• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I Pendahuluan A. Latarbelakang - Proses Penyidikan Di Kepolisian Terhadap Notaris Sebagai Saksi Atau Tersangka Dalam Tindak Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I Pendahuluan A. Latarbelakang - Proses Penyidikan Di Kepolisian Terhadap Notaris Sebagai Saksi Atau Tersangka Dalam Tindak Pidana"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

Pendahuluan

A. Latarbelakang

Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat. Perlunya perjanjian-perjanjian tertulis ini dibuat dihadapan seorang notaris adalah untuk menjamin kepastian hukum serta untuk memenuhi hukum pembuktian yang kuat bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Kebutuhan akan pembuktian tertulislah yang mengkehendaki pentingnya lembaga notariat ini.1

Menurut A. Kohar akta adalah tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti. Apabila akta dibuat dihadapan notaris maka akta tersebut dikatakan sebagai akta notarial, atau akta otentik, atau akta notaris. Suatu akta dikatakan otentik apabila dibuat dihadapan pejabat yang berwenang. Akta-akta yang tidak disebutkan dalam undang-undang harus dengan akta otentik boleh saja dibuat

1 R. Soegondo Notodisoerjo,Hukum Notariat Di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo,

(2)

dibawah tangan, hanya saja apabila menginginkan kekuatan pembuktiannya menjadi kuat maka harus dibuat dengan akta otentik.2

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat.3Fungsi akta otentik dalam hal pembuktian tentunya diharapkan dapat menjelaskan secara lengkap dalam proses pembuktian di persidangan, karena pada proses peradilan berdasarkan hukum acara pidana, didalamnya terdapat proses pembuktian, yang menekankan pada alat-alat bukti yang sah menurut Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), antara lain:

1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat;

4. Petunjuk;

5. Keterangan terdakwa.4

Akta otentik sebagai produk notaris yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian. Akta notaris tidak memenuhi syarat sebagai Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat konkrit, individual, dan final, dan akta merupakan formulasi keinginan atau kehendak para pihak yang

2 A. Kohar,Notaris Dalam Praktek Hukum¸ (Bandung: Alumni, 1983), h. 64. 3 Op Cit, h. 29.

4 R. Sunarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah

(3)

dituangkan dalam akta notaris yang dibuat dihadapan atau oleh notaris dan bukan kehendak notaris.5

Dalam Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia terungkap, masih banyak notaris yang melanggar Undang-Undang Jabatan Notaris (selanjutnya akan disebut UUJN) dalam membuat akta. Misalnya pembuatan perjanjian kredit antara bank dan nasabah. Ada notaris yang tetap menelurkan akta meskipun tidak memenuhi syarat lantaran jaminannya bermasalah. Konsekuensi pembuatan akta oleh notaris dapat menyebabkan seseorang kehilangan hak. Inilah yang kerap terjadi dan berujung laporan ke polisi. Untuk memeriksa akta yang bermasalah, biasanya polisi memanggil notaris guna menerangkan proses pembuatan akta. “Kecenderungannya si notaris menyuruh asistennya untuk mewakilinya jika statusnya saksi,” ujar Direktur I Keamanan Transnasional Bareskrim Polri Badrodin Haiti. Menanggapi hal itu, Notaris Soegong Santoso menyatakan tidak semua polisi mengerti tugas dan jabatan notaris. Ia menyatakan untuk akta di bawah tangan yang dilegalisasi notaris, notaris tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kebenaran isi akta. Legalisasi itu artinya notaris hanya menjamin bahwa surat itu betul ditandatangani oleh pihak yang menghadap.

5 Habib Adjie,Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik,

(4)

“Aktanya sendiri mengikat orang yang membuat, tidak mengikat notaris.”6Untuk mengatasi perbedaan persepsi antara notaris dengan kepolisian maka dibuatlah nota kesepahaman antara Ikatan Notaris dengan polisi.

Menurut data Satuan Reskrim Polresta Medan tercatat dari tahun 2008 sampai dengan 2011 sebanyak 20 kasus terkait pemanggilan notaris, pemanggilan sebagai saksi sebanyak 12 notaris dan pemanggilan sebagai tersangka sebanyak 8 notaris. Pemanggilan harus dilakukan setelah penyidik memperoleh persetujuan dari Majelis Pengawas yang merupakan suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan.

Aspek-aspek formal akta notaris dapat saja dijadikan dasar atau batasan untuk memidanakan notaris, sepanjang aspek-aspek formal tersebut terbukti secara sengaja (dengan penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan oleh notaris yang bersangkutan dan para pihak/penghadap) bahwa akta yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dijadikan suatu alat melakukan suatu tindak pidana atau dalam pembuatan akta pihak atau akta relaas dan notaris secara sadar, sengaja untuk secara bersama-sama dengan para pihak yang bersangkutan (penghadap) melakukan atau membantu melakukan suatu tindakan hukum yang diketahuinya sebagai tindakan yang melanggar hukum.7

6 Ketika Notaris Dipanggil Polisi, http://hukum.bunghatta.ac.id/berita-print-news-95.html,

diakses pada tanggal 1 April 2011.

7 Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan

(5)

Dengan demikian pemidanaan terhadap notaris dapat saja dilakukan dengan batasan jika :

1. Ada tindakan hukum dari notaris terhadap aspek formal akta yang sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan, bahwa akta yang dibuat dihadapan notaris atau oleh notaris, bersama-sama dengan penghadap (sepakat) untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak pidana;

2. Ada tindakan hukum dari notaris dalam membuat akta dihadapan atau oleh notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN; dan 3. Tindakan notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang

(untuk menilai tindakan notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris).8 Pada dasarnya, apabila secara formal apa yang dilakukan notaris telah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), seharusnya notaris telah sangat kuat kedudukan hukumnya, dalam artian telah memenuhi syarat kebenaran formal yang menjadi tanggungjawabnya. Namun, pada prakteknya, hal ini tidak sesuai dengan das sollennya. Cukup banyak pada kenyataannya notaris tidak melakukan SOP-nya dengan baik, atau terkadang melakukan beberapa kesalahan yang akibatnya cukup merugikan bagi kliennya ataupun notaris tersebut. Pada akhirnya hal itu dapat menyeret notaris dalam suatu masalah hukum karena ketidakhati-hatiannya, baik disengaja maupun tidak disengaja. Potensi untuk melakukan tindak pidana tergantung pada profesionalismenya dalam bekerja dan kualitas diri pribadi notaris itu sendiri.9

Posisi notaris sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat. Notaris dalam ranah pencegahan terjadinya masalah hukum melalui akta otentik yang dibuatnya sebagai alat bukti yang paling sempurna di pengadilan, apa yang terjadi jika alat bukti yang paling sempurna tersebut krebilitasnya diragukan.10 Krebilitas akan terganggu dan diragukan apabila banyak notaris yang dipanggil kepolisian dan kemudian

8 Ibid, h. 124-125.

9 Fenomena Pidana Dalam Dunia Kenotariatan,

http://hukum.kompasiana.com/2011/04/04/fenomena-pidana-dalam-dunia-kenotariatan/..., diakses pada tanggal 25 Oktober 2011.

10 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, (Jakarta : PT

(6)

diberitakan secara tidak seimbang. Hal tersebut akan membentuk opini yang salah pada masyarakat.

Seperti pada pemberitaan waspada pada tanggal 29 Oktober 2007. Kapoldasu Irjen Nurudin Usman mengatakan, kasus tindak pidana yang melibatkan notaris, sejak tahun 2005 sampai 2007 di Direktorat Reskrim dan satuan wilayah di jajaran Poldasu, sebanyak 153 kasus. Dimana 10 orang sebagai tersangka dan sebanyak 143 orang jadi saksi.11

Banyak notaris yang terkena kasus hukum itu dikarenakan beberapa faktor, antara lain dikarenakan jumlah notaris yang sudah tidak sesuai dengan permintaan pasar, jumlah notaris yang terus bertambah yang berdampak persaingan yang kurang sehat sehingga terjadi perebutan pasar (klien) yang mengakibatkan notaris mengenyampingkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta etika profesi.12

Ditinjau dari aspek teoritik dan praktik pada hakekatnya dalam menjalankan jabatannya tersebut maka yang harus dipunyai oleh seorang notaris adalah aspek kehati-hatian, kecermatan dan kejujuran yang merupakan hal mutlak dalam melaksanakan jabatan notaris tersebut. Apabila aspek ini terabaikan dalam pembuatan suatu akta, maka dapat berakibat langsung maupun tidak langsung

11 http:/www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content_pdf=1&id=6025, diakses pada

tanggal 1 April 2011.

12 Muchlis Patahna, “Apa Akar Masalahnya Banyak Notaris Tersandung Kasus”, Majalah

(7)

kepada suatu perbuatan yang harus dipertanggungjawabkan secara administratif sesuai dengan ketentuan Pasal 85 UUJN dan bisa berupa pelanggaran perdata (Pasal 84 UUJN) bahkan perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana. Hal mana pertanggungjawaban notaris dalam bidang pidana dari aspek praktik peradilan pada hakekatnya meliputi 3 (tiga) pertanggungjawaban yaitu pertanggungjawaban selaku terdakwa, pertanggungjawaban selaku saksi, dan pertanggungjawaban sebagai tenaga ahli dalam hal keterangan ahli yaitu seputar tentang kerahasiaan suatu akta yang tidak mungkin diungkapkan dalam persidangan maka lebih baik notaris minta dibebaskan pemberian keterangan seputar kerahasiaan akta tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 170 KUHAP.

Sebagai regulator, pemerintah berkewajiban memastikan kepentingan masyarakat terlindungi. Namun disisi lain pemerintah juga berkewajiban menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan kenotariatan di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus berusaha menyeimbangkan kepentingan tersebut dengan mengeluarkan paket kebijakan di bidang kenotariatan yang tepat.13 Kebijakan yang diharapkan dapat melindungi masyarakat, notaris dan kepolisian dalam menjalankan wewenang, hak dan kewajibannya masing-masing.

(8)

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah ketentuan hukum dan pelaksanaan proses penyidikan terhadap notaris sebagai saksi atau tersangka dalam tindak pidana?

2. Bagaimanakah penerapan asas kerahasiaan yang diterapkan notaris atas akta yang dibuatnya dalam kaitannya dengan proses penyidikan?

3. Kendala-kendala apakah yang dihadapi penyidik dan notaris dalam menjalankan tugasnya masing-masing terkait proses penyidikan notaris sebagai saksi atau tersangka dalam tindak pidana?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui ketentuan hukum dan pelaksanaan proses penyidikan

terhadap notaris sebagai saksi atau tersangka dalam tindak pidana.

2. Untuk mengetahui penerapan asas kerahasiaan yang diterapkan notaris atas akta yang dibuatnya dalam kaitannya dengan proses penyidikan.

(9)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengembangan atau kemajuan di bidang ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

2. Secara praktik, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada Kepolisian dan Notaris yang terkait dalam proses penyidikan sebagai saksi atau tersangka dalam tindak pidana.

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi, data yang ada dan penelusuran lebih lanjut pada kepustakaan Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa belum pernah ada penelitian sebelumnya yang berjudul “PROSES PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI SAKSI ATAU TERSANGKA DALAM

TINDAK PIDANA OLEH KEPOLISIAN”. Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan.

(10)

1. Judul pertama “ANALISIS YURIDIS PENGAMBILAN FOTOCOPY MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN PERATURAN

PELAKSANAANNYA” oleh Susanna/067011127 Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan mengangkat permasalahan antara lain: a. Bagaimanakah prosedur pengambilan fotocopi minuta akta dan

pemanggilan Notaris di Indonesia?

b. Apakah kendala yang dihadapi dalam pengambilan fotoopi minuta akta dan pemanggilan notaris?

c. Apakah upaya untuk mengatasi kendala dalam pengambilan fotocopi minuta akta dan pemanggilan notaris?

2. Judul kedua “KAJIAN HUKUM TERHADAP PEMANGGILAN NOTARIS OLEH PENYIDIKAN POLRI BERKAITAN DENGAN

DUGAAN PELANGGARAN HUKUM ATAS AKTA YANG

DIBUATNYA” oleh Nuzuarlita Permata Sari Harahap/087011146 Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan mengangkat permasalahan antara lain:

(11)

berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004 dan kode etik?

b. Bagaimana prosedur hukum yang berlaku terhadap pemanggilan notaris oleh penyidik Polri berkaitan dengan dugaan pelanggaran hukum atas akta yang dibuatnya?

c. Bagaimana status hukum notaris dari segi jabatan dan kewenangan, setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polri?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.14 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan mengimplementasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu.15 Sedang dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar

14M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Cet ke I (Bandung : Bandar Maju, 1994),

h. 80.

15 Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, Cet ke II (Jakarta : Rineka Cipta, 1998),

(12)

penelitian hukum.16 Fungsi teori adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.17

Penelitian ini menggunakan toeri Roscoe Pound sebagai pisau analisa, Pound mengungkapkan hukum itu keseimbangan kepentingan. Kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat harus ditata sedemikian rupa agar tercapai keseimbangan yang proporsional. Manfaatnya adalah terbangunnya suatu struktur masyarakat sedemikian rupa hingga secara maksimum mencapai kepuasan akan kebutuhan dengan seminimum mungkin menghindari benturan. Pound menyatakan tiga kategori kelompok kepentingan, yaitu kepentingan umum, sosial, dan kepentingan pribadi. Kepentingan-kepentingan yang tergolong kepentingan umum terdiri atas dua, yakni: kepentingan-kepentingan negara sebagai badan hukum dalam mempertahankan kepribadian dan hakikatnya, kepentingan-kepentingan Negara sebagai penjaga kepentingan-kepentingan sosial.18

Sementara yang tergolong kepentingan pribadi/perorangan adalah:

a. Pribadi (integritas fisik, kebebasan kehendak, kehormatan/nama baik,privacy, kebebasan kepercayaan, dan kebebasan berpendapat). Kepentingan-kepentingan ini biasanya menjadi bagian dari hukum pidana yang mengatur tentang penganiayaan, fitnah, dan lain sebagainya.

16 Soerjono Soekamto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat,Edisi I Cet ke VII, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), h. 7.

17 Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya,

1993), h. 35.

18 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Teori Hukum,

(13)

b. Kepentingan-kepentingan dalam hubungan rumah tangga/domestik (orang tua, anak, suami istri). Kepentingan-kepentingan ini meliputi soal-soal seperti perlindungan hukum atas perkawinan, hubungan suami-istri, hak orang tua untuk memberi mendidik anak.

c. Kepentingan subtansi meliputi perlindungan hak milik, kebebasan menyelesaikan warisan, kebebasan berusaha dan mengadakan kontrak, hak untuk mendapatkan keuntungan yang sah, pekerjaan, dan hak untuk berhubungan dengan orang lain.19

Notaris dalam membuat akta otentik harus menjaga dan melindungi kepentingan-kepentingan para pihak sebagai pribadi perseorangan, dalam menjaga dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut notaris tidak melanggar hukum publik dan perdata.

Dalam dunia ilmu pengetahuan hukum, kiranya tidak ada pemisahan antara hukum publik dan hukum perdata, sehingga pada segala hubungan hukum yang berada dimasyarakat selalu dapat dikatakan bahwa hubungan hukum itu masuk golongan bukum publik atau golongan hukum perdata. Banyak hubungan hukum yang mengandung bersama-sama unsur hukum publik dan perdata. Contohnya hukum perburuhan yang mengatur hubungan hukum antara buruh dan majikan dan pada hukum ekonomi pada umumnya.20 Hukum publik terbagi kedalam tiga golongan hukum, pertama hukum tata Negara, kedua hukum tata usaha Negara, dan ketiga hukum pidana.21

19 Ibid.

20 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung : PT Refika

Aditama, 2011), h. 2.

(14)

Sebelum membahas lebih jauh tentang hukum pidana terlebih dahulu akan diuraikan tentang notaris. Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, memberikan pengertian notaris yakni : “Notaris adalah pejabat umum, yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang ini”. Dengan memperhatikan hal tersebut maka Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa notaris diangkat dan diberhentikan oleh menteri yang bidang tugas dan tanggungjawabnya meliputi bidang kenotariatan. Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi notaris, yaitu:

1. Warga Negara Indonesia;

2. Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3. Berumur paling sedikit 27 tahun;

4. Sehat Jasmani dan rohani;

5. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan; 6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai

karyawan notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan, dan;

7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaris.

(15)

a. Asas kebersamaan;

Untuk kepentingan pelakasanaan tugas jabatan notaris, ditambah dengan Asas Proporsional dan Asas Profesionalitas.22

Notaris dan akta yang dibuatnya dapat dikaitkan dengan Pasal 184 KUHAP yang menyatakan bahwa alat-alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Kualifikasi alat bukti surat seperti dimaksud oleh Pasal 184 KUHAP diatur dalam Pasal 187 KUHAP. Pasal ini mensyaratkan bahwa surat-surat sebagai alat bukti harus dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Surat-surat yang dimaksud adalah:

(1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu;

(2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

(3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;

(4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.23

22 Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, (Bandung : Mandar Maju,

2009), h. 75.

23 Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, (Jakarta : Sinar

(16)

Surat-surat sebagaimana tersebut pada angka (1) disebut sebagai akta otentik yang dibuat oleh notaris.24 Tan Thong Kie menjelaskan pembagian akta, yakni:

1. Relaas-Akten; dibuat oleh notaris mengenai perbuatannya atau hal-hal yang disaksikan oleh notaris, dapat berupa mengenai perbuatan, pernyataan atau jawaban dari mereka yang menghadap.

2. Partij-Akten; akta yang dibuat mengenai hal-hal yang dilakukan atau

diterangkan oleh mereka yang dengan sengaja menghadap dihadapannya, agar notaris membuat akta mengenai apa yang dilakukan atau diterangkan oleh mereka.25

Instansi yang berwenang melakukan penyidikan terhadap notaris dan akta yang dibuatnya adalah polisi negara. KUHAP telah meletakkan fungsi penyidikan kepada instansi kepolisian. Pejabat kepolisian harus memenuhi syarat kepangkatan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Hukum Acara Pidana serta diselaraskan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum sebagaimana diatur dalam Pasal 6 KUHAP.

Adapun rincian wewenang yang dimiliki penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 1 KUHAP adalah sebagai berikut:

24 Ibid,h. 22.

25 Tan Thong Kie,Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, (Jakarta : PT Ichtiar Baru

(17)

1. Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya tindak pidana; 2. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

3. Memberhentikan seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan sehubungan dengan pemeriksaan

perkara;

9. Mengadakan penghentian penyidikan;

10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Penyidik yang melakukan pemeriksaan memiliki wewenang melakukan pemanggilan kepada saksi dan tersangka. Pemanggilan sebagai saksi maka penyidik harus berpedoman pada kriteria yang ditentukan oleh pasal 1 angka 26 KUHAP yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. seseorang yang mendengar sendiri; 2. melihat sendiri;

3. mengalami sendiri;

4. orang yang bersangkutan dapat menjelaskan sumber pengetahuan akan apa yang ia dengar, lihat dan alami sendiri.

(18)

1. Penyidik menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar diterimanya panggilan dan bila tidak datang maka penyidik dapat memanggil sekali lagi untuk menghadap penyidik sebagaimana diatur dalam pasal 112 KUHAP.

2. Apabila tersangka dan saksi bertempat tinggal di luar daerah hukum penyidik, maka pemeriksaan dapat dilakukan di tempat tinggal tersangka atau saksi sebagaimana diatur dalam pasal 119 KUHAP.

3. Pemanggilan dilaksanakan paling lambat 3 hari sebelumnya sebagaimana diatur dalam pasal 227 KUHAP.

Dalam Pasal 2 Nota Kesepahaman antara Ikatan Notaris Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia No.Pol:B/1056/V/2006 dan Nomor: 01/MOU/PP-INI/V/2006 tentang Pembinaan dan Peningkatan Profesionalisme di Bidang Penegakan Hukum, dinyatakan sebagai berikut:

1. Tindakan pemanggilan terhadap notaris harus dilakukan seara tertulis dan ditandatangani oleh penyidik.

2. Pemanggilan notaris dilakukan setelah penyidik memperoleh persetujuan dari Majelis Pengawas yang merupakan suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan.

3. Surat pemanggilan harus jelas mencantumkan alasan pemanggilan, status yang dipanggil (sebagai saksi atau tersangka), waktu dan tempat, serta pelaksanaannya tepat waktu.

4. Surat pemanggilan diberikan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelumnnya ataupun tenggang waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat panggilan tersebut sebagaimana yang tercatat dalam penerimaan untuk mempersiapkan bagi notaris yang dipanggil guna mengumpulkan data-data/bahan-bahan yang diperlukan.

5. Dengan adanya surat pemanggilan yang sah menurut hukum, maka notaris wajib untuk memenuhi panggilan penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (2) KUHAP.

6. Apabila notaris yang dipanggil dengan alasan sah menurut hukum tidak dapat memenuhi panggilan penyidik, maka penyidik dapat datang ke kantor/tempat kediaman notaris yang dipanggil untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 113 KUHAP.

(19)

Tetapi khusus untuk pemanggilan terhadap notaris, penyidik wajib memperhatikan beberapa ketentuan mengenai hak ingkar yang dimiliki oleh seseorang pejabat umum sebagaimana diatur dalam pasal 1909 ayat 3 KUH Perdata, yaitu : “Segala siapa yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya menurut undang-undang diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannnya dipercayakan kepadanya sebagai demikian.”

Hak ingkar notaris diberikan oleh undang-undang tidak hanya merupakan suatu hak akan tetapi suatu kewajiban berdasarkan pada Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 huruf (e) UUJN. Menurut Van Bemmelen ada 3 (tiga) dasar untuk dapat menuntut penggunaan hak ingkar, yakni:

1. Hubungan keluarga yang sangat dekat; 2. Bahaya dikenakan hukuman pidana;

3. Kedudukan, pekerjaan dan rahasia jabatan.26

Pasal 66 UUJN yang mengatur bahwa pemanggilan terhadap notaris harus mendapat persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah. Isi dari Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut adalah:

1. Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang : Mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan

(20)

pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam Penyimpanan Notaris.

2. Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat berita acara penyerahan.

Notaris merupakan suatu jabatan yang memiliki kekhususan tersendiri, sehingga pemanggilan terhadap notaris baik sebagai saksi atau tersangka memiliki prosedur tersendiri pula.

2. Konsepsi

Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan relitas.27 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi operasional.28Oleh karena itu, kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih kongkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang menjadi pegangan kongkrit dalam proses penelitian. Jadi jika teori berhadapan dengan sesuatu hasil kerja yang telah selesai, maka konsepsi masih merupakan permulaan dari sesuatu karya yang setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan suatu teori.29

(21)

Untuk menghindari terjadinya perbedaan pengertian tentang konsep yang dipakai dalam penelitian ini, maka diperlukan penjelasan mengenai pengertian konsep yang dipakai, sebagai berikut:

1. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya sendiri. (Pasal 1 butir 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

2. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris).

3. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. (Pasal 1 butir 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

(22)

5. Tindak pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Adapun yang termasuk dalam pengertian kepentingan umum ialah: Badan dan peraturan perundang Negara, seperti lembaran-lembaran Negara, Pejabat Negara, Pegawai Negara, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya; Dan Kepentingan hukum tiap manusia, yaitu jiwa, raga/tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik/harta benda.30

6. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia).

G. Metodelogi Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang

30 C.S.T, Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai

(23)

didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.31

1. Spesifikasi Penelitian

Dalam kaitannya dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu menggambarkan semua gejala dan fakta yang terjadi dilapangan serta mengaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan keadaan yang terjadi dilapangan. Mengungkap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.32 Sehingga penelitian ini dapat mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kemudian dikaitkan dengan teori-teori

31 Soerjono Soekamto,Pengantar Penelitian Hukum(Jakarta : Universitas Indonesia Press,

1986), h. 43.

(24)

ilmu hukum serta praktek pelaksanaannya mengenai proses penyidikan terhadap notaris sebagai saksi atau tersangka dalam tindak pidana oleh kepolisian. Dilihat dari peran dan fungsi notaris sebagai pejabat umum di bidang keperdataan dengan peran polisi penyidik dalam penegakan hukum pidana.

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini untuk menganalisa notaris sebagai pejabat umum terhadap status saksi atau tersangka dalam suatu tindak pidana. Metode pendekatan pada penelitian ini adalah melalui pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu metode pendekatan yang dipergunakan untuk memecahkan objek penelitian dengan meneliti data primer yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jabatan notaris, terhadap data sekunder dilapangan karena hukum yang pada kenyataannya dibuat dan ditetapkan oleh manusia yang hidup dalam masyarakat artinya keberadaan hukum tidak bisa dilepaskan dari keadaan sosial masyarakat serta prilaku masyarakat yang terkait dengan lembaga hukum tersebut.33

(25)

Penelitian ini berbasis pada ilmu hukum normatif (peraturan perundangan), kemudian mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat.34

Melakukan pendekatan terhadap permasalahan dengan mengkaji berbagai aspek hukum baik dari segi ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku mengenai proses penyidikan terhadap notaris sebagai saksi atau tersangka dalam suatu tindak pidana. Meneliti atau menelaahnya dari segi pelaksanaannya, sehingga dapat mengimplemantasikan dalam praktek dilapangan.35

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian diperlukan bagi penelitian hukum terutama bagi penelitian hukum empiris, dan lokasi penelitian harus disesuaikan dengan judul dan permasalahan penelitian.36 Oleh karena itu maka lokasi penelitian ini dilakukan di Propinsi Sumatera Utara di Polresta Medan.

34 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), h. 47.

(26)

4. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Notaris yang wilayah hukumnya di Kota Medan yaitu sebanyak 253 (dua ratus lima puluh tiga) Notaris, sedangkan yang dijadikan populasi sasaran adalah Notaris yang berada di kota Medan. Penarikan sampel dilakukan secara “purposive sampling”sebanyak 4 (empat) Notaris di kota Medan. Penelitian ini didukung dengan data penunjang melalui informan yaitu :

a. Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Kota Besar Medan : 1 orang b. Majelis Pengawas Wilayah Sumatera Utara : 1 orang c. Majelis Pengawas Daerah Kota Medan : 1 orang

5. Teknik Pengumpulan Data

Bahan hukum yang dikelompokkan ke dalam:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,37bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.38 Dalam penelitian ini bahan hukum primer tersebut berupa: Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Undang-Undang 30 Nomor Tahun 2004 tentang

37 Op cit, Soerjono Soekamto,Pengantar Penelitian Hukum, h. 50.

(27)

Jabatan Notaris, Kitab Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Acara Pidana, dan peraturan-peraturan lainnya.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, karya ilmiah, pendapat para ahli hukum, buku-buku teks, surat kabar (Koran), pamphlet, lefleat, brosur, dan berita internet, yang berkaitan dengan penelitian.

3. Bahan hukum tersier, merupakan bahan hukum yang dapat menjelaskan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, yang berupa kamus, ensiklopedi, dan lain-lain.39

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi dokumentasi yaitu dengan mempelajari serta menganalisa data yang berkaitan dengan objek penelitian dan peraturan perundang-undangan, menelaah pelaksanaannya dan kemudian mengambil kesimpulan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumen, yaitu dengan membaca, mempelajari dan menganalisa literatur/buku-buku, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain, untuk memperoleh data sekunder.

(28)

2. Penelitian lapangan (field research) dilakukan untuk menghimpun data primer dengan cara wawancara, dilakukan secara langsung kepada nara sumber, dengan mempergunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara.

6. Analisa Data

a. Analisa data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapat sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini disebut sebagai kegiatan yang memberikan telaah yang dapat berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan bantuan teori yang telah dikuasai.40

b. Mensistemasi data. Dimana peneliti mengadakan pemeriksaan terhadap informasi yang didapat dari responden dan nara sumber, terutama kelengkapan jawaban yang diterima dan memperhatikan adanya keterhubungan antara data primer dengan data sekunder, dan diantara

(29)

bahan-bahan hukum yang dikumpulkan satu hal yang perlu diperhatikan adalah data harus diklasifikasikan secara sistematis.41

c. Menganalisa data kualitatif. Semua data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisa secara kualitatif, yaitu analisis terhadap data-data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta tingkah laku yang nyata, dan menganalisa bahan-bahan hukum.42 Karena metode kualitatif ini adalah metode yang mengungkapkan fakta-fakta secara mendalam berdasar karakteristik ilmiah dari individu atau kelompok untuk memahami dan mengungkapkan sesuatu.43Kemudian peneliti harus dapat menentukan data mana atau bahan hukum mana yang memiliki kualitas sebagai data atau bahan hukum yang diharapkan atau diperlukan, dan data atau bahan hukum mana yang tidak relevan dan tidak ada hubungannya dengan materi penelitian, sehingga dalam analisis dengan pendekatan kualitatif ini yang dipentingkan adalah kualitas data.44

d. Penarikan kesimpulan. Dalam pengolahan data peneliti menarik kesimpulan bahwa peneliti menggunakan cara berfikir induktif, yaitu cara berfikir yang bertolak dari hal-hal yang khusus yang kemudian dicari generalisasinya yang bersifat umum, sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan objek yang diteliti.45

41 Ibid, h. 181. 42 Ibid,h. 192. 43 Ibid, h. 53. 44 Ibid,h. 192.

45 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta : Raja Grafindo Persada,

Referensi

Dokumen terkait

(4) perbedaan hasil belajar fisika antara siswa yang diberikan umpan balik tes formatif segera dengan siswa yang diberikan umpan balik tes formatif tertunda,

The Meaning of Home for Brandon Willard as Seen through the Conflicts in Michael Morris’ Slow Way Home.. Yogyakarta: Department of English Letters, Faculty of Letters,

Hasil penelitian menunjukkan sapi-sapi endometritis pada K1 mengalami regresi CL rata-rata 32 jam setelah terapi, sedangkan pada K2, CL tidak langsung regresi setelah

Terdapat beberapa faktor penyebab kejadian anemia yang dialami remaja yaitu kurangnya pengetahuan anemia dan asupan gizi sehingga mempengaruhi pemilihan dalam konsumsi makanan yang

This thesis focuses on the character analysis of Pak Dogol and Wak Long as clowns in wayang kulit Kelantan. The three objectives of this thesis are: 1) to explore the

Berdasarkan hasil jawaban narasumber, maka dapat diambil kesimpulan bahwa factor yang penting untuk diperhatikan dalam pembentukan tim untuk persiapan suksesor

Pada bangunan candi di Indonesia, selain berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat di candi di Indonesia, selain berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat

Perkembangan Bank syariah yang sangat pesat sudah terlihat dari data statistik Bank Indonesia dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2013 yang sangat singnifikan, jika pada