• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Inkulif Sebagai Salah Satu Up

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan Inkulif Sebagai Salah Satu Up"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pendidikan Inkulif Sebagai Salah Satu Upaya Pemenuhan Hak Pendidikan Non-diskriminatif Bagi Anak Penyandang Disabilitas

Renita Yudia

Abstrak

Salah satu hak anak penyandang disabiltas adalah mendapatkan pendidikan, namun dalam upaya pemenuhan hak pendidikan anak penyandang disabilitas kita perlu memperhatikan bahwa mereka juga memiliki hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif. Maka dari itu pendidikan inklusif merupakan salah satu cara yang baik dalam upaya pemenuhan hak pendidikan bagi anak penyandang disabilitas hal ini mengingat pendidikan inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Dan pendidikan inklusif merupakan praktek yang bertujuan untuk pemenuhan hak azasi manusia atas pendidikan, tanpa adanya diskriminasi, dengan memberi kesempatan pendidikan yang berkualitas kepada semua anak tanpa perkecualian, sehingga semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk secara aktif mengembangkan potensi pribadinya dalam lingkungan yang sama.

Kata kunci: pendidikan inklusif, non-diskriminatif, hak, disabilitas.

Pendahuluan

(2)

perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak, perlakuan yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai integrasi sosial yang berarti bahwa setiap orang dilarang memperlakukan mereka secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya. Diskriminatif dalam hal ini merupakan sebuah tindakan membeda-bedakan. Tindakan diskriminatif secara universal dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Mengingat hal tersebut maka penting bagi kita untuk menyelenggarakan pendidikan yang non-diskriminatif, salah satunya dengan menyelenggarakan pendidikan inklusif.

Kajian konseptual ini bermaksud untuk mengetahui (1) apa yang dimaksud dengan pendidikan iklusif?, (2) Apa yang menjadi bukti bahwa pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang non-diskriminatif bagi anak penyandang disabilitas?, (3) apa hal yang pelu disesuaikan dalam upaya pengimplementasian pendidikan inklusif?, dan (4) apa tantangan yang dihadapi dalam pengimplementasian pendidikan inklusif?

Kajian Teori

(3)

penyandang cacat fisik dan mental. Klasifikasi disabilitas terdiri dari tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunadaksa, tunalaras, tunagrahita, dan tunaganda.

Sebagai penyandang disabilitas mereka memiliki hak yang perlu di penuhi satu satunya adalah mereka berhak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif. Menutut Chrispina Maria Gracia, tindakan diskriminasi bisa dikatakan sebagai tindakan pembedaan antara individu satu dengan yang lainnya, atau kelompok masyarakat satu dan lainnya atas dasar perbedaan agama, suku, ras, bahasa, kelas soaial, atau aspek lainnya. Selanjutnya Chrispina Maria Gracia menambahkan, bahwa tindakan diskriminasi ini rentan terjadi di berbagai lingkungan masyarakat yang majemuk dan bisa dialami oleh siapa saja, kapan saja, dimana saja, dan dengan bentuk apa saja. Sedangkan dalam pengertian modern, istilah diskriminasi secara universal berarti tidak netral, karena biasanya mengacu pada tindakan membedakan seseorang dari orang lain bukan berdasarkan keunggulan yang dimilikinya, namun berdasarkan prasangka atau berdasarkan sikap-sikap yang secara moral tercela.

(4)

penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah pihak sekolah dituntut melakukaan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi.

Tujuan diadakanya pendidikan inklusif adalah memastikan bahwa semua anak memiliki akses terhadap pendidikan yang terjangkau, efektif, relevan dan tepat dalam wilayah tempat tinggalnya, memastikan semua pihak untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif agar seluruh anak terlibat dalam proses pembelajaran. Jadi, inklusif dalam pendidikan merupakan proses peningkatan partisipasi siswa dan mengurangi keterpisahannya dari budaya, kurikulum dan komunitas sekolah setempat.

Pembahasan

(5)
(6)

Alasan lain kenapa pendidikan inklusif merupakan pendidikan non-diskriminatif karena pendidikan yang inklusif adalah sistem di mana semua anak adalah anggota kelompok yang sama yang artinya mereka berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain, membantu satu sama lain untuk belajar dan berfungsi, saling mempertimbangkan satu sama lain, menerima kenyataan bahwa anak tertentu mempunyai kebutuhan yang berbeda dengan mayoritas dan kadang-kadang akan melakukan hal yang berbeda. Selain itu anak sebagai masyarakat inklusif dalam sekolah inklusif secara keseluruhan adalah dimana semua anak dan orang dewasa adalah anggota kelompok yang sama yang artinya mereka berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain, membantu satu sama lain untuk belajar dan berfungsi, saling tenggang rasa satu sama lain, menerima kenyataan bahwa sebagian anak mempunyai kebutuhan yang berbeda dari mayoritas dan kadang-kadang akan melakukan hal yang berbeda, dan cenderung bekerjasama daripada bersaing. Selanjutnya semua anak mempunyai rasa memiliki dan bermitra, Serta walau jika anak-anak tertentu karena berbagai alasan mempunyai suatu kebutuhan untuk menerima perhatian berkala di luar kelas maka setiap orang akan memandang hal ini sebagai suatu hal yang alami dan ini tidak akan mengganggu rasa menjadi anggota atau rasa memiliki kelompok/kelasnya.

Karena terdapat perbedaan dalam konsep dan model pendidikan, maka dalam pendidikan inklusif terdapat beberapa komponen pendidikan yang perlu dikelola agar sekolah inklusif yang non-diskriminatif dapat terwujud, diantaranya adalah manajemen kesiswaan yang merupakan salah satu komponen pendidikan inklusif yang perlu mendapat perhatian dan pengelolaan lebih. Hal ini dikarenakan kondisi peserta didik pada pendidikan inklusif yang lebih majemuk daripada kondisi peserta didik pada pendidikan reguler. Tujuan dari manajemen kesiswaan ini tidak lain agar kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan yang diinginkan.

(7)

Pendidikan (KTSP) yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat dan potensinya. Model kurikulum pendidikan inklusif terdiri dari model kurikulum reguler, model kurikulum reguler dengan modifikasi, dan model kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI).

Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama. Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI. Model kurikulum PPI yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait. Kurikulum PPI atau dalam bahasa Inggris Individualized Education Program (IEP) merupakan karakteristik paling kentara dari pendidikan inklusif. Konsep pendidikan inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan adanya penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu. Maka PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih. Thomas M. Stephens menyatakan bahwa IEP merupakan pengelolaan yang melayani kebutuhan unik peserta didik dan merupakan layanan yang disediakan dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan serta bagaimana efektivitas program tersebut akan ditentukan.

(8)

khusus. Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi inventarisasi pegawai, pengusulan formasi pegawai, pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi, mengatur usaha kesejahteraan, dan mengatur pembagian tugas.

Kemuadian manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana agar dapat memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar mengajar. Pendanaan pendidikan inklusif memerlukan manajemen keuangan atau pendanaan yang baik. Walaupun penyelenggaraan pendidikan inklusif dilaksanakan pada sekolah reguler dengan penyesuaian-penyesuaian, namun tidak serta merta pendanaan penyelenggaraannya dapat diikutkan begitu saja dengan pendanaan sekolah reguler. Maka diperlukan manajemen keuangan atau pendanaan yang mampu memenuhi berbagai kebutuhan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif dan mengatasi berbagai permasalahan terkait dengan pendanaan. Dalam pendidikan inklusif terdapat komponen manajemen layanan khusus. Manajemen layanan khusus ini mencakup manajemen kesiswaan, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan dan lingkungan. Kepala sekolah dapat menunjuk stafnya, terutama yang memahami ke-PLB-an, untuk melaksanakan manajemen layanan khusus ini.

(9)
(10)

berkebutuhan khusus membutuhkan pembelajaran individual melalui Program Pembelajaran Individual (IEP).

Selajutnya adalah dalam pelaksanaan pendidikan inklusif maka kita akan menjumpai tantangan. walaupun inklusif memberikan pengayaan bagi semua yang terlibat, penting untuk tidak mengesampingkan tantangan-tantangan yang mungkin dihadapi. Di sini akan menekankan tantangan yang akan berdampak khusus pada para penyandang disabilitas. Tantangan-tantangan tersebut terdiri dari tantangan sosial emosional yaitu mengembangkan interaksi dan komunikasi yang bermakna yang merupakan dasar bagi semua hubungan sosial dan pembelajaran, mengembangkan hubungan pertemanan yang tulus, mengatasi kesepian, jatuh cinta dan mendapatkan respon atau tanggapan, dan mengembangkan harga diri yang baik. Selanjutnya tantangan yang terkait dengan pembelajaran dan perkembangan keterampilan yang meliputi mengembangkan keterampilan bahasa fungsional dan memperoleh penguasaan dan kompetensi melalui hubungan teman sebaya. Kemudian tantangan yang berkaitan dengan penyiapan dan penataran para profesional yang bekerja dalam seting inklusif yang terdiri dari memperoleh pengalaman yang cukup, memperoleh pengetahuan baru, dapat berpartisipasi dalam memperkenalkan perubahan yang diperlukan dalam manajemen kelas dan sekolah agar proses inklusi dapat berjalan, memobilisasi kreatifitas yang cukup sehingga dapat benar-benar memenuhi kebutuhan setiap siswa, memastikan bahwa semua anak mengembangkan interaksi, komunikasi dan

bahasa yang fungsional, dan memperoleh dukungan profesional bila memerlukannya.

Kesimpulan

Pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama anak normal (non-ABK) usia sebayanya di kelas reguler/biasa yang terdekat dengan tempat tinggalnya.

(11)

inovatif dan fleksibel, kerja sama dan saling mengupayakan bantuan, kecakapan hidup yang mengefektifkan potensi individu peserta didik dengan potensi lingkungan.

Untuk mewujudkan terlaksananya pendidikan inklusif maka harus ada penyesuaian dalam hal kesiswaan, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta pelaksanaan pembelajaran.

Dalam upaya pelaksanaan pendidikan inklusif maka kita akan menjumpai berbagai tantangan yang berkaitan dengan anak disabilitas diantaranya adalah tantangan sosial emosional, tantangan yang terkait dengan pembelajaran dan perkembangan keterampilan, dan tantangan yang berkaitan dengan penyiapan dan penataran para profesional yang bekerja dalam seting inklusif.

Daftar Pustaka

Abdussalam. & Desasfuryanto, A. (2016). Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: PTIK

Ali, M. M., Musthapa, R., & Jelas, Z. M. (2006). An Empirical Study On Teachers’ Perceptions Towards Inclusive Education in Malaysia. Diakses dari: https://eric.ed.gov/?id=EJ843618

Aryani, S. E. & Wrastati, T. (2013). Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi Ditinjau dari Faktor Pembentuk Sikap. Diakses dari: http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/110810216_Ringkasan.pdf

Chatib, M. (2012). Berbasis Kecerdasan Jamak dan Pendidikan Berkeadilan. Bandung: Kaifa.

Garnida, D. (2015). Pengantar Pendidikan Inklusif. Bandung: Refika Aditama.

Iriwanto. Dkk. (2010). Analisis Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia:

Sebuah Desk-Review. Diakses dari:

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_160340.pdf

Kustawan, D. & Hermawan, B. (2013). Model Implementasi Pendidikan Inklusif Ramah Anak. Jakarta: Luxima.

Masitah, W. (2016) Pendidikan Inklusif Anak Usia Dini. Diakses dari: https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/7601

(12)

Prakoso, A. (2016). Hukum Perlindungan Anak. Yogyakarta: LaskBang PRESSindo.

Skjørten. M. D. (t.t.). Menuju Inklusi dan Pengayaan. Diakses dari:

http://www.idp-europe.org/docs/uio_upi_inclusion_book/6-Menuju_Inklusi_dan_Pengayaan.pdf

Smith, J D. (2006). Inklusi : Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung: Nuansa

Sunanto, J. (2009) Indeks Inklusi Dalam Pembelajaran di Kelas yang Terdapat

Abk di Sekolah Dasar Diakses dari:

http://ejournal.upi.edu/index.php/jassi/article/view/3860

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

UNICEF. (2013). Anak Penyandang Disabilitas. Diakses dari: https://www.unicef.org/indonesia/id/SOWC_Bahasa.pdf

Wikipedia (2017) Difabel. Diakses dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Difabel

Referensi

Dokumen terkait

a) Pelimpahan kewenangan bupati/walikota dilakukan berdasarkan pemetaan pelayanan publik yang sesuai dengan karakteristik dan/atau kebutuhan masyarkaat pada Kecamatan

Tabel 8 menunjukkan bahwa sumbangan pendapatan tenaga kerja wanita pada usaha penetasan telur itik yang dihasilkan per bulan atau satu periode penetasan berbanding

Remaja yang menghayati disiplin power assertive, 66,7% memiliki motif prososial yang kuat yaitu dengan merasakan empati dan guilt pada saat mereka melihat orang

Praktek penulisan karya tulis ilmiah TM 2 x 50’ TT 2x50’ TMd 2x60’ Mahasiswa mampu mempraktekkan penulisan karya tulis ilmiah sederhana (terbimbing). 16 Ujian Akhir

Keutuhan terhadap pendidikan bukan sekedar untuk mengembangkan aspek- aspek individualisasi dan sosialisasi, melainkan juga mengarahkan perkembangan kemampuan dasar tersebut

8 Tahun 2016 memiliki cakupan yang luas yaitu mencakup semua perbuatan atau tidak berbuat/mengabaikan yang dapat merintangi Penyandang Disabilitas untuk mendapatkan

Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, terutama pada pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan