BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber keuangan daerah
pada hakekatnya bila dibandingkan dengan sumber-sumber keuangan lainnya
menempati posisi yang paling strategis diakibatkan dengan sumber keuangan yang
bersumber dari PAD inilah yang dapat mendorong kreatifitas dan keleluasaan
masing-masing daerah semaksimal mungkin untuk mendapatkan sumber
pendapatannya berdasarkan kewenangan yang ada padanya menurut Nasution (2009:
123). Apabila Semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD, maka
semakin besar pula diskersi daerah untuk menggunakan PAD tersebut sesuai dengan
aspirasi, kebutuhan dan prioritas pembangunan daerah.adapun sumber-sumber PAD
yang harus dioptimalkan kuantitas nya adalah terdiri atas pajak daerah, retribusi
daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain penerimaan asli daerah yang
sah.
Pendapatan asli daerah adalah suatu pendapatan yang menunjukkan
kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dalam wilayahnya
sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
untuk membiayai kegiatan daerah dan juga dalam membiayai tugas-tugas dan
tanggung jawab dalam pemerintahan daerah yang bersangkutan.
PAD yang meningkat dari tahun ketahun mengindikasikan daerah tersebut
dapat menghindarakn intervensi yang terlalu jauh oleh pusat terhadap jalan nya
otonomi yang dilaksanakan pemerintah daerah. Upaya peningkatan PAD secara
positif dalam pengertian bahwa keleluasaan yang dimiliki oleh daerah harus dapat
diamnfaatkan untuk meningkatkan PAD maupun untuk menggali sumber-sumber
penerimaan baru tanpa membebani masyarakat dan tanpa menimbulkan biaya tinggi.
Upaya peningkatan PAD tesebut harus dipandang sebagai perwujudan tanggung
jawab Pemerintah Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, yaitu
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Mahi (2000 : 58-59) Pendapatan Asli Daerah terkadang belum bisa
diandalkan sebagai sumber pembiayaan otonomi daerah kabupaten/kota disebabkan
beberapa faktor separti relatif rendahnya basis pajak/retribusi daerah, perannya
tergolong kecil dalam total penerimaan daerah, kemampuan administratif
pemungutan didaerah masih rendah serta kemampuan perencanaan dan pengawasan
keuangan yang masih lemah.
Menurut Undang-undang RI nomor 32 tahun 2004 pendapatan asli daerah
berasal dari :
1. Hasil pajak daerah
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan
Undang-undang RI nomor 32 tahun 2004 tentang pendapatan asli daerah tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut : 2.1.1 Pajak Daerah
Pajak secara umum dapat diartikan sebagai iuran wajib anggota masyarakat
kepada negara berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan
terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan menurut Siahaan (2005:7).
Secara umum, pajak daerah memberikan kontribusi paling besar terhadap
sumber PAD dan terus meningkat secara berkesinambungan dari tahun ketahun.
Secara konstitusional pajak diatur dalam pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan
bahwa “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan Undang-Undang”. Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan
kepada wajib pajak oleh pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat
ditunjuk.
Pada dasarnya pajak memiliki dua peranan utama yaitu sebagai sumber
penerimaan negara (fungsi budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsi regulator)
menurut Suparmoko (2002: 135). Saragih (2003: 61) mendefinisikan pajak daerah
sebagai iuran wajib yang dapat dipaksakan kepada setiap orang (wajib pajak) tanpa
kecuali. Dan K.J Davey (1988: 39) merumuskan pengertian pajak daerah meliputi
dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan dan
diadministrasikan oleh pemerintah daerah.
Dari penjelasan beberapa ahli ekonom diatas terdapat banyak batasan tentang
pajak yang telah dikemukakan, tetapi pada hakekatnya isinya hampir sama yaitu
pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan
dengan tanpa imbalan jasa yang secara langsung dapat ditunjuk (Suparmoko, 1997:
277). Dari batasan atau definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur
pajak adalah :
1. Iuran masyarakat kepada negara
2. Berdasarkan undang-undang
3. Tanpa balas jasa secara langsung
4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah
Dalam literatur pajak dan public finance pajak daerah dapat diklasifikasikan
berdasarkan wilayah pemungutan dan dibagi atas dua bagian yaitu:
1.Pajak Daerah yang dipungut oleh provinsi
2.Pajak Daerah yang dipungut oleh kabupaten/kota.
Pengertian pajak daerah kabupaten/kota cenderung sama dengan pajak provinsi,
perbedaannya terletak pada:
1. Kewenangan atau pemerintahan yang menduduki dimana pajak provinsi
dipungut oleh pemerintah daerah tingkat provinsi dan pajak kabupaten/kota
2. Objek pajak Kabupaten/Kota lebih luas dibandingkan dengan objek pajak
provinsi dan objek pajak Kabupaten/Kota masih dapat diperluas berdasarkan
peraturan pemerintah sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang
ada.Sedangkan pajak provinsi apabila ingin diperluas objeknya harus melalui
perubahan dalam undang-undang.
Kriteria pajak daerah yang ditetapkan oleh undang-undang bagi
kabupaten/kota adalah:
1. Bersifat pajak bukan retribusi. Maksudnya adalah pajak yang ditetapkan harus
sesuai dengan pengertian pajak daerah
2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta melayani
masyarakat di wilayah yang bersangkutan
3.Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum,
maksudnya adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan bersama
secara lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek
ketentraman, kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
4. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan/atau objek pajak pusat
5. Potensinya memadai. Maksudnya adalah bahwa hasil pajak cukup besar sebagai
salah satu sumber pendapatan daerah dan lajupertumbuhannya diperkirakan sejalan
dengan laju pertumbuhan ekonomi.
6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif. Maksudnya adalah bahwa pajak
7. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Kriteria aspek
keadilan antara lain objek dan subjek harus jelas sehingga dapat diawasi
pemungutannya, jumlah pembayaran pajak yang diperkirakan oleh wajib pajak yang
bersangkutan dan tarif pajak ditetapkan dengan memperhatikan keadaan wajib pajak.
Selanjutnya kriteria kemampuan masyarakat adalah kemampuan subjek untuk
memikul tambahan beban pajak.
8. Menjaga kelestarian lingkungan. Maksudnya adalah bahwa pajak harus bersifat
netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan
peluang kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk merusak lingkungan yang
akan menjadi beban bagi pemerintah daerah dan masyarakat.
Berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Jenis pajak Propinsi terdiri dari:
a)Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas air , yaitu pajak atas kepemilikan
dan atau penguasaan kendaraan bermotor dankendaraan diatas air.
b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan, yaitu pajak atas penyerahan
hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air sebagai akibat perjanjian dua
pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar
menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, yaitu pajak atas bahan bakar yang
disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan
d) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, yaitu
pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan atau air permukaan
untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah
tangga dan pertanian rakyat.
Berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah. Jenis
pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:
a) Pajak Hotel yaitu pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus
disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan
atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang
menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan
perkantoran.
b) Pajak Restoran yaitu pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat
menyantap makanan/minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak
termasuk usaha jasa boga/ catering.
c) Pajak Hiburan yaitu pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua
jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan atau keramaian dengan
nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan
dipuingut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga
d) Pajak Reklame yaitu pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda,
alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya dimaksudkan
untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau
suatu barang, jasa atau orang yang dapat ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan
atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh pemerintah.
e) Pajak Penerangan Jalan yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan
ketentuan bahwa di wilayah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya
dibayar oleh pemerintah daerah.
f) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yaitu pajak atas kegiatan
pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Untuk menilai berbagai pajak daerah yang ada digunakan serangkaian ukuran yaitu
(Devas,1989:61):
a) Hasil (Yield) yaitu memadai tidaknya suatu pajak adalah kaitannya dengan
berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas, dan mudah tidaknya memperkirakan
besar hasil itu dan elastisitasnya hasil pajak terhadap inflasi, pertumbuhan
penduduk,perbandingan hasil pajak dengan biaya pemungutan, dan sebagainya.
b) Keadilan (Equity) adalah dasar pajak dan kewajiban membayar pajak harus jelas
dan tidak sewenang-wenang. Pajak bersangkutan harus adil secara horizontal, artinya
beban pajak haruslah sama; harus adil secara vertikal, artinya kelompok yang
memiliki sumber daya ekonomi yang lebih besar daripada kelompok yang tidak
banyak memiliki sumberdaya ekonomi yang lebih besar: pajak tersebut haruslah adil
dari tempat ke tempat, dalam arti tidak ada perbedaan besar dan sewenang-wenang
dalam beban pajak dalam satu daerah ke daerah lain, kecuali jika perbedaan ini
c) Daya guna ekonomi (Economic Efficiency). Pajak hendaknya mendorong atau
setidak-tidaknya tidak menghambat penggunaan sumber daya ekonomi, mencegah
jangan sampai pilihan produsen dan konsumen menjadi salah arah atau orang menjadi
segan menabung dan memperkecil beban lebih pajak.
d) Kemampuan melaksanakan (Ability To Implement), suatu pajak harus dapat
dilaksanakan dari sudut kemampuan politis dan tata usaha.
e) Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (Sustability As Local Revenue
Source). Ini berarti haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan,
dan tempat memungut pajak haruslah sedapat mungkin sama dengan tempat akhir
beban pajak. Pajak tidaklah mudah untuk dihindari dengan cara memindahkan obyek
pajak dari suatu daerah ke daerah lain. Pajak daerah hendaknya jangan mempertajam
perbedaan – perbedaan diantara daerah dari segi potensi ekonomi masing-masing, dan
pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih besar dari kemampuan tata
usaha pajak daerah.
Sumber peneriman pajak merupakan salah satu sumber potensi keuangan dari
daerah tersebut. Hal ini dapat ditinjau pada sumber-sumber yang didapat dari PAD
bahwa pajak daerah dari tahun ketahun memberikan sumbangan yang signifikan bagi
perekonomian , sehingga potensi pengembangan dan penggalian potensi pajak dapat
dimaksimalkan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah
pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan
perundangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan
2.1.2 Retribusi Daerah
Menurut Rohmat Sumitro dalam Andrian Sutedi,mengatakan bahwa,“retribusi
daerah adalah pembayaran kepadanegara yang dilakukan kepada mereka yang
menggunakan jasa-jasanegara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa
ataukarena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan,
atau jasa yang diberikan oleh daerah bagi secaralangsung maupun tidak langsung”.
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah
Pasal 1 ayat (64),Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izintertentu yang
khususnya disediakan dan/ atau diberikan olehPemerintah Daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau Badan.
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusidaerah
pasal 108 ayat (1) Objek retribusi adalah:
a. Retribusi Jasa Umum:
Menurut UU No. 28 tahun 2009 Pasal 109 yang dimaksud dengan,Objek
Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan ataudiberikan Pemerintah
Daerah untuk tujuan kepentingan dankemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh
orang pribadi ataubadan.
Jenis Retribusi Jasa Umum menurut UU No. 28 tahun 2009 Pasal (109)adalah:
1. retribusi pelayanan kesehatan
2. retribusi pelayanan persampahan/kebersihan;
4. retribusi pelayanan pemakaman dan penguburan mayat;
5. retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum;
6. retribusi pelayanan pasar;
7. retribusi pengujian kendaraan bermotor;
8. retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran;
9. retribusi penggantian biaya cetak peta;
10. retribusi penyediaan dan/ atau penyedotan kakus;
11. retribusi pengolahan limbah cair;
12. retribusi pelayanan Tera/Tera Ulang;
13. retribusi pelayanan pendidikan; dan
14. retribusi pengendalian menara telekomunikasi
Adapun kriteria Retribusi jasa umum menurut UU No. 28 tahun 2009Pasal 150 yaitu:
1. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan RetribusiJasa Usaha
atau Retribusi Perizinan Tertentu;
2. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangkapelaksanaan
desentralisasi;
3. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badanyang
diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayanikepentingan dan
kemanfaatan umum;
4. Jasa tersebut hanya diberikan kepada orang pribadi atau badan yangmembayar
5.Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional
mengenaipenyelenggaraannya;
6. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakansalah satu
sumber pendapatan daerah yang potensial; dan
7. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan
tingkat dan/ atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
b. Retribusi Jasa Usaha:
Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009,Objek Retribusi Jasa Usaha
adalah pelayanan yang disediakan olePemerintah Daerah dengan menganut prinsip
komersial yangmeliputi:
a. Pelayanan dengan menggunakan / memanfaatkan kekayaanDaerah yang belum
dimanfaatkan secara optimal; dan/ atau
b. Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakansecara memadai
oleh pihak swasta.
Yang termasuk jenis- jenis jasa usaha dalam UU No. 28 Tahun 2009 Pasal127 adalah
sebagai berikut:
1. retribusi pemakaian kekayaan daerah;
2. retribusi pasar grosir dan/ atau pertokoan;
3. retribusi tempat pelelangan;
4. retribusi terminal;
5. retribusi tempat khusus parkir;
7. retribusi rumah potong hewan;
9. retribusi tempat rekreasi dan olahraga;
10. retribusi penyeberangan di air;dan
11. retribusi penjualan produksi usaha daerah.
Adapun kriteria Retribusi Jasa Usaha menurut UU No. 28 Tahun 2009yaitu sebagai
berikut:
1. Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa
umum atau retribusi perizinan tertentu; dan
2. Jasa yang bersangkutn adalah jasa yang besifat komersial yang seyogyanya
disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya hartayang
dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh olehPemerintah
Daerah.
c. Retribusi Perizinan Tertentu
Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009,Objek Retribusi Perizinan Tertentu
adalah pelayanan perizinantertentu oleh Pemerintah Daerah kepada oran pribadi atau
badanyang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan
pemenfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,prasarana, sarana atau
fasilitas guna meindungi kepentingan umumdan menjaga kelestarian lingkungan.
Adapun jenis – jenis Retribusi Perizinan Tertentu berdasarkan UU No.
28Tahun 2009 Pasal 141 adalah:
1. retribusi izin mendirikan bangunan;
3. retribusi izin gangguan;
4. retribusi izin trayek; dan retribusi pelayanan kepelabuhan;
5. retribusi izin usaha perikanan.
Adapun kriteria Retribusi Perizinan Tertentu menurut UU No. 28 Tahun2009 Pasal
150 yaitu sebagai berikut:
1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yangdiserahkan kepada
Daerah dalam rangka asas desentralisasi;
2. Perizinan tertentu benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum;
3. Biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izintersebut dan biaya
untuk menanggulangi dampak negatif daripemberian izin tersebut cukup besar
sehingga layak dibiayai dariretribusi perizinan;Ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
2.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Menurut Abdul Halim, “Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang
dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan”.
Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang
mencakup:
1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milikdaerah/BUMD
2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Negara/BUMN
3.Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok
Hasil pengelolaan daerah yang sah merupakan pendapatan daerah dari
keuntungan/laba bersih perusahaan daerah untuk anggaran belanja daerah yang
disetor ke kas daerah baik perusahaan daerah yang modalnya sebagian terdiri dari
kekayaan daerah yang dipisahkan. Perusahaan daerah seperti perusahaan air bersih
(PDAM), Bank Pembangunan Daerah (BPD) adalah jenis-jenis BUMD yang
memiliki potensi sebagai sumber-sumber PAD, menciptakan lapangan kerja atau
mendorong pembangunan ekonomi daerah.
Tidak menggunakan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan sebagai
variabel karena tidak adanya data yang tersedia,karena menggunakan data dari tiap
Kecamatan di Kabupaten.
2.1.4 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan Daerah yang berasal dari lain-lainmilik
pemerintah Daerah.Menurut Abdul Halim, jenis pendapatan ini meliputi objek
pendapatanberikut:
1.Hasil penjualan aset Daerah yang tidak dipisahkan
2.Jasa giro
3.Pendapatan bunga
4.Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah
5.Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan,
pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.
6. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadapmata uang asing
8. Pendapatan denda pajak
9. Pendapatan denda retribusi
10.Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan
11.Pendapatan dari pengembalian
12.Fasilitas sosial dan umum
13.Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
14.Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan
Tidak menggunakanLain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sebagai variabel
karena tidak adanya data yang tersedia,karena menggunakan data dari tiap Kecamatan
di Kabupaten.
2.2 Indikator keberhasilan PerkembanganPembangunan
Mengukur tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara diperlukan tolak
ukur dengan indikator sesuai dengan definisi dari ekonomi pembangunan itu sendiri,
agar pembangunan ekonomi dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Indikatornya
adalah tingkat pendapatan harus seimbang dengan pengeluaran dan harus seimbang
pula dengan tingkat produksi.Indikator tersebut diharapkan diharapkan mampu
mewakili atau merupakan model dari semua aspek atas pembangunan ekonomi.
Salah satu tolok ukur untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan
ekonomi yang sudah dilaksanakan adalah tersedianya data statistk Produk Domestik
pertumbuhan ekonomi,struktur perekonomian daerah, dan juga tingkat kemakmuran
penduduk.Selain itu bagi para pengambil keputusan sebelum menenentukan
kebijakan lebih lanjut,data statistik PDRB dapat digunakan sebagai bahan
evaluasi,analisa,dan bahan perencanaan yang selanjutnya bermanfaat untuk
menentukan sasaran pembangun di masa mendatang sehingga dapat berdaya guna
dan tepat guna bagi masyarakat luas.
2.3 Konsep Produk Domestik Bruto 2.3.1 Pendapatan Regional
Pendapatan regional netto adalah produk domestik regional netto atas dasar
biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang masuk dan
jumlah pendapatan yang benar-benar diterima oleh seluruh penduduk tersebut.
2.3.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Istilah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan gabungan dari empat
kata yaitu:
1. Produk, artinya seluruh nilai produksi baik barang maupun jasa,
2. Domestik, artinya perhitungan nilai produksi yang dihasilkan hanya oleh
faktor-faktor produksi yang berada dalam wilayah domestik tanpa melihat apakah faktor-faktor
produksi tersebut dikuasai oleh penduduk atau bukan,
3. Regional, artinya perhitungan nilai produksi yang dihasilkan hanya oleh penduduk
tanpa memperhatikan apakah faktor produksi yang digunakan berada dalam wilayah
4. Bruto, maksudnya adalah perhitungan nilai produksi kotor karena masih
mengandung biaya penyusutan.
Berdasarkan empat pengertian istilah di atas, maka arti PDRB adalah seluruh
nilai produksi kotor baik barang maupun jasa yang dihasilkan oleh faktor-faktor
produksi yang beroperasi dalam suatu wilayah, biasanya dihitung pada suatu periode
tertentu.
Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai tambah yang mampu diciptakan
berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah (H. Saberan, 2002: 5). PDRB
merupakan penjumlahan dari semua harga dan jasa akhir atau semua nilai tambah
yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu tertentu (1 tahun).
2.3.3 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Produk domestik regional bruto merupakan jumlah seluruh nilai produk
barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu
daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB yang msih ada unsur inflasi dinamakan
PDRB atas dasar harga berlaku.
Dengan kata lain, PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh
nilai barang-barang akhir yang dihasilkan unit-unit produksi dalam suatu periode
tertentu dan biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan.
2.3.4 PDRB Atas Harga Konstan
Harga konstan berarti produk didasarkan atas dasar harga pada tahun tertentu.
konstan. Pada perhitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral.
2.3.5 Pendapatan Perkapita
PDRB dikaitkan dengan jumlah penduduk menggambarkan tingkat
pendapatan perkapita suatu wilayah. Pendapatan perkapita adalah total pendapatan
suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk tersebut untuk tahun yang sama.
2.3.6 Metode Penghitungan Pendapatan Regional
Untuk menghitung nilai seluruh produksi yang dihasilkan suatu perekonomian
dalam suatu tahun tertentu dapat digunakan 3 cara penghitungan. Ketiga cara tersebut
adalah :
1. Cara Pengeluaran.
Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlah pengeluaran ke atas
barang-barang dan jasa yang diproduksikan dalam negara tersebut. Menurut cara ini
pendapatan nasional adalah jumlah nilai pengeluaran rumah tangga konsumsi, rumah
tangga produksi dan pengeluaran pemerintah serta pendapatan ekspor dikurangi
dengan pengeluaran untuk barang-barang impor.
2. Cara Produksi atau cara produk netto.
Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi
barang atau jasa yang diwujudkan oleh berbagai sektor (lapangan usaha) dalam
perekonomian. Dalam menghitung pendapatan nasional dengan cara produksi yang
dijumlahkan hanyalah nilai produksi tambahan atau value added yang diciptakan.
Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan
pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk
mewujudkan pendapatan nasional. (Sukirno, 1994:25)
Adapun manfaat penghitungan nilai PDRB adalah :
1. Mengetahui dan menelaah struktur atau susunan perekonomian. Dari perhitungan
PDRB dapat diketahui apakah suatu daerah termasuk daerah industri, pertanian atau
jasa dan berapakah besar sumbangan masing-masing sektornya.
2. Membandingkan perekonomian dari waktu ke waktu. Oleh karena nilai PDRB
dicatat tiap tahun, maka akan di dapat catatan angka dari tahun ke tahun. Dengan
demikian diharapkan dapat diperoleh keterangan kenaikan atau penurunan apakah ada
perubahan atau pengurangan kemakmuran material atau tidak.
2.4 Hubungan antara Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan PDRB
Setiap daerah memiliki kendala yang berbeda sesuai dengan tingkat kesiapan dan
kondisi nyata daerah masing-masing. Beberapa kendala utama antara lain adalah:
a. Belum memadai dan belum mantapnya kelembagaan di daerah, sehingga
cenderung dapat menghambat pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.
b. Masih terbatasnya ketersediaan dana pembangunan, sementara tuntutan untuk
c. Masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana dasar di beberapa daerah
d. Tidak meratanya ketersediaan sumber daya alam di beberapa daerah
e. Kurang dan tidak meratanya SDM yang berkualitas. Padahal SDM berkualitas
dapat menciptakan lapangan kerja sendiri dan tumbuhnya kreativitas di daerah
f. Kendala alamiah, yaitu sumber daya alam daerah tidak sama
g. Kendala institusional
h. Kendala investasi (modal)
i. Kendala sumber keuangan daerah dalam APBD
Oleh karena seringnya timbul permasalahan dalam melaksanakan suatu
kebijakan publik sehingga dalam proses pelaksanaannya tidak memuaskan semua
pihak. Untuk itu perlu adanya proses analisis terhadap pelaksanaan suatu kebijakan
publik yang dalam hal ini akan mencoba menganalisis terhadap kebijakan fiskal yang
akan menunjukkan kemampuan keuangan daerah dalam menunjang pelaksanaan
otonomi daerah. Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan
bertanggung jawab, Pendapatan Asli Daerah memegang peranan sangat penting,
karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai
kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi urusan rumah tangganya.
pendapatan asli daerah adalah semua penerimaan keuangan suatu daerah, dimana
penerimaan keuangan itu bersumber dari potensi-potensi yang ada di daerah tersebut
misalnya pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain, serta penerimaan keuangan
Pendapatan daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh
karena itu kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang
dapat diberikan oleh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PDRB. Semakin
besar kontribusi yang yang dapat diberikan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
terhadap PDRB berarti dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta dapat
mengembangkan pembangunan.
2.5 Penelitian Terdahulu
Henri (2011) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah
terhadap perkembangan pembangunan di Kabupaten Deli Serdang.Hasil Penelitian ini
menunjukkan bahwa Variabel pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang
sah secara simultan ternyata berpengaruh signifikan terhadap nilai PDRB Kabupaten
Deli Serdang. Koefisien Determinasi (R-Square) sebesar = 0.982719 atau 98 %. Hal
ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan variasi yang terjadi pada variabel
independen (pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah) dapat
menjelaskan variabel dependen (PDRB Kabupaten Deli Serdang) sebesar 98 %
sedangkan sisanya sebanyak 2 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan
Moelyadi Soamole melakukan penelitian tentang Pengaruh PAD terhadap
penyelenggaraan pembangunan daerah (studi kasus di kabupaten kepulauan Sula).
Hasil Penelitian ini menyatakan bahwa Perkembangan dari data yang telah diolah
serta hasil perhitungan regresi yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa
Pengeluaran Pemerintah berpengaruh positif dan signifikan sebesar 0.63% terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kepulauan Sula. Sedangkan PDRB
berpengaruh positif dan signifikan sebesar 0,02% terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kabupaten Kepulauan Sula.
Wiratno Bagus Suryono melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Tingkat Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Jawa
Tengah.Hasil penelitian ini adanya pengaruh positif antara tingkat PAD dengan
PDRB Jawa Tengah.Dimana koefisien PAD sebesar 0,81275 yang berarti Jika tingkat
PAD naik sebesar 1% maka PDRB akan mengalami kenaikan sebesar 8,12%.
Berdasarkan uji t dapat diliat bahwa nilai angka probabilitas PAD 0,0050 lebih kecil
dari 0,05 hal ini menunjukan bahwa tingkat PAD berpengaruh signifikan terhadap
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil
Henri
(2011)
Pengaruh PAD terhadap perkembanganpembangunan di Kabupaten Deli Serdang
99% (α = 1%). kasus di kabupaten kepulauan Sula)
Investasi dan Tenaga Kerja
tingkat PAD naik
sebesar 1% maka
PDRB akan
mengalami kenaikan
sebesar 8,12%.
Berdasarkan uji t
dapat diliat bahwa
nilai angka
probabilitas PAD
0,0050 lebih kecil
dari 0,05 hal ini
menunjukan bahwa
tingkat PAD
berpengaruh
signifikan terhadap
PDRB Jawa Tengah.
2.6 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan penyusuan dan implikasi dari suatu
penelitian untuk mendapatkan alur dan kejelasan dalam berfikir sehingga proses
pengaruh beberapa Variabel dalam Pendapatan Daerah Kabupaten yang berpengaruh
terhadap pembangunan yang akan di gambarkan dalam PDRB Atas Dasar Harga
Belaku. Berdasarkan tinjauan pustaka serta mengacu terhadap penelitian terdahulu,
maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
Pajak dan Retribusi sebagai variabel yang diangkat dan diteliti dan acuan penelitian
terdahulu lainya, dimana variabel independen tersebut akan dikaitkan terhadap PDRB
Atas Dasar Harga Berlaku sebagai variabel Dependen.
2.7 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi
objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu untuk di uji. Berdasarkan
perumusan masalah tersebut diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah :
PDRB
(Y) Pajak (X1)
1. Adanya pengaruh jumlah pajak daerah terhadap perkembangan pembangunan di
Kabupaten Dairi.
2. Adanya pengaruh penerimaan retribusi daerah terhadap perkembangan
pembangunan di Kabupaten Dairi.
3. Adanya pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perkembangan