• Tidak ada hasil yang ditemukan

SELULOSA CROSS AND BEVAN TANGKAI ECENG GONDOK SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SELULOSA CROSS AND BEVAN TANGKAI ECENG GONDOK SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SELULOSA CROSS AND BEVAN TANGKAI ECENG GONDOK SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL

Willy Saputra, Dedy Dwi Prasetyo Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

ABSTRAK

Eceng gondok termasuk tumbuhan air yang sangat berguna jika populasinya dapat dikendalikan. Sebaliknya, eceng gondok juga dapat mengganggu lingkungan dan aktivitas manusia jika populasinya tidak dapat dikendalikan. Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat memerlukan penanganan yang serius. Kandungan selulosa Cross and Bevan eceng gondok sebesar 64,51% dari berat total (Joedodibroto, 1983) memungkinkan eceng gondok dapat dipakai sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku pembuatan papan partikel merupakan salah satu alternatif manfaat yang memberikan nilai tambah eceng gondok bagi masyarakat. Dengan bertambahnya cara pemanfaatan eceng gondok maka populasinya diharapkan dapat dikontrol, sehingga permasalahan yang timbul sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya dapat diatasi. Penlitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi resin dan ukuran partikel terhadap mutu papan berdasarkan standar SII 1983 dan SNI 1996 pada pembuatan papan partikel dari selulosa Cross and Bevan tangkai eceng gondok dan menganalisa prospek ekonominya. Persiapan penelitian dimulai dengan mengeringkan batang batang eceng gondok, memotongnya sepanjang 1 cm kemudian menggilingnya. Setelah itu dilakukan pemisahan partikel yang berukuran lebih dari 20 mesh dankurang dari 20 mesh. Selanjutnya mengoven partikel eceng gondok tersebut pada suhu 105 oC hingga kadar airnya 2-8%. Tahap akhir dari persiapan bahan ini adalah mempersiapkan perekat dengan campuran resin, air, kanji, dan hardener dengan perbandingan 100:80:50:6

Kata kunci:

PENDAHULUAN

(2)

Kalimantan, dan Sumatera. Bahkan Danau Sentani di Irian Jaya sebagian permukaannya telah tertutup eceng gondok (Tjondronegoro dan Pantjawarni, 1999). Hal ini memerlukan penanganan yang serius agar populasi eceng gondok dapat dikendalikan.

Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan kayu

meningkat. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2% pertahun. Produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono, 2001 dalam Setyawati, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya konversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisien dan pengembangan infrastruktur lain yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana dan pengembangan produk-produk inovatif bahan lain pengganti kayu.

Salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan kayu dapat dilakukan dengan teknik laminasi. Dengan teknik laminasi, potongan-potongan kayu atau bahan berligno-selulosa lainnya yang relatif kecil ukurannya dipadukan untuk memperoleh lembaran papan kayu yang lebih luas sebelum digunakan sebagai bahan konstruksi. Produk laminasi yang ada antara lain berupa papan serat, papan partikel, kayu lapis, serta produk-produk perekatan lainnya (Fakhri, 2002).

Kandungan selulosa Cross and Bevan eceng gondok sebesar 64,51% dari berat total (Joedodibroto, 1983) memungkinkan eceng gondok dapat dipakai sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Kandungan ekstraktifnya rendah, yaitu sekitar 6% dari berat total, sehingga tidak mengganggu perekatan. Pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku pembuatan papan partikel merupakan salah satu alternatif manfaat yang memberikan nilai tambah eceng gondok bagi masyarakat. Dengan bertambahnya cara pemanfaatan eceng gondok maka populasinya diharapkan dapat dikontrol, sehingga permasalahan yang timbul sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya dapat diatasi.

Tujuan dari penlitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh komposisi resin dan ukuran partikel terhadap mutu papan berdasarkan standar SII 1983 dan SNI 1996 pada pembuatan papan partikel dari selulosa Cross and Bevan tangkai eceng gondok dan menganalisa prospek ekonominya.

Eceng Gondok

Winarno (1993) menyebutkan bahwa dekomposisi kimiawi eceng gondok dari berat total adalah 36,59 % bahan organik, 21,23% C organik, 0,28% N, 0,0011% P, dan 0,016% K. Joedodibroto (1983) mengemukakan hasil analisis komponen kimia eceng gondok yang tidak digiling ternyata mengandung kadar abu 12% dan setelah digiling menjadi 5,77%. Kandungan zat ekstraktif juga mengalami penurunan setelah digiling.

(3)

No Analisa

Eceng gondok Sebelum digiling

(%)

Setelah digiling (%) 1.

2. 3. 4. 5.

Abu Silikat Lignin Pentosan

Selulosa Cross and Bevan

12,00 5,56 7,69 15,61 64,51

5,77 0,65 8,93 18,14 72,63

Sumber : Joedodibroto, 1983

Papan Partikel

Papan partikel adalah papan komposit yang dibuat dari potongan-potongan kecil kayu, termasuk serbuk gergaji atau bahan berligno-selulosa lain. Potongan- potongan tersebut direkatkan dengan perekat atau resin sintetis, kemudian ditekan sehingga membentuk papan dengan disain dan ukuran tertentu (Salomba dan Purwanto, 1995).

Geometri partikel, jumlah resin, densitas papan, dan proses pembuatan dapat dimodifikasi untuk menghasilkan produk yang sesuai pemakaian dan spesifikasi. Pada proses pembuatan, bahan aditif dapat ditambahkan agar papan partikel mempunyai karakteristik yang lebih stabil, tahan api, tahan kelembaban dan lebih kuat.

[image:3.596.117.506.83.225.2]

Papan partikel biasanya dibuat dari pohon jarum (konifera). Papan partikel juga dapat dibuat dari serat selain kayu, misalnya ampas tebu, bambu, dan rami. Menurut Kolman dan Cote (1975), papan partikel dapat digunakan untuk dinding, lantai, platform rumah, almari atau perabot lainnya yang menggunakan papan lebar.

Gambar 2.3. Papan Partikel

METODE PENELITIAN

Variabel Penelitian

(4)

Komposisi resin : 20 % (a

1), 30 % (a2), 40 % (a3) berat partikel

Ukuran partikel : > 20 mesh (b

1) dan < 20 mesh (b2) Variabel yang ditetapkan terdiri dari

¾ Komposisi bahan perekat : resin, air, kanji, dan hardener dengan perbandingan 100:80:50:6

¾ Tekanan Kempa : 60 kg/cm2

¾ Suhu pengovenan papan : 110 oC

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan adalah alat press hidrolik, cetakan, oven, blender, dan ayakan berukuran 20 mesh. Bahan baku adalah eceng gondok yang diperoleh dari sungai di daerah Gunung Sari, Surabaya. Bahan perekat yang digunakan berupa resin urea formaldehid, diperoleh dari Intan Wijaya Chemical Industries, Tangerang dengan merk dagang UFP 1001. Hardener menggunakan ammonium sulfat, dan bahan pengisi menggunakan tepung kanji.

Prosedur Penelitian

Persiapan Bahan baku

Persiapan penelitian dimulai dengan mengeringkan batang batang eceng gondok, memotongnya sepanjang 1 cm kemudian menggilingnya. Setelah itu dilakukan pemisahan partikel yang berukuran lebih dari 20 mesh dankurang dari 20 mesh. Selanjutnya mengoven partikel eceng gondok tersebut pada suhu 105 oC hingga kadar airnya 2-8%. Tahap akhir dari persiapan bahan ini adalah mempersiapkan perekat dengan campuran resin, air, kanji, dan hardener dengan perbandingan 100:80:50:6

Pembuatan Papan partikel

Pembuatan papan partikel dimulai dengan mencampur partikel eceng gondok dengan perekat, sesuai variabel komposisi resin. Campuran yang telah dimasukan ke dalam cetakan yang telah diolesi mirror glaze, dikempa dengan tekanan 60 kg/cm2 selama 30 menit. Memasukkan campuran ke dalam oven yang bersuhu 110oC selama 30 menit. Mendinginkan dan melepaskan papan partikel dari cetakan.

Pengujian Papan Partikel

Pada pengujian papan, papan diuji kekuatan lentur, Kerapatan, dan uji tahan kelembaban papan partikel berdasarkan standar SII 1983 dan SNI 1996.

HASIL DAN PMBAHASAN

Hasil Penelitian

(5)
[image:5.596.113.515.154.419.2]

kerapatan papan dan pengembangan volume papan dalam air sedangkan papan berukuran 28 x 8 x 2,5 digunakan untuk pengujian kekuatan lentur.

Tabel 3.1. Hasil Pengujian

a1 20% Resin a2 30% Resin a3 40% Resin

b1 ( > 20 mesh )

-kekuatan lentur = 75.6 kg/cm2

-kerapatan = 0,768 g/ml -pengembangan volume 2 jam = 16,90 %

-pengembangan volume 24 jam = 22,69 % -kekuatan lentur = 105,84 kg/cm2

-kerapatan = 0,802 g/ml -pengembangan volume 2 jam = 10,36 %

-pengembangan volume 24 jam = 12,37 % -kekuatan lentur = 158,76 kg/cm2

-kerapatan = 0,873 g/ml -pengembangan volume 2 jam = 3,94 %

-pengembangan volume 24 jam = 7,41 %

Memenuhi standar

Ya tidak

b2 ( <20 mesh )

-kekuatan lentur = 68,04 kg/cm2

-kerapatan = 0,792 g/ml -pengembangan volume 2 jam =26,46 % -pengembangan volume 24 jam = 47,22 %

-kekuatan lentur =83,16 kg/cm2

-kerapatan = 0,813 g/ml -pengembangan volume 2 jam = 11,92 %

-pengembangan volume 24 jam = 29,56 %

-kekuatan lentur =

113,40 kg/cm2

-kerapatan = 0,897 g/ml -pengembangan volume 2 jam = 4,74 %

-pengembangan volume 24 jam = 8,23 %

Memenuhi standar

Ya tidak

Kekuatan Lentur Papan

Rata-rata kekuatan lentur papan partikel berada diantara 158.76 – 68.04 kg/cm2. Berdasarkan standar SII 1983 menyebutkan bahwa persyaratan minimal kekuatan lentur papan adalah 100 kg/cm2. Dari tabel 1. dapat menginformasikan bahwa papan yang memenuhi persyaratan minimum kekuatan lentur adalah papan dengan perlakuan a3b1, a3b2, dan a2b1.

Gambar 1. menginformasikan hasil penelitian bahwa kekuatan lentur papan meningkat dengan meningkatnya komposisi resin. Meningkatnya jumlah resin akan meningkatkan persen luasan kontak antar partikel, sehinga ikatan antar partikel semakin besar. Semakin besar ikatan antar partikel menyebabkan rongga antar partikel semakin kecil, sehingga papan semakin padat dan kompak. Fakhri (2002) mengatakan bahwa semakin padat dan kompak ikatan antar partikel, maka sifat mekaniknya akan semakin baik.

(6)

K

ek

u

a

ta

n

L

e

nt

u

r

(k

g

/c

m

2)

bambu bahwa semakin besar ukuran partikel, semakin bagus modulus of rupture dan modulus of elasticity. Hal inilah yang menyebabkan papan partikel struktural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan lebar (Walker, 1997).

180

140

100

>20 mesh

<20 mesh

60

0 20 40 60

[image:6.596.158.467.143.308.2]

Kom pos is i Re s in (%)

Gambar IV.1. Grafik hubungan komposisi resin dan kelenturan papan

Menurut Joedodibroto (1983), eceng gondok yang telah digiling dan disertai penyaringan dapat menghilangkan sel-sel halus non serat. Sel-sel halus ini adalah sel parenkim yang mempunyai susunan sedemikian hingga kadar abu dan ekstraktifnya tinggi. Penghilangan sel-sel parenkim mempunyai implikasi positif untuk meningkatkan mutu papan partikel. Untuk mendapatkan papan partikel dengan kekuatan yang memadai, maka diperlukan ukuran papan yang tepat, kadar air yang tepat, kadar ekstraktif, dan abu yang kecil (Walker, 1997).

Kerapatan Papan Partikel

Gambar 2. menginformasikan bahwa komposisi resin mempengaruhi kerapatan papan. Kerapatan papan semakin besar sesuai dengan kenaikan komposisi resin. Semakin besar jumlah resin yang digunakan resin semakin kuat mengikat partikel dan mengisi rongga-rongga antar partikel, sehingga partikel semakin rapat. Pada semua perlakuan, kerapatan papan masih sesuai dengan standar yang diizinkan menurut SNI 1996, yaitu antara 0,5 – 0,9 g/cm3.

(7)

ke

ra

p

a

ta

n

(g

/c

m

3)

p

e

n

g

e

m

b

a

n

g

a

n

v

o

lu

m

e

(

%

)

0.92

0.88

0.84

0.8

>20 mesh

<20 mesh

0.76

0.72

0 20 40 60

[image:7.596.168.457.84.273.2]

k om pos is i re s in (%)

Gambar IV.2. Grafik Hubungan Komposisi Resin Terhadap Kerapatan Papan

Persentase Pengembangan Volume dalam Air

Uji pengembangan dalam air bertujuan untuk mengetahui ketahanan papan terhadap air. Pengembangan volume papan ditetapkan setelah contoh uji direndam dalam air dingin / suhu kamar (30 oC) selama 2 jam dan 24 jam. Pada perendaman dalam air selama 2 jam, hanya papan dengan komposisi resin 40% yang memenuhi SII 1983, yaitu maksimal pengembangan volumenya 10%. Sedangkan pada perendaman selama 24 jam, yang memenuhi standar adalah papan dengan perlakuan a3b1, a3b2, dan a2b1.

30.00

25.00

20.00

15.00

10.00

>20 mesh

<20 mesh

5.00

0.00

0 10 20 30 40 50

kom pos is i r e s in (%)

[image:7.596.183.477.465.629.2]
(8)

p

e

n

g

e

m

b

a

n

g

a

n

v

o

lum

e

(

%

) 50

40

30 >20 mesh

20 <20 mesh

10

0

0 10 20 30 40 50

[image:8.596.170.491.86.255.2]

k om pos is i r e s in (%)

Gambar IV.4. Hubungan komposisi resin terhadap % pengembangan volume dalam air selama 24 jam

Hasil pengujian (gambar 3. dan 4.) menunjukkan bahwa semakin besar komposisi resin, maka % pengembangan volume papan semakin kecil atau semakin tahan terhadap kelembaban. Carll (1997) menyimpulkan dari hasil penelitian sebelumnya bahwa pengembangan volume papan dalam air berkurang sesuai dengan bertambahnya jumlah bahan perekat yang digunakan.

Ukuran partikel mempengaruhi terhadap pengembangan volume papan dalam air. Gambar IV.3. dan IV.4. menunjukkan bahwa semakin besar ukuran partikel, maka % pengembangan volume dalam air semakin kecil. Semakin besar ukuran partikel, maka absorbsi air semakin kecil. Semakin kecil absorbsi air maka % pengembangan volume papan dalam air semakin kecil (Carll, 1997).

Aspek Ekonomi

Peluang Produksi

Saat ini cadangan sumber kayu semakin menipis karena luas hutan sebagai sumber kayu semakin berkurang (Massijaya, 2004). Fenomena ini terjadi karena manajemen hutan yang salah dan eksploitasi secara besar-besaran pada masa yang lalu. Pada beberapa tahun mendatang, produksi kayu dari hutan alam akan mengalami penurunan secara signifikan (Massijaya, 2004).

Berkurangnya sumber kayu dapat menyebabkan industri pengolahan kayu semakin menurun di masa yang akan datang. Keadaan ini dapat menyebabkan sisa dari industri pengolahan kayu semakin berkurang. Berkurangnya sisa pengolahan kayu akan menimbulkan dampak negatif pada industri yang memanfaatkan sisa pengolahan kayu, seperti industri papan partikel, MDF, dan lain sebagainya.

(9)

musim (Walker, 1997). Kesulitan dalam penyediaan bahan baku turut mempengaruhi produksi papan partikel.

Kelayakan Bahan Baku

Kandungan selulosa Cross and Bevan tangkai eceng gondok sekitar 64,51% (Joedodibroto, 1983) memungkinkan eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Purwanto dan Salomba (1995) mengatakan bahwa papan partikel merupakan komposit yang terbuat dari bahan berligno-selulosa. Kandungan ekstraktif eceng gondok juga sangat kecil, yaitu sekitar 6%, sehingga tidak mengganggu dalam proses perekatan. Bahkan dengan proses penggilingan, kandungan ekstraktif eceng gondok tersebut mengalami penurunan (Joedodibroto, 1983). Oleh karena itu, pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku pembuatan papan partikel sangat mungkin dilakukan.

Kelangsungan Produksi

Pertumbuhan eceng gondok perlu diperhatikan untuk menjaga kesinambungan penyediaan eceng gondok sebagai bahan baku industri papan partikel. Kelangsungan produksi papan partikel dengan menggunakan bahan baku eceng gondok sangat terjamin jika dilihat dari ketersediaan bahan baku. Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat, yaitu 0,45 - 0,3 kg/(hari . m3) (Roekmijati, 1986). Dalam waktu 6 hari populasi eceng gondok menjadi dua kali lipat (Batcher, 2004). Jika eceng gondok yang ada di Rawa Pening hanya dipertahankan 25% saja atau 20% permukaan perairan tertutup eceng gondok agar populasinya tidak mengganggu ekosistem di sekitarnya, maka perhari eceng gondok di Rawa Pening bisa diprediksikan mampu menghasilkan papan sebesar 5.750 lembar papan berukuran 1200x2440x12 mm perhari atau setara dengan 2.181.945 m3 perhari. Jumlah ini juga masih lebih besar jika dibandingkan dengan produksi total papan partikel Indonesia yang hanya 470.000 m3/tahun. Terlebih lagi, Indonesia masih mempunyai banyak perairan-perairan luas yang ditumbuhi eceng gondok seperti Danau Tondano (Sulwesi Utara), Danau Tempe (Sulawesi Selatan), Waduk Saguling (Jawa Barat), Rawa Jombor (Jawa Tengah), Danau Kerinci (Jambi), Waduk Batutulegi (Jambi), dan lain sebagainya.

Potensi Ekonomi

Perhitungan analisis ekonomi pada Lampiran 3 dilakukan dengan menghitung rate of return invesment (laju pengembalian modal), minimum pay out period (waktu minimal pengembalian modal), dan break even point (BEP). Perhitungan analisis ekonomi ini menggunakan data dari pabrik papan partikel di Padalarang, Bandung dengan kapasitas produksi

90.000 m3.

(10)

Minimum pay out period (waktu minimal pengembalian modal) hasil perhitungan adalah sebesar 1,33 tahun. Jangka waktu ini menguntungkan karena modal sudah dapat kembali minimal 1,33 tahun.

Perhitungan BEP dilakukan untuk mengevaluasi jumlah produksi. BEP hasil perhitungan adalah sebesar 10,63%. BEP atau titik impas menunjukkan bahwa pada kondisi ini produksi tidak mengalami kerugian dan memperoleh keuntungan. BEP diperoleh dengan mengalikan asumsi produksi awal (90.000 m3 pertahun) dengan BEP hasil perhitungan. Sehingga produksi papan partikel minimal harus diprodukasi sebanyak 9.576 m3/tahun.

Dari perhitungan secara ekonomis, pembuatan papan partikel dari eceng gondok masih menguntungkan. Apalagi bila diproduksi dalam jumlah besar, mengingat permintaan dunia akan produk papan partikel mengalami kenaikan tiap tahun. Hal ini karena papan partikel banyak digunakan untuk keperluan industri mebel, ubin lantai, pegangan tangga, pengemasan barang, dan kayu struktural.

Dengan adanya produksi papan partikel eceng gondok akan mempunyai keuntungan, yaitu menambah pendapatan daerah, menambah lapangan pekerjaan, dan menaikkan nilai ekonomi eceng gondok. Pemanfaatan eceng gondok secara besar-besaran dan kontinu dapat mengendalikan perkembangan eceng gondok. Eceng gondok harus dimanfaatkan secara kontinu agar pengendaliannya bisa dilakukan secara kontinu pula. Oleh karena itu, selain memikirkan cara pemberantasan eceng gondok, juga diperlukan penjajakan kemungkinan memanfaatkan eceng gondok untuk keperluan industri secara luas sebagai komoditas yang bernilai ekonomis, misalnya dengan memanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel.

(11)

Gambar

Gambar 2.3. Papan Partikel
Tabel 3.1. Hasil Pengujian
Gambar IV.1. Grafik hubungan komposisi resin dan kelenturan papan
Gambar IV.2. Grafik Hubungan Komposisi Resin Terhadap Kerapatan Papan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Sabtu tanggal Enam bulan Oktober tahun Dua Ribu Dua Belas (06/10/2012), Panitia Pengadaan Meubelair dan Alat Pengolah Data Perwakilan BPKP Provinsi

II Angkatan XXXIV Kelas E, maka setelah diadakan evaluasi dengan seksama oleh Pokja Pengadaan Barang Satker 450423 PKP2A I LAN dan setelah rapat akhir evaluasi

Panitia Pengadaan Langsung

bertempat di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Barat, kami Panitia Pengadaan Meubelair dan Alat Pengolah Data Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012, telah

[r]

Evaluasi Administrasi, dilakukan terhadap hal-hal yang tidak dinilai pada saat penilaian kualifikasi, yaitu kelengkapan dan keabsahan syarat administrasi yang

kontemporer berbasis rupa Wayang Purwa sebagai bentuk wayang tradisi yang vital, dengan perwujudan visual yang disesuaikan dengan sisi kemodernan yang terletak pada

Since Edmonton was eliminated from the data analysis, the correlation between socio-economic parameters and the percentages of the built-up areas within the industrial