• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 Media Forum Komunikasi Guru Agama Jogjakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "1 Media Forum Komunikasi Guru Agama Jogjakarta"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Newsletter

Guru Merdeka

ara penggiat pendidikan di I n d o n e s i a s a a t i n i membutuhkan komitmen yang

P

lebih tinggi untuk memeriksa kembali pilihan atas filosofi pendidikan yang digunakan oleh sistem yang pada akhirnya diturunkan pada tingkat k e b i j a k a n h i n g g a b e r i m p l i k a s i l a n g s u n g p a d a p e n g e l o l a a n pembelajaran di kelas. Pendidikan agama di sekolah-sekolah yang berada dalam koordinasi sistem pendidikan nasional berada dalam kondisi yang sama dengan pelajaran yang lain.

Memikirkan bentuk pendidikan agama di sekolah yang paling cocok untuk masyarakat dan masa depan Indonesia, perlu upaya-upaya yang serius dan berkelanjutan. Masyarakat Indonesia sangatlah majemuk (bukan hanya beragam agama, dalam satu agama juga mempunyai banyak k e r a g a m a n p e n a f s i r a n y a n g membentuk kelompok-kelompok yang membuat satu komunitas agama tidak homogen).

Pendidikan agama di Indonesia t i d a k b o l e h e k s k l u s i f a t a u membawakan pemikiran atau sikap hidup yang tertutup atas realitas hidup

y a n g a d a , t e ta p i p e r s i s n y a bagaimana, inilah salah satu yang perlu dikaji bersama. Dalam kerangka pencarian ini pula para penggiat p e n d i d i k a n a g a m a p e r l u i k u t mengevaluasi apakah paradigma pendidikan yang digunakan (yang merupakan turunan praktis dari filosofi pendidikan yang digunakan oleh s i s t e m ) r e l e v a n b a g i u p a y a membangun model pendidikan agama yang bisa memberikan sumbangan bagi upaya pendewasaaan beragama masyarakat-- yang dalam konteks Indonesia akan terkait langsung dengan kedewasaan berbangsa dan bernegara. Keseriusan dalam upaya ini akan menunjukkan pula seberapa s e r i u s k i t a s e b a g a i b a n g s a menentukan strategi bersama untuk masa depan.

Newsletter Guru Merdeka edisi bulan Juni akan mengkaji beragam bentuk administrasi yang menyita perhatian guru sehingga ada kalanya mengurangi kreatifitas guru dalam mendampingi peserta didik. Pada kolom FKGA akan disajikan laporan diskusi FKGA di SMPN 2 Kota Jogjakarta 20 Mei 2010.

Selamat Membaca.

Dari Redaksi

(2)

eran guru selalu menjadi k u n c i k e b e r h a s i l a n

P

berbagai upaya untuk menumbuhkembangkan potensi seluruh anak bangsa. Peran ini makin hari makin tidak mudah, setidaknya ada tiga tantangan yang berpengaruh langsung pada keberhasilan proses belajar-m e n g a j a r. P e r t a m a a d a n y a tuntutan bagi guru untuk selalu memperbaharui informasi agar tetap bisa menjadi mitra belajar yang menyenangkan bagi peserta didik. Kedua perlunya kesadaran baru bahwa 'mitra belajar', yaitu para peserta didik adalah generasi muda yang hidup dalam perubahan sosial yang sangat besar, sehingga masalah komunikasi antargenerasi menjadi persoalan tersendiri yang perlu diantisipasi oleh para guru.

Ketiga, hal yang akan paling disorot dalam tulisan ini, yaitu adanya tuntutan yang sangat besar dari sistem pendidikan di Indonesia kepada para praktisi pendidikan untuk membuat dokumentasi sejak persiapan awal proses hingga hasil evaluasi pembelajaran serta hal-hal lain yang terkait. Berbagai bentuk pendokumentasian itulah yang dimaksud dalam tulisan ini sebagai administrasi pendidikan.

B e r m a c a m - m a c a m administrasi pendidikan yang harus diselesaikan guru sesungguhnya merupakan salah satu bentuk transparasi yang dilakukan oleh praktisi pendiidkan terkait langsung dengan pertanggungjawaban dan evaluasi. Namun ketika jumlahnya begitu banyak dan sangat menyita waktu, terutama di sekolah-sekolah negeri, maka banyak guru yang mempertanyakan, mana yang harus lebih dipentingkan, apakah menyiapkan dan menyelesaikan b e r a g a m a d m i n i s t r a s i y a n g d i t u n t u t k a n i n i a t a u k a h menyelesaikan sebisanya yang penting kualitas poembelajaran y a n g d i l a k u k a n t e t a p b i s a dipertahankan dengan berbagai u pa y a . P r o s e s k r e a t i f g u r u bagaimana pun membutuhkan waktu, pikiran dan tenaga.

Akhir-akhir ini para guru yang telah menerima sertifikasi pun banyak mengeluhkan banyaknya dokumen yang harus dibuat, yang menjadi salah satu syarat turunnya tunjangan sertifikasi. Maka beban administrasi bagi guru yang telah lulus sertifikasi bertambah banyak lagi. Menanggapi hal ini Prof. DR.Djohar MS, (Rektor Universitas

Administrasi Pendidikan,

Belenggu atau Pemacu?

(3)

Sarjana Wiyata dan mantan Rektor IKIP Jogjakarta) dalam pertemuan FKGA di Perpustakaan Arif Rahman Hakim tanggal 23 April 2010, menyatakan,”....sekarang ini kita menghadapi penjajah baru, yaitu penjajah administrasi”. Pertanyaan yang mengemuka s e l a n j u t n y a a d a l a h , t i d a k mungkinkah berbagai bentuk administrasi ini disederhanakan dan diminimalisir agar tenaga, waktu dan pikiran guru bisa dialokasikan untuk proses kreatif mereka? Kadang muncul kesan di tingkat institusi pendidikan bahwa kreatifitas dan kemandirian guru terpaksa harus dikalahkan oleh pemenuhan tuntutan administrasi ini. Apa yang menjadi akar persoalan yang bakal menghambat kemajuan dunia pendidikan ini?

Filosofi Pendidikan

Sebelum mencermati apa yang mejadi akar persoalan mengapa administrasi begitu banyak menyita perhatian guru, ada baiknya kita mengulas dari berbagai pemikiran dasar. Dasar pemikiran ini bisa digunakan untuk menelusuri apa y a n g k i r a n y a m e n j a d i a k a r persoalan.

Apakah yang dipikirkan oleh bangsa ini tentang makna kata pendidikan? Di antara sedikit pemikir pendidikan di negeri ini yang merumuskankan dasar-dasar pendidikan salah satunya adalah Ki

Hadjardewantara, mantan menteri Pendidikan Pertama di R e p u b l i k I n d o n e s i a . D a l a m bukunya Pendidikan (1977) Ki Hadjar merumuskan pengertian pendidikan sebagai ”segenap proses yang menuntun segala kekuatan kodrati yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya”. Sementara a pa y a n g d i g e n g g a m o l e h masyarakat pada umumnya sebagai praktek pendidikan yaitu kegiatan memberi pengetahuan dan kecakapan lahir maupun batin, menurut Dewantara baru sebatas pengajaran, yaitu bagian dari proses pendidikan.

Hal yang paling mendapat p e n e k a n a n d a l a m r u m u s a n pendidikan oleh Ki Hadjar adalah faktor manusia yang mempunyai kekuatan kodrati sebagai manusia, yang dalam proses pendidikan perlu dituntun untuk menemukan jalan tumbuh-kembang secara maksimal dan tujuan pendidikan b e r u p a k e s e l a m a t a n d a n kebahagiaan hidup. Ki Hadjar menempatkan manusia secara u t u h d a n m e r d e k a s e r t a menempatkannya dalam dunia yang sangat luas di mana manusia menentukan tujuan dan makna hidupnya.

(4)

g e n e r a s i m u d a d a l a m pa r a d i g m a p e n d i d i k a n y a n g dirumuskan Ki Hadjar harus diposisikan sebagai subyek bagi prosesnya sendiri. Mendudukkan g e n e r a s i m u d a s e b a g a i subyekdengan keyakinan bahwa mereka memiliki kekuatan kodrati s e b a g a i m a n u s i a , - - d e n g a n sendirinya akan menumbuhkan harga diri, semangat dan kreatifitas y a n g m e m e r d e k a k a n u n t u k merintis jalan kebahagiaan dan menempuh keselamatan hidup mereka. Ini berbeda sama sekali dengan cara pandang yang mendudukkan anak-anak atau generasi muda layaknya 'sesuatu' yang tidak punya senjarah, keunikan dan potensi kodrati sehingga bisa diatur begitu saja, d a n a n g k a - a n g k a d i a n g g a p m e w a k i l i s e l u r u h p r o s e s belajarnya.

P a r a g u r u d a n p r a k t i s i pendidikan tentu sudah mafhum tentang pembedaan pendidikan dan pengajaran, tetapi karena sudah menjadi salah kaprah, sehingga apa yang dipahami b e r b e d a d e n g a n y a n g dipraktekkan. Ketika pengajaran dipahami sebagai pendidikan, b e r a r t i t e l a h t e r j a d i penyederhanaan makna yang tentu berimplikasi pada praktek dan evaluasi atasnya. Selanjutnya perhatian guru dalam mendampingi peserta didik tidak tertuju pada

tepatnya hasil tes. Apalagi ketika dalam berada dalam kelas yang besar dengan seorang guru, pendidikan yang terjadi sungguh-sungguh menjadi ruang bagi guru-g u r u s e m a t a - m a t a mengoperasikan kurikulum.

(5)

ditempatkan dalam ruang m e t a f i s i k y a n g d i r a g u k a n keabsahannya dalam filosofi ini.

Implikasi Administrasi

Seluruh bentuk administrasi pendikan pada dasarnya adalah kelanjutan dari kebijakan yang diturunkan dari filosofi pendidikan yang dirumuskan oleh para penentu kebijakan pendidikan di Indonesia. Bila yang ingin dicapai adalah manusia unggul yang bisa memenangkan persaingan, maka yang dipentingkan adalah efisiensi dalam belajar. Target keberhasilan p u n m e n g a c u p a d a n i l a i keunggulan tadi yang harus dapat dicapai melalui pengawasan. Angka-angka hasil tes evaluasi belajar dan berbagai aktivitas pendokumentasian yang seolah-olah menjadi hal terpenting dari proses pendidikan itu sendiri, adalah sesuatu yang nyata dari upaya mengejar keuggulan secara efisien.

Pengawas pendidikan adalah pihak yang bertugas memastikan sebuah proses pendidikan tidak melenceng dari yang sudah digariskan oleh sistem, dengan idiologi pendidikan yang dianutnya. Banyak kalangan guru berharap Pengawas Pendidikan bisa menjadi partner yang saling mengisi bagi para guru. Tetapi betapa sedikit Pengawas yang

bersedia menjadi mitra guru, sebaliknya kebayakan justru memberi kesan seperti mandor. Hubungan guru dan Pengawas pendidikan yang membawakan diri sebagai mandor jelas tidak humanis, karena menimbulkan momok dan membuat enggan. Ti d a k b i s a d i p u n g k i r i d e m i m e g h a d a p i p e n g a w a s y a n g memerankan diri sebagai mandor ini banyak terjadi pemalsuan nilai u j i a n m a u p u n m e g a d a k a n dokumen administratif dengan cara megcopy-paste milik teman misalnya. Adanya target dan standarisasi inilah kiranya yang barangkali justru melunturkan komitmen pada kejujuran. Adanya anak atau mahasiswa-- menyotek sesungguhnya adalah tamparan pada sistem pendidikan yang butuh dievaluasi.

(6)

Kemandirian Guru

Pada akhir tulisan ini, yang bisa dikatakan adalah dibutuhkan k e b e r a n i a n g u r u u n t u k mempertanyakan dan mengkritisi apa yang tengah terjadi dalam dunia pendidikan kita. Ketika sistem begitu kuat mencengkeram, sehingga sulit untuk bersikap kritis dan sulit untuk berani mengajukan paradigma dan praktek pendidikan yag berbeda, yang dibutuhkan adalah komitmen yag lebih tinggi pada masa depan generasi muda dan bangsa. Menjadi guru yang mengabdi pada pendidikan, ditengah pilihan-pilihan yang sulit, mau tidak mau perlu untuk mempuyai kemandirian dalam mewujudkan komitmennya.

Listia

Salah satu penggiat

Forum Komunikasi Guru Agama

(7)

Fenomena yang sering ditemui di kalangan pendidik dewasa ini adalah sistem administrasi yang memberatkan. Tak jarang sistem ini justru menjadikan pendidik lalai akan proses pengajaran dan pendidikan di k e l a s . S e h i n g g a a d a y a n g mengatakan bahwa guru yang m e m e n u h i s e m u a t u n t u t a n administrasi, proses pengajarannya akan terbengkalai. Begitu pula sebaliknya, guru yang bagus dalam proses pengajaran di kelas, tuntutan administrasinya justru tidak berjalan dengan baik.

Fenomena inilah yang kemudian didiskusikan bersama-sama oleh Forum Komunikasi Guru Agama d a l a m s a t u p e r t e m u a n y a n g dilaksanakan pada hari Kamis, 20 Mei 2010 di SMP N 2 Jogjakarta dengan tema “Administrasi Pendidikan: H a m b a t a n a t a u P e n u n j a n g K e b e r h a s i l a n P e n d i d i k a n d i Indonesia”. Dalam pertemuan ini, masing-masing peserta berbagi pengetahuan dan pengalamannya tentang tema yang diangkat.

Bapak Rustiaji, pengajar Pondok Pesantren Pandanaran, berpendapat bahwa administrasi sangat penting dalam proses pendidikan. Ia

m e r u p a k a n p a n d u a n y a n g membantu proses pengajaran. Bapak Haerul Badri, guru MAN 1, juga berpendapat sama. Namun, ia sendiri merasakan bahwa ada banyak poin/item yang harus dipenuhi. Paling tidak, ada sekitar 27 macam item yang harus dipenuhi dan dinilai sangat memberatkan. Ibu Jajuk, guru SMK Bopkri 1, juga merasa terengah-engah mengikuti semua tuntutan administrasi. Guru kehabisan waktu dan tenaga untuk mengajar, karena banyak waktu d i g u n a k a n u n t u k m e m e n u h i administrasi. Bapak Tegus, guru SMP Negeri 2, berpendapat beda. Ia menilai, meskipun memberatkan, namun guru dibantu oleh banyak hal untuk memenuhi semua kewajiban ini. Salah satunya oleh teknologi k o m p u t e r. P a r a g u r u p e r l u mensiasatinya dan focus utama tetap pada proses pengajaran di kelas.

D i s i s i l a i n , b e l a j a r pa d a p e n g a l a m a n g u r u l a i n y a n g tergabung di FKGA, ada guru yang tidak peduli dengan administrasi pendidikan. Ia lebih mengembangkan kurikulum sendiri yang dinilai lebih progresif dan memerdekakan. Akibatnya, ia mendapat masalah uga

Administrasi tiada henti

(8)

SUSUNAN REDAKSI

Newsletter Guru Merdeka

besar dari otoritas lembaga pendidikan. Ada juga guru yang justru memenuhi semua tuntutan administrasi, namun dalam proses pengajaran, ia juga berupaya mengembangkan kreativitas sendiri. Akibatnya ada beban ganda yang harus dijalani.

Persoalan ini problematik, bila dikaitkan dengan kenyataan bahwa administrasi pendidikan menjadi penentu hidup matinya sebuah lembaga pendidikan. Sehingga Romo Suhardiayanto mengatakan-mengutip pendapat Djohar MS-bahwa dunia pendidikan mengalami penjajahan administratif. Pemerintah terlalu banyak mengatur. Ia bukan lagi menjadi proses memerdekaan dan memanusiakan manusia, tapi justru menjadi lembaga pengabdi pemerintah.

U n i k n y a b e b a n i n i t i d a k dirasakan oleh tingkat pendidikan perguruan tinggi. Administrasi dinilai sangat sederhana, yaitu cukup dengan time schedule, berbeda dengan sistem administrasi pada tingkat pendidikan SD, SLTP dan SLTA. Begitu juga halnya dengan

pendidikan non formal di mana administrasi bukan menjadi panduan utama.

Persoalan ini tidak tuntas didiskusikan, karena ada satu elemen penting yang perlu dilibatkan yaitu para penentu kebijakan. Sehingga ke depan, para peserta diskusi mengusulkan, adanya satu forum yang mempertemukan para g u r u d e n g a n p a r a p e m b u a t kebijakan. Karena peserta diskusi menilai, bahwa sebuah kebijakan yang dihasilkan sangat penting untuk melibatkan peran para guru sebagai orang yang terjun langsung dalam dunia pendidikan.

Tim Redaksi: Listia, Ira Sasmita, Indro Suprobo, Sarnuji, Bendahara: Eko Putro Mardiyanto, Diterbitkan oleh Forum Komunikasi Guru-guru Agama (FKGA) Jogjakarta. Alamat Redaksi: Perum Banteng Baru,

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan alasan dan uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas siklus kepegawaian dan penggajian sebagai dasar penyusunan skripsi dengan judul : “HUBUNGAN

Terdapat penelitian dari Plowman & Goode (2009) yang mendapatkan hasil bahwa ketiadaan self awareness dalam pelaku digital piracy saat menggunakan komputer membuat

Fenomena tentang bagaimana pasangan religius, dalam hal ini anggota komunitas Tarbiyah menggunakan religious coping sebagai cara untuk menghadapi masalah guna mencapai

Berdasarkan sidik ragam Tabel 4 diperoleh hasil bahwa perlakuan pemberian pupuk nitrogen, Perlakuan uji Varietas padi dan interaksi kedua faktor perlakuan pada

Faktor lingkungan di dataran tinggi Lembang yang kurang kondusif bagi pertumbuhan tanaman bawang merah baik varietas Bangkok maupun Kuning juga diduga menjadi penyebab tidak

Aik mual Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Rehabilitasi sedang/berat bangunan sekolah Pembangunan Ruang Perpustakaan + meubelair SD MINHAJUSSALAM NW

Sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode bootstrap dengan jackknife untuk mengetahui masing-masing metode untuk taksiran parameter regresi linear ganda dengan

Pakaian kerja, sepatu kerja, alat keselamatan kerja, digunakan dengan baik dan benar tetapi prosedur kerja tidak dilaksanakan dengan