• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENANGANAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT) PROVINSI JAWA TIMUR PERSPEKTIF MAQASHID AL SYARIAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA PENANGANAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT) PROVINSI JAWA TIMUR PERSPEKTIF MAQASHID AL SYARIAH."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI JAWA TIMUR PERSPEKTIF MAQASHID AL SYARIAH

SKRIPSI

Oleh

Ana Abdillah

NIM. C31212103

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Keluarga ( Ahwal Asy-Syakhsiyah)

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian tentang "Upaya Penanganan Korban KDRT di

Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur Perspektif Maqashid Al Syariah".

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana upaya PPT Provinsi Jawa Timur dalam menangani korban KDRT serta bagaimana upaya penanganan yang dilakukan PPT tersebut ditinjau dari perspektif maqashid al syariah.

Dengan menggunakan metode deskriptif analitis data-data yang ada mengenai upaya PPT Provinsi Jawa Timur dalam menangani korban KDRT diuraikan dan dianalisis dengan pola deduktif.

Kesimpulan yang di dapatkan dari penelitian ini yakni bahwa upaya PPT dalam menangani istri korban KDRT diantaranya memberikan pelayanan baik secara medis (medikolegal), psikososial dan hukum. Peran yang dilakukan PPT untuk melindungi istri korban KDRT telah sejalan dengan tujuan hukum Islam (Maqasid Al Syariah) dan telah mencerminkan prinsip-prinsip penghormatan terhadap kaum perempuan, dari segi memelihara agama (hifdz al-din) secara spiritual korban mampu mengekspresikan rasa syukur dan mampu menjalin relasi dengan pencipta, pemeliharaan jiwa (Hifdz al-nafs) yakni memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan penghidupannya dalam hal ini seorang istri mendapatkan hak atas perlindungan diri dan hak mendapatkan penghormatan serta perlakuan yang patut dari seorang suami, Pemeliharaan akal (hifdz al-‘aql) yang diukur secara mental berdasarkan dimensi kesehatan yakni kemampuan istri berpikir logis dan mampu mengekspresikan emosinya, Pemeliharaan keturunan (hidz al –nasl) dalam hal ini PPT berusaha melakukan advokasi kepada korban kekerasan terlebih kekerasan KDRT berupa kekerasan seksual, pemeliharaan harta (Hidz al-mal wa al-‘irdh) termasuk hak mendapatkan nafkah lahir batin dari suami.

(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR TRANSLITRASI ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional ... 13

H. Metode Penelitian ... 14

(7)

BAB II : TINJAUAN TEORITIS KDRT PERSPEKTIF MAQASHID AL SYARIAH

A. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 21

B. KDRT dalam Perspektif Maqashid Syariah ... 25

C. KDRT Menurut Hukum Positif ... 40

1. Peran Pemerintah ... 40

2. Peran Anggota Masyarakat ... 51

BAB III: UPAYA PUSAT PELAYANAN TERPADU PROVINSI JAWA TIMUR DALAM MENANGANI ISTRI KORBAN KDRT A. Gambaran Umum PPT Provinsi Jawa Timur ... 54

1. Profil PPT Provinsi Jatim ... 54

2. Fungsi dan peran PPT Provinsi Jatim ... 58

3. Susunan keanggotaan Pengelola PPT Provinsi Jatim ... 59

B. Upaya Penanganan Terhadap Istri Korban KDRT di PPT Jatim ... 1. Macam-macam Layanan ... 63

2. Proses Penjangkauan Korban ... 70

C. Faktor Penghambat dan Pendukung Penanganan terhadap istri korban KDRT di PPT Provinsi Jatim ... 72

1.Faktor Penghambat dan Pendukung ... 72

2.Contoh Kasus KDRT yang ditangani PPT Provinsi Jatim ... 74

BAB IV : UPAYA PENANGANAN KORBAN KDRT DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT) PROVINSI JATIM DALAM PERSPEKTIF MAQASHID AL SYARIAH A.Faktor Penyebab KDRT ... 79

1. Faktor Peyebab KDRT ... 79

2. Dampak yang ditimbulkan dari tindak KDRT ... 83

(8)

C.Tinjauan Maqashid Al Syariah terhadap Upaya Penanganan Korban KDRT Di

PPT Provinsi Jawa Timur ... 90

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada prinsipnya tujuan perkawinan adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat

kemanusiaan, serta sebagai jalan dihalalkannya hubungan antara laki-laki dan perempuan

dalam rangka mewujudkan keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang

serta tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa antara suami dan istri.1 Rumah tangga

yang harmonis merupakan idaman setiap orang, namun dalam perjalanan mengarungi

kehidupan keluarga tidaklah selalu berjalan mulus, meskipun perkawinan memiliki tujuan

yang mulia, namun perkawinan dapat saja goyah sehingga menimbulkan perselisihan,

bahkan dapat berujung pada terputusnya perkawinan (perceraian).

Dalam menjaga keutuhan mahligai pernikahan dibutuhkan kesabaran dan sikap

mau menekan ego demi menyatukan dua pandangan yang berbeda. Problem keluarga

yang ada dalam masyarakat sering kali didasari kurang terjaganya komunikasi yang baik

dan tidak adanya kehangatan emosional dalam keluarga serta terlalu dominannya peran

salah satu pasangan dalam menentukan keputusan dalam keluarga. Hal ini menyebabkan

disharmoni yang tidak jarang memicu adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(KDRT).2

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), merupakan isu yang paling sulit untuk

dipahami sekaligus paling bermuatan emosi, sehingga upaya pemerintah dalam

menghapus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menghadapi hambatan yang tidak

mudah, salah satunya yakni budaya malu dalam struktur masyarakat, banyak korban yang

tidak mau melapor karena faktor intern rumah tangganya tidak ingin diketahui orang

1

Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Bumi Aksara,1999), 26.

2

(10)

lain. Kebanyakan alasan para korban tidak melapor adalah tidak adanya tempat

perlindungan yang dapat melindunginya dari ancaman suami, karena menurut mereka

masalah rumah tangga (termasuk kekerasan) adalah masalah privat yang tidak boleh

diketahui atau bahkan ada campur tangan orang lain. Meskipun ada pandangan seperti itu

bukan menjadi alasan untuk tidak memberikan perlindungan hukum yang memadai

terhadap istri yang menjadi korban kekerasan.3

Berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan upaya pemerintah dalam melindungi

masyarakat dari adanya tindakan kekerasan fisik, psikis, seksual atau penelantaran dalam

rumah tangga terhadap orang-orang dalam rumah seperti: suami, istri, anak, maupun

orang-orang yang memiliki hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan,

persusuan, pengasuhan perwalian, menetap dalam rumah tangga serta orang yang bekerja

membantu dan menetap dalam rumah tangga tersebut.4

Wujud perlindungan pemerintah dengan terbitnya undang-undang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) sesungguhnya telah memberikan norma baru

sekaligus harapan bagi perlindungan kekerasan dalam rumah tangga khususnya terhadap

istri yang rentan menjadi korban, undang-undang tersebut tidak hanya mengatur sanksi

bagi pelaku, namun juga memuat secara komprehensif, mulai dari pencegahan melalui

peran pemerintah dan masyarakat serta penyediaan layanan untuk melindungi hak-hak

istri korban kekerasan hingga pemulihannya sehingga dipandang perlu untuk melakukan

refleksi dan menilai sejauhmana efektivitas pemberlakuan undang-undang tersebut

melalui kerjasama yang melibatkan banyak unsur masyarakat, serta perlunya menjalin

3

Luki, Wawancara, Surabaya, 19 Oktober 2015.

4

Undang-Undang No.23 Tahun 2004, Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

(11)

sinergisitas antar lembaga yang memiliki kepedulian terhadap upaya penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam visi operasional tugas.5

Pusat Pelayanan terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur sebagai Lembaga Layanan

Sosial yang bermitra dengan pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan

terhadap perempuan dan anak korban kekerasan diharapkan mampu secara efektif

memberikan pelayanan terhadap korban kekerasan khususnya tindak Kekerasan Dalam

Rumah Tangga (KDRT) di mana seorang istri rentan menjadi korban. Upaya PPT

Provinsi Jawa Timur dalam menangani korban yakni dengan memberikan pendampingan

korban, konseling, penyediaan ruang rawat aman sementara (shelter), serta menjadi

mediator penyelesaian sengketa.

Berdasarkan data laporan terkait kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Provinsi Jawa

Timur menunjukkan bahwa jumlah kasus yang masuk sepanjang tahun 2012 selalu

mengalami peningkatan yakni tahun 2012 ada sebanyak 147 kasus KDRT, tahun 2013

ada 173 kasus serta di 2014 meningkat lagi sebanyak 197 kasus, baik yang menimpa

orang dewasa maupun anak-anak. Kekerasan identik dengan penganiayaan fisik seperti

pemukulan, pemaksaan hubungan seksual serta termasuk di dalamnya adalah kekerasan

batin serta mental (psikis). Dalam kasus KDRT istri merupakan seseorang yang paling

rentan menjadi korban.6

Demi mewujudkan keterpaduan layanan dalam memberikan perlindungan

terhadap istri korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) langkah yang dilakukan

oleh Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) adalah mengupayakan penguatan dengan

memberikan layanan terpadu melalui menyederhanakan prosedur layanan serta

5

Ibid.

6

(12)

memberikan perlindungan dan rasa aman dengan pendekatan berwawasan gender bagi

korban kekerasan, serta memperhatikan hak-hak sosial melalui penyediaan beberapa

layanan yakni, layanan medis guna pemulihan trauma fisik maupun psikis yang dialami

korban kekerasan, layanan Psikososial (konseling psikoterapi) terhadap korban yang

memerlukan konselor ataupun mediator dalam penanganan kasusnya, pendampingan

hukum terhadap korban yang memerlukan konselor hukum pada kasus kekerasan yang

dialami, penyediaan ruang rawat aman sementara (shelter) serta pelatihan kemandirian.7

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan permasalahan keluarga

yang bermuatan emosi dan cukup sulit untuk ditangani sehingga dibutuhkan sikap yang

tepat dan adil dalam mendudukan segala problem rumah tangga, akibat yang

ditimbulkan dari tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) cukup kompleks

selain bisa mengakibatkan retaknya hubungan pasangan suami istri juga membawa akibat

buruk terhadap tumbuh kembang anak, karena hidup dalam kondisi lingkungan keluarga

yang tidak harmonis, selain itu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juga dapat

menjadi sumber masalah sosial di dalam masyarakat. Tindak kekerasan pada istri selain

melanggar norma hukum juga melanggar norma-norma lain yang terdapat dalam

masyarakat, yaitu norma agama, norma kesusilaan dan kesopanan.8

Kekerasan dalam bentuk apapun, dilakukan siapa pun dan kepada apapun

jelas-jelas bertentangan dengan prinsip hukum Islam diantaranya menghendaki agar segala

produk akal manusia dalam prilaku sosial harus bertitik tolak dari nilai-nilai

kemanusiaan, memuliakan manusia dan memberi manfaat serta menghilangkan

kemudharatan bagi sesama, sehingga dalam suatu rumah tangga mengharuskan adanya

7

Ibid.

8

Moerti Hardiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga-Perspektif Yuridis-Viktimologis (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 22.

(13)

pergaulan secara pantas, patut, wajar serta baik sebagaimana yang di praktekkan orang

pada lazimnya. Al-Quran secara gamblang memerintahkan orang beriman mempergauli

istri secara ma’ruf sebagaimana dinyatakan "Wa‘ashiru>hunna bil ma’ru>f"(...dan

pergaulilah istrimu dengan cara yang ma’ru>f ), An- Nisa’ : 19. Sehingga istri sebagai

penyeimbang hidup suami seharusnya mendapatkan perlakuan yang patut tanpa adanya

diskriminasi, di samping itu aspek-aspek yang harus dilakukan secara ma’ru>f dalam

kehidupan keluarga setidaknya mencakup ucapan yang lemah lembut, tidak kasar dan

menyakiti sedangkan dalam aspek perbuatan yakni dengan tidak memukul serta

menganiaya. Sehingga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan suami

terhadap istrinya baik kekerasan fisik, psikis, seksual, maupun ekonomi (penelantaran)

dipandang sebagai tindakan munkar yang tidak di landasi oleh adanya prinsip dan

semangat kebaikan, keadilan serta kepatutan. 9

Dalam prosedur penanganan terhadap istri korban Kekerasan Dalam Rumah

Tangga (KDRT) perlindungan yang diberikan harus dilakukan secara komprehensif

dengan memperhatikan hak-hak yang seharusnya didapatkan istri dalam kehidupan rumah

tangganya, termasuk hak mendapatkan nafkah lahir batin dari suami, hak mendapat

perlindungan diri dan hak mendapatkan penghormatan serta perlakuan yang patut dari

seorang suami, dengan tetap menempatkan keadilan dalam posisi tertinggi sebagai upaya

terciptanya pergaulan yang baik (mu’asharah bil ma’ruf) dalam lingkungan keluarga serta

demi terwujudnya keseimbangan hak dan kewajiban antar suami dan istri tanpa ada rasa

intervensi satu sama lain.

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

9

Rahmani Astuti, Jiwaku adalah Wanita Aspek Feminin dalam Spriritualitas Islam, (Bandung : Mizan, 1989), 59.

(14)

Berawal dari pemaparan latar belakang masalah, maka identifikasi masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Peran Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur dalam menangani korban

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

b. Upaya perlindungan terhadap korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

berdasarkan hukum positif di Indonesia.

c. Upaya penanganan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) berdasarkan

perspektif maqashid al syariah.

d. Tinjauan maqashid al syariah terhadap upaya penanganan korban Kekerasan Dalam

RumahTangga (KDRT) di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur.

e. Faktor Penghambat dan Pendukung terhadap upaya perlindungan korban Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa

Timur.

Berdasarkan pemaparan Identifikasi Masalah, pembahasan lebih terfokus pada latar

belakang masalah dengan batasan sebagai berikut :

a. Upaya penanganan terhadap korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

b. Tinjauan Maqashid Al Syariah dalam upaya penanganan korban Kekerasan Dalam

RumahTangga (KDRT) di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur.

C.Rumusan Masalah

Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang perempuan terkadang mendapat

dikriminasi salah satunya tindakan kekerasan berbasis gender seperti halnya Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (KDRT), maka kemudian sudah menjadi kewajiban bersama baik

pemerintah maupun masyarakat untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi

manusia. Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah yang telah diuraikan, yang

(15)

1. Bagaimana Upaya Penanganan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di

Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur?

2. Bagaimana Tinjauan Maqashid Al Syariah dalam Upaya Penanganan Korban

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi

Jawa Timur ?

D.Kajian Pustaka

Penulisan karya ilmiah yang berjudul, “Upaya Penanganan Korban Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur

Perspektif Maqashid Al Syariah’’ adalah hasil karya penulis sendiri dan sepanjang

pengetahuan peneliti bukan merupakan duplikasi maupun plagiasi hasil karya peneliti

lain. Letak kekhususannya yaitu mengetahui upaya penanganan terhadap istri korban

KDRT di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur berdasarkan perspektif

Maqashid Al Syariah. Melalui teknik wawancara, dokumentasi serta studi literer,

penelitian yang dilakukan mengkaji tentang upaya PPT Provinsi Jawa Timur dalam

menangani korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) baik melalui upaya layanan

medis, Psikososial (konseling psikoterapi), pendampingan hukum terhadap korban yang

memerlukan konselor hukum pada kasus kekerasan yang dialami serta layanan lainnya

yang ada di Pusat Pelayanan Terpadu Provinsi Jawa Timur. Inti dari penelitian ini yaitu

mengetahui kesesuaian penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang ada di

PPT Provinsi Jawa Timur berdasarkan tujuan hukum Islam (maqashid al syariah) dan

prinsip-prinsip hukum Islam yakni perlindungan dan perlakuan yang patut serta

pemenuhan hak-hak yang seharusnya didapatkan seorang istri.

(16)

Nama peneliti yaitu Bidari Christy Tarakanita dari Fakultas Hukum Universitas

Brawijaya, Malang, Tahun 2013 dengan Judul “Perlindungan Hukum oleh Badan

Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Kepada Korban Kekerasan dalam Rumah

Tangga’’ (Studi di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Kota Yogyakarta).

Letak kekhususan penelitian ini adalah menguraikan bentuk perlindungan hukum serta

konsep Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Kota Yogyakarta dalam

memperbaiki penanganan kasus korban KDRT. Dalam penelitian ini peneliti

menguraikan bentuk-bentuk perlindungan dalam menangani kasus korban KDRT selain

itu menjelaskan konsep perlindungan hukum yang dilakukan BPPM untuk, memperbaiki

penanganan kasus korban KDRT, serta menguraikan kekurangan dan kelebihan upaya

perlindungan hukum yang diberikan BPPM.10

Nama peneliti yaitu Fitrotin dari Fakultas Dakwah, Institut Agama Islam Negeri

Sunan Ampel, Surabaya, 2010, dengan Judul "Bimbingan Konseling Islam dengan

Pendekatan Ekletik dalam menangani trauma seorang istri Korban Kekerasan Dalam

Rumah Tangga (KDRT) di PPT Provinsi Jawa Timur". Letak kekhususan penelitian ini

adalah untuk mengetahui bentuk trauma seorang istri sebagai korban Kekerasan Dalam

Rumah Tangga di PPT Provinsi Jawa Timur, serta menjelaskan bagaimana proses

konseling Islam dengan pendekatan ekletik untuk menangani trauma seorang istri

sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga, pendekatan ekletik yang dimaksud

dalam penelitian ini merupakan pendekatan antara konselor dan klien sama-sama

berperan dalam konseling.11

10

Bidari Christy Tarakanita, ”Perlindungan Hukum oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Kepada Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga’’(Studi di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Kota Yogyakarta”), (Skripsi—Universitas Brawijaya Malang, 2013).

11

Fitrotin,’’Bimbingan Konseling Islam dengan Pendekatan Ekletik dalam Menangani Trauma Seorang Istri Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di PPT Provinsi Jawa Timur’’ (Skripsi --- Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2010).

(17)

Nama peneliti yakni Juppa Marolob Haloho dari Fakultas Hukum, Universitas

Sumatara Utara, 2008. Dengan judul "Peranan Lembaga Sosial dalam Memberikan

Perlindungan Hukum terhadap Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi di LBH

APIK Medan)". Letak ke khususan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan

lembaga sosial dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban KDRT, selain

itu untuk mengetahui peranan lembaga sosial dalam memberikan perlindungan terhadap

korban KDRT serta mendekripsikan bagaimana upaya lembaga sosial dalam mengatasi

kendala yang dihadapi dalam memberikan perlindungan terhadap korban KDRT.12

Dari hasil karya ilmiah yang telah dipaparkan, hanya berfokus pada kekerasan dalam

rumah tangga serta perlindungan hukumnya, sedangkan penelitian yang penulis kaji

berbeda dengan penelitian sebelumnya, walaupun topiknya sama yakni mengkaji

tentang kekerasan dalam rumah tangga, akan tetapi penelitian ini menekankan pada

suatu masalah yaitu upaya penanganan terhadap korban Kekerasan Dalam Rumah

Tangga (KDRT) di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur dalam

perspektif hukum Islam. Oleh karena itu secara spesifik belum ada yang mengangkat

permasalahan tersebut menjadi sebuah judul skripsi, yang pembahasannya lebih

menekankan pada aktualisasi hukum Islam yang humanis terhadap upaya penanganan

istri korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui upaya penanganan terhadap korban Kekerasan dalam Rumah

Tangga (KDRT) di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur.

12

(18)

2. Untuk memberikan analisis hukum Islam terhadap upaya penanganan terhadap korban

Kekerasan Dalam RumahTangga (KDRT).

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Kegunaan Teoritis

Sebagai penambah wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis dan pembaca

khususnya istri sebagai korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), serta

diharapkan mampu memberikan perspektif baru dalam penanganan korban

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) berdasarkan prinsip hukum Islam.

2. Kegunaan Praktis

a. Sebagai masukan serta sumbangsih baru bagi pemerintah pusat dan daerah,

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta badan institusi lainnya yang berkaitan

secara langsung ataupun tidak dengan pengembangan studi tentang hukum keluarga

di Indonesia serta sebagai bahan pertimbangan bagi aparat penegak hukum dan

elemen masyarakat dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan korban

KDRT dengan meningkatkan pelayanan terbaik dan penanganan yang tepat sesuai

prosedur hukum dan prinsip-prinsip hukum Islam

c. Bagi lembaga yang berorientasi dalam memberikan perlindungan hukum kepada

korban kekerasan dalam rumah tangga untuk lebih menyadari betapa strategis dan

pentingnya peranan yang mereka miliki dalam mengurangi angka kekerasan dalam

rumah tangga sehingga terus memaksimalkan kinerja mereka.

(19)

1. Upaya Penanganan yang dimaksud dalam judul penelitian adalah upaya dalam

memberikan layanan terhadap korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

berupa layanan medis guna pemulihan trauma fisik maupun psikis perempuan

korban kekerasan, layanan psikososial (konseling psikoterapi) terhadap korban yang

memerlukan konselor ataupun mediator dalam penanganan kasusnya, pendampingan

hukum terhadap korban yang memerlukan konselor hukum pada kasus kekerasan

yang di alaminya, penyediaan ruang rawat aman sementara (shelter) serta pelatihan

kemandirian.

2. Korban yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perempuan yang berstatus istri

yang mengalami kesengsaraan dan/atau penderitaan baik langsung maupun tidak

langsung sebagai akibat kekerasan.

3. KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang

berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,

dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,

pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup

rumah tangga.13

4. Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Provinsi Jawa

Timur merupakan lembaga fungsional yang dibentuk oleh pemerintah Provinsi Jawa

Timur dengan Polda Jawa Timur bersama-sama unsur masyarakat (LSM) untuk

memberikan layanan bersifat terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan

yang meliputi layanan medis, medikolegal, psikososial dan hukum bagi perempuan

dan anak korban kekerasan yang berbasis rumah sakit.

5. Maqashid Al Syariah yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan tujuan hukum

Islam yang terdiri atas al maqashid khamsah yakni Memelihara agama (hifdz

al-13

Undang-Undang No.23 Tahun 2004, Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam RumahTangga

(20)

din), pemeliharaan jiwa (hifdz al-nafs), pemeliharaan akal (hifdz al-‘aql),

pemeliharaan keturunan (hidz al-nasl), pemeliharaan harta (hifdz al-mal-wa al-‘irdh).

H. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah

yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

tertentu yang diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicari cara

penyelesaiannya.14

1. Data yang dikumpulkan

Sesuai permasalahan di atas, maka beberapa data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini terdiri dari:

a. Data tentang korban kekerasan dalam rumah tangga berasal dari dokumen yang

ada di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur.

b. Data tentang prosedur penanganan istri korban kekerasan dalam rumah tangga

di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur di peroleh dari

wawancara dengan pengelola PPT.

2. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian

dengan mengenakan alat pengukuran atau pengambilan data langsung pada

subyek sebagai sumber informasi yang dicari.15 Dalam penelitian ini sumber data

primer adalah:

14

Wardi Bahtiar, Metodologi Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 2001), 1.

15

(21)

1) Pengelola PPT Provinsi Jawa Timur (Bu Yanti, Bu Luky)

2) Korban bernama Bunga (Nama Samaran)

b. Sumber Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari sumber yang telah ada atau data tersebut

sudah tersedia yang berfungsi untuk melengkapi data primer.16 Berasal dari

buku-buku, perundang-undangan, dokumen-dokumen, jurnal ilmiah, media cetak

maupun online yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini yakni :

a. Buku-buku terbitan Komnas perempuan yang berjudul Menyediakan layanan

berbasis komunitas tahun 2006 oleh kamala candrakirana dkk, Menguak

misteri di balik kesakitan perempuan tahun 2007 oleh Hendrawan Harimat

dan Ririn Hapsari, Kemajuan dan kemunduran perjuangan melawan kekerasan

dan diskriminasi berbasis gender tahun 2008.

b. Buku terbitan Asian Foundation tahun 1999 oleh farha sisiek yang berjudul

Ikhtiar mengatasi kekerasan dalam rumah tangga

c. Buku terbitan pustaka pelajar tahun 1996 oleh Mansour Fakih yang berjudul

Analisis gender dan transformasi sosial.

d. Buku terbitan paramadina tahun 1999 oleh Prof Nasarudin Umar yang

berjudul Argumen kesetaraan gender perspektif al-quran.

e. Buku terbitan UIN-Maliki Press tahun 2013 oleh Mufidah yang berjudul

psikologi keluarga Islam berwawasan gender.

f. Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT

g. Karya ilmiah skripsi karya Bidari Christy, Joppa Marolob dan Fritotin.

3. Teknik Pengumpulan Data

16

(22)

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standart untuk

memperoleh data yang diperlukan, dimana teknik ini mempermudah dalam

memperoleh data, sehubungan dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan17

maka teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah18:

a. Wawancara

Wawancara dilakukan penulis terhadap pengelola PPT Provinsi Jawa

Timur mengenai peran lembaga tersebut dalam memberikan layanan terhadap

korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) berupa layanan medis guna

pemulihan trauma fisik maupun psikis perempuan korban kekerasan, layanan

Psikososial (konseling psikoterapi) terhadap korban yang memerlukan konselor

ataupun mediator dalam penanganan kasusnya, pendampingan hukum terhadap

korban yang memerlukan konselor hukum pada kasus kekerasan yang di

alamnya, penyediaan rumah rawat inap sementara (shelter) serta hal-hal lain

yang penting dan berkaitan dengan judul tulisan penulis.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung

ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen. Dalam penelitian ini

yakni dokumen - dokumen yang ada di kantor Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)

Provinsi Jatim yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti

sebagai pelengkap penelitian.

4. Teknik Pengolaan Data

17

Moh Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 1985), 211.

18

M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 121.

(23)

Setelah semua data yang diperlukan terkumpulkan, maka penulis

menggunakan teknik berikut untuk mengelola data19:

a. Editing : Memeriksa kembali data-data yang diperoleh di lapangan terutama

dari segi kelengkapan bacaan, kejelasan makna, keselarasan satu dengan yang

lainnya, relevansi atau keseragaman kesatuan atau kelompok.20 Dalam

penelitian ini data yang telah diperoleh dari lapangan akan di pilih sesuai

dengan keselarasan maksud penelitian.

b. Organizing : Menyusun dan mensistematisasi data yang diperoleh dalam rangka

untuk memaparkan apa yang telah direncanakan. Data yang telah dikumpulkan

akan disusun secara sistematis akan tersusun kerangka pembahasan sesuai yang

direncanakan.

5. Teknik Analisis Data

Teknik yang dipakai dalam analisis adalah dengan menggunakan metode

deskriptif analitis, yaitu teknik yang diawali dengan menjelaskan dan

menggambarkan data hasil penelitian yang diperoleh penulis dari wawancara dengan

perbandingan data atau bahan pustaka yang berkaitan dengan penanganan terhadap

korban kekerasan dalam rumah tangga serta memberikan analisis terhadap upaya

penanganan terhadap istri sebagai korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

dengan pola deduktif, yaitu pola berfikir yang didasarkan pada penarikan

kesimpulan dari data penelitian yang telah diambil dari pengertian umum yang

bersumber dari undang-undang yang berkaitan dengan penanganan terhadap korban

kekerasan dalam rumah tangga beserta akibat hukum yang ditimbulkannya,

19

M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 121.

20

Ibid

(24)

selanjutnya dikemukakan kenyataan yang bersifat khusus mengenai masalah yang

diangkat.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pembahasannya

mengenai penelitian yang berjudul “Upaya Penanganan Korban Kekerasan Dalam

Rumah Tangga (KDRT) di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur

dalam Perspektif MaqasidS Al Syariah.” terdiri dari lima Bab, yaitu:

Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode

penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua berisi landasan teoritis yang membahas tentang korban KDRT

dalam perspektif maqashid syariah dan menjelaskan tentang pengertian Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (KDRT) serta menelaahnya melalui tinjauan hukum positif

dan maqashid al syariah.

Bab ketiga berisi uraian hasil penelitian dalam sebuah pembahasan tentang

profil lembaga Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur, peran

pemerintah dan masyarakat dalam menangani korban KDRT, upaya penanganan

terhadap perempuan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT ) di Lembaga

Pusat Pelayanan Terpadu Provinsi Jawa Timur untuk mengetahui bentuk dan

prosedur pelayanan yang ada serta faktor pendukung dan penghambat dalam

memberikan layanan tersebut .

Bab keempat berisi tinjauan teoritis tentang faktor penyebab dan dampak

(25)

korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)

Provinsi Jawa Timur disertai dengan kritik terhadap upaya penanganan korban

KDRT Di PPT Provinsi Jawa Timur.

Bab kelima menyajikan kesimpulan dan saran penulis, kesimpulan berisi

uraian penanganan korban KDRT di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) berdasarkan

perspektif maqashid al syariah dan saran berisi rekomendasi berdasarkan temuan

(26)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PERSPEKTIF MAQASHID AL SYARIAH

A. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang atau sejumlah orang yang

berposisi kuat (merasa kuat) kepada seorang atau sejumlah orang yang berposisi lemah

(dipandang lemah atau dilemahkan) dan sengaja dilakukan untuk menimbulkan penderitaan

kepada obyek kekerasan baik secara fisik maupun non-fisik.1

Belum ada definisi tunggal dan batasan yang jelas dari para ahli atau pemerhati

masalah-masalah perempuan mengenai kekerasan terhadap perempuan, Walaupun demikian kiranya

perlu dikemukakan beberapa pendapat mengenai hal tersebut. Pada tahun 1993, Sidang

Umum PBB mengadopsi deklarasi yang menentang kekerasan terhadap wanita yang

dirumuskan pada tahun 1992 oleh Komisi Status Wanita PBB. Pada Pasal 1 Deklarasi

dinyatakan bahwa kekerasan terhadap wanita mencakup setiap perbuatan kekerasan atas

dasar perbedaan kelamin, yang mengakibatkan atau dapat mengakibatkan kerugian atau

penderitaan terhadap wanita baik fisik, seksual atau psikis, termasuk ancaman perbuatan

tersebut, paksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang

terjadi dalam kehidupan yang bersifat publik maupun privat.2 Berdasarkan deklarasi

penghapusan kekerasan terhadap perempuan Negara berkewajiban melindungi warganya dari

serangan kekerasan, baik dilingkup publik maupun rumah tangga, sehingga diperlukan

jaminan hukum maupun sarana rehabilitasi guna mengatasi persoalan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga (KDRT).3

1

Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang : UIN-Maliki Press, 2013), 241. 2

Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, (Semarang: Universitas Diponegoro, 1997), 34.

3

Rifka Annisa Women’s Crisis Center, Kekerasan Terhadap Perempuan Berbasis Gender (KTPBG) (Yogyakarta: Paket Informasi, ,t.t), 2.

(27)

Kristi Poerwandari menyatakan kekerasan terhadap perempuan sangat luas cakupannya,

dapat berlangsung dalam lingkup personal (misal: kekerasan dalam rumah tangga,

perkosaan oleh orang tak dikenal, gang rape). Kekerasan terhadap perempuan juga dapat

berdimensi fisik, psikologis maupun seksual, yang tidak jarang terjadi secara tumpang tindih

pada saat bersamaan.4

Menurut Mansour Fakih, kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun

integritas keutuhan mental psikologi seseorang.5Kekerasan yang terjadi di dalam rumah

tangga khususnya terhadap istri sering kali didapati dalam masyarakat, rentetan penderitaan

itu tidak hanya dirasakan istri saja tetapi menular keluar lingkup rumah tangga dan

selanjutnya mewarnai kehidupan sosial masyarakat.

Keluarga (rumah tangga) merupakan unit terkecil dalam masyarakat terbentuk sebagai

akibat adanya hubungan darah, perkawinan yang berdasarkan agama dan hukum yang sah,

persusuan, dan pola pengasuhan. Dalam arti yang sempit keluarga merupakan unit terkecil

dalam struktur masyarakat terdiri dari ayah, ibu (dan anak) dari hasil pernikahan tersebut.

Sedangkan dalam arti yang luas keluarga dapat bertambah dengan anggota kerabat yang

lainnya seperti sanak saudara dari kedua belah pihak (suami-istri) maupun pembantu rumah

tangga dan kerabat lain yang ikut tinggal dan menjadi tanggung jawab kepala keluarga

(ayah).6

Kekerasan yang terjadi di masyarakat mempunyai basis yang berbeda-beda diantaranya

yakni kekerasan berbasis etnis, budaya, politik, agama dan gender. Perbedaan kategori

kekerasan tersebut menunjukan kompleksitas problem sosial yang dihadapi masyarakat

sehingga dalam upaya penanganannya dibutuhkan wadah khusus guna mencegah adanya

4

Kristi Poerwandari, Kekerasan terhadap Perempuan: Tinjauan Psikologis Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita (Bandung: Alumni, 2007 ), 277.

5

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar cet 1, 1996), 17. 6

Ahmad Subino Hadisubroto, et al., Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993), 100.

(28)

tindak kekerasan serta sarana untuk memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan.

Istilah kekerasan berbasis gender memberi penekanan khusus pada akar masalah kekerasan

terhadap perempuan yaitu ketimpangan relasi gender. Maksudnya diantara pelaku dan

korban kekerasan terdapat relasi gender, dimana pelaku mengendalikan dan korbannya

dikendalikan melalui tindakan kekerasan tersebut.7

Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan jenis kekerasan yang

berbasis gender di mana kekerasan yang dilakukan terjadi pada seseorang terhadap jenis

kelamin yang berbeda seperti laki-laki melakukan tindak kekerasan terhadap istrinya atau

sebaliknya, namun biasanya dalam kasusnya seorang istri lebih banyak menjadi korban dari

pada menjadi pelaku disebabkan adanya deskriminasi gender di dalam keluarga. Menurut

pasal 1 UU No. 23 Tahun 2004 menyebutkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya

kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah

tangga termasuk ancaman untuk perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan

secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Undang-undang ini merupakan upaya

pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap koban Kekerasan Dalam Rumah

Tangga (KDRT) terhadap orang-orang dalam rumah seperti suami, istri, anak, maupun

orang-orang yang memiliki hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan,

persusuan, pengasuhan perwalian, menetap dalam rumah tangga serta orang yang bekerja

membantu dan menetap dalam rumah tangga tersebut.8

Kekerasan dikenal dalam beberapa bentuk diantaranya yakni pertama, kekerasan fisik

merupakan segala bentuk perbuatan yang diarahkan untuk menyerang dan melukai pada

tubuh, misalnya dengan cara memukul, membakar, menusuk dan bentuk kekerasan lainnya.

7

Kamala Candrakirana, et al., Menyediakan Layanan Berbasis Komunitas (Jakarta: Komnas Perempuan, 2006), 3.

8

Undang-Undang No.23 Tahun 2004, Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

(29)

Kedua, kekerasan psikis merupakan bentuk tindakan yang diarahkan untuk menyerang

mental atau perasaan perempuan dengan tujuan menghina, menghukum atau merendahkan

martabatnya dengan melontarkan caci maki, penghinaan, penelantaran, pembatasan nafkah,

poligami yang bertujuan untuk menyakiti serta perampasan kemerdekaan. Ketiga, kekerasan

seksual yakni kekerasan yang secara khusus dimaksudkan dengan tindakan untuk menyerang

seksualitas perempuan, misalnya pelecehan seksual, perkosaan, perbudakan seksual, dan

penghamilan paksa.9 keempat adalah Kekerasan ekonomi (penelantaran) esensi dari ini

adalah tindakan-tindakan di mana akses korban secara ekonomi dihalangi dengan cara

korban tidak boleh bekerja tetapi ditelantarkan, kekayaan korban dimanfaatkan tanpa seizin

korban, atau korban dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan materi. Dalam kekerasan

ini, ekonomi digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan korban.10

B. KDRT dalam Perspektif Maqashid Al Syariah

Banyak di antara para ahli hukum (fuqaha) yang membatasi persamaan antara kedudukan

laki-laki dan perempuan hanya sampai pada batas persamaan secara spiritual saja dan

membiarkan masyarakat mereka membuat hierarki-hierarki dan pembatasan-pembatasan

berdasarkan gender padahal sesungguhnya Ayat al-quran yang dengan tegas melihat

kesejajaran kaum perempuan dengan kaum laki-laki adalah al-Quran Surat al-Lail (92): 3-10

yang menyebut kaum laki-laki dan perempuan dalam qasam (sumpah) yang merupakan bukti

(qarinah) bahwa Allah melihat persamaan antara keduanya. Ayat-ayat tersebut

mengisyaratkan bahwa perbedaan manusia hanya terletak pada aksinya, apakah baik atau

9

Farha Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga (Jakarta: The Asian Foundation, 1999), 24.

10

La Jamaa dan Hadidjah, Hukum Islam dan Undang-Undang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(Surabaya: PT Bina Ilmu, 2008), 53.

(30)

buruk, dengan tidak melihat jenis kelaminnya. Ayat tersebut juga merupakan deklarasi

Al-Quran pertama terhadap prinsip taklif baik laki-laki maupun perempuan dalam persoalan

dunia dan agama, juga merupakan prinsip balasan bagi usaha dari laki-laki dan perempuan

berdasarkan aktivitas kerja mereka dan merupakan pendeklarasian persamaan antara

laki-laki dan perempuan dalam kecenderungan untuk melakukan aktivitas.11

Islam memandang kedudukan perempuan dan laki-laki dalam posisi yang seimbang karena

pada hakikatnya semua manusia adalah sama derajat kemanusiaannya. Tidak ada kelebihan

satu dibanding yang lainnya disebabkan oleh suku, ras, golongan, agama dan jenis kelamin

mereka. Menurut Islam, nilai kemuliaan manusia semata-mata hanya terletak pada

ketaqwaannya, sebagaimana firman Allâh dalam Quran surat Al- hujarat ayat 13.



























































Artinya : ‘’Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui

lagi Maha Mengenal’’.12

Dalam kehidupan perempuan pun dijadikan sebagai penanggung jawab dalam rumah tangga

suaminya, sebagai pemimpin atas anak-anaknya. Nabi SAW kabarkan hal ini dalam

sabdanya:

ةأْﺮ ْ ا

ٌﺔﯿﻋار

ﻰ ﻋ

ﺖْﯿﺑ

ﺎﮭﺟْوز

هﺪ وو

ﻲھو

ٌﺔ ْﻮﺌْﺴ

ْﮭْﻨﻋ

Artinya : “Perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak suaminya, dan ia akan ditanya tentang mereka.” (HR Bukhari dan Muslim).

11

Al-Hibri, Azizah , Landasan Qur’ani Mengenai Hak-hak Perempuan Muslim pada Abad Ke-21, (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2001), 91.

12

Program Al-quran Digital.

(31)

Berdasarkan hadis di atas telah dijelaskan bahwa Al-Quran menempatkan perempuan pada

posisi yang setara dengan pria dalam derajat kemanusiaan. Namun, berdasar pada kesadaran

akan adanya perbedaan-perbedaan keduanya baik yang menyangkut masalah fisik maupun

psikis, Islam kemudian membedakan keduanya dalam beberapa persoalan, terutama yang

menyangkut fungsi dan peran masing-masing. Pembedaan ini dapat dikategorikan ke dalam

dua hal, yaitu dalam kehidupan keluarga dan kehidupan publik. Ayat yang sering kali

dijadikan dasar untuk memandang kedudukan masing-masing laki-laki dan perempuan

adalah Firman Allâh pada surat al-Nisâ’ [4] : 34.



































Artinya : “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allâh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka”

Semua ulama sepakat bahwa ayat ini punya daya berlaku dalam konteks keluarga. Perbedaan

di antara mereka baru muncul ketika ayat ini dibawa untuk di jadikan legitimasi pembedaan

laki-laki dan perempuan dalam kehidupan publik. Akan tetapi, kesepakatan mereka dalam

mengakui berlakunya ayat ini dalam konteks keluarga tidak kemudian berarti mereka

seragam juga dalam menafsirkannya, karena perbedaan itulah maka Al-Quran memberi hak

dan kewajiban masing-masing secara berbeda. Namun yang perlu ditekankan, pembedaan

tersebut bukanlah diskriminasi dan wujud ketidakadilan, tetapi justru agar tercapai

keseimbangan dan keharmonisan dalam menjalani bahtera rumah tangga. Dalam

(32)

menekan pihak perempuan sebagaimana disebutkan dalam Quran: “Dan para perempuan

mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ru>f”.13

Misi pokok Al-Quran diturunkan ialah untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk

diskriminasi dan penindasan baik yang berbasiskan etnis, budaya, politik, agama maupun

gender. Meskipun Islam menjelaskan tentang persamaan kedudukan antara perempuan

dengan laki-laki, namun pada kenyataannya masih sering kita dapati kondisi di mana

perempuan masih belum mendapatkan hak-haknya akibat perlakuan diskriminatif yang

dialaminya salah satunya yakni Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).14

Relasi ideal antara suami dan istri dalam Islam merupakan relasi yang didasarkan pada

prinsip "Mu’asharah bi al ma’ru>f" (Pergaulan suami istri yang baik). Hal ini ditegaskan

didalam surat an-Nisa’ : 19, Allah Berfirman.15









































Artinya: "Dan bergaulah dengan mereka (istri) dengan cara yang baik (patut). kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak".

Ayat ini memberikan pengertian bahwa dalam sebuah perkawinan Allah menghendaki agar

dibangun relasi yang kuat antara suami istri dalam pola interaksi yang positif, harmonis

dengan suasana hati yang damai, yang ditandai pula oleh keseimbangan hak dan kewajiban

keduanya. Keluarga sakinah tidak dapat dibangun ketika hak-hak dasar pasangan suami istri

dalam posisi tidak setara hal ini sering kali menyebabkan hubungan herarkis yang dapat

memicu munculnya relasi kuasa yang berpeluang memegang kekuasaan menempatkan

subordinasi dan marginalisasi terhadap yang dikuasai. Sesungguhnya kesetaraan yang

13

Abdoerraoef, Al-Qur’ân dan Ilmu Hukum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), 7.

14

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Taisîrul Karîmirrahmân, (Damaskus: Dar Al-Fikr,t.th.), 845.

15

Program Alquran Digital.

(33)

berkeadilan menghendaki sebuah relasi keluarga yang egaliter, demokratis dan terbuka yang

ditandai dengan rasa saling menghormati agar terwujud sebuah komunitas yang harmonis

sehingga laki-laki maupun perempuan mendapatkan hak-hak dasarnya sebagai manusia,

memperoleh penghargaan dan terjaga harkat dan martabatnya sebagai hamba Allah yang

mulia.16

Persamaan hak merupakan salah satu prinsip utama syari’at Islam, baik yang berkaitan

dengan ibadah atau muamalah. Persamaan tersebut tidak hanya berlaku bagi umat Islam

tetapi juga seluruh umat manusia karena penyemaratan hak berimplikasi pada keadilan yang

seringkali didengungkan al-Quran dalam menetapkan hukum, sehingga prinsip persamaan

hak dan keadilan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam menetapkan hukum

Islam. Keduanya harus diwujudkan demi pemeliharaan martabat manusia (basyariyah

insaniyah) .

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan tindak kekerasan berbasis gender yang dalam

penanganannya harus bertitik tolak pada nilai-nilai kemanusiaan, memuliakan sesama dan

memberikan manfaat serta menghilangkan kemudharatan bagi manusia. Dalam upaya penanganan

istri korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga harus sejalan dengan tujuan hukum Islam yakni

perlindungan terhadap terjaminnya lima prinsip utama dalam Islam yakni memelihara agama

(hifdzal-din), pemeliharaan akal (hifdz al-‘aql), pemeliharaan keturunan (hidz al –nasl),

pemeliharaan harta (Hidz al-mal wa al-‘irdh).17 Lima tujuan tersebut dapat diperinci sebagai berikut

:

a.) Memelihara agama (hifdz al-din)

Agama merupakan sesuatu yang harus dimiliki manusia agar manusia dapat terjaga keselamatannya.

Dalam hal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) serangan mental seorang suami terhadap istri

sebagai korban seringkali membawa dampak terganggunya integritas keutuhan mental psikologis

16

Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender (Malang : UIN-Maliki Press, 2013), 161

17

Zuhdi Masjfuk, Pengantar Hukum Syariah ( Jakarta: Haji Masagung, 1987),10

(34)

seorang istri sehingga secara spiritual istri cenderung mengalami kesulitan dalam

mengekspresikan rasa syukur sehingga kemampuan untuk menjalin relasi dengan pencipta

menjadi berkurang.

b.) Pemeliharaan jiwa (hifdz al-nafs)

Memelihara manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya merupakan kewajiban hukum

Islam yang harus ditegakkan, kekerasan terhadap martabat kemanusiaan seperti halnya perilaku

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(KDRT) merupakan tindakan dikriminatif yang mengarah pada tindakan intervensi kepada pihak

yang dilemahkan. Sesungguhnya dalam kehidupan keluarga seorang suami mempunyai kewajiban

yang bersifat spiritual diantaranya dengan memberikan bimbingan dengan perlakukan yang

baik kepada istri dan anak serta anggota keluarga yang lain untuk selalu mentaati perintah

Allah swt dan mencontoh tauladan Rasul-Nya bukan melakukan tindakan

kesewenang-wenangan atau pengekangan terhadap jiwa seseorang.

c.) Pemeliharaan akal (hifdz al-‘aql)

Pemeliharaan akal sangat penting bagi manusia karena dengan mempergunakan akalnya, manusia

dapat berpikir tentang Allah,alam sekitar dan diri sendiri, seorang istri yang menjadi korban dari

tindakan kesewenang-wenangan seorang suami di dalam lingkum rumah tangganya seringkali

dikekang kebebasannya sebagai individu yang merdeka, gangguan psikologis seringkali

menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan daya berpikirnya sehingga tidak bias berpikir logis

disamping itu secara spiritual mereka menjadi tidak mampu mengekspresikan emosinya.

d.) Pemeliharaan keturunan (hifdz al-nasl)

Dalam hal pemeliharaan keturunan, kekerasan yang dialami seorang istri dalam lingkup rumah

tangganya tercermin dalam tindakan kekerasan seksual maupun pemakasaan aborsi secara paksa oleh

suami hal ini tentu jauh dari prinsip pergaulan hidup dalam rumah tangga yang seharusnya

berlandaskan prinsip muashara bil ma’ruf dan Musyawarah yang sejatinya harus ditanamkan dalam

(35)

e). pemeliharaan harta (hifdz al-mal-wa al-‘irdh)

Dari segi pemeliharaan harta, seorang istri dalam lingkup rumah tangga memiliki hak untuk

mendapatkan nafkah yang layak dari seorang suami, tindakkan penelantaran seorang suami terhadap

istri dan anak-anaknya merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab karena bagi laki-laki yang

secara fisik masih dalam usia produktif untuk melakukan pekerjaan dan tidak ada halangan untuk

bekerja ia mengemban kewajiban untuk menjamin kelangsungan hidup keluarga yang dibawa

tanggung jawabnya.

Dalam kehidupan rumah tangga, seorang muslim harus senantiasa mengamalkan ajaran

agama sebagai nafas dalam membina kehidupan keluarganya, di mana seorang ayah harus

berupaya menjadi imam yang baik bagi istri serta anak-anaknya serta Ibu harus senantiasa

menjadi figur yang teguh dan amanah dalam memelihara dan mendidik anak-anaknya serta

pandai dalam mengatur urusan rumah tangga dengan sikap patuh dan hormat kepada

suaminya. Dalam Islam seorang suami di perintahkan untuk mempergauli istrinya secara

ma’ru>f dengan larangan menyakiti isteri atau larangan untuk berbuat kemodlaratan terhadap

isteri. Dalam hal ini yang di maksud dengan ma’ru>f adalah sesuatu yang di ketahui dalam

masyarakat mengandung kebaikan, tidak ada yang tidak mengetahuinya atau

menyangkalnya. Seperti budi pekerti yang baik, akhlakul karimah dalam bergaul dengan

keluarga, dan dalam masyarakat. Telah di jelaskan dalam al-Quran pula bahwa semua

manusia (baik laki-laki maupun perempuan) merupakan kesatuan kemanusiaan yang berasal

dari asal yang satu. Mereka saling membutuhkan dan membentuk masyarakat.18 Allah

SWT berfirman dalam Al-Quran surat al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi19 :

























































18

Sayyid Muhammad Husayn al-Tabatha’i, Al-Mîzan fî al-Tafsi>r, (Lebanon: al-‘Alamî,t.th.), 256.

19

Program Alquran Terjemah, Add Ins.

(36)







































Artinya: "Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. "

Berdasarkan ayat tersebut, seorang suami istri digambarkan seperti baju. Baju berfungsi

untuk menutup aurut, melindungi badan dari teriknya matahari dan dinginnya udara, dan

juga untuk menghias diri. Sesungguhnya relasi suami istri merupakan kebaikan jika

dilakukan secara ma’ruf, karena masing-masing suami istri mempunyai hak dan kewajiban

guna membentuk kehidupan rumah tangga yang sakinah. Dengan penekanan bahwa semua

itu harus dilakukan dengan memperhatikan kebaikan bersama serta dengan cara yang patut

tanpa merugikan kedua belah pihak atau merugikan salah satu pihak. Sehingga apabila istri

berada dibawah kepemilikan suaminya dan menerima perlakuan berupa intervensi, ancaman

maupun perlakuan kasar lainya maka merupakan tindakan kekerasan yang tidak diindahkan

dalam ajaran Islam.

Interpretasi agama yang tidak sesuai dengan nilai universal yang dibawanya sering kali

dipakai sebagai unsur pembenaran tindak kekerasan seorang suami terhadap istrinya. Dan

cuplikan sebuah ayat al- Quran, surat an-Nisa/4:34, seringkali dijadikan senjata20 :





























































20

Program Alquran Terjemah, Add Ins.

(37)

Artinya: "Perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya (Pembangkang), Maka nasehatilah mereka dan pisahkan dari tempat tidur dan pukullah. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar".

Masalah pemukulan istri dengan alasan nusyuz telah mencuat menjadi problema dikalangan

masyarakat muslim. Sebagian mendukung pemukulan istri sebagaian lainnya melarang

tindakan tersebut. Bagi pihak yang menyetujui pemukulan istri, ayat ini biasanya ditafsirkan

dalam dua pengertian yang saling terkait yakni seorang istri harus menaati suaminya dan

jika seorang istri tidak menaati suaminya maka ia berhak memukulnya. Pengabsahan

pemukulan istri ini seringkali dikukuhkan melalui kegiatan penerjemahan kata daraba secara

harfiah, masyarakat umum, bahkan para mubalig atau mubaligah seringkali mengutip ayat

ini dalam versi terjemahan yang "lazim" yakni selalu diartikan pukulah. Padahal kata

dharaba mempunyai lebih dari satu arti, misalnya mendidik, mencangkul, memelihara.21

Perbedaan pendapat dan cara pandang merupakan kecenderungan antara suami dan istri

dalam kehidupan berumah tangga dan merupakan sebuah keniscayaan, hal ini menjadi

rahmah manakala di pandang sebagai modal untuk saling melengkapi satu sama lain dengan

berusaha mengakomodir seluruh perbedaan yang ada secara adil dengan penuh keterbukaan,

komunikasi efektif serta saling menghargai satu sama lain tanpa tanpa adanya intervensi

dan deskriminasi. Apabila terjadi pertengkaran serius, salah satu atau kedua-duanya harus

meminta kepada orang yang dituakan untuk memediasi. Hal ini di isyaratkan dalam al Quran

surat an-Nisa/4:35.22













































21

Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam (Yogyakarta: LSPPA,1994), 68.

22

Program Alquran Digital, Add Ins.

(38)

Artinya: "Dan jika ada pertengkaran antar keduanya, kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu".

Ayat ini mengisyaratkan bahwa untuk mengatasi persoalan di dalam rumah tangga, agama

mengizinkan keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah penyelesai sengketa. Hal ini berarti

persoalan rumah tangga bukanlah masalah yang tabu untuk dibicarakan di luar lingkup

rumah tangga. Oleh sebab itu keterlibatan masyarakat untuk memfasilitasi atau

mengupayakan penyelesaian pertikaian antara suami-istri merupakan sesuatu yang

mempunyai dasar keagamaan.

Dalam konsep pergaulan hidup berumah tangga, setiap anggota keluarga mempunyai hak

dan kewajiban serta tanggung jawab yang sama sesuai dengan porsi dan posisi

masing-masing dan sejalan dengan fitrahnya sehingga tidak dibenarkan apabila meminta perlakuan

yang lebih, melebihi hak dan kewajibannya tersebut. Suami sebagai kepala keluarga

mempunyai hak yang lebih besar daripada istri sesuai dengan kewajibannya yang memang

menempati posisi paling banyak. Demikian juga seorang istri mempunyai hak dan kewajiban

yang sama sesuai dengan fitrahnya sebagai perempuan.

Diantara hak seorang suami adalah mendapatkan penghormatan dan ketaatan secara layak

dari anggota keluarga tersebut berkenaan dengan peran seorang kepala rumah tangga dan

harus bertanggung jawab baik moral, material dan spiritual dalam menegakkan ajaran Allah

swt. Oleh karena itu kewajiban seorang suami meliputi hal-hal yang bersifat material

duniawi dan spiritual ukhrawi. Kewajiban suami yang bersifat material diantaranya adalah

memberikan nafkah yang layak menurut ukuran kemampuannya kepada anak, istri dan

anggota keluarga yang menjadi tanggungannya, meliputi sandang papan dan pangan

sedangkan kewajiban mental spiritualnya adalah memberikan bimbingan dengan perlakukan

yang baik kepada istri dan anak serta anggota keluarga yang lain untuk selalu mentaati

(39)

Seorang istri selain mendapatkan nafkah lahir batin dari suami juga berhak mendapat

perlindungan diri dan kehormatan dari suami, termasuk mendapatkan pendidikan yang sesuai

dengan kemampuan suami apabila ia masih membutuhkan. Sedang kewajibannya adalah

mentaati suami baik dengan kerelaan atau dengan keterpaksaan selama suaminya tersebut

masih berdiri dalam koridor keridlaan Allah swt. Dan seorang istri wajib menjadi asisten

suami apabila suami sedang tidak ada di rumah tempat tinggalnya. Setiap suami yang

memahami bahwa istri adalah amanah yang dibebankan dipundak suami dan meupakan

keharusan baginya untuk memberikan nafkah sejauh kemampuannya. Dalam ajaran Islam

suami memberikan makan dan minum sebagaimana makan dan minumnya, memberikan

pakaian sebagaimana pakaiannya dan tidak boleh seorang suami berlaku dzalim kepada

seorang istri.23

Kewajiban pemerintah untuk melindungi warga negaranya dari adanya prilakuan

diskriminatif harus dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan hak-hak yang

seharusnya didapatkan istri dalam kehidupan rumah tangganya, termasuk hak mendapatkan

nafkah lahir batin dari suami, hak mendapat perlindungan diri dan hak mendapatkan

penghormatan, hak mendapat perlakuan yang patut dari seorang suami serta hak

memperoleh keputusan hukum yang tidak diskriminatif dalam masalah-masalah perceraian,

pengasuhan anak dan warisan, dengan tetap menempatkan keadilan dalam posisi tertinggi

sebagai upaya terciptanya pergaulan yang baik (mu’asharah bil ma’ru>f) dalam lingkungan

keluarga serta demi terwujudnya keseimbangan hak dan kewajiban antar suami dan istri

tanpa ada rasa intervensi satu sama lain. Melalui upaya yang sungguh-sungguh diharapkan

dapat memutus mata rantai terjadinya kekerasan yang cenderung terulang dari generasi ke

generasi berikutnya atau yang dikenal dengan role model.

23

Adil Fatih Abdullah, Etika Suami-Istri, Hidup Bermasalah, Bagaimana mengatasinya ?, (Jakarta: Gema Insani, 2005), 20.

(40)

C. Kekerasan Dalam Rumah Tangga menurut Hukum Positif

1. Peran Pemerintah

Sebagai produk hukum positif, kehadiran undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga (PKDRT) harus dihormati oleh setiap warga negara, karena merupakan

amanat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu

hasil amandemen UUD 1945 adalah terjadinya perubahan secara mendasar terhadap cara

berhak asasi manusia, perubahan tersebut ditandai dengan diaturnya persoalan HAM dalam

pasal 28 UUD 1945 hasil amandemen secara lebih luas. Persoalan HAM yang sebelumnya

tidak diatur dan tidak mendapat pengakuan secara yuridis kini mendapatkan payung hukum

yang kuat. Kondisi ini yang kemudian mendorong lahirnya UU No 23 Tahun 2004 yang

secara formal merupakan sikap negara yang menyatakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(KDRT) merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

kemanusiaan serta bentuk deskriminasi, hal ini di jabarkan dalam: "Pasal 28 A" menentukan

bahwa: "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan

kehidupannya"; Pasal 28 B ayat (1) berbunyi: "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan

melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah"; Pasal 28 G ayat (1) menentukan

bahwa: ’’setiap orang bebas atas perlindungan diri pribadi , keluarga, kehormatan, martabat,

dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan

dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak

asasinya’’.24

Dalam konstitusi negara Republik Indonesia ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah

Negara Hukum (Rechtsstaat) bukan Negara Kekuasaan (Machtsstaat). Di dalamnya

terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi,

dianutnya prinsip pemisahan kekuasaan menurut sistem konstitusional, adanya jaminan

hak-24

Abdus Syukur, Undang-Undang Dasar 1945, (Surabaya: Indah Surabaya, 2009), 54.

(41)

hak asasi manusia, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin

persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang

termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa

Kesadaran perlindungan terhadap korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bukan

hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga tugas seluruh elemen masyarakat

didalamnya, untuk itu kesadaran yang besar dari masyarakat sangat diperlukan hal ini

sebagai upaya dalam mengoptimalkan upaya perlindungan korban serta pemberian sanksi

setimpal kepada pelaku, di samping itu sinergisitas antar lembaga dalam membangun

komitmen penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan wujud

strategis dalam menjalankan fungsi melakukan monitoring terhadap kebijakan pemerintah

RI No. 4 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan korban Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (KSRT) serta mendorong upaya negara untuk memenuhi tanggung

jawabnya dalam penegakan hak asasi perempuan dan penanganan segala bentuk kekerasan

terhadap perempuan di Indonesia.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) baik berupa kekerasan fisik, psikis, seksual

maupun kekerasan berupa penelantaran bisa menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, istri,

suami, anak atau pembantu rumah tangga, namun secara umum pengertian KDRT lebih

dipersempit artinya sebagai penganiayaan istri oleh suaminya hal ini karena kebanyakan dari

korban adalah seorang istri. Secara kuantitas setiap tahun permasalahan tersebut mengalami

peningkatan. Berdasarkan data komnas perempuan mencatat pada tahun 2014, jumlah

kekerasan terhadap perempuan di Indonesia tercatat sebanyak 293.220 kasus. Jumlah ini

meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 279.688 kasus. Dalam laporan tersebut, kasus

kekerasan fisik masih menempati urutan tertinggi pada tahun 2014, yaitu mencapai 3.410

(40%), diikuti posisi kedua kekerasan psikis sebesar 2.444 (28%), kekerasan seksual 2.274

(42)

2013 yaitu kekerasan fisik tercatat sebesar 4.631 kasus (39%), pada urutan kedua adalah

kekerasan psikis sebanyak 3.344 kasus (29%), lalu kekerasan seksual 2.995 kasus (26%) dan

kekerasan ekonomi mencapai 749 kas

Gambar

Tabel 3.1 Struktur Organisasi Ppt Provinsi Jawa Timur
Tabel 3.2 Berikut Ini Alur Penanganan Korban
Tabel 3.3 Jenis Kekerasan yang Dialami Dewasa dan Anak Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Tabel 3.4 Perbandingan Data Kasus 2012-2014

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui proses-proses perlindungan hukum yang diberikan pada istri sebagai korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di

Oleh karena itu dalam mengoptimalkan penanganan terhadap perempuan dan anak sebagai korban KDRT, dapat dilakukan melalui program dan kegiatan yang ada di WCC “Cahaya Melati” yang

PERILAKU ASERTlF UNTUK KELUAR DARI SITUASI KEKERASAN PADA ISTRI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) DITINJAU DART PERAN GENDER FEMININ, MASKULIN, DAN

13 Begitu pula ditemukan pada penelitian ini para informan utama yaitu PA, RR dan SH merupakan korban KDRT yang awalnya menerima kekerasan fisik seperti

Perlindungan hukum terhadap korban KDRT sebagai bentuk perlindungan hak asasi manusia khususnya kaum perempuan, telah diatur dalam bentuk undang- undang yaitu

Dari uraian penanganan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di posko Paralegal Puspita Bahari, penulis dapat menyimpulkan bahwa Puspita Bahari dalam menangani korban

Hal tersebut sangat baik bagi PPT Jawa Timur dalam memberikan pelayanan kepada korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, dikarenakan fasilitas penunjang telah

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui proses-proses perlindungan hukum yang diberikan pada istri sebagai korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di