• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam Masa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam Masa"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Kitab yang menulis tentang Sirah Nabawi dan perjalanan dakwah Rasulullah Saw. serta para sahabat dalam menegakkan Islam di muka bumi secara tidak langsung adalah penegasan mengenai Izzatul Islam sekaligus membuka wawasan keilmuan yang lebih dalam bagi kita hamba Allah sekaligus umat akhir zaman. Khazanah keislaman laksana simbol kebangkitan dalam pencarian identitas atau jati diri seorang muslim. Di sisi lain, kitab yang menjelaskan tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam belumlah banyak sebanyak kitab Sirah Nabawi. Padahal sejarah pemikiran perkembangan ekonomi adalah suatu pengetahuan mengenai cakrawala ilmu perekonomian mulai dari zaman Rasulullah Saw. hingga dinasti kekhalifahan Islam sebelum akhirnya runtuh dan lenyap digantikan oleh mazhab-mazhab baru dari para ekonom Barat. Terutama setelah revolusi industri hingga munculnya banyak penemuan baru (new invention). Perekonomian Islam yang tercermin adalah sebuah sistem yang menjunjung tinggi prinsip keadilan, kejujuran, persamaan, persaudaraan, dan persatuan yang berlandaskan pada Alquran dan As-sunnah.

(2)

pemerintahan yang dibangun adalah kembali pada konsep Al Fallah yaitu terwujudnya kemakmuran di dunia dan akherat.

Setelah era Khulafaur Rasyidun munculah kekhalifahan baru. Daulah Umayyah yang didirikan oleh Mu’awiyah ibn Abi Sufyan adalah awal terbentuknya monarchiheridetis (kerajaan turun temurun).1 Sejarah mencatat bahwa daulah ini lahir

dengan jalan kekerasan, diplomasi, dan tipu daya bukan dengan cara bermusyawarah seperti Rasulullah Saw. ajarkan serta terpilihnya para Khulafaur Rasyidun setelahnya. Sebagaimana tertulis dalam sejarah, pemilihan khalifah Abu Bakar ra.. hingga Utsman ibn ‘Affan ra. dilakukan dengan cara musyawarah walaupun penunjukkan Umar ibn Khattab ra. sebagai khalifah dilakukan oleh Abu Bakar ra. secara langsung –saat sakit dan menjelang wafatnya beliau- karena Abu Bakar ra. saat itu sangat khawatir akan terjadi perpecahan umat sepeninggal beliau.2 Sebelum Daulah Islam Umayyah

terbentuk, penunjukkan Ali ibn Abi Thalib as. sebagai khalifah setelah melalui peristiwa yang jauh dari musyawarah karena timbulnya banyak pemberontakan di akhir masa khalifah Utsman hingga terbunuhnya Utsman. Para pemberontak mendesak agar Ali segera diangkat menjadi khalifah akan tetapi penunjukkan ini ditolak oleh kelompok Mu’awiyah ibn Abi Sufyan dengan alasan3 pertama, Ali yang harus

mempertanggungjawabkan terbunuhnya khalifah Utsman dan kedua, alasan meluasnya daerah kekuasaan Islam dan banyaknya komunitas baru –saat itu- sehingga hak untuk mengisi jabatan khalifah tidak lagi sepenuhnya hak mereka yang berada di Madinah saja. Mu’awiyah didukung oleh banyak sahabat senior yang bergabung dengannya di Syiria4 dan hal inilah yang menjadi tonggak munculnya keinginan Mu’awiyah untuk

mendirikan daulah sendiri.

Setelah berkuasanya Bani Umayyah, saat itu sudah mulai banyak lahir para fuqaha yang merumuskan teori baru mengenai kebijakan ekonomi berlandaskan syariah.

1Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Depok: Gramata Publishing, 2005), hlm. 100. 2Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran (Jakarta: UI-Press, 1993), hlm. 21-27.

3Ibid., hlm. 28.

(3)

Pemikiran para fuqaha muncul dan lahir dengan melihat kondisi dan keadaan pasar pada masa itu. Setiap yang mereka amati dan lakukan sendiri, seperti Imam Abu Hanifah yang juga dikenal sebagai alim ulama dan pedagang besar, lantas dijadikan sebuah pemikiran baru di zaman itu. Khalifah sendiri amat memperhatikan dan mendukung pemikiran yang lahir dari para cerdik cendikia sehingga setiap mereka yang berilmu cukup tinggi penghargaan dan kedudukannya di mata para khalifah.5 Pengadopsian

nilai-nilai monarki yang Mu’awiyah ambil dari Persia dan Byzantium, ia dapatkan dari cerita-cerita sejarah para cerdik cendekia yang ia panggil tiap malam untuk sekedar berdiskusi dan bercerita.

Baitul Maal pada masa Daulah Umayyah tetap menjadi sebuah lembaga/institusi yang penting kehadirannya terhadap pengaturan keuangan negara. Tidak bisa dipungkiri bahwa selama kurang lebih 91 tahun dinasti ini berkuasa, ekspansi wilayah kekuasaan dan penyebaran Islam telah meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afghanistan, Pakistan, Purkmenia, Uzbekistan, dan Kirgis di Asia Tengah.6 Perkembangan ini pula menorehkan fakta

sejarah perekonomian dengan melahirkan mazhab-mazhab ekonomi yang ternyata mampu terus berkembang dan aplikatif di masa kini. Ekonomi Islam bukan hanya sebuah sistem yang dianggap lebih humanis tapi juga berkeadilan sosial dan mampu diterapkan secara universal.

I.2. Rumusan Masalah

Dari beberapa hal yang telah disampaikan dalam latar belakang, penulis menyimpulkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sejarah lahirnya Bani Umayyah?

2. Bagaimanakah perkembangan ekonomi Islam pada masa Bani Umayyah? 3. Bagaimanakah fungsi dan peran Baitul Maal sebagai perbendaharaan

negara?

5See p.34 from the book History of Muslim Education, Ahmad Shalaby (Beirut: Dar Al-Kashshaf, 1954) “some literary said that sometimes Mu’awiyah called in learned persons to read and discuss with him about the history of the Arabs and their famous battles, the history of foreign kings and their governments, the work of administrative bodies and the running of kingdoms in general. Calliph Abdul Malik otherwise always supervised the students and gave a prize when they being a winner.”

(4)

4. Nilai-nilai apa sajakah dari sisi historis perkembangan ekonomi pada masa Daulah Umayyah yang bisa diimplementasikan di masa sekarang?

I.3. Tujuan Penulisan

Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk menjawab beberapa hal dalam rumusan masalah di atas, yakni:

1. Menjabarkan sejarah mengenai lahirnya Bani Umayyah.

2. Menuliskan bagaimanakah perkembangan ekonomi Islam pada masa itu. 3. Fakta apa sajakah yang dapat dikemukakan mengenai fungsi dan peran

Baitul Maal sebagai kantor perbendaharaan negara.

4. Nilai-nilai historis perkembangan ekonomi masa Daulah Umayyah yang bisa diimplementasikan di masa sekarang.

BAB II PEMBAHASAN

(5)

Daulah Umayyah yang masa pemerintahannya kurang lebih 91 tahun (661-750 M) dalam perspektif sejarah peradaban Islam adalah sebuah dinasti yang melakukan pencapaian terbesar dalam perluasan wilayah penyebaran Islam. Nama Bani Umayyah dalam bahasa Arab adalah anak turunan Umayyah yaitu Umayyah ibn Abdul Syams ibn Abdul Manaf. Umayyah adalah salah satu pemimpin dalam kabilah Suku Quraisy di zaman Jahiliyah. Abdul Syams adalah saudara dari Hasyim yang masih satu keturunan dengan Abdul Manaf. Dari Bani Hasyim inilah lahir Rasulullah Saw.7 Bila digambarkan

dalam sebuah bagan mengenai risalah nasab antara Rasulullah Saw. dengan Mu’awiyah dapat diperlihatkan sebagai berikut8:

Quraisy

Abd al-Manaf

Abd al Syams Hasyim

Umayyah Abd al-Muthallib MUHAMMAD

Abd al ‘ash Harb Hasyim Abu Thalib Abu Lahab Abdullah

Al Hakam ‘Affan Abu Sufyan Al Abbas

Marwan Utsman MU’AWIYAH Hamzah

Sebelum datangnya Islam, Bani Umayyah selalu bersaing dengan Bani Hasyim. Pada zaman itu Bani Umayyah memiliki peran yang penting dalam struktur masyarakat di Kota Makkah karena penguasaan mereka dalam pemerintahan dan perdagangan. Di sisi lain Bani Umayyah dikenal cukup sederhana. Saat Islam hadir dan Rasulullah Muhammad Saw. dari suku Bani Hasyim menyebarkan agama Islam di Makkah, mereka merasa kedudukan dan peran mereka mulai terancam. Oleh karena itu, Bani Umayyah

7Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. ke-1, hlm. 105.

(6)

menjadi penentang utama dalam dakwah yang Rasulullah Saw. sampaikan, dan salah satu tokoh penentangnya adalah Abu Sufyan ibn Harb. Abu Sufyan adalah salah satu anggota keluarga Bani Umayyah yang juga menjadi pemimpin perang melawan Rasulullah Saw. dan Islam yang mulai menyebar luas.

Setelah terjadinya peristiwa Fathul Makkah (Penaklukan Makkah), Abu Sufyan dan keluarganya menyerah lalu memeluk agama Islam. Peristiwa masuk Islam Abu Sufyan dan anaknya Mu’awiyah ibn Abi Sufyan adalah salah satu momen sejarah, dimana setelah Rasulullah Saw. wafat akan muncul dinasti-dinasti kerajaan baru yang awalnya diprakarsai oleh kemunculan Bani Umayyah dalam sejarah peradaban Islam.9

Sebelum kemunculan daulah ini, pengelolaan urusan negara oleh para khalifah dilakukan dengan cara musyawarah10 termasuk dalam hal penyelesaian sengketa negara,

pengadilan terhadap pelanggaran hukum -dalam kapasitasnya sebagai hakim- atau urusan-urusan publik lainnya, para khalifah tidak segan-segan meminta pendapat dari para sahabat lain sehingga keputusan yang dihasilkan adalah keputusan yang adil dan tidak berat sebelah. Setelah khalifah Utsman ibn ‘Affan berkuasa barulah tradisi ini mulai kehilangan nilainya karena Utsman lebih mendengarkan suara kerabat dan keluarganya dari kelompok Mu’awiyah. Hingga semasa pemerintahan Ali saat itu sudah jelas terjadi perpecahan karena rakyat terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok Mu’awiyah dan kelompok Hasyimiyah.11 Kelompok pendukung setia Khalifah Ali ra.

menganggap bahwa hanya Ali ra. saja yang berhak menjadi khalifah penerus Utsman ibn ‘Affan ra.12 karena ia adalah menantu sekaligus keponakan Rasulullah Saw. yang

dianggap memiliki hak untuk itu. Mu’awiyah memanfaatkan perpecahan dan pemberontakan yang terjadi pada masa Khalifah Ali ra. memimpin bukan dengan

9Ibid., hlm. 105.

10Munawir Sjadzali., Op.Cit, hlm. 29. 11Ibid., hlm. 30.

(7)

kubunya saja tetapi dengan kubu ‘Aisyah ra. dan beberapa sahabat lain yang bermaksud meminta pertanggung jawaban Ali ra. terhadap kematian Khalifah Utsman.

2.2. Lahirnya Daulah Umayyah

Rasulullah Saw. yang wafat pada 12 Hijriyah digantikan oleh keempat sahabat utama yang lebih dikenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidun. Walaupun begitu, Mu’awiyah ibn Abi Sufyan tetap menjadi bagian yang penting dalam setiap masa kepemimpinan Khulafaur Rasyidun. Terutama saat Utsman ra. memimpin, Mu’awiyah diduga melakukan pendekatan dan hubungan yang kuat dengan Khalifah Utsman sehingga terjebak dengan praktek nepotisme. Kepemimpinan Khalifah Utsman ra. sendiri mulai dirongrong oleh banyak pemberontakan dan perpecahan khususnya dari para pendukung setia Ali ibn Abi Thalib karena adanya keberpihakan yang berat sebelah pada Bani Umayyah sehingga banyak mendapatkan keuntungan. Puncak pergolakan ini diakhiri dengan terbunuhnya Khalifah Utsman lalu digantikan oleh Ali ibn Abi Thalib.13

Dalam sejarah Islam peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman juga dikenal dengan nama peristiwa Al-Fitnah al-Qubro’. Kepemimpinan Ali ibn Abi Thalib ra. sebagai khalifah bukan bermakna tidak ada lagi perpecahan. Saat Ali memerintah banyak terjadi pemberontakan. Peristiwa sejarah pemberontakan pada masa Khalifah Ali dalam buku Islam dan Tata Negara (Sjadzali, 1993: 32) menceritakan mengenai pemberontakan yang dilakukan oleh Aisyah ra. bersama Zubair ibn Awwam dan Thalhah ibn Ubaidillah yang menyebabkan Zubair dan Thalhah terbunuh serta pasukan Aisyah yang akhirnya kalah. Peristiwa ini dikenal dengan nama pertempuran unta. Pemberontakan yang kedua dilakukan oleh Mu’awiyah dimana terjadi pertempuran besar antara tentara Ali dengan tentara Mu’awiyah sehingga umat Islam terbagi menjadi tiga kubu14 yaitu

kelompok yang setia kepada Ali, kelompok pengikut Mu’awiyah, dan kelompok Khawarij. Saat itu khalifah Ali membangun markas di kota Kufah dan bergerak ke utara

13Artikel Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), Dinasti Bani Umayyah, Asal usul Dinasti Bani

Umayyah

(http://file:BaniUmayyah/DINASTI/BANI/UMAYYAH/Asal-usul-SKI(sejarahkebudayaanislam).html

(8)

melalui sungai Eufrat dengan maksud menyerang tentara Mu’awiyah di Syiria.15

Perpecahan ini terus berlangsung hingga terbunuhnya Ali oleh Abdul Rahman ibn Muljim dari kelompok Khawarij pada tahun kelima pemerintahannya.

Setelah Ali wafat, Mu’awiyah berhasil naik ke tampuk pemerintahan dan memindahkan ibukota pemerintahan di luar Arab yaitu di Damaskus. Mu’awiyah dinobatkan menjadi khalifah di Iliya’, Yerussalem16 pada 40 H atau 660 M. Setelah

pengukuhannya tersebut ibukota negara segera dipindahkan ke Damaskus walaupun pada kenyataannya di awal masa pemerintahan Daulah Umayyah masih ada beberapa wilayah yang tidak mengakui kepemimpinan Mu’awiyah. Di sisi lain fakta sejarah yang tidak boleh terlupakan adalah setelah wafatnya Khalifah Ali, rakyat terbagi dalam tiga kubu yakni kubu setia khalifah Ali, kaum Khawarij, dan kubu Bani Hasyim. Pengikut setia Ali ra. di wilayah Irak mengangkat Hasan ibn Ali sebagai khalifah yang sah. Dalam buku Philip K. Hitti (2006 : 234) diceritakan bahwa Hasan ibn Ali enggan melibatkan diri terlalu lama di pemerintahan. Hasan kemudian menyerahkan kekuasaan kepada Mu’awiyah untuk melanjutkan kehidupannya dengan tenang di Madinah karena janji dari Mu’awiyah yang akan memberikan subsidi dan pensiun seumur hidup sebesar lima juta dirham dari perbendaharaan Kufah. Hasan ibn Ali wafat dalam usia 45 tahun dengan kemungkinan diracun. Adik beliau, Husain ibn Ali setelah wafatnya Hasan pada 680 H berangkat menuju Kufah bersama 200 orang rombongannya untuk memenuhi seruan penduduk Irak. Husain sendiri tidak mengakui kekuasaan Yazid anak Mu’awiyah sebagai khalifah pengganti. Pada 10 Muharram 61 H, rombongan al Husain kemudian dihadang oleh 4000 orang pasukan jenderal Umar anak Sa’ad ibn Abi Waqqash di Karbala, Irak. Pasukan itu lalu membantai al Husain dan seluruh rombongannya karena tidak mau menyerah. Kepala al Husain lalu dipenggal dan dikirimkan kepada Khalifah Yazid di Damaskus. Setelah itu kepala al Husain dikubur bersama dengan tubuhnya di Karbala. Peristiwa pembantaian al Husain pada 10 Muharram menandai kelahiran Syi’ah17 dan cikal bakal perkembangan Syi’ah sampai saat ini.

15John L.Esposito (Ed.), Islam Kekuasaan Pemerintahan, Doktrin Iman dan Realitas Sosial, (Depok: Inisiasi Press, 2004), hlm. 26.

(9)

Daulah Umayyah dari awal pendirian hingga keruntuhannya terus berusaha mempertahankan gejolak-gejolak yang muncul setiap saat karena tetap ada saja kelompok yang menentang, tidak puas, dan bahkan berniat merebut kekuasaan. Meskipun kehadiran daulah ini telah meminggirkan kelompok pendukung setia Ali ra. dan keturunannya tetapi justru hal inilah yang akhirnya menjadi salah satu penyebab runtuhnya kekhalifahan Umayyah. Setelah khalifah terakhir memimpin, pemberontakan terbesar muncul dari kelompok yang menganggap bahwa khalifah haruslah berasal dari keturunan Abbas, paman Rasulullah Saw. hingga berlanjut seterusnya pada keturunan Bani Abbas. Bani Abbas lalu membentuk daulah baru yang menggantikan Daulah Umayyah dan memindahkan ibukota kerajaan ke Baghdad, Irak.

Naiknya Mu’awiyah menjadi khalifah bermakna berakhirnya tradisi pemilihan kepala negara melalui musyawarah karena setelah Mu’awiyah memimpin, sejak itu pula kekuasaan berubah menjadi monarchiheridetis (kekuasaan turun temurun). Saat memimpin sebagai khalifah pertama, Mu’awiyah tetap menggunakan istilah “Khalifah” akan tetapi dengan penambahan interpretasi baru. Untuk menumbuhkan kesan keagungan ia menyebut dirinya dengan “Khalifatullah” atau pemimpin yang diangkat oleh Allah.

Suksesi kepemimpinan monarki ini ditandai saat Mu’awiyah mewajibkan seluruh masyarakat untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Cara ini Mu’awiyah adopsi dari Kerajaan Persia dan Byzantium. Dengan kekuasaan yang Mu’awiyah raih melalui jalan kekerasan, diplomasi, dan banyaknya tipu daya menyebabkan timbulnya banyak pergolakan dan pada akhirnya, kekuasaan daulah ini tergantikan oleh Daulah Bani Abbasiyah setelah Khalifah terakhir Daulah Umayyah, Marwan ibn Muhammad terbunuh dalam peperangan melawan Abul Abbas As Saffah ibn Abdul Muthallib yang menjadi khalifah pertama Daulah Abbasiyah.

(10)

menjadi pusat aktivitas keagamaan tetap berada di Madinah.18 Mu’awiyah juga

mengadopsi atribut dan pola kehidupan raja yang ia ambil dari Kerajaan Byzantium. Berbagai formalitas dan aturan protokoler diberlakukan19 sehingga pada masa

pemerintahan daulah ini, rakyat sudah tidak dapat lagi berbicara langsung dengan pemimpinnya, menyuarakan ketidakadilan yang ia dapat, atau bahkan mengkritik pemimpin untuk takut dan meminta petunjuk kepada Allah. Dalam mempertahankan kekuasaannya di awal pendirian Daulah Umayyah, Mu’awiyah selalu meminta bantuan dan dukungan dari gubernur-gubernur yang kuat terutama di wilayah Irak dan timur, dengan tujuan memelihara kedamaian masyarakat20 yang memang tidak pernah mudah

dipertahankan apalagi dengan gejolak-gejolak kecil yang selalu muncul dari kaum pemberontak. Mu’awiyah juga senantiasa mengandalkan keutamaan dengan cara diplomasi dengan banyak pihak –musuh sekalipun- dibandingkan dengan cara kekerasan walaupun yang ia hadapi adalah kelompok yang membenci dan menentangnya.

Masa Daulah Umayyah juga memperlihatkan terjadinya ekspansi besar-besaran dan luas hingga ke Benua Eropa. Wilayah kekuasaan Islam pada zaman itu sudah mencapai Tunisia, daerah Khurasan sampai ke Sungai Oxus, mencapai wilayah Afghanistan hingga ke Kabul, Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana. Bahkan wilayah Samarkand juga berhasil dikuasai lalu meluas ke India, daerah Punjab dan Maltan. Pada masa awal Mu’awiyah memimpin, ekspansi wilayah sudah dilakukan hingga ke Afrika Utara yang dipimpin oleh ‘Uqbah ibn Nafi’. Wilayah timur yang berhasil diduduki adalah Khurasan dari arah Bashrah lalu menuju Bukhara di wilayah Turkistan. Di wilayah barat, ekspansi dipimpin oleh panglima Thariq ibn Ziyad yang telah menorehkan catatan mengenai peristiwa ekspansi militer yang meluas ke Afrika Utara menuju Benua Eropa pada tahun 711 M. Selanjutnya Aljazair dan Maroko yang berhasil ditaklukkan menyusul keberhasilan pasukan muslim menyeberang selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa lalu mendarat di Gibraltar (Jabal

(11)

Thariq) hingga Spanyol dengan kota-kota seperti Seville, Elvira dan Toledo saat itu berhasil dikuasai.

Keberhasilan Mu’awiyah menaklukkan wilayah-wilayah jajahan karena ia berhasil merebut galangan kapal21 milik Bizantyum beserta seluruh perlengkapannya

sehingga Daulah Umayyah mampu membangun angkatan laut Islam. Armada laut Islam yang kedua terbesar ini (setelah Mesir) merekrut banyak penduduk asli Yunani-Suriah yang pandai melaut dibandingkan kaum Arab. Mu’awiyah memang bukan seorang pejuang yang tangguh tetapi ia adalah seorang organisator yang ulung sehingga ia membangun kekuatan armada tentaranya dengan mayoritas pasukan yang berasal dari Suriah. Orang Suriah saat itu memiliki kesetiaan yang amat tinggi pada khalifah. Perekrutan tentara dan prajurit Suriah yang ia lakukan memiliki keunggulan antara lain kemampuan militer yang terorganisir dan berdisiplin tinggi. Hal inilah yang menjadi kekuatan pergerakan dan perluasan wilayah taklukkan Islam pada masa Daulah Umayyah.

Hingga masa kepemimpinan khalifah Umar ibn Abdul Aziz, upaya penaklukan dilakukan hingga ke Perancis melalui pegunungan Piranee. Akan tetapi saat serangan terjadi yang dipimpin oleh Aburrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi, ia terbunuh. Akhirnya pasukan muslim mundur kembali ke Spanyol. Walau bagaimanapun kekuasaan saat itu telah mencapai pulau-pulau kecil di wilayah Laut Tengah di semenanjung Mediterania22.

Upaya penaklukan dan invasi yang dilakukan Bani Umayyah sesungguhnya memperlihatkan kejayaan dan kedigdayaan pasukan muslim. Dakwah Islam semakin luas ditandai dengan begitu banyaknya orang-orang yang masuk Islam dari beberapa wilayah penaklukan. Sebagaimana digambarkan dalam peta Spanyol di bawah ini mengenai wilayah kekuasaan Bani Umayyah.

Gambar 1. Peta Spanyol

21Philip K. Hitti, Op. Cit., hlm. 240.

(12)

Secara administratif, wilayah kekuasaan Daulah Umayyah dapat dibagi menjadi beberapa provinsi23 dengan mencontoh pembagian kerajaan Byzantium dan Persia,

yakni antara lain:

a. Suriah-Palestina b. Kufah termasuk Irak

c. Bashrah yang meliputi wilayah Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, dan ditambah dengan Nejed dan Yamamah

d. Armenia e. Hijaz

f. Karman dan wilayah di perbatasan India g. Mesir

h. Afrika kecil

i. Yaman dan kawasan Arab Selatan

Beberapa provinsi ini lalu digabung menjadi lima provinsi yang dipimpin oleh seorang wakil khalifah. Penggabungan provinsi yang dilakukan Mu’awiyah adalah 1) provinsi pertama adalah gabungan Bahsrah dengan Kufah di bawah pemerintahan Irak dengan ibukota Kufah meliputi diantaranya Persia dan Arab bagian timur, 2) provinsi kedua yang merupakan gabungan wilayah Hijaz, Yaman, dan Arab Tengah dalam satu pemerintahan, 3) provinsi ketiga adalah gabungan kawasan jazirah Arab (utara Arab antara Tigris dengan Eufrat) dengan Armenia, Azerbaijan, dan Asia Kecil bagian timur, 4) provinsi keempat adalah Mesir bagian atas dan bawah, dan 5) provinsi terakhir

(13)

adalah gabungan dari Afrika kecil yang meliputi Afrika Utara sebelah barat Mesir, Spanyol, Sisilia, dan pulau-pulau perbatasan. Pusat pemerintahan berada di Kairawan.

Bani Umayyah diperintah oleh beberapa khalifah. Berikut nama-nama khalifah yang memerintah mulai dari awal didirikan hingga khalifah terakhir saat mengalami masa kemunduran:

1. Mu’awiyah ibn Abu Sufyan (661-681 M) 2. Yazid ibn Mu’awiyah (681-683 M) 3. Mu’awiyah ibn Yazid (683-685 M) 4. Marwan ibn Hakam (684-685 M) 5. Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M) 6. Al Walid ibn Abdul Malik (705-715 M) 7. Sulaiman ibn Abdul Malik (715-717 M) 8. Umar ibn Abdul Aziz ((717-720 M) 9. Yazid ibn Abdul Malik (720-724 M) 10. Hisyam ibn Abdul Malik (724-743 M) 11. Walid ibn Yazid (734-744 M)

12. Yazid ibn Walid 13. Ibrahim ibn Walid

14. Marwan Ibn Muhammad (745-750 M).

Diantara khalifah-khalifah yang menjadi penguasa, ada beberapa khalifah yang memiliki kontribusi dan sumbangan terbesar dalam perkembangan perekonomian diantaranya Khalifah pertama Mu'awiyah ibn Abu Sufyan, Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, dan Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Ketiga khalifah ini mampu menerapkan sistem dan model pemerintahan yang baru serta berhasil menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur yang mencapai puncak kejayaannya pada masa kepempinan Khalifah Umar ibn Abdul Aziz.

2.3. Perkembangan Perekonomian Daulah Umayyah

(14)

meningkatkan taraf hidup masyarakat. Selain itu terdapat beberapa sumbangsih dari para ulama dan fuqaha di masa Daulah Umayyah. Penjabaran kebijakan, sumbangsih dan peran dari khalifah serta Ulama-Fuqaha akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Kebijakan dan Sumbangsih Para Khalifah Daulah Umayyah

Pondasi kebijakan ini dipelopori oleh Khalifah pertama dan selanjutnya diteruskan oleh khalifah pengganti. Di antara beberapa kebijakan dan sumbangsih para khalifah yaitu:

1. Khalifah Mu’awiyah ibn Abu Sufyan

Pada masa pemerintahan Mu’awiyah, beliau mendirikan kantor catatan negara dan merancang pola pengiriman surat melalui pos (al-barid) serta seluruh fasilitas pendukungnya. Beliau juga menertibkan angkatan perang dengan melakukan perekrutan tentara-tentara secara profesional dan menghapus sistem militer yang tradisional yang didasarkan atas organisasi kesukuan24, mencetak mata uang, mengembangkan jabatan

qadi (hakim) sebagai jabatan profesional. Para qadi di masa itu dalam memutuskan suatu perkara tidak terpengaruh oleh kebijakan politik atau kekuasaan pemimpin negara sehingga mereka bebas memutuskan sesuatu termasuk dalam urusan yang berkaitan dengan para pejabat tinggi negara.25 Kebijakan lain adalah pemberian gaji tetap kepada

tentara, membangun armada laut yang kuat, serta pengembangan birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan administrasi politik.26 Sistem lainnya yang Mu’awiyah bangun

adalah membentuk lima macam kepaniteraan yakni kepaniteraan urusan korespondensi (surat menyurat), kepaniteraan urusan pajak, kepaniteraan urusan angkatan bersenjata atau tentara, kepaniteraan urusan kepolisian, dan kepaniteraan urusan peradilan yang berkaitan dengan jabatan qadi. Masing-masing kepaniteraan dipimpin oleh seorang panitera. Dalam hal kebijakan pajak, khalifah Mu’awiyah menarik kurang lebih sekitar 2,5% dari pendapatan tahunan kaum muslimin. Nilai pajak ini sama halnya dengan nilai pajak penghasilan di era modern saat ini.

(15)

Mengenai sistem ketatanegaraan yang Mu’awiyah bangun, istilah ‘wazir’ yang sudah jauh dikenal pada masa Rasulullah Saw. sebagai penasihat dan pembantu terdekat nabi maka pada zaman Mu’awiyah, istilah ini ia gunakan untuk penasihat dan pembantu utama khalifah27. Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya lembaga wazir

sendiri pada masa kekuasaan Daulah Abbasiyah. Wazir pada masa Daulah Umayyah dalam struktur kekuasaan berada setingkat di atas kepala panitera yang memimpin lembaga kepaniteraan. Khusus urusan korespondensi sebagai kepala panitera yang paling senior akan dijabat oleh keluarga dan kepercayaan khalifah. Mu’awiyah juga membuat biro registrasi28 karena pada satu ketika ada orang yang berusaha memalsukan

tanda tangannya. Biro registrasi ini bertugas untuk membuat dan menyalin setiap dokumen resmi sebelum distempel dan mengirimkan lembaran aslinya.

Pada masa Mu’awiyah, ia juga mampu membangun sebuah struktur masyarakat muslim yang tertata rapi yang salah satunya ditandai oleh kerukunan beragama yang sangat tinggi bahkan khalifah sendiri mengangkat beberapa orang Kristen untuk menduduki jabatan penting kerajaan yang sebelumnya tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah Saw. dan Khulafaur Rasyidun. Dengan pembangunan struktur masyarakat yang lebih rapi, geliat perekonomian pada masa itu sudah semakin berkembang dan maju.

2. Khalifah Abdul Malik ibn Marwan

Pencapaian yang dilakukan pada masa kepemimpinan Abdul Malik yakni berupa pemikiran yang serius untuk menerbitkan mata uang sendiri sebagai salah satu alat pertukaran. Keberhasilan tersebut dicapai setelah adanya permintaan dari pihak Romawi -saat itu mata uang yang berlaku adalah mata uang Bizantium dan Persia yang nilainya sama dengan logam emas dan perak pada Dinar dan Dirham- untuk menghilangkan kalimat “Bismillahirrahmanirrahim” dari mata uang yang berlaku. Khalifah Abdul Malik sangat berkeberatan dan menolak sehingga dari peristiwa tersebut, beliau akhirnya mencetak mata uang Islam sendiri dengan mencantumkan kalimat

(16)

“Bismillahirrahmanirrahim” menggunakan kata dan tulisan Arab pada tahun 695 H. Hal ini terjadi pada tahun 659 M/74 H. Penggunaan kata dan kalimat dalam bahasa Arab sesungguhnya juga merupakan bagian dari politik nasionalisasi dan Arabisasi yang dilakukan beliau.29 Di zamannya, Abdul Malik juga tak segan menjatuhkan hukuman

ta’zir kepada mereka yang berani mencetak mata uang sendiri di luar percetakan negara.

Dalam hal pajak dan zakat, khalifah memberi kewajiban kepada rakyatnya yang muslim untuk membayar zakat saja sedangkan beban pajak dibebaskan seluruhnya. Karena kebijakan inilah banyak orang non muslim yang berbondong-bondong masuk Islam dengan tujuan utama agar terhindar dari beban membayar pajak. Akibat kebijakan yang diberlakukan ini, sumber pendapatan negara dari sektor pajak justru mengalami defisit. Sedangkan beban lain harus ditanggung negara karena bertambahnya pasukan militer dari kelompok Mawali (yaitu kelompok umat Islam yang bukan berasal dari Arab dapat berasal dari Persia, Armenia, dan lain-lain). Karena beban defisit keuangan yang ditanggung negara cukup besar maka Abdul Malik mengembalikan pasukan militer dari para muallaf ke posisinya semula yaitu sebagai petani dan diharuskan membayar pajak sebesar beban Kharaj dan Jizyah seperti saat sebelum mereka masuk Islam. Karena kebijakan tersebut terjadilah pertentangan keras oleh kelompok Mawali. Motif inilah yang menjadi salah satu penyebab keruntuhan Daulah Umayyah karena kaum Mawali kemudian membelot dan memilih bergabung dengan kaum pemberontak dari Bani Abbasiyah.30

Kebijakan lain yang dihasilkan khalifah Abdul Malik adalah pembenahan administrasi pemerintahan disertai pemberlakuan penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi pemerintahan Islam. Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa utama31

bahkan ke semua wilayah jajahan Daulah Umayyah. Tidak hanya dijadikan sebagai

29Nur Chamid, Loc. Cit., hlm. 110. 30Ibid., hlm. 110.

(17)

bahasa pengantar dalam berbisnis tapi juga penegasan akan legitimasi kaum Arab saat itu (politik Arabisasi yang telah dijelaskan sebelumnya). Khalifah mengubah bahasa yang digunakan dalam catatan administrasi publik32 dari bahasa Yunani ke Arab dan dari

bahasa Persia ke dalam bahasa Arab. Abdul Malik juga menata kembali sistem layanan pos (al barid) yang didirikan oleh Mu’awiyah menjadi sebuah institusi yang lebih rapi dan menghubungkan antar wilayah kekuasaan Daulah Umayyah yang sangat luas33.

Perubahan yang ia lakukan terhadap layanan pos ini yaitu dengan penggunaan kuda antara ibukota Damaskus dengan wilayah lain. Layanan pos ini digunakan terutama untuk memenuhi kebutuhan transportasi para pejabat pemerintah dan persoalan surat menyurat mereka. Kepala pos pada masa itu bertugas untuk mencatat dan mengirimkan kepada khalifah semua peristiwa penting yang terjadi di wilayah masing-masing. Abdul Malik bahkan membangun gedung arsip di Damaskus yang pada masa Mu’awiyah masih berupa biro registrasi saja.

Fakta sejarah lainnya yang juga tidak boleh dilupakan pada masa ia memimpin, Abdul Malik banyak membangun monumen-monumen kebesaran Islam34 salah satunya

adalah Kubah Batu (Dome of The Rock) di Yerussalem. Kubah Batu ini oleh orang-orang Eropa disebut dengan Masjid Umar. Kubah Batu dihiasi dengan tulisan Kufi yang pada awalnya tertulis nama Abdul Malik kemudian diganti dengan nama Khalifah Al Makmun yang memerintah Dinasti Abbasiyah. Monumen lainnya yang menjadi tempat suci umat muslim adalah pembangunan Masjid Al Aqsha’ di Palestina (Al Haram al-Syarif) sebagai tempat suci ketiga setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

3. Khalifah Umar ibn Abdul Aziz

Pada awal diangkatnya Umar ibn Abdul Aziz sebagai khalifah, tindakan pertama yang beliau lakukan adalah mengumpulkan seluruh rakyat lalu mengumumkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan pribadi dan keluarganya yang diperoleh secara tidak wajar kepada Baitul Maal. Selain itu khalifah Umar juga menyerahkan harta

(18)

kekayaan yang ia miliki antara lain tanah-tanah perkebunan di Maroko, berbagai tunjangan di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al-Wars, Yaman, dan Fadak serta cincin berlian pemberian Al Walid. Dalam menetapkan suatu kebijakan beliau senantiasa berupaya melindungi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam sebuah cerita, suatu ketika Umar membelanjakan seluruh harta kekayaan Baitul Maal di Irak untuk membayar ganti rugi terhadap orang-orang yang pernah diperlakukan buruk oleh penguasa sebelumnya. Karena tidak mencukupi beliau lalu mengambil kembali dari harta kekayaan Baitul Maal di Syams. Begitulah keteguhan dalam bersikap jujur dan adil yang Khalifah Umar tunjukkan selama ia memerintah, bahkan selama berkuasa khalifah Umar pun tak pernah mengambil sepeser pun pendapatan Fai yang merupakan haknya.35

Umar juga menghapus pajak terhadap kaum muslimin, mengurangi beban pajak yang berasal dari Kaum Nasrani, membuat takaran dan timbangan yang adil, membasmi cukai, pajak, dan lain-lain. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pembukaan jalur perdagangan bebas di darat, laut, dan udara. Karena kebijakan ini pada masanya terjadi peningkatan taraf hidup masyarakat secara signifikan sehingga pada masa itu tidak ada lagi masyarakat yang mau menerima zakat. Keadilan lain yang Khalifah Umar lakukan adalah mengurangi beban pajak dari penganut Kristen Najran yang sebelumnya 2000 keping menjadi 200 keping. Beliau juga mewajibkan pembayaran Kharaj kepada muslim dan Jizyah kepada orang non muslim, hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan kewajiban kepada negara yang harus ditanggung masyarakat. Sebab saat itu kondisi masyarakat muslim sebagian besar memiliki lahan dan sudah sangat mampu membayar pajak. Mengenai jabatan qadi, khalifah Umar juga menentukan lima syarat bagi seseorang yang menjabat sebagai hakim, yakni: 1) harus mengetahui apa yang telah terjadi sebelum dia, 2) tidak memiliki kepentingan pribadi, 3) tidak mendendam, 4) mengikuti jejak salafus shalih dan para fuqaha, serta 5) mengikutsertakan para ahli dan cerdik cendekia dalam memutuskan suatu perkara. Menurut Umar, jabatan qadi amat menentukan dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang berkeadilan.

(19)

Di bidang pertanian, Khalifah Umar melarang penjualan tanah garapan agar tidak ada penguasaan lahan. Ia memerintahkan amirnya untuk memanfaatkan semaksimal mungkin lahan yang ada. Bila terjadi sewa menyewa maka yang diterapkan adalah prinsip keadilan dan kemurahan hati. Beliau melarang pemungutan sewa untuk lahan yang tidak subur dan bilapun lahannya subur maka uang sewa yang diminta harus memperhatikan faktor keadilan sesuai dengan tingkat kesejahteraan hidup petani yang bersangkutan.36

Selanjutnya adalah kebijakan otonomi daerah. Kebijakan yang diberlakukan yaitu setiap wilayah Islam memiki kewenangan untuk mengelola zakat dan pajak sendiri-sendiri serta tidak diharuskan menyerahkan upeti kepada pemerintah pusat. Bahkan sebaliknya pemerintah pusat akan memberikan bantuan subsidi kepada setiap wilayah yang minim pendapatan zakat dan pajaknya.

Untuk mewujudkan negara yang adil dan makmur maka Khalifah Umar ibn Abdul Aziz menjadikan jaminan sosial sebagai landasan pokok. Beliau menjamin hak warisan seseorang dan menjamin hak kebebasan tidak mempedulikan rakyatnya itu muslim ataupun non muslim. Jika terdapat kelebihan harta setelah dibagikan kepada kaum muslimin selanjutnya harta Baitul Maal akan diberikan kepada orang-orang dzimmi. Kaum dzimmi juga diberikan hak berupa peminjaman lahan pertanian sebagai tempat mereka untuk mencari penghidupan.37

Pada masa-masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan negara berasal dari zakat, ghanimah atau harta rampasan perang, pajak penghasilan pertanian (diterapkan setelah khalifah berkuasa beberapa saat karena di awal pemerintahannya situasi kondisi perekonomian belum kondusif setelah kekuasaan khalifah sebelumnya), dan hasil pemberian lapangan kerja produktif kepada masyarakat. Dan terutama yang paling terlihat adalah kembalinya syariat Islam yang mewarnai semua aspek kehidupan. Khalifah Umar ibn Abdul Aziz juga dikenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidun yang ke-5 karena kesholehan dan ketawadhu’annya.

Keadilan dan kesejahteraan masyarakat pada masa Khalifah Umar ternyata hanya bertahan selama tiga tahun karena Umar wafat pada usia 35 tahun. Setelah

(20)

Khalifah Umar digantikan oleh Yazid ibn Abdul Malik kekacauan kehidupan masyarakat timbul kembali, terutama karena penguasa lebih menyukai bergelimang dengan harta kekayaan dan kekuasaan.38 Pada masa pemerintahannya, sejarah pun

menceritakan bahwa beliau berhasil mempersatukan kepentingan dari kelompok-kelompok yang senantiasa bertikai yakni syi’i sebagai pengikut syi’ah, golongan penengah, dan kelompok khawarij. Ketiga kelompok ini senantiasa hidup rukun, aman, dan damai.39

b. Sumbangsih dari Para Ulama dan Fuqaha

Selain pemikiran dan kebijakan yang dihasilkan khalifah selama berkuasa, pada masa Daulah Umayyah juga ditemukan banyak pemikir-pemikir ekonomi yang berasal dari kalangan ulama, fuqaha, bahkan filsuf. Para tokoh dengan pemikiran yang mereka hasilkan di antaranya:

a. Zaid Ibn Ali (699-738 M)

Zaid Ibn Ali sesungguhnya adalah cucu dari Imam Husein ra. dan seorang ahli Fiqh yang terkenal di Madinah yang merupakan guru dari ulama terkemuka, Imam Abu Hanifah. Pemikiran yang dihasilkan oleh Zaid adalah membolehkan penjualan suatu barang secara kredit dengan harga yang lebih tinggi daripada harga tunai. Hal ini dapat dibenarkan karena beberapa hal:

 Penjualan dengan sistem kredit termasuk bentuk transaksi yang sah dan dibenarkan

selama dilakukan dengan kesepakatan kedua pihak.

 Keuntungan dari penjualan kredit ini adalah bentuk murni dari suatu perniagaan dan

bukan termasuk riba.

38Ibid.

(21)

 Penjualan yang dilakukan secara kredit adalah salah satu bentuk promosi dan respons

terhadap pasar sehingga keuntungan yang diperoleh dari penjualan ini merupakan bentuk kompensasi dari kemudahan yang diperoleh pembeli atas penangguhan untuk tidak membeli secara tunai.

 Penjualan secara kredit tidak lantas mengindikasikan bahwa harga barang yang lebih

tinggi selalu berkaitan dengan waktu. Adakalanya penjual dapat menjual barang dengan harga yang lebih rendah dalam kondisi untuk menghabiskan stok barang dan memperoleh uang tunai karena kekhawatiran harga barang akan jatuh di masa yang akan datang.

 Dalam syariah sesungguhnya setiap baik buruknya suatu akad, ditentukan oleh akad

itu sendiri tidak berkaitan dengan akad lainnya.40 b. Abu Hanifah (699-767 M)

Abu Hanifah adalah murid dari Zaid Ibn Ali. Beliau adalah seorang fuqaha yang juga pedagang. Aktivitas berdagang beliau dilakukan di kota Kufah yang saat itu adalah pusat perdagangan dan perekonomian yang sedang berkembang pesat. Dengan aktivitas berdagang yang beliau lakukan dan melihat kondisi pasar, beliau menaruh perhatian besar pada jual beli dengan akad Salam. Salam adalah jual beli yang dilakukan dimana transaksi tersebut menyerahkan barang di kemudian hari sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai di awal sesuai kesepakatan. Ia meragukan keabsahan akad yang dapat menimbulkan perselisihan. Oleh karena itu, di dalam akad harus ditambahkan persyaratan yang lebih jelas mengenai jenis komoditi, mutu, kuantitas, waktu dan tempat pengiriman. Syarat lain komoditi tersebut juga harus tersedia di pasar mulai rentang waktu akad dilakukan hingga dilakukan penyerahan barang sehingga transaksi jual beli ini jelas dapat dilakukan. Beliau juga memberikan sumbangsih untuk jual beli Murabahah. Memberikan saran kepada penguasa untuk memberlakukan zakat atas perhiasan dan membebaskan kewajiban dari seseorang yang terlilit hutang tapi tidak mampu membayar. Untuk kerjasama Muzara’ah, Abu Hanafi cenderung mewajibkan

(22)

tidak boleh dilakukannya bagi hasil atas panen bagi penggarap yang tanahnya tidak menghasilkan.41

c. Al Awza’i (707-774 M)

Abdur Rahman Al Awza’i adalah seorang ahli hukum yang menghasilkan pemikiran diperbolehkannya kebebasan dalam kontrak dan memfasilitasi orang-orang dalam transaksi mereka. Beliau adalah penggagas orisinalitas ilmu ekonomi syariah. Pemikiran-pemikiran yang beliau hasilkan yaitu membolehkan dilakukannya kerjasama Muzara’ah sebagai bagian dari bentuk Murabahah. Dalam kontrak Salam, Awza’i melakukan perubahan yang lebih fleksibel. Ia juga membolehkan peminjaman modal baik dalam bentuk tunai atau kredit.42

d. Imam Malik ibn Anas (712-795 M)

Pokok pemikiran Imam Malik tidak mencurahkan perhatian besar pada perekonomian. Akan tetapi, ada dua pemikirannya yang cukup menonjol dan berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat.

 Beliau mendorong penguasa untuk berlaku dan bertindak seperti Khalifah Umar ibn

Khattab yang begitu peduli terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakatnya.

 Beliau menerapkan pemikiran dengan prinsip Maslahah, al-Mursalah. Maslahah

bermakna asas manfaat atau kegunaan yakni sesuatu yang dapat memberikan manfaat baik kepada individu ataupun kepada masyarakat banyak. Sedangkan prinsip al-Mursalah dapat diartikan sebagai prinsip kebebasan yang tidak terikat atau tidak terbatas. Bila dikaitkan dengan kegiatan ekonomi maka yang dapat disimpulkan menurut beliau yakni penguasa berhak untuk memungut pajak sepanjang diperlukan-termasuk bila melebihi jumlah yang telah ditetapkan menurut syariat.43

41Ibid., hlm. 14.

42Nur Chamid. Op.Cit., hlm. 152.

(23)

Tidak bisa dinafikan walaupun didirikannya Daulah Umayyah berasal dari tindakan kekerasan serta pengkhianatan/tipu daya yang dilakukan oleh Muawiyah, sesungguhnya sejarah mengatakan bahwa daulah ini juga berperan serta dalam peradaban Islam, berkontribusi dalam dakwah dan perluasan wilayah negara Islam, dan yang terutama telah melahirkan sebuah sistem dan pemikiran perekonomian yang berkontribusi besar terhadap lahirnya ekonomi Islam sesuai Alquran dan As-sunnah. Dengan sistem monarki yang menjadi cikal bakal kelahiran daulah-daulah pada periode selanjutnya, justru faktanya sisa-sisa kebesaran dan kejayaan Daulah Umayyah masih bisa kita lihat hingga detik ini.

2.4. Baitul Maal pada Masa Daulah Umayyah

Baitul Maal yang merupakan kantor perbendaharaan negara pada masa Daulah Umayyah banyak diselewengkan fungsi dan perannya. Terjadi banyak penyalahgunaan wewenang penguasa. Saat itu, Baitul Maal laksana milik pribadi para khalifah dan keluarganya.

Baitul Maal di masa Daulah Umayyah dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Baitul Maal Umum yang diperuntukkan bagi umat, dan Baitul Maal Khusus yang diperuntukkan bagi khalifah sekeluarga. Pembagian Baitul Maal menjadi dua bagian seperti ini dalam prakteknya justru terjadi banyak penyelewengan. Baitul Maal umum untuk alokasi kas-nya banyak diambil oleh khalifah, para pangeran, atau kerabat khalifah. Pengeluaran yang digunakan untuk membeli hadiah-hadiah berupa barang mewah dan tidak berhubungan sama sekali dengan penggunaan anggaran di Baitul Maal umum banyak dilakukan oleh keluarga khalifah.

(24)

kepentingan masyarakat umum. Bahkan pada suatu saat, kas Baitul Maal wilayah Irak dikeluarkan seluruhnya untuk masyarakat sebagai ganti rugi dari kedzaliman yang sudah dilakukan penguasa sebelumnya. Ganti rugi yang tidak mencukupi akhirnya Khalifah Umar mengambil kas lagi dari Baitul Maal wilayah Syam.

Di zamannya, Khalifah Umar juga berupaya membersihkan hartanya dengan cara mengembalikan harta milik pribadi yang berjumlah 40.000 dinar setahun ke Baitul Maal. Di antara harta itu terdapat tanah yang merupakan milik negara yang telah diserahkan oleh Rasulullah Saw. yang terletak di perkampungan Fadak –oleh Khalifah Marwan ibn Hakam (Khalifah ke empat) tanah itu lalu diambil menjadi hak milik pribadi dan diwariskan kepada anak-anaknya. Setelah Khalifah Umar tidak lagi berkuasa, fungsi dan peran Baitul Maal kembali menjadi kepemilikan khalifah dan keluarganya sehingga penyimpangan kembali banyak terjadi hingga Bani Abbasiyah berkuasa.

Kemunduran Daulah Umayyah dan digantikan oleh kekuasaan baru dari Daulah Abbasiyah dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain penggunaan sebuah sistem baru yakni monarchiheridetis yang menyimpang dan di luar syariat Islam, lahirnya banyak pemberontakan akibat ketidakpuasan yang lahir dari penyimpangan kepemimpinan khalifah-khalifah Bani Umayyah, penyalahgunaan wewenang penggunaan kas negara Baitul Maal untuk pembelian barang mewah dan pemenuhan kebutuhan materi dari para khalifah dan keluarganya yang menyuburkan praktek korupsi dan nepotisme. Sebuah kepemimpinan yang lahir dengan cara tipu daya dan penipuan maka harus jatuh dan tergantikan oleh pemberontakan yang juga berakhir tragis. Khalifah terakhir Bani Umayyah, Marwan ibn Muhammad tewas terbunuh oleh pasukan yang dipimpin oleh Abul Abbas As-saffah pada tahun 748 M. Abul Abbas selanjutnya menjadi khalifah pertama Daulah Abbasiyah yang berdiri tahun 749 M.

(25)

ممككيللعل هلللللا مكتكلمعلجل دمقلول الهدديكدومتل دلعمبل نلميملا أوضكقكنمتل للول ممتلك دهلع اذلإ هدلللا ددهمعلبد اومفكومأ ول

,

نللوملكعلفمتل الم مكللعميل هلللللا نللإ ليمفدكل

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (QS An Nahl: 90).

Ayat ini mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berlaku adil, jujur dan menghindari perbuatan-perbuatan buruk. Bila dikaitkan dengan perilaku ekonomi, persoalan keadilan termasuk yang utama.

2.5. Kemunduran Bani Umayyah dan Penerapan Nilai di Masa Sekarang

Khalifah terakhir yang memimpin Daulah Umayyah adalah Khalifah Marwan ibn Muhammad yang juga dikenal dengan sebutan Marwan II44. Saat itu pemberontakan

sudah mulai banyak terjadi dari wilayah-wilayah jajahan45 dan menghabiskan kekuatan

pasukan serta keuangan negara. Apalagi tentara Mawali sudah banyak memberontak dan membantu pergerakan pasukan dari klan Bani Abbasiyah yang merasa berhak mendirikan daulah sendiri menggantikan Daulah Umayyah yang dianggap banyak melakukan penyelewengan, kesewenang-wenangan, dan ketidak adilan terhadap rakyat disamping anggapan klan Bani Abbasiyah dari Bani Hasyim yang sesungguhnya lebih berhak menduduki jabatan khalifah.

44See p. 181 from the book A Literary History of The Arabs, R.A. Nicholson (London: Cambridge University Press, 1966) “the second division includes the caliphs of the family of Umayya, from the acession of Mu’awiya in 661 to the great battle of the Zab in 750 when Marwan II, the last of his line...”

(26)

Pada tahun 750 M, khalifah terakhir Marwan II46 dengan tentaranya terdesak

dalam sebuah pertempuran di wilayah Tigris sebelah timur Mosul. Lantas Khalifah Marwan II mundur hingga ke Mesir sedangkan saat itu wilayah Mesir sebagian besar dikuasai oleh Bani Abbasiyah dan berhasil menguasai tiap provinsi, kota-kota, serta wilayah jajahan di Mesir. Bani Abbasiyah kemudian menangkap seluruh anggota keluarga Umayyah dan membunuh mereka. Setelah berhasil mencapai kota, Abul Abbas berhasil membunuh Marwan II sehingga melalui peristiwa ini maka berakhirlah kekuasaan Daulah Umayyah.

Penyebab kehancuran Daulah Umayyah dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kaum Mawali yang pada masa kekhalifahan Abdul Malik merasa disia-siakan dan mendapatkan ketidakadilan lantas bergabung dengan pemberontak dari keturunan Bani Abbas yang merasa berhak untuk menguasai kerajaan dan mendirikan daulah sendiri. Kaum Mawali sendiri adalah pejuang yang tangguh. 2. Praktek kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh para khalifah, terkecuali

khalifah Umar ibn Abdul Azis, yakni dalam hal pemborosan harta kekayaan negara yang diambil dari Baitul Maal, belanja barang mewah bagi khalifah dan keluarga kerajaan yang menyuburkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. 3. Banyaknya pemberontakan-pemberontakan kecil dari beberapa kelompok

tertentu di wilayah jajahan sehingga menguras keuangan negara yang sebagian besar telah diambil untuk memuaskan nafsu duniawi pejabat negara dan khalifah. Pemberontakan yang didasarkan pada sukuisme kaum Arab dan ketidakpuasan terhadap pemerintahan.

4. Terbaginya masyarakat menjadi tiga kelompok besar dan saling bermusuhan yakni kelompok syi’ah pendukung setia Ali ra., kelompok khurasan, dan kelompok dari Bani Abbasiyah. Ketiga kelompok ini bergabung dalam koalisi bersama untuk menghancurkan kekhalifahan Umayyah yang terakhir.

(27)

Dari awal mula pembentukan Daulah Umayyah hingga akhir masa kemunduran dan kehancuran daulah ini sesungguhnya ada beberapa nilai yang dapat diambil sisi positif historisnya untuk diaplikasikan di zaman sekarang. Nilai-nilai tersebut antara lain:

Dari sisi ketatanegaraan. Fakta sejarah menyebutkan bahwa adopsi nilai yang diambil Mu’awiyah dari kerajaan Persia dan Byzantium dalam hal ketatanegaraan dan sistem modern dalam kelembagaan telah membawa kemajuan dan membuka cakrawala pengetahuan di zaman itu, misalnya pembentukan lembaga khusus yang mengatur tentara, polisi, bahkan administrasi yang berkaitan dengan surat-menyurat atau pos (al barid). Sebelumnya pada masa kepemimpinan Khulafaur Rasyidun belum pernah ada dan Mu’awiyah mampu mengadopsi sistem ini untuk diterapkan di negara yang ia dirikan. Hingga sekarang perkembangan kelembagaan dan surat menyurat tidak terlepas dari keberhasilan peletakan pertama sistem itu khususnya di dunia Islam.

Dari sisi pemikiran ekonomi. Pemikiran-pemikiran ekonomi yang lahir dari para Fuqaha dan cerdik cendekia sangat didukung oleh khalifah walaupun Daulah Umayyah sendiri memang memisahkan kehidupan agama dengan politik, akan tetapi pemikiran yang berbasis keilmuan sangat didukung bahkan diberikan penghargaan setinggi-tingginya. Para Fuqaha yang menjadi peletak dasar pemikiran ekonomi Islam pada masa Daulah Umayyah selanjutnya menjadi pencetus teori-teori dan mempengaruhi keilmuan khususnya ekonomi Islam hingga masa sekarang.

(28)

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Daulah Umayyah adalah sebuah kepemimpinan pemerintahan Islam yang didirikan oleh Mu’awiyah ibn Abi Sufyan dan berkuasa selama kurang lebih 91 tahun (661-750 M). Daulah ini adalah bentuk baru dari sistem monarchiheridetis (kerajaan turun temurun) yang mengadopsinya dari kerajaan Persia dan Byzantium. Fakta sejarah menyebutkan bahwa tampuk kekuasaan Mu’awiyah peroleh dengan jalan tipu daya dan kekerasan serta usaha merebut posisi sebagai khalifah dari Al Hasan dan Al Husain, anak keturunan dari Ali ibn Abi Thalib ra. dengan beberapa cara tipu daya dan penggulingan dengan jalan kekerasan. Bahkan pada masa daulah ini memerintah, masyarakat sendiri terbagi ke dalam beberapa kelompok (pemberontak) yang menjadi salah satu penyebab keruntuhan dinasti ini setelah puluhan tahun berkuasa.

(29)

Sumbangan kekhalifahan Bani Umayyah dalam bidang ekonomi memang tidak terlihat secara signifikan karena pada zaman ini pemikiran ekonomi tidak lahir dari para ahli ekonom murni tetapi hasil dari interpretasi pemikiran dan ijtihad para ulama dan fuqaha yang ahli di bidang tafsir, hadits, filsafat, hukum, sosiologi bahkan politik. Sumbangan pemikiran yang lahir adalah hasil dari pengamatan pasar (seperti yang dilakukan oleh Abu Hanafi), pengembangan dari situasi dan kondisi yang berkembang saat itu dan tidak keluar konteks dari upaya meningkatkan kesejahteraan umat.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok: Gramata Publishing, 2005.

Chamid, Nur, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Esposito, John. L (Ed.), Islam: Kekuasaan Pemerintah, Doktrin Iman dan Realitas Sosial, Depok: Inisiasi Press, 2004, terjemahan.

Grunebaum, G.E. Von, Classical Islam A History 600-1258 (translated by Katherine Watson), Chicago: Aldine Publishing Company, 1970.

Hitti, Philip K., History of The Arabs (judul asli History of The Arabs: From the Earliest Times to the Present), Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006, terjemahan.

Karim, Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012, Cet. Ke-5.

Margoliouth, D.S, Lectures On Arabic Historians, New Delhi: Idarah-i Adabiyat-i Delli, 1977.

Nasr, Seyyed Hossein, Science and Civilization in Islam, America: Plume and Nal Books, 1970.

Nicholson, R.A., A Literary History of The Arabs, London: The Cambridge University Press, 1966.

Shalaby, Ahmad, History of Muslim Education, Beirut: Dar Al-Kashshaf, 1954.

(31)

Watt, W. Montgomery, The Majesty That Was Islam The Islamic World 661-1100, London: Sidgwick & Jackson, 1974.

Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2003.

Erwinnomic, Pemikiran Ekonomi Masa Bani Umayyah.

(http://file:///D:/Umayyah/Pemikiran/Ekonomi/Masa/Bani/Umayyah/Erwinnomic. htm, diakses tanggal 11 September 2014.

Artikel Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), Dinasti Bani Umayyah, Asal usul Dinasti Bani Umayyah. (

http://file:BaniUmayyah/DINASTI/BANI/UMAYYAH/Asal-usul-SKI(sejarahkebudayaanislam).htm, diakses tanggal 11 September 2014.

Sejarah Islam Masa Bani Umayyah, http://file/umayyah/education, diakses tanggal 11 September 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik pendapatan berdasarkan hasil uji z menunjukkan hasil bahwa sikap pestisida rumah tangga efektif untuk pengendalian tidak berbeda nyata, yang artinya responden

Mengkoordinir dan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan promosi kesehatan di wilayah kerja puskesmas.. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan promosi dilakukan

dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang diidentifikasi. Output yang tak dikehendaki a) Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindari dari sistem yang

Psikologi perkembangan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku individu dalam perkembangannya dan latar belakang yang mempengaruhinya. Dalam ruang lingkup

Namun pada akhirnya, seluruh tahapan dalam kebijakan hukum pidana baik tahapan formulasi/legislasi, aplikasi/yudikatif dan eksekusi, semuanya merupakan suatu

Untuk bangunan tidak bertingkat, alternatif bangunan dengan modifikasi bentuk dan susunan bresing yang diusulkan dalam tugas akhir ini memiliki kekakuan lebih tinggi -13,64%

Analisis ragam gabungan 16 lokasi percobaan menunjukkan tidak terdapat galur yang memiliki hasil gabah yang nyata lebih tinggi dari Conde (Tabel 6 dan 7).. Akan tetapi, enam di

Informasi yang ada lebih banyak mengungkapkan tentang bio-ekologisnya saja, sedangkan informasi terkait pola hubungan kerja nelayan di perairan umum daratan belum banyak