• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Globalisasi Pada Identitas Budaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dampak Globalisasi Pada Identitas Budaya"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Dampak Globalisasi Pada Identitas Budaya Bangsa

Anas Prambudi, 1306353354, Kajian Kebijakan Budaya

Apakah yang disebut kebudayaan nasional? Apakah yang disebut kebudayaan daerah? Manakah yang disebut kebudayaan nasional dan daerah? Seperti apa bentuk atau ikonnya? Kapan dan apa kita bisa menyebut inilah “kita”?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut diungkapkan oleh Mukhlis Paeni dalam kuliah Kajian Kebijakan Budaya pada 16 September 2013 di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Pertanyaan tersebut menjadi dasar perbincangan pada mata kuliah KKB. Mukhlis Paeni mencoba menyentil cara berpikir mahasiswa S2 Tradisi Lisan dalam memahami posisi identitas budaya bangsa saat ini yang tidak jelas seperti apa. Di satu sisi mengaku menjunjung tinggi budaya timur, namun pada kenyatannya di sisi lain sangat terinfluence dengan budaya barat. Belum lagi dengan gempuran ideologi islam radikal saat ini makin membuat identitas Indonesia sebagai identitas budaya bangsa cenderung “keislam-islaman”. Permasalahan ini bisa dibilang rawan karena membuat pluralitas di Indonesia semakin hilang keasliannya. Menilik permasalahan itu, penulis mencoba memahaminya melalui dampak globalisasi pada identitas budaya bangsa.

Identitas atau jati diri di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diperlakukan sebagai sinonim yang berarti ciri-ciri atau kebudayaan khusus seseorang (identitas); atau ciri-ciri, gambaran atau keadaan khusus seseorang atau suatu benda (jati diri)1. Dengan definisi itu, yang mengandung kata ‘ciri’ dan ‘khusus’ dapat diartikan bahwa sebuah identitas dari sesuatu (baik orang maupun barang) tidak dimiliki oleh sesuatu yang lain. Dengan demikian “identitas budaya bangsa” adalah ciri atau kebudayaan khusus dari sebuah budaya suatu bangsa.

Kebudayaan selalu berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat luas dalam aktivitas sehari-hari yang terus berkembang dan berubah berdasarkan pengaruh dari berbagai unsur ekonomi, politik, dan teknologi. Secara umum, jika orang memahami kebudayaan yang terus berubah dan berkembang itu dalam kaitan pengembangan ekonomi, mau tak mau harus menempatkan kebudayaan dalam kaitan dengan proses ekonomi global. Adanya pembentukan atau pemanggilan grup-grup kesenian untuk dipentaskan, adanya penyeragaman mengenai

(2)

nama gedung yang beraksara Sanskrit di mana-mana, adanya istilah-istilah budaya di dalam plafon politik birokrasi seperti “pendopo” serta ritual pemukulan gong sebagai satu instrumen sentuhan budaya ekonomi adalah upaya-upaya pemerintah mengidentitaskan identitas budaya bangsa melalui manifestasi kebudayaan daerah dalam bidang ekonomi dan politik.

Akan tetapi pada kenyataannya, berdasarkan upaya-upaya pemerintah yang disebutkan sebelumnya, pemerintah tidak memahami nilai budaya. Budaya cuma dipahami sebagai pembenaran ideologi politik. Apa yang terjadi sesudah itu? Timbulnya kesadaran bahwa kebudayaan tidak bisa dianggap sebagai instrumen dan tidak bisa dianggap hanya sebagai ornamen kegiatan sosial-politik di masyarakat. Penanggulangannya adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat profan. Dari fase itu, pemerintah sudah mulai melihat kebudayaan sebagai sebuah senjata pengangkatan nilai bangsa yaitu melalui pariwisata.

Namun muncul masalah baru, pariwisata menjadi komoditas ekonomi. Budaya menjadi komoditi ekonomi. Budaya menjadi barang produksi. Akhirnya pemahaman kebudayaan menjadi kabur karena lambat laun kebudayaan identik dengan industri. Mulailah muncul cultural industry (industri kreatif). Di sini terjadi dampak besar terhadap pembinaan kebudayaan. Kebudayaan dianggap menjadi mata atau bahan tambang yang harus dikelola sedemikian rupa agar selalu menghasilkan profit. Kebudayaan dipahami sebagai mata tambang yang tidak bisa habis—dianggap sebagai mata uang baru dalam masyarakat. Alat tambang untuk kebudayaan adalah pikiran atau kreatifitas manusia. Mata tambangnya ada di tradisi masyarakat.

Dalam globalisasi, segala sesuatu dipandang sebagai barang konsumsi. Dalam proses globalisasi kita dapat mencatat tiga hal penting: pertama, globalisasi telah menghilangkan atau sekurang-kurangnya mengaburkan batas-batas tradisional dari negara, budaya, komunitas, sistem sosial, bahkan juga batas-batas etnik. Kedua, arus lalu lintas barang, produk-produk, dan benda-benda teknologi yang semakin mudah dan cepat. Ketiga, arus keluar masuk informasi, pemikiran, ide-ide, bahkan juga ideologi-ideologi dan nilai-nilai lain tak kalah cepat pula2.

Kenyataan membuktikan bahwa etika etnik tidak selalu sejalan dengan etika universal, maka ketika berbicara mengenai globalisasi saat ini, kita juga harus berbicara mengenai glokalisasi. Glokalisasi menurut Mukhlis Paeni adalah kesadaran masyarakat terhadap pemberdayaan konten-konten lokal menjadi materi yang akan diglobalkan—tidak harus untuk kepentingan lokal, tetapi juga kepentingan global.

2 Iriantine Karnaya, 2010, “Integritas dalam Budaya” dalam Indusri Budaya, Budaya Industri: Kongres Kebudayaan

(3)

Oleh karena itu, permasalahan identitas budaya bangsa di Indonesia sebenarnya sudah disadari oleh semua kalangan termasuk pemerintah. Namun upaya yang dilakukan baru dan masih dalam bidang ekonomi. Lebih miris lagi, bahwa pemahaman mengenai identitas budaya bangsa dijadikan komiditi ekonomi. Baik atau buruknya hal tersebut, sebenarnya tidak masalah asalkan masih dalam taraf upaya kompromi identitas budaya bangsa terhadap derasnya serangan globalisasi. Intinya, bagaimana kita mengolah nilai-nilai lokal agar bisa diterima secara global dan bagaimana cara kita mengolah nilai-nilai lokal yang bersifat profan itu tetap profan.

Acuan Pustaka

Departemen Pendidikan dan Kebudayan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax. Jabatan : Kepala Sub Bagian (Pj. Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Bagian TU

Simulation means simulate a real life activity.The objectives of this research are to describe a) how the implementation of simulation in teaching speaking skill and b)

[r]

Pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan dari data yang sudah. direduksi dan yang sudah disajikan dalam

Lembaga Penjamin Kredit Ekspor (LPKE) merupakan lembaga yang ditunjuk negara asing untuk memberikan jaminan, asuransi, pinjaman langsung, subsidi bunga, dan bantuan

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perputaran persediaan, perputaran piutang dan ukuran perusahaan terhadap profitabilitas baik secara

Karena hal inilah maka dalam makalah ini kami akan membahas tentang pemanasan global dan penyimpangan pola cuaca seperti El Nino & La Nina, hal-hal

Semakin tinggi toleransi risiko semakin kecil kemungkinan memilih asset berisiko rendah, atau semakin tinggi toleransi risiko semakin besar memilih asset yang berisiko lebih