setiap SKPD diharapkan dapat menentukan jenis dan lokasi pelaksanaan
kegiatan serta kelompok sasaran, dengan mengutamakan pelayanan umum
daerah.
c. Memberikan prioritas yang lebih tinggi bagi program yang menunjang upaya
pencapaian Visi dan Misi Daerah, seperti antara lain:
1) Penataan ruang wilayah, dalam rangka penentukan fungsi-fungsi sub-bagian
wilayah Kabupaten sesuai dengan peruntukan dan keunikan lokasi
geografisnya;
2) Penyusunan rencana Umum Sistem Transportasi Kabupaten, yang mencakup
gambaran umum tentang sistem jaringan jalan, model transportasi, lokasi
dan jenis terminal yang diperlukan serta pengetatan persyaratan penciptaan
trayek baru dalam rangka keseimbangan pelayanan umum bidang
transportasi;
3) Pembangunan baru serta perbaikan, penunjangan dan pemeliharaan berkala
dan rutin setiap ruas jalan, jembatan dan gorong sesuai dengan usia pakai
yang layak;
4) Revitalisasi bagian wilayah Kabupaten, terutama perkampungan dan
pemukiman kumuh dalam rangka penciptaan estetika lingkungan Kabupaten;
5) Pelayanan umum bidang kesehatan, terutama untuk meningkatkan layanan
dan akses kesehatan kepada masyarakat kurang mampu;
6) Pelayanan umum bidang pendidikan, terutama bagi kelompok masyarakat
kurang mampu, siswa dan guru berprestasi;
7) Menggalakkan kembali Program KB dalam rangka menyehatkan kehidupan
keluarga dengan pola keluarga kecil sehat dan bahagia;
8) Meningkatkan peran kaum perempuan melalui berbagai jenis kegiatan
pemberdayaan, penyuluhan dan pembentukan Komisi Perlindungan
Perempuan;
9) Pemberdayaan koperasi sebagai sokoguru perekonomian Kabupaten,
terutama dengan memberikan prioritas pada jenis kegiatan yang dapat
menghubungkan koperasi dengan sumber permodalan dan pasar alternatif;
10) Peningkatan Pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan, dalam rangka
mendorong tumbuhnya sektor pertanian tanaman pangan, perikanan,
peternakan dan perkebunan yang spesifik daerah;
11) Mengurangi kecenderungan dan tradisi pemberian sumbangan atau bantuan
yang tidak bermanfaat. Pemberian bantuan yang tidak tepat sasaran akan
Untuk mendukung keabsahan dari kebijakan penyehatan belanja, terlampir
data tentang proyeksi Pendapatan Daerah, sehingga setiap SKPD dan masyarakat
dapat memahami kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Maros dalam
pengalokasian anggaran tahunan.
3.5. KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN PEMBIAYAAN
Pembiayaan adalah Penerimaan dan Pengeluaran Daerah yang
dimaksud untuk mengalokasi atau menutup defisit. Pembiayaan Penerimaan
daerah antara lain: Sisa Lebih perhitungan tahun lalu Anggaran sebelumnya
(SILPA), Pencairan dana cadangan, Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang
dipisahkan, Penerimaan Pinjaman daerah, Penerimaan Kembali Pemberian
Pinjaman, Penerimaan Piutang Daerah. Sedangkan Pembiayaan pengeluaran
antara lain meliputi: Pembentukan Dana Cadangan, Penyertaan modal
(Investasi) Pemerintah Daerah dan Pembayaran pokok hutang.
Untuk mengantisipasi permasalahan umum yang sering terjadi dalam
bidang pembiayaan pada tahun-tahun sebelumnya, maka ditetapkan kebijakan
sebagai berikut:
1. Seluruh SKPD wajib menyusun rencana pagu kebutuhan anggaran untuk setiap
kegaitan dengan mengacu pada:
a.
Standar Analisa Belanja dan Harga Satuan Setempat, sehingga tidak menghasilkan perbedaan yang tajam antara Pagu DPA dengan Owner’sEstimate, sedangkan Owner’s Estimate tidak mengalami perbedaan yang
tajam dengan Nilai Kontrak. Selama ini, perbedaan pada kedua aspek
dimaksud telah memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap
terciptanya SILPA;
b.
Penggunaan SILPA dalam APBD-Perubahan akan difokuskan padapenambahan target fisik dari kegiatan tahun berjalan, dengan catatan
bahwa SKPD yang berhak memperoleh anggaran Belanja Tambahan
serap Semester 1 tahun berjalan yang memperlihatkan angka capaian
daya serap di atas 25%;
2. Penggunaan SILPA dalam bentuk pemberian ABT diutamakan kepada SKPD
yang mengajukan rencana tambahan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan
pelayanan umum yang terukur, bukan untuk penambahan belanja tidak
langsung.
3.6. KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN ASET.
Untuk periode Bupati dan Wakil Bupati Maros, 2010 – 2015, akan
ditempuh kebijakan aset sebagai berikut:
1. Pendataan, penerbitan dan penyimpanan dokumen akta kepemilikan
Pemerintah Kabupaten Maros atas tanah dan bangunan serta prasarana
sosial;
2. Pendataan, penerbitan dan penyimpanan dokumen surat bukti kepemilikan
Pemerintah Kabupaten Maros atas barang-barang baik yang bergerak