• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wirausaha Aksesoris(Studi Etnografi Strategi Ekonomi Kreatif di Pasar UD Pajus Baru Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Wirausaha Aksesoris(Studi Etnografi Strategi Ekonomi Kreatif di Pasar UD Pajus Baru Medan)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengkaji tentang Strategi Wirausaha Aksesoris yang berada di Pasar UD Pajus Baru, Medan. Penelitian ini dilakukan karena berawal dari maraknya berita yang disiarkan di media elektronik maupun media cetak mengenai perkembangan kondisi perekonomian sekarang, khususnya di Indonesia yang kurang stabil dan semakin menurun1. Ketidakstabilan kondisi ini ditandai dengan kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), yang menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi2

1

FMEI (Forum Mahasiswa Ekonomi Indonesia), “Pengangguran akibat krisis global”, .

Kenaikan biaya produksi secara otomatis membuat harga barang kebutuhan masyarakat ikut naik. Barang-barang kebutuhan masyarakat menjadi semakin mahal, yang menyebabkan daya beli masyarakat semakin menurun. Menurunnya daya beli masyarakat mengakibatkan perputaran roda ekonomi di Indonesia tidak berjalan dengan lancar. Ketidak lancaran tersebut membuat perekonomian di Indonesia menjadi tidak stabil. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab menurunnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS (Amerika Serikat).

Salah satu bukti ketidakstabilan perekonomian di Indonesia dapat dilihat melalui tabel Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar tahun 2000-2010 dari Bank Indonesia seperti berikut ini:

2

Claudia, “Kenaikan BBM dan pengaruhnya terhadap daya beli masyarakat”,

(2)

Tabel 1.

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar tahun 2000-2010 dari Bank Indonesia.

Tahun Harga

2000 8.396

2001 10.265

2002 9.260

2003 8.570

2004 8.985

2005 9.705

2006 9.200

2007 9.125

2008 9.666

2009 9.447

2010 9.036

Sumber: Kurs Rupiah 20123

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar selalu berubah setiap tahunnya dan cenderung mengalami penurunan. Ketidakstabilan yang terjadi pada kurs rupiah di pasar valuta asing membuat harga-harga bahan pokok (sembako) naik. Kondisi ini sebenarnya tidak menjadi masalah jika dibarengi dengan pendapatan masyarakat yang tinggi juga. Namun kenyataan di lapangan tidak demikian. Aktivitas masyarakat yang beragam, dengan latar belakang yang berbeda

3

Kurs rupiah merupakan nilai mata uang rupiah saat ini yang dibandingkan dengan mata uang negara lain, misal nilai tukar rupiah sebesar Rp.9000 atas US Dollar, artinya setiap US$ 1 sama nilainya dengan Rp.9.000.

(3)

menjadi salah satu penyebab terjadinya perbedaan ekonomi masyarakat. Hal ini membuat masyarakat mencoba meningkatkan pendapatannya salah satunya dengan cara melakukan wirausaha, seperti di bidang fashion, khususnya aksesoris.

Fashion dapat digolongkan ke dalam bagian ekonomi kreatif. Selain dapat mengangkat kekayaan budaya, juga dapat menghasilkan nilai ekonomi yang dilakukan melalui proses kreatifitas oleh masyarakat. Salah satu inovasi ekonomi kreatif yang tengah berkembang dan hangat diperbincangkan di masyarakat saat ini adalah dunia mode atau fashion. Fashion dapat diartikan sebagai sebuah gaya, cara, kebiasaan, atau mode berpakaian yang populer dalam suatu budaya4

Secara umum aksesoris dapat digambarkan sebagai suatu benda yang digunakan untuk melengkapi penampilan seseorang dan bisa dipakai oleh siapa saja. Namun dengan adanya cara pandang atau paradigma yang berbeda, aksesoris menjadi mempunyai arti yang berbeda-beda pula bagi masyarakat. Cara pandang atau

. Jenis-jenis

fashion yang sering dikenakan seperti pakaian atau busana, tas, sepatu, aksesoris, dan lain sebagainya.

Aksesoris sering kali dikaitkan dengan fashion, karena dianggap dapat mendukung serta memberikan nilai tambah pada penampilan seseorang. Aksesoris bermacam-macam bentuknya mulai dari perhiasan (anting-anting atau giwang, kalung, gelang, cincin, bros, jepit/ikat rambut), hingga pelengkap pakaian lainnya (selendang, sabuk, dasi, syal, sarung tangan, dompet, sapu tangan, tas, topi, arloji, dan kacamata). Namun jenis aksesoris yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aksesoris perhiasan, seperti: anting-anting atau giwang, kalung, gelang, cincin, dan bros.

4

(4)

paradigma merupakan bagian dari kebudayaan, yang dipakai untuk melihat kehidupan. Satu kenyataan yang sama bisa menjadi berbeda, jika dilihat dari

paradigma yang berbeda.

Demikian juga halnya dengan aksesoris. Jenis dan bentuknya bisa saja sama persis, tetapi fungsinya bisa menjadi tidak sama, ketika suatu kelompok tertentu memaknainya dari sudut pandang yang berbeda dengan orang lain di luar kelompoknya. Hal ini didukung dengan pendapat Cliford Gertz (1992:5), yang mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu sistem makna dari tujuan masyarakat, bukannya sandi perorangan dibenak masing-masing anggota masyarakat. Aksesoris dalam konsep ini bersifat fungsional dan menjadi bagian dari komponen kebudayaan, yang dibuat untuk suatu kepentingan pihak tertentu yang diaplikasikan secara praktis dalam menciptakan produk untuk keperluan manusia. Hal inilah yang menyebabkan pemakaian terhadap aksesoris tertentu menjadi terbatasi.

Pada jaman dulu perhiasan tidak hanya sekedar dipakai sebagai aksesoris untuk menghiasi badan agar penampilan kelihatan cantik dan menarik saja, tetapi juga difungsikan sebagai pelengkap sebuah upacara. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Bronislaw Malinowski (dalam Belshaw, 1981:15), mengenai sistem kula pada penduduk Trobriand yang berada disebelah tenggara Papua Niugini, yaitu merupakan salah satu bentuk resiprositas atau pertukaran yang saling timbal balik. Barang-barang yang menjadi objek tukar-menukar dengan upacara, secara keseluruhan dikenal sebagai vaygu’a dan dibagi dalam dua kelas, yaitu soulava dan mwali.

(5)

Mwali, berupa gelang dari kerang putih dan mengkilat, yang beredar ke arah yang berlawanan. Barang-barang tersebut pada saat-saat penting dapat dipakai atau dipamerkan sebagai perhiasan pribadi, namun arti pokok benda-benda tersebut adalah sebagai pengumpulan kekayaan barang-barang upacara. Barang-barang tersebut juga dapat dipergunakan sebagai alat untuk memperluas pasangan, baik untuk menambah jumlah maupun untuk mempercepat lajunya peredaran benda-benda tersebut. Penyerahan vaygu’a dalam kula adalah suatu kejadian yang diiringi upacara yang mewah. Di luar kula, vaygu’a hanya diberikan pada kesempatan-kesempatan yang penting. Oleh karena itu, barang-barang yang berharga biasanya dihubungkan dengan kejadian-kejadian yang khusus sehingga dapat meningkatkan nilai sejarah barang-barang tersebut.

Pada proses pertukaran pemberian di sini berkaitan dengan nilai sosial. Tukar menukar yang dilakukan oleh si pemberi dan si penerima merupakan suatu bentuk kehormatan, dimana pemberi mengharapkan penerima melakukan pengembalian dengan barang yang nilainya paling tinggi. Pada saat terjadi pemberian, orang yang menerima tidak langsung membalas pemberian itu pada saat itu juga, tetapi pengembalian dari penerima dilakukan pada waktu yang berbeda. Barang yang akan dikembalikan oleh penerima tidak berupa barang yang sama dengan nilai non ekonomis yang lebih tinggi, tetapi berupa barang yang berbeda yang juga memiliki nilai prestasi yang lebih tinggi.

(6)

karena kedudukannya yang lebih rendah. Ini berarti pertukaran dalam pemberian hanya berlaku pada satu kelas yang sama. Pemberian yang didasarkan perbedaan kelas hanya terjadi karena pemberi mengharapkan pengembalian dari Tuhan, dewa atau roh nenek moyang guna membangun hubungan sosial yang lebih harmonis dengan masyarakat yang menerima.

Kula, di dalam sistem upacara tidak dimaksudkan sebagai perdagangan

individu. Tetapi di samping mengunjungi pasangan-pasangan kula, orang-orang juga memanfaatkan kesempatan untuk mengadakan perdagangan berupa barang-barang dagangan. Hal tersebut terjadi karena adanya keamanan yang diperoleh dengan hubungan antar pasangan, maka si pengunjung ada kemungkinan untuk mengadakan hubungan dengan orang-orang lain di desa dan berdagang dengan mereka. Kula juga bukan hanya aktivitas barter tetapi juga pemberian dan pengembalian serta norma-norma yang bersifat magis dan agama, hubungan sosial antar suku dalam masyarakat itu sendiri.

(7)

Salah satu contoh yang dapat kita lihat baru-baru ini adalah fenomena

boyband5 dan girlband ala Korea yang kini berkembang khususnya di Indonesia.6

Oleh karena itu, yang membatasi orang menggunakan aksesoris sebenarnya bukanlah terletak pada bendanya, melainkan budaya yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri yang digunakan untuk memaknai suatu benda tertentu. Sehingga aksesoris Hal tersebut bahkan merambat hingga dunia keartisan nasional, dengan memunculkan

boyband dan girlband Indonesia seperti Cherrybelle, 7 icons, Dragon boys, SMASH, Coboy Junior, Princess, dan lain sebagainya. Fenomena tersebut menjadi tren yang banyak diikuti mulai dari kalangan anak-anak, remaja, maupun orang dewasa.

Sebagai bentuk luapan perasaan mereka terhadap fenomena tersebut, para pecinta grup boyband dan girlband mencoba mengekspresikan diri mereka dengan berbagai cara. Salah satu bentuk pengekspresian mereka yang dapat diamati adalah seperti dari cara mereka berpenampilan baik itu berpakaian, mengoleksi, dan menggunakan aksesoris perhiasan (seperti kalung, gelang, cincin, anting) yang dianggap menjadi sebuah ciri khas dari boyband atau gilrband idola mereka.

Pemaknaan yang dilakukan oleh para pecinta gup boyband dan gilrband

terhadap sebuah aksesoris, menyebabkan aksesoris tersebut tidak lagi hanya dilihat sebagai sebatas benda yang melengkapi penampilan orang yang memakainya saja. Mungkin orang lain diluar kelompok tersebut yang tidak memahaminya, akan mengganggap aksesoris yang menjadi ciri khas kelompok itu adalah aksesoris yang biasa-biasa saja.

5

Boyband adalah sejenis kelompok musik pop atau R&B yang terdiri dari tiga anggota atau lebih, semuanya penyanyi laki-laki muda. Sedangkan untuk perempuan disebut Girlband. Biasanya anggota boyband atau girlband selain menyanyi juga menari dalam pertunjukan mereka.

6

(8)

yang sama bisa mempunyai arti yang berbeda tergantung siapa yang melihatnya, karena berbeda situasi dan tempat dapat menyebabkan kebudayaan yang berbeda pula.

Bentuk aksesoris yang dikenakan biasanya sering juga dikaitkan dengan peran gender dari si pemakainya. Ada semacam pengetahuan yang sudah melekat secara turun temurun dalam benak masyarakat tentang mana aksesoris yang layak digunakan bagi kaum lelaki dan mana yang layak bagi kaum perempuan. Meski tidak diinformasikan secara tertulis, namun dengan melihat benda aksesoris tersentu masyarakat sudah langsung tahu mengklasifikasikan mana aksesoris untuk laki-laki dan mana aksesoris untuk perempuan.

Pengklasifikasiannya bisa dari segi bentuk, warna, corak, dan jenis suatu benda aksesoris. Aksesoris untuk laki-laki misalnya, biasanya lebih identik dengan warna-warna gelap, dimana bentuk dan coraknya lebih menonjolkan sisi maskulin (seperti: hitam, biru, abu-abu, hijau tua, merah tua, dan cokelat). Sedangkan aksesoris untuk perempuan biasanya lebih identik dengan warna-warna cerah dan lembut, dimana bentuk dan coraknya lebih menonjolkan sisi feminim (seperti: putih, merah, merah jambu/pink, kuning, biru muda, orange, hijau muda, dan ungu).

(9)

aksesoris yang dianggap feminim hanya boleh dipakai oleh perempuan saja, dan aksesoris yang dianggap maskulin hanya boleh dipakai oleh laki-laki saja.

Penggolongan warna, corak, bentuk, dan jenis yang menunjukkan ciri khas dari laki-laki dan perempuan, merupakan sebuah pengetahuan yang bisa saja diturunkan oleh generasi-generasi sebelumnya maupun lingkungan mereka secara sengaja maupun tidak sengaja. Pengetahuan yang ada dalam pikiran manusia menurut James Spradley disebut dengan kebudayaan, yaitu sistem pengetahuan yang diperoleh manusia dari proses belajar yang digunakan untuk menginterpretasi dunia sekelilingnya dan sebagai strategi untuk menghadapi lingkungan sekitarnya (Spradley, 1997).

Seiring dengan semakin majunya perkembangan jaman, perempuan yang berpenampilan dan memakai aksesoris dengan bentuk yang lebih maskulin atau laki-laki yang berpenampilan dan memakai aksesoris yang lebih feminim, kini bukanlah menjadi suatu hal yang mengherankan. Bahkan bagi sebagian masyarakat fenomena seperti ini sudah dianggap wajar saja. Mengingat sekarang bukan jaman “Siti Nurbaya”7

7

Sitinur Baya adalah sebuah novel sastra karya Marah Rusli, yang bercerita tentang perjodohan yang masih kental dengan adat istiadat Padang. Novel ini mengisahkan seorang gadis bernama Siti Nurbaya yang hidup hanya bersama ayahnya yang bernama Baginda Sulaiman. Baginda Sulaiman jatuh miskin dan terlilit hutang pada seorang rentenir bernama Datuk Maringgih. Karena Baginda Sulaiman tidak mampu membayar hutang-hutangnya pada sang rentenir, maka jalan satu-satunya agar hutangnya lunas adalah dengan menikahkan puterinya Siti Nurbaya dengan Datuk Maringgih. Saat itu Siti Nurbaya sudah mempunyai kekasih, namun demi melunasi hutang ayahnya dia pun rela dinikahkan dengan Datuk Maringgih seorang pria tua yang tidak ia cintai. Kisah ini menceritakan budaya tradisional yang masih kental, dan tidak ada kebebasan bagi seorang anak dalam menentukan pilihannya (Marah Rusli, 1990).

(10)

Dalam masyarakat yang masih kental dan taat terhadap aturan-aturan budaya lokal dan tertutup terhadap budaya asing, mungkin hal seperti itu dianggap tabu dan dianggap tidak beradab. Namun dalam masyarakat modern yang lebih bersifat individualis dan terbuka terhadap inovasi baru, aksesoris apa yang dikenakan atau siapa yang mengenakannya tidak menjadi masalah selama itu dianggap tidak merugikan kepentingan orang lain. Kondisi seperti ini menunjukkan suatu perubahan budaya, dalam konteks ini adalah pola pikir dalam masyarakat.

Perubahan pola pikir yang demikian menjadi sangat menarik saat ada orang yang melihat fenomena yang berkembang di masyarakat dari sudut pandang positif dan menjadikannya sebagai sebuah peluang usaha yang bisa dikembangkan atau yang lebih dikenal dengan istilah berwirausaha. Menurut Iskandarini Soetadi (2010:109), wirausaha adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menangkap peluang bisnis, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dan mengambil tindakan yang tepat dalam memastikan keberhasilan. Wirausaha itu sendiri tidak terlepas dari adanya kegiatan industri kreatif, yaitu industri yang berfokus pada kreasi dan eksploitasi karya kepemilikan intelektual seperti seni rupa, film dan televisi, piranti lunak, permainan, desain fashion, kerajinan tangan, dan termasuk layanan kreatif antar perusahaan seperti iklan, penerbitan, dan desain8

Kegiatan wirausaha tersebut didukung dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) No. 6 Tahun 2009, tentang pengembangan ekonomi kreatif. Dimana pada tanggal 22 Desember 2008 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menetapkan tahun 2009 sebagai Tahun Indonesia Kreatif. Usaha dari pengembangan

.

8

(11)

ekonomi kreatif diharapkan dapat meningkatkan kemandirian dan pendapatan khususnya masyarakat, karena sektor ekonomi kreatif dianggap telah mampu bertahan di tengah krisis ekonomi global. Sektor kegiatan ekonomi kreatif ini sendiri dalam ilmu Antropologi merupakan salah satu bagian dari tujuh unsur kebudayaan yaitu sistem mata pencaharian hidup (Koentjaraningrat, 1990:203, 207). Sehingga ekonomi kreatif seperti wirausaha aksesoris dapat disebut juga sebagai profesi atau pekerjaan yang bergerak dibidang informal.

Meskipun demikian kesadaran dari masyarakat sendiri untuk melakukan kegiatan wirausaha juga masih minim9

Untuk menghindari resiko tersebut, tidak sedikit orangtua yang rela mengeluarkan banyak biaya hanya demi memasukkan anaknya ke lembaga . Hal ini dapat disebabkan oleh faktor budaya dalam diri masyarakat yang berbeda-beda dalam menanggapi kegiatan wirausaha itu sendiri. Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa dunia wirausaha seperti melemparkan dadu, yang artinya seseorang itu tidak tahu berapa jumlah angka yang akan muncul tergantung keberuntungannya.

Demikian juga halnya dengan berwirausaha, selain dianggap membutuhkan modal yang sangat tinggi, pendapatan yang akan diperoleh juga tidak tetap dan yang lebih parahnya usaha tersebut sewaktu-waktu bisa mengalami kebangkrutan. Hal ini menjadi sebuah ketakutan yang membuat orang berpikir dua kali untuk mencobanya. Oleh karena itu, ada sebagian masyarakat yang tidak berani mengambil resiko untuk menjadi seorang wirausaha dan membiarkan dirinya menjadi pengangguran dan menunggu sampai ada lapangan pekerjaan yang terbuka untuknya.

9

Ridwan Putra, “Membangun karakter mental kewirausahaan pemuda”,

(12)

pendidikan yang lebih tinggi, dengan harapan setelah lulus anak tersebut dapat mencari pekerjaan dengan gaji yang tetap seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), sehingga bisa meningkatkan status sosial dan ekonominya dalam masyarakat. Sangat jarang ada orang yang berpikir, setelah lulus menciptakan pekerjaan. Menurut Valentino Dinsi (2004:17), pemikiran seperti ini bisa dimaklumi dalam masyarakat kita yang mementingkan status dan kedudukan sosial yang mapan. Hal ini menunjukkan bahwa paradigma tentang mencari pekerjaan sepertinya sudah menjadi budaya dan melekat dalam diri masyarakat.

Namun seiring dengan terus meningkatnya jumlah pencari kerja setiap tahunnya, mengakibatkan lapangan pekerjaan yang tersedia tidak mencukupi yang pada akhirnya menimbulkan masalah pengangguran10

Berdasarkan hasil observasi saya diberbagai tempat di Kota Medan, pembuatan kerajinan tangan aksesoris merupakan salah satu bentuk kerajinan tangan yang lebih diminati oleh banyak orang karena proses pembuatannya relatif lebih mudah dan tidak membutuhkan jangka waktu yang lama. Berbeda halnya dengan . Hal tersebut disebabkan karena pada umumnya perusahaan besar relatif padat modal dan membutuhkan pekerja dengan pendidikan formal yang tinggi serta pengalaman yang cukup, sedangkan industri kecil seperti kegiatan wirausaha relatif padat karya dan tidak mengharuskan pendidikan formal. Sehingga kegiatan wirausaha khususnya di bidang ekonomi kreatif aksesoris bisa menjadi salah satu alternatif lain bagi orang belum mempunyai pekerjaan.

10

(13)

kerajinan tangan seperti lemari, kursi, meja, tas, sepatu, dan lain sebagainya yang proses pembuatannya lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lama.

Di Medan penulis menemukan usaha ekonomi kreatif aksesoris yang dikelola oleh Pak Ojie yang lebih dikenal dengan sebutan OAM Aksesoris yang berada di Pasar UD Pajus Baru Medan, tepatnya beralamat di Jl. Letjend Drs. Djamin Ginting No. 340-A Sumber Padang Bulan. Usaha OAM (Ojie Anak Manis) Aksesoris yang berada di Pasar UD Pajus Baru Medan menjadi tempat penelitian penulis, karena dari hasil observasi penulis OAM Aksesoris adalah satu-satunya wirausaha aksesoris yang sebagian besar (kurang lebih 60%) memproduksi sendiri benda-benda aksesorisnya di Pasar UD Pajus Baru.

(14)

Jika dilihat dari sudut pandang Antropologi Ekonomi maka wirausaha aksesoris tersebut tidak hanya sebatas membuat aksesoris dan melakukan transaksi jual-beli saja, namun lebih pada mengungkapkan kejadian lain dibalik itu. Berdasarkan hasil observasi saya di lapangan, selain memperoleh keuntungan dengan adanya transaksi jual beli ini ternyata juga menjadi suatu wadah dalam menjalin tali silaturahmi, sumber informasi, dan memperluas jaringan kekerabatan, baik antara sesama wirausaha aksesoris, wirausaha dengan pembeli, maupun antara sesama pembeli itu sendiri.

Pada proses pembuatan aksesoris cara yang dilakukan adalah dengan membuat inovasi dan kreatifitas terhadap barang-barang tersebut, sehingga dapat menarik minat banyak orang, dengan demikian aksesoris yang dibuat akan memiliki nilai ekonomi yang dapat menghasilkan keuntungan. Proses perubahan dari barang tidak bernilai, menjadi memiliki nilai seni, kemudian memiliki nilai ekonomi yang menghasilkan keuntungan dapat digambarkan sebagai berikut ini:

Gambar 1.

Proses Ekonomi Aksesoris

Barang bekas/ tidak bernilai

Nilai ekonomi

Nilai seni Keuntungan

Proses pemanfaatan

(15)

Hal ini berarti bahwa fenomena yang ada dalam masyarakat dapat menjadi sebuah peluang usaha dalam ekonomi kreatif dengan memanfaatkan situasi dan mengembangkan kreatifitas dan inovasi yang dimiliki oleh seseorang. Oleh karena itu dalam wirausaha, persepsi dalam masyarakat tentang budaya “mencari kerja” harus diubah terlebih dahulu menjadi pola pikir “pencipta lapangan kerja”. Kondisi ini dapat dicapai jika disertai dengan pemahaman dan pendidikan tentang pentingnya melakukan wirausaha kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak hanya sekedar mengetahui tetapi juga paham bagaimana menjadi wirausaha yang baik.

Selain itu masyarakat juga dapat diberikan pandangan tentang wirausaha ekonomi kreatif diberbagai daerah, karena hal tersebut bisa memperluas wawasan dan menjadi motivasi mereka dalam berkarya. Beberapa diantaranya seperti perkembangan industri seni rupa dan seni karya di Bali, industri kerajinan keramik dan gerabah di Yogyakarta dan industri busana dan belanja di Bandung. Ekonomi kreatif atau dikenal dengan ekonomi budaya tidak hanya berperan dalam membuka lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran saja, tetapi juga berperan dalam menggali nilai-nilai budaya dan mengembangkan semangat kreatifitas masyarakat.

(16)

akan dibuat oleh seorang wirausaha di samping dari inovasi dan kreatifitas dari wirausahawan itu sendiri.

Mengingat produk yang dihasilkan mempunyai variasi yang semakin banyak dan bersifat musiman menurut peristiwa tertentu, juga mudah untuk dibajak atau ditiru oleh orang lain. Seorang wirausaha aksesoris dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, tentu harus mempunyai cara atau strategi tersendiri yang dimodifikasi sesuai dengan pengetahuan atau kebudayaan yang dimilikinya agar dapat terus bertahan dan mencapai kesuksesan. Karena dalam ekonomi kreatif yang berharga itu bukanlah bendanya, akan tetapi ide-ide untuk membuat benda aksesoris itulah yang berharga sehingga memiliki nilai seni, dan strategi usaha mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjaga kestabilan suatu usaha.

1.2. Tinjauan Pustaka

Kerajinan menurut Boeke (dalam Dunham, 2008:45), “Merupakan produksi untuk perdagangan lokal. Ada kontak langsung antara produsen dengan konsumen tanpa perantara pedagang professional; seringkali produksi berdasarkan pesanan; tidak ada penumpukan stok”. Kerajinan tangan (handy craft) adalah “a work produced by hand labor, a trade requiring skill of hands”11. Hal ini mengandung pengertian tentang suatu karya yang dibuat oleh seseorang berdasarkan ide-ide yang dimilikinya dengan menggunakan tangan mereka sendiri, dan memerlukan keterampilan untuk mengkreasikan kerajinan tersebut sehingga mempunyai suatu nilai12

11

“Handy Craft”, http:/arti kata.com/arti-85438-handicraft.html (Diakses tanggal 13Februari, 2012). 12

Nilai merupakan suatu konsepsi-konsepsi yang ada dalam pikiran masyarakat dan organisasi mengenai hal-hal yang berarti dalam hidup (Koentjaraningrat, 1974: 31).

(17)

Menurut John Howkins, ekonomi kreatif adalah kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah ide atau gagasan13. Ahli ekonomi Paul Romer (1993) juga berpendapat, bahwa ide adalah barang ekonomi yang sangat penting, lebih penting dari objek yang ditekankan dikebanyakan model-model ekonomi14

Sedangkan dalam ilmu Antropologi Ekonomi yang memusatkan studi pada gejala ekonomi dalam kehidupan masyarakat manusia. Melihat ekonomi kreatif sebagai sebuah ilmu yang mempelajari tentang segala aktivitas dan kreatifitas manusia dalam proses pengelolaan sumber daya-sumber daya, baik Sumber Daya Manusia (SDM), maupun Sumber Daya Alam (SDA) di bidang produksi dan jasa. Dibidang produksi pengelolaan itu berupa bahan mentah atau penyiapannya menjadi bahan setengah jadi, maupun bahan setengah jadi menjadi bahan jadi. Sedangkan di bidang jasa merupakan segala aktivitas yang terkait dengan pengelolaan sumber daya, baik langsung maupun melalui perantara.

. Melalui ide-ide kreatif yang dimiliki oleh seseorang, sesuatu bisa dijadikan bernilai lebih, sehingga menghasilkan nilai ekonomi.

Oleh karena itu, Ekonomi kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi yang lebih mengutamakan informasi dan kreatifitas, dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Ekonomi kreatif lebih berfokus pada penciptaan barang dan jasa yang mengandalkan keahlian, bakat dan kreatifitas sebagai kekayaan intelektual yang dimiliki oleh seseorang.

13

“Ekonomi kreatif di Indonesia”,

(diakses tanggal 22 Februari 2013)

14

“Definisi ekonomi kreatif”,

(18)

L. Soetrisno (dalam Ahimsa-Putra, 2003), mengatakan bahwa sektor industri termasuk ekonomi kreatif, merupakan suatu bentuk perekonomian rakyat yang mampu membantu mengurangi pengangguran, turut mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional serta berperan penting dalam proses industrialisasi. Kegiatan tersebut telah berperan dalam perluasan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja di daerah pedesaan; dalam penanggulangan kemiskinan; bahkan juga dalam peningkatan ekspor.

Kementerian Perdagangan Indonesia juga menekankan bahwa industri kreatif merupakan industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut15

1. Periklanan.

. Dengan demikian proses peningkatan nilai tambah dari hasil kekayaan intelektual berupa kreatifitas, keahlian, dan bakat individu menjadi produk yang dapat dijual sehingga meningkatkan kesejahteraan bagi pelaksana dan orang yang terlibat.

Ada empat belas sektor yang dimasukan dalam ekonomi kreatif di Indonesia, yakni:

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan. Contoh: riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, promosi kampanye, pemasangan poster, reklame, dan sebagainya.

15

(19)

2. Arsitektur.

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain bangunan, perencanaan biaya, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan konstruksi baik secara menyeluruh dari level makro sampai dengan level mikro.

3. Pasar Barang dan Seni.

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar, swalayan, internet.

Contoh: alat music, percetakan, film, seni rupa, dan lukisan. 4. Kerajinan.

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi produk yang dibuat dan dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya. Contoh: barang kerajinan yang terbuat dari batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, bamboo, kayu, rotan, logam (emas, perak, tembaga, perunggu, besi), porselin, kaca, marmer, kapur, tanah liat.

Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil, bukan produksi massal.

5. Desain.

(20)

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, dan desain aksesoris mode lainnya.

7. Video, Film, dan Fotografi.

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi produksi video, film dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, dan sinetron.

8. Permainan Interaktif.

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi.

9. Musik.

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara.

10.Seni Pertunjukan.

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan (misalnya: pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera, desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan. 11.Penerbitan dan Percetakan.

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, majalah, koran, tabloid, dan konten digital, serta kegiatan kantor berita dan pencari berita.

(21)

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengolahan data, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya.

13.Televisi dan Radio.

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show, infortainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio dan televisi.

14.Riset dan Pengembangan.

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha inovasi yang menawarkan penemuan ilmu teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar; termasuk yang berkaitan dengan humaniora seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra dan seni; serta jasa konsultasi bisnis dan manajemen16

Berdasarkan ke empat belas (14) subsekstoral industri kreatif di atas, aksesoris termasuk ke dalam bagian fashion. Fashion atau mode menurut Helen Reynolds (2011)

, tidak hanya dipahami sebagai perhiasan saja, melainkan juga jejak

(Diakses tanggal 10 Maret, 2012).

17

(22)

kehidupan yang memberikan ruang kesadaran. Dengan kata lain mode bukan sekadar perhiasan dan aksesoris, melainkan sebuah jejak kuasa, hasrat, seni dan jati diri manusia. Identitas manusia dalam lintasan sejarah dapat dengan mudah dibaca dalam jejak mode yang ditampilkan. Kreasi dalam mode mencerminkan ruh kebudayaan dan peradaban yang dirakit manusia untuk mencipta peta kehidupan.

Koentjaraningrat (1990), mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia yang diperoleh melalui proses belajar. Di dalamnya terkandung nilai-nilai dan aturan yang didapat melalui proses belajar dan juga pengalaman manusia yang ada dalam pikirannya. Sehingga apa yang didapat oleh manusia itu adalah melalui tahapan dari belajar dan tersusun sedemikian rupa dalam mind manusia itu sendiri. Dalam konsep ini, segala aktivitas manusia yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari merupakan bagian dari kebudayaan. Oleh karena itu, kreatifitas dari karya manusia berupa benda-benda aksesoris merupakan salah satu bagian dari hasil kebudayaan.

Untuk menghasilkan suatu kreatifitas, manusia harus belajar terlebih dahulu bagaimana cara membuat karya tersebut. Kemampuan tersebut diperoleh melalui proses belajar dalam interaksi sosial18

yang kemudian disesuaikan terhadap berbagai macam lingkungan yang berbeda-beda. Proses belajar ini berlangsung terus menerus dan mengalami perubahan (modifikasi) dari generasi ke generasi berikutnya sesuai dengan kebudayaan yang diperolehnya (Mintargo, 2000:81).

Februari 2013)

18

Interaksi sosial menurut Soerjono Soekanto merupakan dasar proses yang terjadi karena adanya hubungan-hubungan sosial yang dinamis mencakup hubungan antar individu, antar kelompok, atau antar individu dan kelompok.

(23)

Hadirnya usaha ekonomi kreatif khususnya aksesoris, tidak terlepas dari adanya kewirausahaan. Kewirausahaan sebagai suatu pola-pola perilaku seringkali dihubungkan dengan kearifan lokal yang ada disuatu daerah, karena menyangkut nilai-nilai dasar atau pandangan hidup yang dianut oleh individu-individunya atau suatu golongan sosial tertentu. Syafri Sairin (2011) mengatakan bahwa kearifan lokal dapat dipahami sebagai:

Sebuah sistem gagasan dan ide yang merupakan milik

bersama suatu kesatuan sosial; berfungsi sebagai blue print19

Dalam ekonomi kreatif tidak pernah ada kata cukup atau berpuas diri, para pelakunya selalu mencari cara untuk terus berinovasi untuk menghasilkan karya-karya baru. Hessinger mengatakan bahwa, kebutuhan terhadap inovasi itu lebih dulu ada,

atau pedoman bagi sikap dan perilaku bersama anggota kesatuan sosial tersebut dalam berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosialnya; berakar dari kristalisasi pengalaman hidup bersama dalam berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosialnya”.

Ahimsa-Putra (dalam Berutu, 2011), juga menjelaskan bahwa kearifan lokal bersifat dinamis dan variatif. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan yang dimiliki oleh suatu komunitas itu tidak hanya berasal dari warisan generasi-generasi sebelumnya saja, akan tetapi juga diperoleh dari berbagai pengalaman dan pengetahuan masa kini yang berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat lainnya. Oleh karena itu, hasil kerajinan tangan dari suatu tempat yang berbeda akan memperlihatkan corak perilaku wirausaha yang berbeda pula yang disesuaikan dengan kebudayaannya.

19

(24)

baru kemudian orang mencari pengetahuan. Ia mengatakan bahwa jarang sekali seseorang membuka diri terhadap pesan-pesan inovasi jika mereka belum membutuhkan inovasi tersebut. Pesan-pesan dari inovasi tersebut akan menjadi kurang maksimal jika seseorang tidak atau belum menganggap inovasi itu sesuai dengan kebutuhannya dan tidak selaras dengan sikap dan kepercayaannya. Hal seperti ini ia sebut sebagai selective perception (Hanafi, 1981).

Ada beberapa tipe keputusan inovasi, yaitu:

1. Keputusan otoritas, yaitu keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada dalam posisi atasan.

2. Keputusan individual, yaitu keputusan dimana individu yang bersangkutan ambil peranan dalam pembuatannya.

3. Keputusan kontingen, yaitu pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya (Hanafi, 1981). Inovasi yang dilakukan sedikit banyaknya membuat suatu perubahan-perubahan yang nyata dalam masyarakat baik itu berakibat negatif maupun berakibat positif. Oleh karena itu, para pelaku usaha industri kreatif juga harus selektif dalam membuat inovasi-inovasi baru dan akibat inovasi itu harus dikontrol. Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, mereka tentu membuat suatu strategi tersendiri yang dianggap dapat memajukan usahanya dan diterima oleh masyarakat disekitarnya. Melalui strategi inilah mereka melakukan persaingan dalam menarik minat para konsumen sehingga dapat memperoleh keuntungan material (seperti uang) dan simbolik (seperti pangkat ataupun ketenaran).

(25)

kegiatan dan waktu selalu diingatkan kembali akan sebuah nilai yang hendak dibentuk. Pada era ketika waktu dan ruang menjadi barang mewah seperti saat ini, kita harus berani menawar “bentuk” untuk memenangkan pertarungan kontrol atas diri kita sendiri dan kesediaan untuk menerima keragaman bentuk sesuai dengan ruang atau bidang kehidupan yang dimasuki (Simatupang, 2000).

Dengan demikian pemilihan strategi yang digunakan dalam menjalan suatu usaha khususnya ekonomi kreatif yang tidak lepas dari adanya inovasi-inovasi baru, tentu menjadi salah satu aspek yang sangat penting dan perlu pertimbangan dengan penuh ketelitian. Sukses tidaknya suatu usaha itu tergantung pada strategi apa yang digunakan oleh pelaku usaha tersebut. Jika strategi yang digunakan tidak tepat sasaran kemungkinan usaha yang dijalankan tidak akan berkembang dengan baik, dan sebaliknya jika strategi yang digunakan tepat sasaran maka pelaku usaha dapat mencapai kesuksesan seperti yang diharapkan.

1.3. Rumusan Masalah

Melihat dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi wirausaha aksesoris di Pasar UD Pajus Baru Medan agar dapat bertahan dan mencapai kesuksesan ditengah persaingan yang semakin ketat, yang dirumuskan ke dalam beberapa poin pertanyaan berikut :

a. Bagaimana mereka memperoleh ide-ide sehingga dapat membuat aksesoris sebagai bagian dari ekonomi kreatif?

(26)

1.4. Maksud dan Tujuan Penulisan

Penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan pengetahuan dari wirausaha aksesoris yang berjiwa kreatif dalam membuat, memodifikasi, serta mengembangkan produk yang mereka hasilkan. Selain itu juga bertujuan untuk menjelaskan bagaimana strategi yang mereka lakukan dalam menjalankan usaha aksesorisnya sehingga dapat tetap bertahan dalam persaingan pasar, mengingat banyaknya pedagang aksesoris di Pasar UD pajus Baru Medan. Sehingga dengan diketahuinya strategi tersebut, pembaca atau orang lain di luar kelompok tersebut dapat menambah pengetahuan dan masukan bagi mereka dalam melakukan wirausaha aksesoris.

Manfaat penelitian ini secara akademis diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah wawasan keilmuan khususnya dalam bidang ilmu Antropologi, terutama dalam melihat realita masyarakat saat ini yang membutuhkan ide-ide yang lebih kreatif dalam berkarya khususnya dalam membuat aksesoris. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan alternatif pemecahan masalah lapangan pekerjaan yang kerap terjadi di masyarakat. Selain dapat mengembangkan sebuah hobi, aksesoris juga dapat dijadikan sebuah mata pencaharian, guna memenuhi kebutuhan hidup.

Hal inilah yang dijadikan sebagai sebuah kajian dan pembelajaran. Bagi penulis sendiri, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan dibidang wirausaha aksesoris, serta dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapatkan selama di perkuliahan.

1.5. Kerangka Penulisan

(27)

Baru Medan. Secara sistematis, kajian tentang wirausaha aksesoris tersebut berfokus terhadap para wirausahawan kreatif, dalam konteks orang yang membuat dan memodifikasi aksesoris di pasar UD Pajus Baru Medan. Pembahasan tentang wirausaha aksesoris tidak terlepas dari berbagai pihak yang secara langsung (seperti pembeli) maupun tidak langsung (seperti wirausaha aksesoris yang tidak membuat dan memodifikasi aksesoris) ikut serta dalam proses perkembangan usaha aksesoris tersebut, dan bagaimana sikap masyarakat dalam menanggapi keberadaan dari para wirausahawan kreatif tersebut.

Berikut diuraikan apa saja yang dibahas dalam skripsi ini, yakni:

Bab I Pendahuluan, berisi mengenai latar belakang, tinjauan pustaka, rumusan masalah, maksud dan tujuan penulisan, kerangka penulisan, metode dan pengalaman penelitian.

Bab II Situasi Perkembangan Wirausaha Aksesoris, berisi mengenai sejarah singkat aksesoris, industri kreatif aksesoris di Kota Medan, sejarah berdirinya OAM aksesoris, serta sejarah berdirinya IMEGI.

Bab III Proses Pembuatan Aksesoris, yang berisi mengenai tahapan dalam pembuatan aksesoris dan jenis-jenis aksesoris.

Bab IV Strategi Persaingan Wirausaha Aksesoris, yang berisi mengenai strategi ekonomi aksesoris, strategi kreatifitas, dan strategi pelayanan prima kepada setiap pelanggan.

(28)

1.6. Metode dan Pengalaman Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi, dimana seorang etnografer atau peneliti ikut berpartisipasi dalam melakukan kegiatan atau kebiasaan-kebiasaan hidup dari objek yang diteliti yaitu masyarakat dalam periode waktu yang lama. Penelitian etnografi meneliti suatu proses dan hasil akhir. Penelitian sebagai suatu proses, dimana saya melakukan observasi partisipasi dengan cara mengeksplorasi kegiatan dan tingkah laku sehari-hari dari informan dan mewawancarai anggota yang ikut terlibat didalamnya, seperti: pedagang, pengrajin, dan pembeli aksesoris dengan menanyakan suatu kejadian yang terjadi dan apa manfaat kegiatan tersebut dilakukan.

Metode ini digunakan agar mampu menjelaskan sesuatu hal yang di lihat dan memahami apa yang mereka katakan. Di sini informan yaitu pengrajin adalah sebagai guru yang memberikan informasi, pemahaman, dan pembelajaran bagi saya.

Melalui metode penelitian etnografi ini saya dapat membuat hasil akhir dengan memaparkan tulisan dengan gambaran detail dan mendalam mengenai objek penelitian tentang sumber ide-ide dan strategi budaya wirausaha aksesoris yang dilakukan oleh informan, sehingga usaha aksesoris tersebut dapat berkembang dan bertahan dalam mencapai kesuksesan di tengah persaingan yang semakin ketat di Pasar UD Pajus Baru Medan.

(29)

aksesoris. Dalam hal ini yang menjadi informan saya adalah Pak Ojie sebagai pengrajin (pembuat) dan juga Pak Muslim sebagai orang yang melakukan modifikasi dan menjual aksesoris .

Observasi (pengamatan) sebenarnya sudah dilakukan sejak pertama sekali datang ke lokasi penelitian, seperti saat melihat situasi lingkungan sosial dari objek penelitian. Namun observasi yang lebih detail dilakukan pada saat proses kegiatan wirausaha, dimana informan datang ke toko, menyusun dan merapikan benda-benda aksesoris yang akan dijual, menyiapkan perlengkapan dan peralatan yang digunakan pada saat membuat atau pun memodifikasi aksesoris, mengamati tingkah lakunya dalam bekerja, sikapnya saat melayani pembeli, dan interaksinya dengan lingkungan sekitar.

(30)

Saya menjadi tertarik untuk mencoba melakukan pemotongan dengan menggunakan gergaji tangan pada sebuah batok kelapa yang sudah kering seperti yang dilakukan oleh Pak Ojie. Setelah minta ijin terlebih dahulu, beliaupun mengijinkan saya untuk mencobanya. Namun saat mencoba sendiri melakukan pemotongan dengan menggunakan gergaji tangan tersebut, ternyata prakteknya tidak semudah yang saya lihat tadi. Gergaji yang saya pegang sangat susah untuk digerakkan. Lebih dari sepuluh menit, batok kelapa yang menjadi bahan praktek untuk saya gergaji belum juga selesai. Hasil gergajian saya masih setengah dan berujung pada putusnya mata gergaji. Saya sedikit kaget melihat mata gergaji yang saya pegang putus, saya tidak menyangka bahwa mata gergaji tersebut ternyata mudah patah.

Saya meminta maaf kepada Pak Ojie dan merasa bersalah karena kurang hati-hati saat memotong batok kelapa tersebut. Namun Pak Ojie tidak marah dan tidak mempermasalahkan kalau mata gergajinya patah, malah beliau tersenyum dan menyuruh saya untuk mencobanya kembali sampai berhasil. Kemudian beliau mencontohkan kembali cara memotong batok kelapa yang benar. Beliau mengatakan dalam memotong suatu benda itu ada triknya.

(31)

memotongnya dan menghasilkan bentuk yang lebih rapi. Setelah memperhatikan dan mengamati cara tersebut, saya akhirnya mencoba kembali dengan bersusah payah dan berhasil memotongnya setelah menghabiskan waktu dua puluh dua menit. Meski tidak serapi hasil potongan Pak Ojie namun saya cukup lega karena berhasil menyelesaikan pekerjaan saya.

Saat saya mengobservasi kegiatan pembuatan aksesoris tersebut saya hanya dapat melihat dan mengamati apa saja yang informan lakukan. Namun dengan observasi partisipasi yang mana saya ikut terlibat langsung melakukan kegiatan tersebut, saya tidak lagi hanya sekedar melihat saja tetapi juga dapat memahami dan merasakan langsung bagaimana proses pembuatan aksesoris seperti yang informan saya lakukan.

Melalui teknik observasi partisipasi ini saya dapat memaparkan serta menjelaskan bagaimana kegiatan dan kondisi yang terjadi dilapangan. Data-data dari hasil pengamatan yang diperoleh kemudian dituangkan dalam sebuah catatan kecil (field note), menggunakan alat bantu kamera digital sebagai dokumentasi gambar untuk mempermudah dalam membaca dan mengulang kembali informasi yang sudah diperoleh dilapangan. Hal ini dilakukan selain untuk melengkapi data juga untuk menjawab permasalahan penelitian.

(32)

sesuai dengan kajian penelitian. Hasil akhir dari penelitian ini adalah bertujuan untuk mendapatkan suatu gambaran yang lebih detail dan mendalam (thick description)

mengenai strategi wirausaha industri kreatif aksesoris di Pasar UD Pajus Baru Medan.

Untuk mendapatkan data-data tersebut, saya tentu terlebih dahulu membina

rapport (hubungan yang baik) dengan informan. Saya memposisikan diri saya sebagai murid yang sedang belajar pada gurunya, yaitu informan sebagai sumber informasi saya. Saya menggunakan teknik emic view, yaitu melihat dan memahami kejadian yang terjadi di lapangan dari sudut pandang masyarakat atau informan itu sendiri. Oleh karena itu, saya menyesuaian diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan aturan yang berlaku di tempat penelitian saya dan bersosialisasi dengan orang-orang yang berkaitan dengan penelitian saya. Di sini saya berusaha untuk bersikap objektif, dengan tidak mengurangi ataupun menambahi data yang diperoleh selama proses penelitian, sehingga tidak akan mengurangi keaslian dan kevalidan data yang diperoleh dari lapangan.

Selain itu saya juga menggunakan metode snow ball, dimana informan inti (yaitu orang yang membuat dan modifikasi aksesoris) di dapatkan melalui informasi yang diperoleh dari satu orang ke orang lainnya. Sebagai upaya dalam mendukung pengumpulan data yang diperoleh dari lapangan, saya akan memaparkan secara sederhana bagaimana pengalaman saya saat menemui informan dan kendala-kendala yang dialami saat melakukan penelitian. Pengalaman penelitian ini merupakan langkah awal dalam mendapatkan data yang digunakan untuk penyusunan skripsi saya.

(33)

atau mode anak muda zaman sekarang yang kebanyakan menggunakan benda aksesoris sebagai pelengkap penampilan mereka seperti gelang, cincin, kalung, anting, gantungan kunci, dan hiasan aksesoris lainnya. Disadari atau tidak benda-benda aksesoris tersebut sering kali mengundang perhatian dari banyak orang yang melihatnya. Aksesoris yang digunakan biasanya disesuaikan dengan tempat dan kondisi yang sedang dialami oleh si pemakainya.

Menurut Kak Indri orang yang memakai aksesoris mempunyai kesan tersendiri bagi orang lain. Ada yang menunjukkan rasa kekaguman, ada yang menganggap biasa-biasa saja, dan ada juga yang menganggapnya sebagai sesuatu yang berlebihan. Mengingat kebudayaan setiap manusia itu berbeda-beda, saya mencoba untuk memahami perbedaan perpektif tersebut dari sudut pandang orang itu sendiri.

Menyadari hal tersebut saya berpikir betapa hebatnya ide orang yang membuat aksesoris tersebut, selain menjadi trend juga bisa menarik perhatian orang lain sehingga mereka mau memakainya. Jika dilihat dari ilmu Antropologi aksesoris tidak dilihat hanya sebatas sebuah benda yang menarik, unik dan mempercantik orang yang memakainya saja. Namun aksesoris merupakan hasil karya dari ide-ide pemikiran manusia yang dipadukan dengan budaya si pembuatnya. Beda orang yang membuatnya maka aksesoris yang dihasilkan tentu akan berbeda pula.

(34)

cantik dan menarik. Tidak sampai di situ saja, berkat kreatifitas dari orang yang membuatnya, aksesoris tersebut juga memiliki nilai jual yang dapat menghasilkan keuntungan material.

Hal ini membuat saya ingin mengetahui lebih mendalam dari mana mereka memperoleh aksesoris tersebut dan dari manakah sumber ide-ide untuk membuat aksesoris tersebut. Lalu bagaimana strategi yang digunakan si pembuat aksesoris tersebut agar tetap bertahan dan mampu menarik perhatian orang lain untuk membelinya. Untuk mendapatkan informasi tentang asal-usul aksesoris tersebut saya kemudian melakukan wawancara dengan beberapa orang yang menggunakan aksesoris, mereka mengatakan bahwa aksesoris tersebut tidak dibuat sendiri oleh mereka melainkan dibeli dari toko aksesoris yang berada di Pasar UD Pajus Baru, Medan.

Berdasarkan informasi tersebut saya akhirnya melakukan observasi kelapangan dan menemukan beberapa toko yang menjual benda aksesoris. Saya mengunjungi beberapa toko pedagang aksesoris salah satunya toko IMEJI yang sebelumnya di beri tahu oleh dari Kak Erna, bahwa toko tersebut tempat menjual benda-benda aksesoris. Setelah sampai di toko tersebut saya mencoba memperhatikan benda-benda yang dipajang di depan toko.

(35)

tersebut dibuat sendiri oleh mereka dan penjaga tersebut mengatakan tidak. Kemudian saya bertanya darimanakah mereka dapat memperoleh barang-barang tersebut dan ibu tersebut mengatakan bahwa mereka membelinya dari pusat pasar. Ekspresi ibu yang tadinya ramah tiba-tiba berubah menjadi tidak ramah dan seperti menunjukkan kecurigaan, kemudian bertanya kenapa saya menanyakan hal tersebut.

Untuk menghindari kesalahpahaman ibu tersebut saya kemudian memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari kedatangan saya ke toko tersebut yang ingin melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir, yaitu skripsi. Kemudian tiba-tiba seorang pria keluar dari toko tersebut dan bertanya apakah ada yang bisa dibantu. Saya kemudian terlebih dahulu memperkenalkan diri, setelah itu saya kembali menjelaskan maksud kedatangan saya sama seperti sebelumnya.

Berbeda dengan ibu tadi, pria tersebut memberikan respon yang ramah dan memperkenalkan dirinya Pak Muslim sebagai pemilik toko tersebut dan memberitahukan bahwa perempuan tadi adalah istrinya. Beliau bertanya kenapa saya tertarik meneliti benda-benda aksesoris tersebut. Saya mencoba menjelaskan alasan dari pertanyaan tersebut, dimana saya tertarik dengan ide-ide yang dimiliki oleh pengrajinnya yang mampu mengubah bahan mentah yang tadinya hanya dianggap sampah, namun bisa menjadi suatu tren yang dipakai oleh banyak orang.

(36)

untuk menjaga dan melayani pembeli. Sedangkan beliau sendiri bertugas sebagai pengontrol, dalam artian beliau yang memeriksa kelengkapan benda-benda aksesoris yang mereka jual.

Di toko tersebut mereka menjual berbagai benda aksesoris seperti kalung, cincin, gelang, anting-anting, gantungan kunci, boneka, kotak kado, kain slayer, pita rambut. dan aksesoris lainnya. Benda aksesoris yang mereka buat sendiri adalah kotak kado, sedangkan aksesoris seperti kalung, gelang, cincin, dan anting-anting sebagian mereka modifikasi. Benda-benda aksesoris yang mereka jual biasanya mereka beli dari pusat pasar, luar kota, dan ada juga dari seorang pengrajin yang bernama Pak Ojie yang sekaligus sudah dianggap sebagai adiknya sendiri.

Pak Muslim kemudian mengatakan bahwa jika saya ingin mengetahui lebih mendalam mengenai benda-benda aksesoris tersebut, maka sebaiknya saya datang ke toko OAM Aksesoris yang juga masih berada di lokasi Pasar UD Pajus Baru Medan dan bertanya langsung pada Pak Ojie sebagai pengrajin dari benda-benda aksesoris tersebut. Pak Muslim juga mengatakan bahwa Pak Ojie adalah orang yang ramah dan terbuka untuk berbagi ilmu dalam membuat benda-benda aksesoris. Setelah itu saya pamit dan mengucapkan terima kasih banyak kepada Pak Muslim atas keramahan dan informasi yang beliau berikan.

(37)

Saya kemudian menyapa dan disambut ramah oleh beliau. Saya mengulurkan tangan untuk bersalaman dan memperkenalkan diri saya. Beliau membalas salaman saya dan memperkenalkan dirinya sebagai Pak Ojie. Setelah itu saya memberitahukan bahwa kedatangan saya ke toko tersebut atas rekomendasi dari Pak Muslim. Kemudian saya menjelaskan maksud dan tujuan saya yang ingin melakukan penelitian tentang aksesoris untuk menyelesaikan tugas akhir, yaitu skripsi. Saya akhirnya memberikan surat penelitian yang sudah saya bawa sebelumnya untuk lebih meyakinkan beliau.

Gambar

Tabel 1.
Gambar 1. Proses Ekonomi Aksesoris

Referensi

Dokumen terkait

Adapun calon penyedia yang dinyatakan lulus dan memenuhi syarat, serta ditetapkan dalam daftar pendek berhak untuk mengikuti seleksi umum tahap selanjutnya. Daftar

Pada hari ini Selasa tanggal Dua puluh delapan bulan Juli tahun Dua ribu lima belas, kami selaku Kelompok Kerja Badan Layanan Pengadaan (BLP) Pekerjaan Konstruksi

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

Saat ini sedang mengadakan penelitian dengan Judul: “ Hubungan Frekuensi Baby Spa Dengan Kualitas Tidur Bayi Usia 3-12 Bulan (Studi Di BPM Ny Farochah Kalami S.ST,

iv Ari Citra Riana , 201210225129, Fakultas Teknik Program Studi Teknik Informatika Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, judul skripsi “ Sistem Informasi Administrasi

Diberikan Kepada Peserta Praktik Kerja Industri (PRAKERIN) Didasarkan pada Ketentuan-Ketentuan Yang Tertuang Dalam UU No. 20 Tahun 2003

penting bagi kebutuhan keamanan kesehatan dalam ruang. Dinding pada suatu bangunan dapat sebagai dinding struktur. dapat pula hanya sebagai pembatas, hal ini tergantung

Metode matching process diperlukan sehubungan dengan masi banyaknya pekerjaan rework yang terjadi selama proses produksi kom bangunan kapal yang dapat menambah