• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN ANAK NELAYAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN ANAK NELAYAN"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah Export date: Sat Sep 2 21:21:27 2017 / +0000 GMT

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN ANAK

NELAYAN

Berdasarkan hasil penelitian Fathoni (2008) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberlanjutan pendidikan atau mempengaruhi tingkat pendidikan. Dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan. Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal (keluarga dan orang tua) dan faktor eksternal (lingkungan serta sarana informasi). Faktor internal terdiri dari beberapa hal yaitu umur kepala keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga, besar keluarga (besar tanggungan), total pendapatan keluarga, total pengeluaran keluarga, persepsi tentang arti penting sekolah, persepsi tentang biaya pendidikan, dan status usaha kepala keluarga. Faktor eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah, informasi terhadap pendidikan, sarana pendidikan, serta jarak sarana pendidikan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Suryani (2004) yang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan adalah sebagai berikut: Faktor Internal Faktor internal yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pendidikan anak dalam penelitian ini adalah karakteristik personal kepala keluarga dan persepsi keluarga nelayan terhadap pendidikan. Karakteristik personal kepala keluarga yang diukur antara lain tingkat pendidikan kepala keluarga, umur kepala keluarga, besarnya pendapatan keluarga, jumlah tanggungan, nilai anak dalam keluarga, dan status sosial dalam pekerjaan.1) Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Menurut Gunarsa dan Gunarsa (Suryani, 2004) tingkat pendidikan secara langsung dan tidak langsung akan menentukan baik buruknya pola komunikasi 32 antara anggota keluarga. Selain itu, imbas dari pendidikan orang tua akan mempengaruhi persepsinya tentang penting atau tidaknya pendidikan. Menurut Heryanto (1998) dengan dasar pendidikan yang relatif memadai untuk mampu memberikan makna terhadap nilai, kegunaan dan pentingnya pendidikan bagi masa depan anaknya sehingga kesungguhan untuk menambah wawasan dan bekerja keras untuk menyekolahkan anaknya menjadi cita-cita dan harapan dalam hidupnya. 2) Umur Kepala Keluarga Selain berkaitan dengan tingkat kedewasaan teknis seseorang, usia juga mempunyai kaitan dengan tingkat kedewasaan psikologis. Dalam hal ini berarti semakin lanjut usia seseorang, diharapkan akan semakin mampu menunjukan kematangan jiwa (dalam arti semakin bijaksana), semakin mampu berpikir secara rasional dan semakin mampu mengendalikan emosi dan sifat-sifat lainnya yang menunjukan kematangan intelektual dalam psikologis, sehingga semakin tua usia seseorang, motivasi yang dimiliki akan semakin tinggi. Usia dapat mempengaruhi cara seseorang berpikir, mempersepsi dan menyikapi sesuatu yang menjadi objeknya (Heryanto, 1998).3) Pendapatan Keluarga Kondisi ekonomi keluarga dapat diukur dengan tingkat kesejahteraan keluarga. Salah satu indikator tingkat kesejahteraan keluarga adalah tingkat pendapatan keluarga. Pendapatan nelayan dapat diperoleh dari usaha perikanan (usaha penangkapan dan non-penangkapan) maupun dari usaha non perikanan yang dilakukan oleh nelayan. Di satu sisi pendidikan formal diperlukan oleh masyarakat nelayan, namun di sisi lain pendidikan formal memerlukan biaya yang tidak sedikit. Biaya yang tinggi menjadi salah satu faktor penghambat bagi para nelayan dengan status sebagai masyarakat miskin yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya akibat dari ketidakpastian berusaha. Kemiskinan yang melekat erat pada nelayan mengakibatkan mereka tidak mampu memberikan 33 pendidikan yang cukup bagi anak-anaknya terutama pendidikan formal (Erizal diacu dalam Suryani 2004). 4) Jumlah

TanggunganBanyaknya tanggungan dalam keluarga berimplikasi pada besar kecilnya pengeluaran dalam satu keluarga. Berdasarkan hasil penelitian Suryani (2004) di Desa Karangjaladri Ciamis, semakin banyak jumlah tanggungan mengakibatkan persepsi masyarakat nelayan terhadap pendidikan formal semakin rendah.5) Nilai Anak dalam Keluarga Nilai anak adalah peranan yang dimainkan oleh anak dalam kehidupan orangtuanya. Pada dasarnya semua orang tua menginginkan kondisi anaknya lebih baik dari kondisi orang tua dalam menjalani kehidupan yang dapat ditunjukkan dengan harapan orang tua terhadap masa depan

kehidupan anaknya. Hasil penelitian Sukmawan (2000) di Sukabumi menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga nelayan sangat mengharapkan anaknya dapat menjadi pegawai negeri atau swasta. 6) Status Sosial Status (kedudukan) sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan, prestise, hak dan kewajibannya. Secara tidak langsung kedudukan (status) dapat mencerminkan adanya pelapisan (stratifikasi sosial). Untuk mempelajari stratifikasi sosial menurut Zanden (1990) diacu dalam Satria (2001) terdapat tiga pendekatan yang harus dilakukan, yaitu: (a) Pendekatan objektif, yaitu menggunakan ukuran objektif berupa variabel yang mudah diukur secara statistik seperti pekerjaan, pendidikan, atau penghasilan.(b) Pendekatan subjektif (self-placement), yaitu kelas dilihat sebagi kategori sosial dan disusun dengan meminta responden untuk menilai statusnya sendiri.(c) Pendekatan reputasional, yaitu subjek penelitian diminta untuk menilai status orang lain dan menempatkannya pada posisi tertentu. Dalam penelitian, pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan objektif yaitu melihat kedudukan nelayan berdasarkan pekerjaan. Status sosial nelayan dibagi berdasarkan pemilikan armada dan alat tangkap. Berdasarkan pemilikan armada dan alat tangkap, nelayan dibedakan menjadi nelayan pemilik dan nelayan pandhiga. Berdasarkan hasil penelitian Suryani (2004) di Ciamis didapat bahwa semakin tinggi status sosial nelayan maka persepsi terhadap pendidikan formal akan semakin tinggi. 7) Persepsi Terhadap Pendidikan Formal Persepsi

(2)

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah Export date: Sat Sep 2 21:21:27 2017 / +0000 GMT

merupakan proses pencarian informasi untuk dipahami melalui alat penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba, dan sebagainya) dan alat untuk memahaminya adalah kognisi atau kesadaran (Sarwono 1999 diacu dalam Suryani (2004). Setiap lingkungan sosial budaya yang berbeda dan reaksi yang berbeda akan menghasilkan persepsi yang berbeda pula (Markovsky diacu dalam Suryani (2004). Para orang tua nelayan kurang memperhatikan pendidikan formal anaknya dengan baik, dapat membaca dan menulis adalah tujuan utama untuk menyekolahkan anak. Motivasi orang tua untuk menyekolahkan anak akan sangat tergantung pada bagaimana penilaian orang tua terhadap tujuan dan sistem pendidikan formal. Faktor Eksternal Faktor ekternal yang berpengaruh terhadap tingkat pendidikan anak antara lain jarak tempat tinggal dengan sarana pendidikan, jumlah jam kerja,

keterdedahan nformasi, dan relevansi kurilukum dengan kebutuhan lingkungan. 1) Jarak Tempat Tinggal Menurut Heryanto (1998) jarak tempat tinggal ke sarana pendidikan dan pusat informasi pendidikan penting dijadikan pertimbangan untuk

menyekolahkan anak, karena terkait dengan transportasi, biaya dan waktu pengawasan kemajuan prestasi anak.2) Keterdedahan Informasi Berdasarkan hasil penelitian Suryani (2004) pemanfaatan media menjadi hal yang penting dalam hal penunjang

pendidikan dan semakin banyak informasi yang diterima oleh nelayan maka persepsi masyarakat terhadap pendidikan formal akan semakin tinggi. 3) Jumlah Jam Kerja Anak Jumlah jam kerja anak adalah banyaknya waktu yang dipergunakan anak untuk membantu usaha orang tua dianggap berpengaruh terhadap tingkat pendidikan anak karena bersadarkan beberapa sumber menyebutkan bahwa banyak anak nelayan usia sekolah yang sudah terjun untuk membantu usaha orang tuanya untuk menambah pendapatan keluarga. Hasil penelitian Sumarsono di Jawa Timur diacu dalam Suryani (2004) menyebutkan bahwa anak merupakan faktor produksi yang dapat membantu penghasilan keluarga karena mampu memperoleh penghasilannya sendiri. Fenomena keseharian masyarakat nelayan yaitu baik anak lelaki maupun anak perempuan secara lebih dini terlibat dalam proses pekerjaan nelayan dari mulai persiapan orang tua mereka untuk ke laut sampai dengan menjual hasil tangkapan. Hal ini tentunya berimplikasi kepada kelangsungan pendidikan anak-anak nelayan. 4) Relevansi kurikulum dengan keutuhan lingkunganKurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Undang Undang Pendidikan Nasional 2003). Dalam pasal 36 ayat (1) disebutkan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pada pasal 36 ayat (2) kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.Menurut Dahuri (2002) wacana kelautan perlu dikembangkan dalam pelajaran di sekolah (tingkat dasar dan menengah) hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa etos kebaharian sudah mulai menurun dan melemah terutama di kalangan generasi muda. Lunturnya etos

kebaharian tersebut disebabkan sistem pendidikan nasional yang mewarisi gagasan politik etis. Rickcleft (1991) diacu dalam Dahuri (2002) menjelaskan bahwa politik etis yang ditanamkan berakar pada permasalahan-permasalahan ekonomi dan adanya unsur kemanusiaan sebagai balas jasa. Sistem pendidikan pada masa tersebut bias pada kepentingan penjajah yang mengenyampingkan etos kebaharian. Ketiadaan orientasi pendidikan pada wacana kelautan, mengakibatkan seolah-olah menjadi beban dan tidak menjadi prioritas dalam pilihan hidup masyarakat pesisir dan kondisi tersebut menyebabkan tingkat pendidikan di kalangan nelayan rendah (Ramli 2002 diacu dalam Dahuri 2002).Salah satu implementasi manajemen berbasis sekolah adalah adanya pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kebutuhan siswa, memperhatikan sumberdaya yang ada dan harus mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah. Dalam pelaksanaannya pengembangan kutikulum yang telah digariskan tersebut yaitu dengan

pemberlakuan kurikulum berbasis kompetensi. BUTUH DAFTAR PUSTAKA KLIK DISINI]

Referensi

Dokumen terkait

selaku Koordinator Bidang Puskesmas Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah memberikan kesempatan

Permasalahan yang diteliti adalah bagaimanakah perlindungan HKI yang terkait dengan Genetic Resources, Traditional Knowledge, dan Folklore (GRTKF) di Tingkat

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

hipotesis yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa Rasio LDR, IPR, APB, NPL, IRR, BOPO, FBIR dan FACR secara bersama-sama

Meskipun perpustakaan bermanfaat sebagai salah satu sumber belajar untuk semua mata pelajaran (termasuk pelajaran sejarah), namun dalam kenyataan ada kecenderungan

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi