• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Faktor Motivator dengan Kepuasan Kerja Karyawan CV. Griya Wali Sakti T1 132007003 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Faktor Motivator dengan Kepuasan Kerja Karyawan CV. Griya Wali Sakti T1 132007003 BAB II"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

xxi BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kepuasan Kerja

2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut Porter dan Lawler (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari perbedaan antara imbalan yang dianggap pantas (yang diharapkan) dengan imbalan yang diperoleh. Disini Porter dan Lawler juga mendiskripsikan tentang motivasi kerja, dimana motivasi kerja mengandung arti kemampuan, dan persepsi peran, menghasilkan prestasi kerja (performance) dan memperoleh imbalan baik intrinsik (contohnya, pilihan, kompetensi, dan kemajuan) atau ekstrinsik (gaji dan pengakuan dari publik).

(2)

xxii 2.1.2 Model Kepuasan Porter dan Lawler

Kepuasan kerja mengacu pada kontroversi hubungan antara kepuasan dan kinerja yang sudah ada sejak awal pergerakan hubungan manausia. Teori kepuasan secara implikasi mengasumsikan bahwa kepuasan meningkatkan kinerja dan ketidakpuasan mengurangi kinerja. Porter dan Lawler mulai dengan premis bahwa motivasi (usaha atau kekuatan) tidak sama dengan kepuasan dan kinerja. Porter dan Lawler menunjukan bahwa usaha (kekuatan atau motivasi) tidak secara langsung menghasilkan kinerja. Kinerja dihubungkan dengan kemampuan dan karakter serta persepsi peran. Yang lebih penting dalam model Porter dan Lawler adalah apa yang terjadi setelah kinerja. Penghargaan yang menyusul dan bagaimana penghargaan dinilai akan menentukan kepuasan. Dengan kata lain, model Porter dan Lawler (dalam Luthans, 2006) menyatakan dan ini merupakan perubahan penting dari pemikiran tradisional bahwa kinerja menghasilkan kepuasan.

(3)

xxiii

1. Nilai balas jasa yang dìrasakan dìtentukan oleh baik balas jasa intrinsik dan ekstrinsik yang menghasilkan keputusan kebutuhan ketika suatu tugas diselesaìkan. Balas jasa intrinsik berasal langsung dari pelaksanaan suatu tugas, sementara balas jasa ekstrinsik tidak ada hubungannya dengan tugas itu sendiri. Contoh, ketika seorang wirausahawan memberi bimbingan pada bawahan mengenai suatu masalah pribadi. wirausahawan tersebut mungkin mendapat balas jasa intrinsik dalam bentuk kepuasan pribadi dengan membantu orang lain. 2. Tingkatan dimana individu secara efektif menyelesaikan suatu tugas

ditentukan oleh dua variabel: (1) persepsi individu tentang apa yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas, dan (2) kemampuan sesungguhnya dari individu untuk menjalankan suatu tugas. Sesungguhnya, efektivitas individu dalam menyelesaikan suatu tugas meningkat ketika persepsi dari apa yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas menjadi lebih akurat dan ketiika kemampuan untuk menjalankan suatu tugas meningkat.

(4)

xxiv

[image:4.612.103.515.188.679.2]

semakin adil balas jasa yang dirasakan oleh individu, semakin besar kepuasan yang dirasakan sebagai hasil dan menerima balas jasa.

(5)

xxv

Model Porter dan Lawler (dalam Luthans, 2006) mendapat dukungan penelitian selama bertahun-tahun. Misalnya, studi lapangan menunjukan bahwa level usaha dan arah usaha merupakan hal penting dalam menjelaskan kinerja individu dalam organisasi. Tinjauan yang komprehensif terhadap penelitian juga membuktikan pentingnya penghargaan berkenaan dengan kinerja dan kepuasan. Secara khusus disimpulkan bahwa hubungan antara kinerja dan kepuasan akan lebih erat saat penghargaan dihubungkan dengan kinerja.

2.1.3 Implikasi Dalam Praktik

(6)

xxvi

Porter dan Lawler juga merekomendasikan agar organisasi secara kritis mengevaluasi ulang kebijakan penghargaan terbaru. Mereka menekankan bahwa manajemen sebaiknya berkontrasi pada usaha-usaha untuk mengukur seberapa dekat tingkat kepuasan berhubungan dengan tingkat kinerja, dan artikel yang berorientasi praktisioner menekankan bahwa persepsi peranan mungkin tidak berhubungan dengan pengembangan kinerja karyawan. Kesimpulan yang dapat diambil disini adalah bahwa kayawan perlu memfokuskan usaha mereka pada perilaku dan aktifitas yang berdampak tinggi, yang menghasilkan kinerja lebih tinggi. Akan tetapi, studi dan analisis komprehensif terus menunjukan dampak kompleks dari proses kognitif sehubungan dengan penghargaan dan hasil akhir lain di dalam organisasi.

2.1.4 Kontribusi pada Motivasi kerja

(7)

xxvii

hubungan antara motivasi dan kinerja, model tersebut menyatakan bahwa rintangan berikut harus diatasi :

1. Keraguan akan kemampuan, keahlian, atau pengetahuan 2. Kemungkinan pekerjaan fisik atau praktis

3. Saling ketergantungan antara pekerjaan dengan orang atau aktivitas lain 4. Ambiguitas mengenai persyaratan pekerjaan.

Selain itu, pada bagian akhir (hubungan antara kinerja dengan kepuasan), pedoman seperti berikut ini disarankan :

1. Menentukan penghargaan apa yang dihargai karyawan 2. Menentukan kinerja yang diinginkan

3. Membuat kinerja yang diinginkan tercapai

(8)

xxviii 2.2 Motivasi 2 Faktor Dari Herzberg

Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge, 1995 : 138). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat.

(9)

xxix

seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu:

a) Pertama, kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan pemeliharaan maintenance factor (faktor pemeliharaan). Faktor pemeliharaan berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah (hygience)

b) Kedua, faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis

seseorang. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik , kepuasan kerja (motivation factor) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan pekerjaan dengan baik

(10)

xxx

apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi.

Adapun yang merupakan faktor hygienis terdiri dari :

1. Kompensasi, 2. Kondisi kerja, 3. Supervisi,

4. Hubungan antara manusia, 5. Kebijaksanaan perusahaan.

Sedangkan faktor motivasi menurut Herzberg (Luthans, 2006) adalah :

1. Pekerjaan itu sendiri (the work it self), 2. Prestasi yang diraih (achievement), 3. Peluang untuk maju (advancement), 4. Pengakuan orang lain (ricognition), 5. Tanggung jawab (responsible).

(11)

xxxi 1. Higienis

a) Kebijakan perusahaan (company policy), derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku diperusahaan. b) Penyeliaan (supervision), derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan oleh

tenaga kerja.

c) Gaji (salary), derajat kewajaran gaji/upah sebagai suatu imbalan atas hasil kerjanya (performance). Gaji yang besar belum menjamin kepuasan kerja seorang karyawan, begitu juga gaji yang kecil belum pasti juga membuat karyawan merasa kecewa. Namun, gaji yang adil dengan porsi pekerjaan mereka akan lebih membuat karyawan merasa dihargai.

d) Hubungan antar pribadi (interpersonal relations), derajat keseuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.

e) Kondisi kerja (working condition), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan pekerjaannya.

(12)

xxxii 2. Motivator

a) Hal yang mendorong para karyawan adalah pekerjaan yang menantang. Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka. Karakteristik ini membuat pekerjaan secara mental lebih menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak pekerjaan menantang dapat menciptakan perasaan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.

b) Hal kedua yang dapat mendorong karyawan adalah dengan kinerja yang ditunjukan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya dengan maksimal untuk berprestasi sehubungan dengan seperangkat standart yang telah ditentukan dan berusaha untuk mendapatkan keberhasilan atas kegiatan yang dilakukannya.

(13)

xxxiii

d) Karyawan akan lebih dapat menunjukan kinerja yang positif apabila mereka mendapatkan pengakuan dari orang lain. Orang lain disini dapat berarti luas, dapat berarti atasan atau rekan kerja mereka. Dengan adanya pengakuan dari orang lain, karyawan akan lebih menunjukan kemampuan yang dimilikinya karena dengan adanya pengakuan dari atasan atau rekan kerjanya mereka lebih merasa diperhatikan akan pekerjaannya dan merasa lebih dihargai. e) Hal terakhir yang dapat medorong karyawan untuk meningkatkan kinerjanya

adalah tanggung jawab dari pekerjaan itu sendiri. Karyawan akan lebih serius dan maksimal apabila diberikan tanggung jawab atas pekerjaannya.

(14)

xxxiv

[image:14.612.106.527.189.496.2]

tersebut. Faktor hygiene untuk menghindari ketidakpuasan kerja karyawan dan motivator sebagai faktor yang memastikan kepuasan kerja karyawan.

Gambar 2.2 : Herzberg’s view of satisfaction and dissatisfaction

2.2.1 Kontribusi Pada Motivasi Kerja

(15)

xxxv

dengan hanya berkonsentrasi pada faktor higienis manajemen tidak benar-benar memotivasi karyawannya.

Mungkin terdapat sangat sedikit karyawan atau rekan kerja yang tidak merasa bahwa mereka pantas mendapatkan kenaikan yang mereka peroleh. Sebaliknya, ada banyak karyawan dan manajer yang tidak puas dan merasa tidak memperoleh kenaikan yang pantas. Pengamatan sederhana menunjukan bahwa faktor higienis tampaknya penting untuk mencegah ketidakpuasan, tetapi tidak menyebabkan kepuasan. Herzberg yang pertama kali menyatakan bahwa faktor higienis benar-benar diperlukan untuk mempertahankan sumber daya manusia orgaisasi. Akan tetapi, seperti menurut Maslow, sekali “perut penuh” dengan faktor higienis-yang merupakan kasus dalam organisasi yang paling modern- karyawan tetap tidak akan termotivasi walaupun disodorkan di depan mereka. Menurut teori Herzberg, hanya pekerjaan menantang yang mempunyai kesempatan untuk prestasi / pencapaian, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan, dan pertumbuhan yang akan memotivasi karyawan.

2.3 Kajian yang Relevan

(16)

xxxvi

Pengambilan sampelnya laki-laki 64 orang dan perempuan 34 dari hasil penelitian menunjukkan hubungan antara faktor Motivator dan Kepuasan Kerja pada ** p = .000, Korelasi signifikan pada tingkat the0.05 (1-tailed).

Marom, Gorodeisky, Haim dan Godder (2006) melakukan penelitian tentang Identifikasi, Kepuasan Kerja dan Faktor Motivator antara Tutor di Universitas Terbuka Israel dengan sampel Tujuh puluh satu (n = 71) (mewakili tingkat tanggapan 42 persen) dari Departemen Pendidikan dan Psikologi menyelesaikan 107-item Likert-jenis kuesioner. Usia rata-rata mereka adalah 36 (dibandingkan dengan usia rata-rata 39 untuk semua tutor universitas). 75,4 persen adalah perempuan (dibandingkan dengan 61,3 persen untuk semua tutor universitas). Analisa regresi dan analisis jalur menunjukkan bahwa identifikasi dan kepuasan kerja dengan baik diprediksi oleh pentingnya pekerjaan dan lampiran organisasi, sedangkan Faktor Motivator dengan kepuasan kerja adalah tidak ada pengaruh R square dari 0,564 dan 0,461.

(17)

xxxvii 2.4 Hipotesis

Gambar

Gambar 2.1 : Model Porter-Lawler
Gambar 2.2 : Herzberg’s view of satisfaction and dissatisfaction

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Perbedaan Responsi dan Perilaku Konsumen Berdasarkan Frekuensi Belanja Terhadap Bauran Pemasaran Pada KPRI Karya Utama Tegaldlimo Banyuwangi; Vinda Icun

Menurut MC Neal, J.U (1973) konsumen diartikan sebagai orang yang menggunakan uangnya untuk membeli barang dan memanfaatkan jasa... Orang yang menggunakan uangnya untuk pembelian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan, struktur ekonomi dan belanja pembangunan secara simultan dan parsial terhadap kemiskinan pada

Mikroorganisme yang terdapat pada bahan dengan pH asam dapat dibasmi pada suhu yang rendah dan waktu singkat dibandingkan dengan mikroorganisme yang sama di dalam lingkungan

Namun demikian berdasarkan hasil analisis peneliti berkesimpulan bahwa hipotesis “Pengendalian persediaan bahan baku yang diterapkan secara memadai akan berperan dalam menunjang

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jumlah dan perbedaan ion kalsium yang terlepas dari permukaan enamel gigi setelah perendaman selama 5 menit dengan larutan teh, kopi,

Media memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia pada saat ini, salah satu peran utama dari media adalah sebagai alat komunikasi yang

Dengan rekayasa teknologi material maka pada penelitian kali ini karbon aktif akan dikombinasi dengan carbon nanotubes (CNT) untuk digunakan sebagai elektroda yang