• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata cara pengurusan jenazah mutilasi di rumah sakit dr. Cipto Mangunkusumo dalam perspektif hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tata cara pengurusan jenazah mutilasi di rumah sakit dr. Cipto Mangunkusumo dalam perspektif hukum Islam"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Falkutas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana (S1)

Oleh:

Welvis Noverzandy NIM.104043101303

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH PROGAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM

FALKUTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Falkutas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy.)

Oleh : Welvis Noverzandi NIM: 104043101303

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.H.Muhammad Taufiki, M.Ag Rosdiana, M.A.

NIP.196511191998031002 NIP.196906102003122001

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH PROGAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM

FALKUTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

RUMAH SAKIT dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM” telah diujikan dalam sidang Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy.) pada Progam Studi Perbandingan Mazhab Hukum.

Jakarta, 15Juni 2010

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, M.A., M.M. NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Prof.Dr.H.M.Amin Suma,SH, M.A., M.M. (.………)

NIP. 195505051982031012

2. Sekretaris : Dr.H.Muhammad Taufiki, M.Ag (.………) NIP. 196511191998031002

3. Pembimbing I: Dr.H.Muhammad Taufiki, M.Ag (.………) NIP. 196511191998031002

4. Pembimbing II: Rosdiana, M.Ag (.………)

NIP. 196906102003122001

5. Penguji I : Dr.H.A.Juawaini Syukri, Lc, M.A. (.………) NIP.195507061992031001

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

(5)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt., yang telah memberi nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, juga karena izin dan ridha-Nya pula penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw., yang dengan kehadirannya telah memberikan pencerahan, ketenangan dan kenyamanan hidup manusia. Tak lupa pula kepada para sahabat, keluarga dan orang-orang yang pernah mengikuti dan mentaati ajarannya hingga akhir zaman.

Setelah melewati waktu yang melelahkan, akhirnya dengan penuh kesabaran dan keyakinan penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semua ini tentunya tidak menjadi sebuah kenyataan, tanpa bantuan dan keterkaitan semua pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ayahanda H.Warlis dan Ibunda Almarhummah Hj. Warniza, Adalah orang tua penulis yang dimuliakan, disayangi dan juga yang telah menemani penulis sejak kecil baik suka maupun duka. Selama di dalam penulisan skripsi ini beliau selalu memberikan semanggat dengan kata-kata yang membuat penulis semakin semanggat untuk menyelesaikan skripsi ini hingga menjadi Wisudawan.

2. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(6)

Jurusan Perbandingan Mazhab Fiqh.

4. Bapak Dr.H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Ibu Rosdiana, M.A, sebagai dosen pembimbing yang selalu memberikan masukan, arahan, dan kritikan yang konstruktif pada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Penguji I, Dr.HA.Juaini Syukri, Lcs, MA. dan penguji II, Dr.H.M.Nurul Irfan, M.Ag. Sebagai penguji penulis di dalam sidang munaqasah yang telah banyak memberikan masukan-masukan semakin sempurnanya skripsi.

6. Pimpinan Perpustakaan, baik perpustakaan pusat maupun Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan berupa buku ataupun literlatur lainnya sehingga memperoleh informasi.

7. Bapak/ibu dosen khususnya Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa pendidikan berlangsung.

8. Bapak dr. Tjetjep Dwidja Siswaja, Sp.F selaku pembimbing wawancara dari Departemen Forensik dan Medikolegal, dan Ibu Siti Hasni, S.Sos selaku pembimbing wawancara dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman (Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta) yang telah memberikan kemudahan penulis untuk mendapatkan data dan wawancara yang berhubungan dengan

(7)

Tidak ada yang dapat penulis berikan sebagai balas jasa kepada mereka yang telah memberikan banyak dan dukungan kepada penulis, kecuali dengan do’a. Semoga Allah membalas segala amal baik karena sesungguhnya Dialah Tuhan satu-satunya tempat memohon dan meminta.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan. Oleh karena itu, penulis sangat membutuhkan kritikan dan masukan yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat menjadi amal bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pengembangan bagi wacana keislaman. Amin ya robbal’alamin

Penulis

Welvis Noverzandi Nim.10404301303

(8)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 1

B. Pembatasan dan perumusan masalah ... 5

C. Tujuan dan kegunaan penulisan ... 6

D. Tinjauan pustaka ... 7

E. Metode penelitian ... 10

F. Sistematika pembahasan ... 11

BAB II PENGURUSAN JENAZAH MUTILASI MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian jenazah ... 13

B. Hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan jenazah ... 14

C. Pengurusan jenazah mutilasi Menurut Fuqaha ... 40

BAB III MENGENAL RUMAH SAKIT dr. CIPTO MANGUNKUSUMO A. Sejarah Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo ... 48

B. Visi, Misi, dan Tujuan RSCM ... 50

C. Unit dan Instalsi RSCM ... 51

D. Departemen Forensik dan Medikolegal RSCM ... 57

(9)

v

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pengurusan Jenazah Mutilasi di RSCMMenurut Hukum Islam ... 62 B. Analisa Penulis ... 85

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 88

(10)

A. Latar Belakang Masalah

Kematian adalah sesuatu yang pasti akan dialami oleh setiap manusia dan

makhluk hidup lain di dunia yang fana. Kematian merupakan pintu gerbang menuju

kepada kehidupan selanjutnya, yaitu kehidupan akhirat, ia sebagai bukti kekuasaan

Allah, bukti adanya kebangkitan dan bukti yang meyakinkan bahwa manusia akan

berdiri di hadapan Allah, Tuhan alam semesta. Kematian juga sebagai bukti akan

kehidupan kekal yang dikehendaki oleh Tuhan semesta alam, dengan ukuran-ukuran

yang telah diketahui dan timbangan-timbangan yang baik dan adil.

Kematian mesti ada, karena kematian berarti kembali ke asal manusia

diciptakan. Sebagaimana Allah telah menciptakan manusia dari tanah, maka ia mesti

kembali menjadi tanah agar menjadi peringatan bagi jiwa-jiwa yang lalim di saat

berada dalam kelaliman, bagi jiwa-jiwa yang gundah di saat kegundahannya, dan

jiwa-jiwa yang rusak di saat berada dalam kerusakan bahwa tempat kembalinya

adalah ke dalam tanah.1

Kehidupan manusia timbul pada saat ruh ditiupkan pada jasad janin dalam

rahim seorang ibu. Sedangkan kematian adalah jembatan yang menghubungkan dua

1

Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati,” (Jakarta: Cendekia, 2001), h. 13.

(11)

dan terpisahnya ruh dengan jasad manusia. Namun demikian suka atau tidak suka,

cepat atau lambat, kematian pasti datang menjemput kita, ia diibaratkan dengan anak

panah yang telah dilepas dari busurnya, ia terus akan mengejar sasarannya, dan begitu

ia tiba pada sasarannya saat itu pula kematian yang ditujunya tiba.

Selain itu manusia tidak dapat terhindar sama sekali dari keresahan hidup.

Ada keresahan yang dapat ditanggulanginya sendiri atau bersama orang lain, tetapi

ada juga keresahan yang tidak dapat ditanggulanginya yaitu keresahan menghadapi

kematian. Kecemasan tentang kematian dan apa yang terjadi sesudah mendorong

manusia mencari sandaran yang dapat diandalkan. Kematian makhluk hidup,

termasuk manusia yang hidup selamanya, meskipun begitu Tuhan juga menegaskan

berkali-kali mengenai kepastian kematian manusia agar mereka menyiapkan diri

dalam menghadapinya3.

Mati secara etimologis berati padam, diam, dan tenang4. Maksudnya

sesuatu yang tidak memiliki roh jika tenang merupakan makna asal dari kematian.

Dengan demikian gerak adalah makna asal dari kehidupan.

Allah SWT telah menggariskan kematian atas manusia sejak dalam

kandungan atau rahim ibu, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits bahwa ketika

2

Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Jilid II, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h.

3

Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Jilid II, h. 9.

4

Sudirman Tebba, Menuju Kematian yang Husnul Khatimah, (Tanggerang: Pustaka Irvan, 2006) h.11.

(12)

padanya manusia rezekinya, umurnya dan jodohnya.

Ketentuan-ketentuan akan batasan umur manusia di atas dikenal dengan

istilah taqdir, artinya sebuah ketetapan yang tidak bisa dijamah oleh nalar manusia,

karena ia adalah hak prerogatif Allah. Manusia hanya diwajibkan berusaha dengan

berdoa meminta agar panjang umur, adapun kepastiannya Allahlah yang menentukan.

Jika ajal sudah datang, tak seorangpun bisa mengelaknya dan menghindarnya,

alih-alih meminta dipercepat. Allah SWT berfirman:

)

اﺮﻋﻷا ف

] 7 :[ 34 (

Artinya:Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang

waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS.al-A’raaf [7]: 34)

)

لا ﺮﻤﻋ

نا

] 3 : [ 185 (

Artinya: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati . . .”(QS.Ali-Imran[3]:185)

Takdir kematian yang telah ditetapkan oleh Allah SWT secara umum

terjadi karena sebab-sebab (al-asbab). Kematian bisa disebabkan oleh suatu penyakit,

kecelakaan, atau pelanggaran hukum seperti pembunuhan atau yang lainya.

Di dalam skripsi ini, penulis berusaha meneliti di dalam pengurusan

jenazah dengan sebab kematian termutilasi karena kecelakaan (tergilas kereta, mobil),

pembunuhan mutilasi, atau karena bom bunuh diri dengan tubuh mayat yang

(13)

dirasa perlu untuk mencari kejelasan identitas seseorang yang terbunuh tersebut.

Sebagaimana dikemukakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bab

Penyidikan bagian kedua pada pasal 133 ayat 3:

“Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada

rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan

terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat,

dilaksanakan dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki

atau bagian lain badan mayat.”

Kematian yang tidak wajar yang disebabkan termutilasi atau anggota

tubuh mayat yang hancur harus dicari untuk kepentingan identifikasi korban dan

untuk mendapatkan kepastian hukumnya. Dalam kaitan ketidakjelasan jenazah yang

ditemukan, yang perlu diketahui adalah; Apakah jenazah tersebut mati secara tidak

wajar? Apakah ada tanda-tanda atau ciri-ciri khusus pada jenazah? dan untuk

mengetahui identitasnya tanda-tanda khusus tersebut perlu dicocokkan dengan

keluarganya melalui informasi anggota keluarganya yang hilang. Dalam KUHP bab

penyidikan bagian ke dua pasal 133 ayat 2:

“Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas

untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan

bedah mayat.”

Dalam kaitannya dengan jenazah yang tidak dikenal perlu diketahui juga

identitas agamanya. Mengapa? karena identitas agama suatu jenazah sangat penting

(14)

agama memiliki peraturan (syariat) yang berbeda-beda. Dan ini sejalan

undang-undang dasar Negara Indonesia yang mengakui keyakinan umat beragama

sebagaimana tertera dalam sila ke 1 Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa

Kemudian, dalam kaitannya dengan jenazah yang beragama Islam, secara

khusus ada beberapa aturan penatalaksanan (tata cara) pengurusan jenazah yang perlu

diperhatikan, yang meliputi tata cara memandikan, mengkafankan, menshalatkan,

serta menguburkan jenazah. Dan ini merupakan kajian yang penulis bahas dalam

skripsi ini.

Dari latar belakang di atas, penulis sangat tertarik mengadakan penelitian

dalam penulisan skripsi ini dengan mengambil judul: “Tata Cara Pengurusan

Jenazah Mutilasi di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo dalam Perspektif

Hukum Islam.” Penulis berharap skripsi ini bisa memberikan faedah khususnya bagi

penulis dan siapa saja yang membaca skripsi ini. Amin ya rabbal-a’lamin.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berhubung judul skripsi ini sangat luas, dan keterbatasan waktu, tenaga

serta biaya penulis, maka penelitian dalam skripsi ini dibatasi dengan hanya

membahas tata cara pengurusan jenazah mutilasi menurut hukum Islam, yang

objek penelitiannya adalah RSUP dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk memberikan

(15)

membatasi objek penelitian pada masalah.

Dengan mengacu pada pembatasan di atas maka pokok masalah dalam

skripsi ini dapat dirumuskan:

1. Apa yang dimaksud dengan jenazah mutilasi dan bagaimana pengurusannya

menurut Islam ?

2. Bagaimana tata cara pengurusan jenazah mutilasi di Rumah Sakit dr. Cipto

Mangunkusumo menurut hukum Islam?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk menambahkan ilmu, informasi di

dalam tata cara pengurusan jenazah, dan khususnya pada jenazah mutilasi.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah;

1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1)

2. Untuk memberikan gambaran-gambaran umum tentang jenazah mutilasi.

3. Untuk mengetahui bagaimana tata cara pengurusan jenazah mutilasi di Rumah

Sakit dr. Cipto Mangunkusumo dalam perspektif hukum Islam.

Sedangkan kegunaan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini

adalah:

1. Sebagai bahan bagi penulis untuk menambah wawasan khazanah intelektual

dalam kaitannya dengan hukum Islam.

(16)

kedokteran, sehingga bisa merealisasikan syariat Islam dalam pengurusan

jenazah yang muslim.

3. Sebagai bagian dari sumbangsih pemikiran penulis terhadap

permasalahan-permasalahan keagamaan yang ada di Indonesia.

D. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis menelusuri di beberapa perpustakaan, khususnya di

perpustakaan syariah, dan perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penulis menemukan beberapa skripsi yang berkaitan dengan permasalahan skripsi

yang penulis bahas. Skripsi-skripsi tersebut dijadikan sebagai bahan acuan dan

rujukan bagi penulis dalam penulisan penelitian ini. Diantara skripsi-skripsi yang

penulis temukan berjudul;

1. “Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Tindakan Pembunuhan Mutilasi” yang ditulis oleh Nurlaila Awalani (9945117053) Progam Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum pada tahun 2003. Skripsi ini

membahas tentang pembunuhan mutilasi, pandangan hukum Islam dan hukum

positif atas pembunuhan mutilasi dan juga sanksi hukum Islam dan hukum

positif tindak pidana. Kesimpulannya, secara umum pengertian tindak pidana

pembunuhan dalam hukum pidana Islam dan hukum pidana positif tidak jauh

berbeda, pembunuhan itu adalah perbuatan yang dilakukan seseorang atau

sekelompok orang yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.

(17)

yaitu pertama; di dunia yang melangar hak Adami (hak sesama manusia untuk

hidup) dan hak Allah (kematian hanya Allah-lah yang menentukannya) dan

yang kedua; pidana di dalam hukum Islam bagi tindak pidana pembunuhan

adalah Qishas sedangkan dalam KUHP pasal 339 maksimum hukumanya

adalah 20 tahun penjara.

2. “Pembongkaran Makam dan Pemindahan Kerangka Jenazah Menurut Perspektif Hukum Islam” yang ditulis oleh Sugeng Pramono (104043101340) Progam Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum pada tahun 2008. Sedangkan

skripsi ini membahas tentang pembongkaran makam dan pemindahan

kerangka jenazah analisis empat mazhab. Kesimpulannya, seorang muslim

terhadap muslim lainnya tidak hanya berlaku ketika masih hidup saja, akan

tetapi ketika matipun kita mempunyai kewajiban untuk mengurusinya,

sedangkan hukum membongkar makam dan pemindahan kerangka jenazah

dalam pandangan Islam pada dasarnya tidak boleh, haram hukumnya

terkecuali jenazah itu dikuburkan di tanah rampasan, tertinggalnya

benda-benda berharga di dalam kubur dan kain kafannya hasil rampasan. Dalam

hukum Islam para ulama berbeda pendapat tentang hukum pemindahan

kerangka jenazah diantaranya Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah

berpendapat haram hukumnya Pembongkaran makam dan pemindahan

kerangka jenazah, kecuali dalam keadaan dharurat.

(18)

Sungkawa Ciputat” yang di tulis oleh Agus Kalim (101053022676) Progam Studi Manajemen Da’wah pada tahun 2005. Skripsi ini membahas tentang

prosedur penyelengaraan jenazah dalam Islam di Lembaga Persatuan Bela

Sungkawa Ciputat dan mempresentasikan kaidah-kaidah atau dalil-dalil yang

sah menurut hukum Islam. Kesimpulannya, bahwa proses penyelengaraan

jenazah yang dilaksanakan di lembaga penyelengaraan jenazah persatuan bela

sungkawa berjalan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam ajaran agama

Islam dan bersesuaian dengan prosedur-prosedur yang telah di tetapkan dalam

anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Persatuan Bela Sungkawa Ciputat.

Sedangkan penyelengaraan jenazah di lembaga Persatuan Bela Sungkawa

sudah berjalan sangat efektif.

Dari beberapa skripsi tersebut, penulis menemukan ada kesamaan di

dalam kajian penelitian penulisan skripsi yang penulis bahas tentang pengurusan

jenazah, dan mutilasi. Yang membedakan dalam kajian penelitian penulisan

skripsi ini adalah bahwa skripsi ini membahas tentang tata cara pengurusan

jenazah mutilasi menurut hukum Islam (memandikannya, mengkafaninya,

menshalatkannya, dan menguburkannya) dan objek bahasannya terfokus pada

Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa

RSCM dianggap sebagai satu-satunya rumah sakit nasional yang telah berumur

lama dan menjadi rujukan bagi rumah sakit-rumah sakit di Jakarta.

(19)

1. Pendekatan yang digunakan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengunakan pendekatan kualitatif,

yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa sumber-sumber tertulis

dan tidak tertulis (lisan) dari orang-orang atau pelaku yang diamati. Penelitian ini

bersifat studi pustaka (Library Research), juga studi lapangan (Field Research).

Library Research, yaitu: metode penulisan dengan cara pengumpulan data dengan

berbagai literatur. Sedangkan Field Research, yaitu; penelitian yang dilakukan

dengan terjun langsung ke lapangan dalam hal ini responden yang dituju adalah

Tim Forensik Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Dinas Pertamanan dan

Pemakaman, dan Penggali Kubur TPU Kampung Kandang di Cilandak.

2. Sumber data

a. Studi dokumentasi

Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu; dokumentasi dan

wawancara. Sedangkan data sekunder; al-Qur’an, al-Hadis, buku-buku fiqh

tentang pengurusan jenazah, internet, serta Koran-koran yang ada kaitannya

dengan penulisan skripsi ini.

b. Studi wawancara

Wawancara dilakukan dengan tanya jawab dengan Tim Forensik Rumah

Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Dinas Pertamanan dan Pemakaman, serta

Penggali Kubur TPU Kampung Kandang di Cilandak.

(20)

Data yang dikumpulkan lalu diolah, dianalisa, dan diinterpretasikan untuk

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Data yang diperoleh akan

ditinjau lebih jauh untuk mendapatkan hasil yang diinginkan penulis. Sedangkan

perolehan data yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan dengan cara

mengedit (editing) data yaitu; memeriksa data yang terkumpul apakah

jawaban-jawaban dari pertanyaan yang diajukan dalam wawancara sudah sesuai dengan

data-data yang di butuhkan, dan jawaban yang dianggap lengkap atau yang belum

lengkap harus dipisahkan.

Setelah mengolah data selesai, kemudian menganalisa data. Analisa data

dilakukan dengan mengunakan metode content analisa yang kemudian

menginterpretasikannya dengan bahasa penulis sendiri. Maksud dari content

analisa dalam penelitian ini adalah menganalisa.

Teknik penulisan pada skripsi ini merujuk pada “Buku Pedoman

Penulisan Skripsi Falkutas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”.

F. Sistematika Pembahasan

Agar pemahaman dalam naskah skripsi ini teratur dan berurutan dengan

baik maka pembahasannya disusun sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat

(21)

dalamnya. Sistematika pembahasan tersebut, sebagai berikut;

Bab I: Bab ini membahas tentang pendahuluan pada bab ini menguraikan

tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan dan kegunaan penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian.

Bab II: Bab ini membahas tata cara pengurusan jenazah menurut hukum Islam,

bab ini menguraikan tentang; pengertian jenazah, hal-hal yang

berkaitan dengan pengurusan jenazah, dan pengurusan jenazah

mutilasi menurut fuqaha.

Bab III: Bab ini membahas tentang mengenal rumah sakit dr. Cipto

Mangunkusumo, bab ini menguraikan tentang; Sejarah Rumah Sakit dr.

Cipto Mangunkusumo, Visi, Misi, dan Tujuan RSCM, Unit dan Instalsi

RSCM, Departemen Forensik dan Medikolegal RSCM.

Bab IV: Bab ini membahas Tinjauan pengurusan jenazah mutilasi di RSCM

dalam perspektif hukum Islam, bab ini menguraikan tentang;

Pengurusan Jenazah Mutilasi di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo

menurut Hukum Islam, dan Analisa Penulis

Bab V: Pada bab akhir ini dikemukan kesimpulan dan saran-saran serta

(22)

A. Pengertian jenazah

Jenazah berasal dari kata arab “Janazah” artinya “tubuh mayyit” sedangkan

kata “Jinazah” yang artinya “tandu pembawa mayat” berasal dari kata “Janaza” yang

berarti “menutupi”. Dinamakan jenazah karena tubuh mayyit itu harus ditutupi”1. Arti

janazah dalam enksiklopedia Islam yaitu segala yang berkaitan dengan proses

pemakaman dan kafan bagi si mayat2. Sedangkan kata mayat, selanjutnya disebut

jenazah, berasal dari bahasa arab “al-mayyit” yang berarti orang yang meninggal,

sebagaimana ungkapan di dalam Al-Quran:

☺ )

ﺆﻤ ا ﻮ ن

] 23 [ : 15 (

Artinya: “... Kemudian, sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan

mati” (Q.S. Al-Mu’minun [23]:15)

Pada ayat di atas kata al-mayyit digunakan untuk manusia yang telah meninggal,

meski demikian dalam bahasa Indonesia kata “mayat” lebih sering dipakai.

Menurut Hasby Ash-Shiddiqie kata jenazah dalam bahasa Arab bersifat

umum artinya kata jenazah digunakan untuk manusia yang meninggal dunia maupun

1

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progesif, 2002), cet. ke-25, h. 214.

2

Cepil Glasse, Enksiklopedia Islam: Ringkas, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 192.

(23)

untuk binatang yang mati. Akan tetapi di dalam bahasa Indonesia kata jenazah

dikhususkan kepada manusia yang meninggal dunia3.

B. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Pengurusan Jenazah

Penatalaksanaan atau pengurusan jenazah merupakan salah satu hak

kewajiban seorang muslim dengan muslim lainya. Hukum pengurusan jenazah adalah

fardhu kifayah4 atau kewajiban sebagian bukan seluruhnya, artinya jika sudah ada

sebagian muslim yang mengurus jenazah maka gugurlah kewajiban sebagian yang

lain.

Dalam kaitannya dengan hak seorang muslim dengan muslim lainnya

Nabi Muhammad SAW bersabda:

ا

ءا

ر

ﺿ

ﷲا

لﺎ

:

أ

ا

ﷲا

و

و

ﻬﺎ

:

أ

عﺎ

ا

زﺎ

ة

و

دﺎ

ة

ا

وإ

ﺪ ا

ﻋا

و

ا

م

وإ

را

ا

و

ر

د

ا

م

و

ا

و

ﻬﺎ

أ

ا

و

ﺬ ا

ه

وا

و

ﺪ ا

جﺎ

وا

وا

ق

)

يرﺎ ا

اور

(

5

Artinya: “Diriwayatkan dari Al-Barra ra, dia berkata: Nabi SAW memerintahkan

tujuh hal kepada kami dan melarang kami tujuh hal pula, Nabi SAW memerintahkan kami, mengiringkan jenazah ke kubur, menjenguk orang sakit, mendatangi undangan, menolong orang yang didzolimi, melaksanakan sumpah, menjawab salam, mendoakan orang yang bersin (dengan ucapan yarkamukulllah, apabila orang yang bersin tersebut mengucapkan alhamdulillah). Rasulullah SAW melarang kami menggunakan bejana perak, bercincin emas (bagi laki-laki), berbusana sutra,

3

Hasby Ash Shiddiqie, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), h. 245.

4

Othman Mukim Hassan, Khulasah Kifayah Himpunan 600 Masalah Jenazah, cet. I, (Malaysia: Pustaka Ilmi, 1995), h. 2.

5

(24)

bergaun dibaj (sutra murni), menggunkan kain qassi (sejenis sutra) menggunkaan kain istabraq (sejenis sutra).” (HR. Al-Bukhari)

Adapun hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan jenazah dalam syariat

agama Islam adalah meliputi memandikan mayat, mengkafankan, menshalatkan dan

menguburkan. Semua proses-proses pengurusan jenazah tersebut diterangkan dalam

beberapa hadits Nabi Muhammad SAW.

1. Memandikan Mayat

Mayoritas ulama berpendapat bahwa memandikan mayat seorang muslim

hukumnya fardhu kifayah. Tetapi mereka berbeda pendapat mengenai

memandikan sebagian tubuh mayat muslim atau tubuh yang termutilasi yang akan

penulis bahas di akhir bab.

Berkenaan dengan memandikan mayat, Rasulullah SAW bersabda:

ﺔ ﺎ ﺄ ا

ىدﺄ

نأ

ا

ﺪ ﻋ

نﻮﻜ

ا

ا

لﻮ ر

لﺎ

أ

ﺪ و

مﻮ آ

ﻮ ذ

نﺎآ

ﻚ ذ

نﺎآ

نﺈ

نﺎآ

نإ

هأ

بﺮ أ

و

و

ا

ﺔ ﺎ أ

وأ

عرو

ﺎً

ﺪ ﻋ

نأ

نوﺮ

.

)

اﺮ ﻄ او

ﺪﻤ أ

اور

(

6

Artinya:“Siapa yang memandikan mayyit, ia laksanakan dengan amat, tidak

menyebarkan (menceritakan) apa yang ada pada mayyit ketika memandikannya, maka ia keluar dari dosanya seperti waktu ibunya melahirkan dirinya.” Ia berkata “hendaklah ia memandikan oleh orang yang paling dekat dengan kalian, jika dia mengetahui (dengan baik persoalan mayyit). Tetapi jika ia tidak mengetahui, maka hendaknya yang memandikannya orang yang memiliki sifat wara’ dan amanah.”(HR. Imam Ahmad dan Thabarani)

6

(25)

Perkataan beliau “hendaklah ia mandikan oleh orang yang paling dekat

dengan kalian” maksudnya bahwa yang paling berhak memandikan mayat adalah

orang yang paling dekat kepada mayat, dengan syarat ia orang yang mengetahui

ilmu yang dibutuhkan untuk itu. Imam Yahya mengatakan bahwa orang yang

lebih dekat (kaum kerabat) harus didahulukan dari yang lainnya.

Adapun ucapan beliau “Maka hendaknya yang memandikannya orang

yang memiliki sifat wara’ dan amanah” mengandung dalil yang dipegang oleh

mazhab Hadawiyah7 bahwa orang yang memandikan mayat disyaratkan orang

yang adil. Akan tetapi jumhur (mayoritas) ulama berbeda dengan mereka

mengenai persoalan tersebut. Mereka mengatakan: orang yang memandikan itu

(sebagaimana setiap muslim lain) dibebankan dengan beban-beban syara’, dan

memandikan mayat termasuk di antaranya. Jika tidak maka tidak sah setiap

perbuatan yang dibebankan kepadanya, dan ini menyalahi ijmak. Mereka

bersandar pada dalil-dalil yang tak dapat kami sebutkan di sini. Akan tetapi, yang

tidak diragukan adalah bahwa apabila orang yang memandikan memiliki sifat

adil, hal itu sangat utama8.

7

Mazhab Hadawiyah ialah mazhab yang nisbah ke salah satu madzhab fiqih orang-orang syi'ah, yaitu mazhab zaidiyah atau disebut juga sebagai Syi'ah Zaidiyah Hadawiyah. Zaidiyah nisbah ke Zaid ibn 'Ali Zain al-'Aabidiin ibn Husain ibn 'Ali Ibn Abi Thaalib yang kebanyakan di Yaman dan Hadawiyah ini nisbah kepada al-Haady Yahya ibn al-Husain (w. 298 H). salah satu kitab Mazhab Hadawiyah ialah “Kitab Hadaa'iqul Azhaar yang disyarh oleh al-Imam al-Syaukaany” dan sedangkan syarahnya berjudulal-Sail al-Jarraar al-Mutadaffiq 'Ala Hadaaiq al-Azhaar”.

8

(26)

a. Hal-hal yang disunahkan dalam memandikan:9

1) Mewudhukan mayat sebagaimana wudhunya orang yang masih hidup, yaitu

dengan air pada basuhan pertama setelah menghilangkan najis dan kotoran.

2) Menggunakan air yang dicampur daun bidara dan sabun pada semua basuhan,

serta menggunakan kapur pada basuhan yang terakhir.

لﺎ

ﻬ ﻋ

ا

ﺿر

سﺎ ﻋ

ا

ر

ﺎﻤ

و

ذإ

ﺔ ﺮ

او

و

ا

ا

لﺎ

وﺄ

لﺎ

وأ

ار

رﺪ و

ءﺎﻤ

ﻮ ا

..

) .

يرﺎ ا

اور

(

10

Artinya:“Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra., ia berkata: ‘diantara kita terdapat

seorang laki-laki yang berwukuf di Arafah bersama Rasulullah saw., tiba-tiba dia terjatuh dari hewan tunggangannya sehingga lehernya patah, kemudian Nabi SAW. Bersabda: “Mandikan dia dengan air dan daun bidara,…” (HR. Al-Bukhari)

3) Mengganjilkan basuhan pada mayat

Dari Ummu Athiyyah r.a., ia berkata kepada kami, bahwa ketika kami

memandikan putrinya Rasulullah SAW, bersabda:

ﺮ آأ

وأ

ﺎ ﻤ

وأ

ﺎﻬ

ا

او

رﺪ و

ءﺎﻤ

ﻚ ذ

ﺎ إ

ﻰ ﺄ

ﺎ ذ

ﺎ ﺮ

ﺎﻤ

ذ

اذﺈ

ارﻮ ﺎآ

ةﺮ ا

ﺎ إ

ﺎﻬ ﺮ ﺷأ

لﺎ

.

)

يرﺎ ا

اور

(

11

Artinya:“Mandikanlah tiga kali atau lima kali atau lebih dari itu jika kalian

memandang perlu, dengan air dan daun bidara, dan jadikanlah di akhirnya kapur barus atau sedikit dari kapur barus, setelah selesai beritahukanlah

9

Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, diterjemahkan oleh Mahyuddin Syaf dengan judul “Fiqh Sunnah 4”, cet.1, (Penerbit:PT Alma’arif bandung, 1978), h.94-98.

10

Abdullah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim, Shahih al-Bukhari, h. 94.

11

(27)

kepadaku.”Setelah kami selesai memandikannya kami beritahukan kepada beliau, maka beliau memberitahukan kepada beliau, maka beliau memberikan kain sarungnya kepada kain seraya berkata,“Jadikanlah ini sebagai pakaian yang menyentuh kulitnya.” (HR. Al-Bukhari)

4) Menekan perut mayat ketika memandikannya secara lembut untuk

mengeluarkan kotoran dalam perutnya.

5) Mengalirkan air yang banyak pada bagian qubul dan dubur untuk

membersihkan kotoran/najis.

6) Memakai sarung tangan bagi orang yang memandikannya ketika membasuh

bagian-bagian yang termasuk aurat.

7) Mendahulukan yang kanan, yaitu membasuh bagian kanan kemudian yang

kiri, dimulai dari kepala bagian belakang, pundak sampai telapak.

Dari Ummu Athiyyah r.a., dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda kepada

para wanita yangmemandikan putri beliau:

ا

ﺎﻬ

ءﻮﺿﻮ ا

ﺿاﻮ و

ﺎﻬ ﺎ ﻤ

نأﺪ

)

يرﺎ ا

اور

(

12

Artinya:“Mulailah dengan bagian tubuh yang kanan dan anggota-anggota

wudhu’nya.” (HR. Al-Bukhari)

2. Cara Mengkafankan Mayat

Mengkafankan mayat adalah fardhu kifayah bagi seorang muslim yang

menghadirinya. Mengkafankanya itu dilakukan langsung setelah mayat

dimandikan. Sebaiknya orang yang mengkafankan mayat adalah orang yang

terdekat dengannya-sebagaimana yang telah dibicarakan diatas.

12

(28)

Hikmah dari mengkafankan mayat adalah untuk menutupinya dari

pandangan mata dan sebagai penghormatan padanya. Karena menutupi auratnya

dan menghormatinya adalah wajib selagi ia masih hidup, begitu pula ketika ia

telah meninggal.

a. Macam-Macam Kafan 13;

1) Kafan Wajib (Kafan ad-Darurah)

Yaitu baju yang menutupi seluruh badan, di mana tidak ada kekurangan

pada bagian bawah badan.

ل

:

"

..

.

م

أ

إ

ة

آ

إذ

ا

ﻬﺎ

ر

أ

ر

ﺈذ

ا

ر

ج

ر

أ

ر

ل

ﷲا

ﷲا

و

أ

ن

ر

أ

ﻬﺎ

و

ر

إذ

.

.

.

"

)

يرﺎ ا

اور

(

14

Artinya:”Ia (Khabab bin al-Art) berkata, ”... Mush’ab bin Umair terbunuh pada

perang uhud. Dia tidak memiliki pakaian kecuali kain wol yang menyelimuti badan. Jika kami menutupi kepalanya, kakinya kelihatan, bila kami menutupi kakinya kepalanya terbuka. Maka Rasulullah SAW memerintahkan agar kami menutupi kepalanya dengan kain itu dan menutupi kakinya dengan idzkhar (sejenis tumbuhan yang wangi) ...”.(HR. Al-Bukhari)

Perkataan “dan menutupi kakinya dengan idzkhar” menunjukkan bahwa

jika tidak ada penutup sama sekali, baik untuk sebagian badan atau

seluruhnya, disunnahkan untuk menutupinya dengan sejenis tumbuhan yang

wangi. Jika yang tumbuh di rumah-rumah kita atau di sekeliling kuburan di

13

Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati,” h.86-88.

14

(29)

tempat kita. Kata idzkhar adalah jenis tumbuhan wangi yang berada di

Madinah.

ﺪ ﻮ

ةﺰﻤ

لﺎ و

أر

ﻰ ﻋ

اذإ

ءﺎ

ةدﺮ

إ

آ

تﺪ

أر

ﻰ ﻋ

اذإو

ﺮ ذﻹا

ﻰ ﻋ

و

أر

ﻰ ﻋ

)

ﺪﻤ أ

اور

15

(

Artinya:”Ia berkata (khabab) bahwa Hamzah tidak memiliki kain kafan kecuali

selendang penutup. Ketika selendang itu digunakan menutupi kakinya, menyusut atas kepalanya, lalu selendang itu diukurkan ke atas kepalanya dan kedua kakinya ditutupi dengan sejenis tumbuhan” (HR. Ahmad).

2) Kafan yang Cukup (Kafan al-Kifayah)

Yaitu dua baju yang menutupi seluruh badan (di bawahnya tidak kurang).

Kain dan lipatan keduanya harus menutupi seluruh badan. Mencukupkan

dengan keduanya dibolehkan dan tidak makruh.

3) Kafan Sunah (kafan as-sunnah)

Yaitu baju untuk laki-laki yang telah baligh dan yang hampir baligh

menurut para ulama Hanafi dan banyak fukaha dari berbagai mazhab; baju,

kain, dan penutup atau lipatan. Pakaian gamis menutupi dari leher hingga

kaki, tanpa lengan baju, tidak terbuka pada dada dan sisi lambung. Bawahnya

tidak usah lebar-lebar seperti pakaian orang hidup, tetapi harus sejajar.

Begitu pula pada kain harus menutupi seluruh badan, lalu memakai

penutup untuk tubuhnya dari kepala sampai kaki. Seluruhnya mayat itu

15

(30)

ditutupi tiga pakaian. Itulah kafan yang disunnahkan berdasarkan hadits-hadits.

و

ا

ا

لﻮ ر

آ

ﺔ ا

ﺔ اﺮ

باﻮ أ

تﺎ

يﺬ ا

ﻤ و

نﺎ ﻮ

)

دواد

ﻮ أ

اور

(

16

Artinya:”Dari ibn Abbas bahwa Rasulullah saw dikafankan dengan tiga pakaian;

pakaian gamis yang ketika beliau wafat dan baju Najran. (HR. Abu Daud)

Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari Aisyah ra.

ا

لﻮ ر

آ

و

ا

ﺔ ﺎﻤ

باﻮ أ

ﺎﻬ

ﺔ ﺎﻤﻋ

و

)

ﺔﻋﺎﻤ ا

اور

(

17

Artinya:“Rasulullah SAW dikafankan dengan tiga pakain putih Suhuliyah Judada

Yamaniyah, tidak ada gamis dan tidak juga imamah (serban) yang di lipatkan” (HR.Jama’ah)

لﻮ ر

مﻮ آ

مأ

آ

ﺔ ا

ا

ا

لﻮ ر

ﺎ ﺎﻄﻋأ

لوأ

نﺎﻜ

ﺎﻬ ﺎ و

ﺪ ﻋ

و

ﷲا

ردأ

ﺔ ﻤ ا

رﺎﻤ ا

عرﺪ ا

ءﺎ ا

و

ﷲا

و

ﷲا

ا

لﻮ رو

ﺮ ا

بﻮ ا

ﺎ ﻮ

ﺎ ﻮ

ﺎهﺎ وﺎ

ﺎﻬ آ

بﺎ ا

ﺪ ﻋ

)

ﺪﻤ أ

اور

دواد

ﻮ أ

و

(

18

Artinya:”Dari Laila binti Qanif ast-Tsaqafiah, ia berkata, “Aku termasuk orang yang

memandikan Ummi Kalsum (putri Rasulullah SAW) ketika ia wafat. Yang pertama diberikan oleh Rasulullah kepada kami adalah kain, kemudian pakaian, lalu kerudung, dan selimut, selanjutnya setelah itu dilipatkan baju akhir.” Ia berkata: sementara Rasul SAW berada di pintu memegang

16

Abu Dawud Sulaiman Ibn Asy’ats Sajastani, Sunan Abu Dawud, (Kairo: Dar al-Hadits,1988), h. 360.

17

Abi al Husein Muslim bin al Haj al Qusyairi al Nasaburi, Shahih Muslim, (Kairo: Dar Ihya al Kutub al Arabiyyah,1918), Juz. 2, nomor hadits 941, h.649.

18

(31)

kafannya, lalu beliau mengambilkan baju kepada kami satu demi satu. (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Al-Bukhari berkata: Hasan mengatakan, dengan sobekan pakaian-pakaian

yang kelima kedua paha dan pangkalnya biasa tertutup di bawah pakaian itu.

Imam asy-Syaukani mengatakan: Hadits di atas menunjukkan bahwa yang

diharuskan dalam mengkafankan mayat wanita adalah dibuatkan kain,

pakaian, kerudung selimut, dan lipatan. Tidak disebutkan nama Ummi

‘Athiyah dalam hadits orang yang melayatnya.

Imam asy-Syaukani mengatakan dalam Fiqh al-Wadhih: sebagaian Fukaha

memandang makruh penambahan kain mayat lebih dari tiga, mereka

menganggap itu hal yang berlebihan. Namun sebagaian lagi membolehkan

penambahan sampai lima; untuk gamis, imamah, Dan tiga untuk pakaian.

Menurut asy-Syaukani Persoalan di atas menurut saya luas sekali, hanya saja

membatasi tiga pakaian lebih utama karena itu yang sesuai dengan kafan Nabi

SAW.

b. Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafankan19:

1) Membaguskan kafan; yaitu dengan menggunakan kafan yang bersih, wangi,

bisa menutupi seluruh anggota badan, bukan yang diharamkan-seperti sutera,

dan penggunaanya tidak berlebihan. Hal di atas berdasarkan bahwa Rasulullah

SAW bersabda:

19

(32)

أ

دﺎ

ة

لﺎ

:

لﺎ

ر

ل

ﷲا

ﷲا

و

إذ

و

ا

أ

آ

أ

آ

.

)

اور

يﺬ ﺮ ا

(

20

Artinya:“Diriwayatkan dari Abi Qatadah, ia berkata:Jika seoarang diantara kalian

mengurus mayyit saudaranya, hendaklah ia memperbagus kain kafannya.” (HR. at-Tirmidzi)

2) Berwarna putih, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

ا

آﺎ ﻮ

ﺎﻬ

اﻮ آو

ﻜ ﺎ

ﺎﻬ ﺈ

ضﺎ ا

ﻜ ﺎ

اﻮ

.

)

دواد

ﻮ أ

اور

(

21

Artinya:“Pakailah yang putih dari pakaian kalian, karena dia adalah yang terbaik

dari pakaian kalian, dan pakailah dia sebagai kafan.”(HR. Abu Dawud)

3) Bagi mayat laki-laki kain kafan tiga helai, dan bagi mayat perempuan lima

helai22. Bagian ini telah dijelaskan sebelumnya pada bab kafan sunah.

4) Hendaknya salah satu dari kain-kain tersebut adalah kain yang bergaris-garis

jika hal itu memungkinkan23. Hal ini berdasarkan hadits Jabir bahwasannya

Rasulullah SAW bersabda:

ةﺮ

ب

ﻮﺷ

ﺎ ﺷ

ﺪ ﻮ

آﺪ أ

اذإ

) .

ﻮ أ

اور

دواد

(

24 20

Muhammad bin ‘Isa, Abu ‘Isa at-Tirmidzi as-Sullami, Sunan at-Tirmidzi, (Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Arabi, tt), Juz.3, hal. 320.

21

Abu Dawud Sulaiman Ibn Asy’ats Sajastani, Sunan Abu Dawud, (Kairo: Dar al-Hadits, 1988) , h.362.

22

Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati”, h.89.

23

Abu Ahmad Arif Fathul ulum, 1 Jam Belajar Mengurus Jenazah panduan praktis tata cara penyelengaraan jenazah dan hukum-hukumnya, Cet. 1, (Penerbit: Pustaka Darul Ilmi, 2009), h.38.

24

(33)

Artinya:“Jika wafat seorang diantara kalian dan mampu maka hendaknya dikafankan dalam kain yang bergaris-garis” (HR.Abu Dawud)

3. Menshalatkan mayat a. Hukum shalat mayat25

Menshalati mayat hukumnya fardhu kifayah bagi orang muslim yang

menghadirinya.

ﺪ ز

ﺪ ﺎ

ﻰ ﻬ ا

نأ

ر

ﻤ ﻤ ا

أو

ﺮآذ

لﻮ ﺮ

ﷲا

ﷲا

و

لﺎ

:

اﻮ

ﻰ ﻋ

ﻜ ﺎ

تﺮ

ﻮ و

مﻮ ا

،ﻚ ﺬ

ﺎﻤ

ىأر

ىﺬ ا

لﺎ

:

نإ

ﻜ ﺎ

ﷲا

ﻋﺎ

ﺎ ﺪ ﻮ

زﺮ

دﻮﻬ ا

يوﺎ

د

ﻤهر

)

اور

ﺔ ﻤ ا

إ

ىﺬ ﺮ ا

(

26

Artinya:“Dari Zaid bin Khalid al-Juhani, ia berkata: bahwa ada seorang sahabat

Nabi SAW meninggal dunia pada waktu perang Khaibar maka para sahabat menyampaikan beritanya kepada Rasulullah SAW maka beliau bersabda “Shalatilah teman kalian ini” (maksudnya Rasulullah SAW tidak mau menshalatinya tetapi menyuruh para sahabat untuk menshalatinya) maka berubahlah wajah orang-orang ketika mendengar hal itu maka, Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya teman kalian ini berbuat curang ketika berjihad” maka kami memeriksa barang-barangnya ternyata ada satu buah permata dari permata orang-orang Yahudi yang nilainya tidak sampai dua dirham.” (HR.Lima kecuali Tirmidzi)

b. Keutamaanya

25

Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati”, h. 91-98.

26

(34)

نﺈ

طاﺮ

ﺎﻬ

و

ةزﺎ

ﻰ ﻋ

نﺎ اﺮ

ﺎﻬ

ﺪ أ

ﺎﻤه

ﺮ أ

لﺎ

نﺎ اﺮ ا

ﺎ و

)

اور

(

27

Artinya:“Barangsiapa yang menshalati jenazah dan tidak mengiringkannya sampai

di kuburnya maka ia mendapatkan pahala satu qirath dan jika dia ikut mengiringkannya maka dia mendapatkan pahala dua qirath” Ditanyakan kepadanya “Apa yang di maksud dengan dua qirath?” Rasulullah SAW bersabda “Yang terkecil dari keduanya seperti gunung Uhud” (HR. Muslim)

لﺎ

ةﺮ ه

ﻚ ﺎ

و

ا

ا

لﻮ ر

لﺎ

تﻮﻤ

ﻤ ﻤ ا

ﺔ أ

ﺔ ﺎ

اﻮ ﻮﻜ

نأ

اﻮ

ﺎ إ

فﻮ

هأ

اذإ

ىﺮ

ةﺮ ه

ﻚ ﺎ

نﺎﻜ

لﺎ

نأ

ةزﺎ

فﻮ

.

)

ﺪﻤ أ

اور

(

28

Artinya:“Dari malik bin Hubairah, ia mengatakan, ‘Rasulullah SAW bersabda,

“Tidaklah seorang mukmin mati, lalu di shalatkan oleh kaum Muslim mencapai tiga baris, melaikan diampuni dosanya. Malik bin Hubairah biasa memeriksa jamaah yang menshalatkan jenazah; apabila mereka sedikit, ia jadikan mereka tiga baris. (HR. Ahmad)

ﺔ ﺎ

لﺎ

و

ا

ا

إ

نﻮ

ﻬ آ

ﺔ ﺎ

نﻮ

ﻤ ﻤ ا

ﺔ أ

اﻮ ﺷ

)

ﺪﻤ أ

اور

و

(

29

Artinya:“Dari ‘Aisyah mengatakan,’tidaklah seorang mayyit dishalatkan oleh kaum

Muslim mencapai seratus orang, semua meminta pertolongan untuknya, melainkan mereka diberikan pertolongan padanya.” (HR.Ahmad dan Muslim)

27

Abi al Husein Muslim bin al Haj al Qusyairi al Nasaburi, Shahih Muslim, (Kairo: Dar Ihya al Kutub al Arabiyyah, 1918), Juz 2, h.653.

28

Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al-Syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Juz. 34, Nomor hadits 16125, h.75.

29

(35)

c. Syarat-Syarat Shalat Mayat

Shalat mayat disyaratkan sebagaimana biasa; yaitu dalam keadaan suci,

menghadap kiblat, menutup aurat, terhindar dari darah haid dan nifas. Hanya

saja tidak disyariatkan masuknya waktu, tetapi dilakukan pada setiap waktu.

Hanya saja Imam Ahmad, Ibn al-Mubarak, dan Ishaq, tidak menyukai shalat

jenazah dilakukan pada waktu terbit matahari, atau di waktu matahari

tergelincir, atau di waktu matahari terbenam, kecuali bila dikhawatirkan ada

perubahan pada jenazah.

d. Rukun-Rukunnya

1) Niat

2) Berdiri bagi orang yang mampu. Ini menurut pendapat jumhur.

3) Empat kali takbir. Membaca surah al-Fatihah secara perlahan.

4) Membaca shalawat atas Rasulullah SAW dengan ucapan apa saja. Seandainya

mengucapakan “allahumma shalli’ ala Muhammad” sudah cukup, tetapi yang

lebih utama mengucapkan:

هاﺮ إ

ﻰ ﻋ

ﺎﻤآ

،ﺪﻤ

ل

ﻰ ﻋو

ﺪﻤ

ﻰ ﻋ

ﻬ ا

هاﺮ إ

ل

ﻰ ﻋو

.

آرﺎ

ﺎﻤآ

ﺪﻤ

ل

ﻰ ﻋو

ﺪﻤ

ﻰ ﻋ

كرﺎ و

إ

ل

ﻰ ﻋو

هاﺮ إ

ﻰ ﻋ

ﺪ ﻤ

ﻚ إ

ﻤ ﺎ ا

هاﺮ

Artinya:“Ya Allah ya Tuhan kami, limpahkan shalawat atas Nabi Muhammad dan

(36)

sebagaimana engkau telah memberikan keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, pada semesta alam. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha agung.”

Shalawat diucapkan setelah mengucapkan takbir yang kedua, sekalipun

tidak ada keterangan yang menjelaskan tempat diucapkannya shalawat ini.

5) Membaca doa. Ini merupakan rukun sesuai kesepakatan ulama. Bisa dengan

doa apa saja, tetapi disunnahkan membaca doa-doa yang datang dari

Rasulullah SAW, seperti berikut ini:

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW apabila

menshalati jenazah, beliau mengucapkan doa berikut:

ﺎ ﺮآذو

ﺎ ﺮ آو

ﺎ ﺮ

و

ﺎ ﺎ و

ﺎ ﺪهﺎﺷو

ﺎ و

ﺮ ا

ﻬ ا

أ

ﻬ ا

،ﺎ ﺎ أو

و

م ﻹا

ﻰ ﻋ

نﺎﻤ ﻹا

ﻰ ﻋ

.

)

ﺪﻤ أ

اور

و

يﺬ ﺮ ا

(

30

Artinya:“Ya Allah, ampunilah orang yang hidup dan mati di antara kami, orang yang

hadir bersama kami, dan orang yang tidak datang bersama kami, ampuni anak-anak kecil dan orang-orang dewasa diantara kami dan ampuni lelaki dan wanita-wanita kami. Ya Tuhanku, siapa saja yang Engkau hidupkan di antara kami, maka hidupkanlah dia dalam keadaan Islam, dan siapa saja yang Engkau matikan di antara kami, maka matikanlah dia dalam keadaan beriman. (HR.Ahmad dan at-Tirmidzi).

e. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam shalat jenazah31:

1) Orang yang ingin shalat jenazah hendaklah berdiri setelah menyempurnakan

syarat-syarat shalat, berniat dalam hatinya melaksanakan shalat atas jenazah

30

Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al-Syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, h. 456.

31

(37)

Muslim yang ada di hadapannya, mengangkat tangannya untuk takbiratul

ihram, lalu meletakan tangannya yang kanan diatas tangan kiri, memulai

bacaan surat al-Fatihah, kemudian takbir yang kedua dan bershalawat atas

Nabi, lalu melakukan takbir yang ketiga dan berdoa untuk mayat, selanjutnya

takbir yang keempat dan berdoa, dan terakhir salam setelah doa.

2) Posisi berdiri imam terhadap jenazah lelaki dan wanita.

Disunnahkan imam berdiri di hadapan kepala mayat lelaki dan ditengah

mayat wanita. Hal ini didasarkan riwayat lain dari Abu Ghalib al-Khayyath

r.a., dia berkata:

ﻚ ﺎ

أ

تﺪﻬﺷ

ر

ﺎﻤ

أر

ﺪ ﻋ

مﺎ

ر

ةزﺎ

رﺎ ﻷا

وأ

ةأﺮ ا

ةزﺎ

أ

.

:

ةﺰﻤ

ﺎ أ

ﺎﻬ ﻋ

ن

ﺔ ا

ةزﺎ

ﺬه

.

و

مﺎ

ﺎﻬ ﻋ

ﺎﻬﻄ

يوﺪ ا

دﺎ ز

ء ا

ﺎ و

.

ﺮ ا

ﻰ ﻋ

ف

ا

ىأر

ﺎﻤ

ةأﺮﻤ او

.

لﺎ

:

و

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

نﺎآ

اﺬﻜه

ةﺰﻤ

ﺎ أ

ﺮﻤ ا

و

ﺮ ا

مﻮ

لﺎ

؟ ﻤ

ةأ

:

.

لﺎ

:

ء ا

ﺎ إ

.

لﺎ

:

اﻮ

ا

) .

ﺪﻤ أ

اور

(

32

Artinya:“Aku menyaksikan Anas bin Malik menshalati Jenazah seorang laki-laki

maka dia berdiri di sisi kepalanya ketika Jenazah tersebut di angkat didatangkan Jenazah seorang perempuan dari Quraisy atau Anshar maka dikatakan kepadanya “Wahai Abu Hamzah ini adalah Jenazah Fulanah binti Fulan maka shalatilah dia” maka Anas menshalatinya dan berdiri di tengahnya dan diantara kami ada ‘Alla’ bin Ziyad al-Adawi ketika ia melihat perbedaan tepat berdirinya Anas pada jenazah laki-laki dan wanita maka dia berkata “Wahai Abu Hamzah apakah Rasulullah SAW juga berdiri sebagaimana Engkau berdiri ? Anas menjawab “Ya Maka ‘Allah’ menoleh kepada kami seraya berkata “Hafalkanlah ini”(HR.Ahmad)

32

(38)

3) Seseorang yang menshalati jenazah hendaknya membaca do’a dengan

do’a-do’a yang telah disebutkan.

4) Jika mayat seorang wanita, jangan katakan “abdilha zaujan khairon min

zaujiha” (gantikan untuknya suami yang lebih baik baginya dari pada suaminya), karena suaminya dapat memperoleh wanita lain di surga,

sedangkan wanita tidak mungkin mendapatkan suami lain bersama suaminya

di dalam surga, berbeda dengan lelaki.

5) Jika mayat bukan mukallaf seperti anak kecil, maka tidak dimintakan ampun

baginya, melainkan bagi kedua orang tuanya dan kaum muslim yang telah

meninggal. Disunahkan berdo’a dengan mengucapkan:

ا

ا

و

و

أ

ا

Artinya:“Ya Allah, jadikanlah dia bagi kami sebagai pahala yang mendahului dan

sebagai ganjaran.”

6) Membaca Doa setelah takbir yang keempat.

Imam Syafi’i berkata: Hendaklah sesudah takbir ke empat mengucapkan:

ا

أ

و

Artinya:“Ya Allah, janganlah Engkau haramkan kami akan pahalanya, dan jangan

Engkau uji kami sesudahnya.”

Ibn Abi Hurairah mengatakan: orang-orang terdahulu, sesudah takbir yang

(39)

Artinya:“Ya Allah ya Tuhan kami, datangkan kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka.”

7) Mengucapkan salam. Kalangan fukaha sepakat atas wajibnya salam, kecuali

Abu Hanifah.

4. Mengiringi jenazah

Berjalan mengiringi jenazah ketika membawanya hukumnya adalah

fardhu kifayah. Berjalan mengiringi jenazah artinya mengiring jenazah sampai ke

tempat pemakaman. Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda :

نﺈ

طاﺮ

ﺎﻬ

و

ةزﺎ

ﻰ ﻋ

نﺎ اﺮ

ﺎﻬ

ﺪ أ

ﺎﻤه

ﺮ أ

لﺎ

نﺎ اﺮ ا

ﺎ و

)

اور

(

33

Artinya: “Barangsiapa yang menshalati jenazah dan tidak mengiringkannya sampai

di kuburnya maka ia mendapatkan pahala satu qirath dan jika dia ikut mengiringkannya maka dia mendapatkan pahala dua qirath” Ditanyakan kepadanya “Apa yang di maksud dengan dua qirath?” Rasulullah saw bersabda “Yang terkecil dari keduanya seperti gunung Uhud” (HR. Muslim)

a. Hal-hal yang disunnahkan ketika membawa jenazah34

1) Mensegerakan dalam mengantar dan membawa jenazah dengan berjalan

biasa, tidak terlalu cepat karena hal tersebut makruh ukurannya yaitu sekira

mayat tidak tergoncang akibat cepatnya berjalan. Dari Abu Hurairah, ia

berkata: bahwa Rasulullah SAW bersabda:

33

Abi al Husein Muslim bin al Haj al Qusyairi al Nasaburi, Shahih Muslim, (Kairo: Dar Ihya al Kutub al Arabiyyah,1918), h.653.

34

(40)

أ

ا

زﺎ

ة

،

ن

ﻬﺎ

و

،

إ

ن

ى

ذ

ر

)

اور

يرﺎ ا

(

35

Artinya:“Percepatlah iringan jenazah. Jika ia orang baik, berarti kalian

menyegerakannya dalam memperoleh kenikmatan. Dan jika ia tidak baik, berarti kalian segera menyingkirkan kejelekannya dari lingkungan kalian.” (HR. Al-Bukhari)

Adapun dimakruhkannya berjalan terlalu cepat ketika membawa jenazah

karena adanya hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud, ia berkata:

ةزﺎ ا

ﻤ ا

و

ا

ﺎ ﺄ

لﺎ

نود

ا

...

)

دواد

ﻮ أ

اور

(

36

Artinya:“Kami bertanya kepada Rasulullah SAW tentang (bagaimana) berjalan

membawa jenazah, Rasulullah SAW bersabda: yang tidak cepat-cepat…” (HR Abu Dawud)

2) Mengitari kurung batang, sampai mengitari seluruh sisi. Hal ini berdasarkan

hadits riwayat dari Ibn Mas’ud yang mengatakan:

ا

ءﺎﺷ

نإ

ﺔ ا

ﺎﻬ آ

ﺮ ﺮ ا

اﻮ

ةزﺎ

عﺪ

ءﺎﺷ

نإو

عﻮﻄ

) .

ا

اور

(

37

Artinya:“Siapa yang mengiringi jenazah, hendaklah membawanya di setiap sisi,

karena itu termaksuk sunnah. Jika ia mau, silakan lakukan, jika enggan, silakan tinggalkan.” (HR. Ibn Majah)

35

Abdullah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikr), h.133.

36

Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abu Dawud, (Maktabah Syamilah), Juz 8, Nomor hadits. 2769, h.466.

37

(41)

3) Berjalan di depannya, di belakangnya, di sampingnya sebelah kanan atau

sebelah kiri yang berdekatan dengan mayat. Ini berdasarkan hadits riwayat

Anas Ibn Malik ra.:

أ

نﺎﻤ ﻋو

ﺮﻤﻋو

ﺮﻜ

ﺎ أو

و

ا

ا

نأ

اﻮ ﺎآ

نﻮ ﻤ

ةزﺎ ا

مﺎ أ

) .

دواد

ﻮ أ

اور

(

38

Artinya:”Dari Anas bahwa Rasulullah SAW dan Abu Bakar, Umar dan Utsman,

mereka berjalan di depan jenazah.” (HR.Abu Dawud)

Mayoritas ulama tidak menyukai menaiki kendaraan ketika

mengantarkan jenazah kecuali ada halangan. Hal tersebut berdasarkan hadits

riwayat Tsauban r.a.:

لﺎ

نﺎ ﻮ

ةزﺎ

و

ا

ا

لﻮ ر

ﺎ ﺮ

أو

ﻬ اﺪ أ

ﻰ ﻋ

ا

ﺔﻜ ﺎ

نإ

نﻮ

ﺎ أ

لﺎ

ﺎ ﺎ آر

ﺎ ﺎ

ىأﺮ

رﻮﻬ

ﻰ ﻋ

باوﺪ ا

.

)

ا

اور

او

يﺬ ﺮ

(

39

Artinya:”Diriwayatkan dari Tsauban, ia berkata: ’di saat kami berserta Rasulullah

keluar mengiringi jenazah, beliau melihat orang-orang yang ikut mengiringi jenazah berkendaraan. “Maka tidakkah kalian malu bahwa malaikat Allah berjalan di atas kaki-kaki mereka, sementara kalian berada di atas pundak kendaraan kalian.” (HR. Tirmidzi dan Ibn Majah)

5. Menguburkan Mayat a. Hukumnya

38

Muhammad bin ‘Isa, Abu ‘Isa at-Tirmidzi as-Sullami, Sunan At-Tirmidzi, Juz 4, Nomor hadits 931 h. 134.

39

(42)

Menguburkan mayat hukumnya Fardhu Kifayah; yaitu menguburkan

mayat di dalam tanah, agar tidak tercium baunya, tidak dimakan oleh binatang

buas, dan agar tidak memungkinkan pencuri mengambil kain kafannya dengan

mudah.

b. Hal-hal yang disunahkan ketika menguburkan mayat 40;

1) Mendalamkan kuburnya.

Dari Hisyam bin Amir dia berkata: Ketika perang Uhud, banyaklah orang

yang gugur dari kaum muslimin, dan banyak dari kaum muslimin yang

terluka, maka kami katakan, “Wahai Rasulullah, sekarang ini kita merasa

berat jika harus membuat satu lubang untuk satu mayat, maka apa yang

Engkau perintahkan kepada kami?.” Rasulullah SAW bersabda:

ﺔ او

ا

اﻮ داو

اﻮ وأو

اوﺮ إ

هﺮ آأ

اﻮ ﺪ و

ﺮ ا

ﺎ ﺮ

)

دواد

ﻮ أ

اور

(

41

Artinya:“Galilah, luaskanlah, dalamkanlah, dan baguskanlah, kuburkanlah dua atau

tiga orang di satu lubang, dan dahulukan yang paling banyak bacaan qur’annya dari ketiganya, maka dia didahulukan”. (HR. Abu Dawud)

40

Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati”, h.103.

41

(43)

2) Memperluas bagian kepala mayat dan kaki-nya

3) Lebih baik menguburkan mayat pada lahad jika tanah itu keras. Jika tanah itu

lunak, menguburkannya pada syaq (parit) lebih baik. Karena, tanah yang keras

tidak bisa membuat bagunan berguguran terhadap mayat.

Lahad adalah membelah di sisi kuburan menghadap kiblat, diatasnya

dipasang batu, sehingga seperti rumah yang beratap.

Sementara syaq adalah lubang yang dalam seperti parit. Di dalam kubur

dibuat dengan batu, di situ mayat diletakkan, dan ditutup dengan sesuatu

seperti tanah dan kayu, sekira-kira tutup itu tidak sampai mengenai jasad

mayat.

4) Mengubur mayat di kuburan yang jauh dari rumah. Karena mengubur di

rumah hanya dikhususkan untuk mayat para Nabi.

5) Orang yang mengubur adalah orang yang berhak menjadi imam dalam shalat

mayat. Jika ia tidak memiliki ilmu tentang tata cara penguburan, sebaliknya

dilakukan oleh kaum Muslim yang mengetahui itu.

6) Menutup kubur dengan kain ketika meletakkan mayat di dalam kubur, untuk

menutupi mayat, baik mayat lelaki maupun wanita, dan melepaskan ikatan

kafan, karena mayat itu tidak diikat kecuali untuk menahan tergelincir.

7) Memasukkan mayat dari sisi kakinya, jika memungkinkan bagi pengubur

maka ia boleh memasukkannya dari sisi kepalanya.

8) Menghadapkan mayat ke arah kiblat. Hal itu dimaksudkan agar mayat

(44)

9) Orang yang meletakan mayat mengucapkan:

ﷲا

لﻮ ﺮ ا

ﻰ ﻋو

ﷲا

Artinya: “Dengan nama Allah dan berdasarkan agama Rasululllah

Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar:

أ

لﺎ

ﺮ ا

ﻤ ا

ﺿو

اذإ

نﺎآ

و

ﷲا

ا

ن

و

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

ﻰ ﻋو

ﷲا

) .

دواد

ﻮ أ

اور

(

42

Artinya:“Bahwasanya Nabi SAW, jika meletakkan mayyit diliang kuburnya

mengucapkan “Bismillah, wa’ala millati Rasulillah” (Dengan nama Allah dan di atas agama Rasulullah).” (HR. Abu Dawud)

10)Menempelkan pipi mayat yang kanan dan diletakkan di atas ganjalan atau

batu atau tanah.

11)Meletakan sesuatu di belakangnya dari tanah atau lainnya agar ia tidak jatuh

dan selalu menghadap kiblat.

12)Menutup kubur dengan tanah dan meninggikannya sejengkal dari tanah, jika

tidak ada tanah bisa dengan lainnya. Dan tidak diratakan dengan tanah,

dengan tujuan agar diketahui, kemudian dijaga dan tidak dihinakan. Hal ini

berdasarkan hadits riwayat Jabir r.a.:

رو

ا

و

ﺪ أ

و

ﷲا

ا

نأ

ﺮ ﺷ

اﻮ

ضرﻷا

)

ﻬ او

نﺎ

إ

اور

(

43

42

(45)

Artinya:“Bahwasanya Nabi SAW dibuatkan lahad baginya, ditimbunkan batu bata di atasnya, dan ditinggikan kuburnya dari tanah sekitar sejengkal .”(HR.Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi)

13)Hendaknya kubur dibuat menjadi gundukkan, berdasarkan hadits Sufyan

at-Tammar, bahwasanya dia berkata:

أ

ﺎﻤ

و

ﷲا

ا

ىأر

أ

.

)

ر

او

ﺎ ا

ىر

(

44

Artinya:“Aku melihat kubur Nabi SAW berbentuk gundukkan tanah.”

(HR.Al-Bukhari)

14)Memberi tanda berupa batu atau yang semisalnya, agar bisa dikuburkan

didekatnya yang meninggal kemudian dari keluarganya, berdasarkan hadits

Muthallib bin Abdullah, bahwasanya dia berkata:

تﺎ

ﺎﻤ

زﺎ

جﺮ أ

نﻮ

نﺎﻤ

,

ا

ﺮ ﺄ

نأ

ر

و

ﷲا

,

ﺎﻬ إ

مﺎ

ﻋارذ

ﺮ و

و

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

لﺎ

آ

لﺎ

ﻄﻤ ا

:

و

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

ﻚ ذ

يﺬ ا

لﺎ

لﺎ

:

و

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

ﻋارذ

ضﺎ

ﻰ إ

ﺮ أ

ﺄآ

ﺎﻬ ﻤ

ﺎﻤﻬ ﻋ

لﺎ و

أر

ﺪ ﻋ

ﺎﻬ ﺿ

:

ﺎﻬ

أ

هأ

تﺎ

إ

دأو

أ

) .

دواد

ﻮ أ

اور

(

45

Artinya:“Ketika Utsman bin mazh’un meninggal, maka dikeluarkanlah jenazahnya

dan dikuburkanya, kemudian Rasulullah SAW memerintahkan seseorang agar

43

Abu Bakar Ahmad bin al-Husein bin Ali al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, (Beirut: Dar el-Fikr), Jilid 4, h.410.

44

Abdullah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim, Shahih al-Bukhari, Nomor hadits 1390, h.130.

45

(46)

membawakan batu kepadanya, maka beranjaklah orang itu mengambil batu, tetapi ternyata dia tidak kuat mengangakatnya, maka beranjaklah Rasulullah SAW menuju batu tersebut dan menyisingkan kedua lengannya. Muthallib berkata: Berkatalah orang yang mengabarkan kepadaku dari Rasulullah SAW, “Sepertinya aku melihat kepada putihnya kedua lengan Rasulullah SAW ketika disingsingkan.” Kemudian Rasulullah SAW membawa batu tersebut dan meletakkan pada tempat kepala Utsman bin mazh’un seraya berkata, “Agar menjadi tanda bagi kuburan saudaraku ini, dan aku kuburkan disisinya orang yang meninggal dari keluargaku.”(HR. Abu Dawud)

15)Orang yang menghadiri penguburan mayat hendaknya memegang tiga

gumpalan tanah di atas kubur di sisi kepala mayat kemudian menaburkannya

dengan kedua tangannya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah r.a.:

ةزﺎ

ﻰ ﻋ

و

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

نأ

ﻰ أ

أر

ﻤ ا

) .

ﺔ ﺎ

إ

اور

(

46

Artinya:“Bahwasanya Rasulullah SAW menshalati jenazah kemudian mendatangi

kubur dan menaburkan di atasnya pada sisi kepalanya tiga kali.”(HR.Ibnu Majah)

16)Orang yang mengiringi mayat hendaknya menunggu setelah penguburan

dengan waktu kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk menyembelih unta dan

membagikan dagingnya kepada orang-orang miskin agar mayat merasa

tentram dengan mereka.

17)Berdiri di sisi kubur sambil mendoakan keteguhan bagi mayat, memohonkan

ampun baginya, dan memerintahkan orang-orang yang hadir agar melakukan

hal yang serupa. Hal ini berdasarkan hadits Utsman bin ‘Affan r.a.

bahwasanya dia berkata:

46

(47)

و

ﻤ ا

د

غﺮ

اذإ

و

ﷲا

ا

نﺎآ

لﺎ

:

لﺄ

ن ا

اﻮ و

ﻜ ﻷ

اوﺮ

ا

).

ﻮ أ

اور

دواد

(

47

Artinya:“Adalah Nabi SAW jika selesai dari penguburan mayyit, dia berdiri di sisi

kubur sera

Referensi

Dokumen terkait