Skripsi
Diajukan Kepada Falkutas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana (S1)
Oleh:
Welvis Noverzandy NIM.104043101303
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH PROGAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM
FALKUTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi
Diajukan Kepada Falkutas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy.)
Oleh : Welvis Noverzandi NIM: 104043101303
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr.H.Muhammad Taufiki, M.Ag Rosdiana, M.A.
NIP.196511191998031002 NIP.196906102003122001
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH PROGAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM
FALKUTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
RUMAH SAKIT dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM” telah diujikan dalam sidang Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy.) pada Progam Studi Perbandingan Mazhab Hukum.
Jakarta, 15Juni 2010
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, M.A., M.M. NIP. 195505051982031012
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
1. Ketua : Prof.Dr.H.M.Amin Suma,SH, M.A., M.M. (.………)
NIP. 195505051982031012
2. Sekretaris : Dr.H.Muhammad Taufiki, M.Ag (.………) NIP. 196511191998031002
3. Pembimbing I: Dr.H.Muhammad Taufiki, M.Ag (.………) NIP. 196511191998031002
4. Pembimbing II: Rosdiana, M.Ag (.………)
NIP. 196906102003122001
5. Penguji I : Dr.H.A.Juawaini Syukri, Lc, M.A. (.………) NIP.195507061992031001
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt., yang telah memberi nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, juga karena izin dan ridha-Nya pula penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw., yang dengan kehadirannya telah memberikan pencerahan, ketenangan dan kenyamanan hidup manusia. Tak lupa pula kepada para sahabat, keluarga dan orang-orang yang pernah mengikuti dan mentaati ajarannya hingga akhir zaman.
Setelah melewati waktu yang melelahkan, akhirnya dengan penuh kesabaran dan keyakinan penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semua ini tentunya tidak menjadi sebuah kenyataan, tanpa bantuan dan keterkaitan semua pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ayahanda H.Warlis dan Ibunda Almarhummah Hj. Warniza, Adalah orang tua penulis yang dimuliakan, disayangi dan juga yang telah menemani penulis sejak kecil baik suka maupun duka. Selama di dalam penulisan skripsi ini beliau selalu memberikan semanggat dengan kata-kata yang membuat penulis semakin semanggat untuk menyelesaikan skripsi ini hingga menjadi Wisudawan.
2. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jurusan Perbandingan Mazhab Fiqh.
4. Bapak Dr.H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Ibu Rosdiana, M.A, sebagai dosen pembimbing yang selalu memberikan masukan, arahan, dan kritikan yang konstruktif pada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Penguji I, Dr.HA.Juaini Syukri, Lcs, MA. dan penguji II, Dr.H.M.Nurul Irfan, M.Ag. Sebagai penguji penulis di dalam sidang munaqasah yang telah banyak memberikan masukan-masukan semakin sempurnanya skripsi.
6. Pimpinan Perpustakaan, baik perpustakaan pusat maupun Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan berupa buku ataupun literlatur lainnya sehingga memperoleh informasi.
7. Bapak/ibu dosen khususnya Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa pendidikan berlangsung.
8. Bapak dr. Tjetjep Dwidja Siswaja, Sp.F selaku pembimbing wawancara dari Departemen Forensik dan Medikolegal, dan Ibu Siti Hasni, S.Sos selaku pembimbing wawancara dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman (Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta) yang telah memberikan kemudahan penulis untuk mendapatkan data dan wawancara yang berhubungan dengan
Tidak ada yang dapat penulis berikan sebagai balas jasa kepada mereka yang telah memberikan banyak dan dukungan kepada penulis, kecuali dengan do’a. Semoga Allah membalas segala amal baik karena sesungguhnya Dialah Tuhan satu-satunya tempat memohon dan meminta.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan. Oleh karena itu, penulis sangat membutuhkan kritikan dan masukan yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat menjadi amal bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pengembangan bagi wacana keislaman. Amin ya robbal’alamin
Penulis
Welvis Noverzandi Nim.10404301303
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 1
B. Pembatasan dan perumusan masalah ... 5
C. Tujuan dan kegunaan penulisan ... 6
D. Tinjauan pustaka ... 7
E. Metode penelitian ... 10
F. Sistematika pembahasan ... 11
BAB II PENGURUSAN JENAZAH MUTILASI MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian jenazah ... 13
B. Hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan jenazah ... 14
C. Pengurusan jenazah mutilasi Menurut Fuqaha ... 40
BAB III MENGENAL RUMAH SAKIT dr. CIPTO MANGUNKUSUMO A. Sejarah Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo ... 48
B. Visi, Misi, dan Tujuan RSCM ... 50
C. Unit dan Instalsi RSCM ... 51
D. Departemen Forensik dan Medikolegal RSCM ... 57
v
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Pengurusan Jenazah Mutilasi di RSCMMenurut Hukum Islam ... 62 B. Analisa Penulis ... 85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 86
B. Saran ... 88
A. Latar Belakang Masalah
Kematian adalah sesuatu yang pasti akan dialami oleh setiap manusia dan
makhluk hidup lain di dunia yang fana. Kematian merupakan pintu gerbang menuju
kepada kehidupan selanjutnya, yaitu kehidupan akhirat, ia sebagai bukti kekuasaan
Allah, bukti adanya kebangkitan dan bukti yang meyakinkan bahwa manusia akan
berdiri di hadapan Allah, Tuhan alam semesta. Kematian juga sebagai bukti akan
kehidupan kekal yang dikehendaki oleh Tuhan semesta alam, dengan ukuran-ukuran
yang telah diketahui dan timbangan-timbangan yang baik dan adil.
Kematian mesti ada, karena kematian berarti kembali ke asal manusia
diciptakan. Sebagaimana Allah telah menciptakan manusia dari tanah, maka ia mesti
kembali menjadi tanah agar menjadi peringatan bagi jiwa-jiwa yang lalim di saat
berada dalam kelaliman, bagi jiwa-jiwa yang gundah di saat kegundahannya, dan
jiwa-jiwa yang rusak di saat berada dalam kerusakan bahwa tempat kembalinya
adalah ke dalam tanah.1
Kehidupan manusia timbul pada saat ruh ditiupkan pada jasad janin dalam
rahim seorang ibu. Sedangkan kematian adalah jembatan yang menghubungkan dua
1
Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati,” (Jakarta: Cendekia, 2001), h. 13.
dan terpisahnya ruh dengan jasad manusia. Namun demikian suka atau tidak suka,
cepat atau lambat, kematian pasti datang menjemput kita, ia diibaratkan dengan anak
panah yang telah dilepas dari busurnya, ia terus akan mengejar sasarannya, dan begitu
ia tiba pada sasarannya saat itu pula kematian yang ditujunya tiba.
Selain itu manusia tidak dapat terhindar sama sekali dari keresahan hidup.
Ada keresahan yang dapat ditanggulanginya sendiri atau bersama orang lain, tetapi
ada juga keresahan yang tidak dapat ditanggulanginya yaitu keresahan menghadapi
kematian. Kecemasan tentang kematian dan apa yang terjadi sesudah mendorong
manusia mencari sandaran yang dapat diandalkan. Kematian makhluk hidup,
termasuk manusia yang hidup selamanya, meskipun begitu Tuhan juga menegaskan
berkali-kali mengenai kepastian kematian manusia agar mereka menyiapkan diri
dalam menghadapinya3.
Mati secara etimologis berati padam, diam, dan tenang4. Maksudnya
sesuatu yang tidak memiliki roh jika tenang merupakan makna asal dari kematian.
Dengan demikian gerak adalah makna asal dari kehidupan.
Allah SWT telah menggariskan kematian atas manusia sejak dalam
kandungan atau rahim ibu, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits bahwa ketika
2
Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Jilid II, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h.
3
Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Jilid II, h. 9.
4
Sudirman Tebba, Menuju Kematian yang Husnul Khatimah, (Tanggerang: Pustaka Irvan, 2006) h.11.
padanya manusia rezekinya, umurnya dan jodohnya.
Ketentuan-ketentuan akan batasan umur manusia di atas dikenal dengan
istilah taqdir, artinya sebuah ketetapan yang tidak bisa dijamah oleh nalar manusia,
karena ia adalah hak prerogatif Allah. Manusia hanya diwajibkan berusaha dengan
berdoa meminta agar panjang umur, adapun kepastiannya Allahlah yang menentukan.
Jika ajal sudah datang, tak seorangpun bisa mengelaknya dan menghindarnya,
alih-alih meminta dipercepat. Allah SWT berfirman:
… )
اﺮﻋﻷا ف
] 7 :[ 34 (
Artinya:“…Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang
waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS.al-A’raaf [7]: 34)
… …
)
لا ﺮﻤﻋ
نا
] 3 : [ 185 (
Artinya: ”…Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati . . .”(QS.Ali-Imran[3]:185)
Takdir kematian yang telah ditetapkan oleh Allah SWT secara umum
terjadi karena sebab-sebab (al-asbab). Kematian bisa disebabkan oleh suatu penyakit,
kecelakaan, atau pelanggaran hukum seperti pembunuhan atau yang lainya.
Di dalam skripsi ini, penulis berusaha meneliti di dalam pengurusan
jenazah dengan sebab kematian termutilasi karena kecelakaan (tergilas kereta, mobil),
pembunuhan mutilasi, atau karena bom bunuh diri dengan tubuh mayat yang
dirasa perlu untuk mencari kejelasan identitas seseorang yang terbunuh tersebut.
Sebagaimana dikemukakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bab
Penyidikan bagian kedua pada pasal 133 ayat 3:
“Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat,
dilaksanakan dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki
atau bagian lain badan mayat.”
Kematian yang tidak wajar yang disebabkan termutilasi atau anggota
tubuh mayat yang hancur harus dicari untuk kepentingan identifikasi korban dan
untuk mendapatkan kepastian hukumnya. Dalam kaitan ketidakjelasan jenazah yang
ditemukan, yang perlu diketahui adalah; Apakah jenazah tersebut mati secara tidak
wajar? Apakah ada tanda-tanda atau ciri-ciri khusus pada jenazah? dan untuk
mengetahui identitasnya tanda-tanda khusus tersebut perlu dicocokkan dengan
keluarganya melalui informasi anggota keluarganya yang hilang. Dalam KUHP bab
penyidikan bagian ke dua pasal 133 ayat 2:
“Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.”
Dalam kaitannya dengan jenazah yang tidak dikenal perlu diketahui juga
identitas agamanya. Mengapa? karena identitas agama suatu jenazah sangat penting
agama memiliki peraturan (syariat) yang berbeda-beda. Dan ini sejalan
undang-undang dasar Negara Indonesia yang mengakui keyakinan umat beragama
sebagaimana tertera dalam sila ke 1 Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemudian, dalam kaitannya dengan jenazah yang beragama Islam, secara
khusus ada beberapa aturan penatalaksanan (tata cara) pengurusan jenazah yang perlu
diperhatikan, yang meliputi tata cara memandikan, mengkafankan, menshalatkan,
serta menguburkan jenazah. Dan ini merupakan kajian yang penulis bahas dalam
skripsi ini.
Dari latar belakang di atas, penulis sangat tertarik mengadakan penelitian
dalam penulisan skripsi ini dengan mengambil judul: “Tata Cara Pengurusan
Jenazah Mutilasi di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo dalam Perspektif
Hukum Islam.” Penulis berharap skripsi ini bisa memberikan faedah khususnya bagi
penulis dan siapa saja yang membaca skripsi ini. Amin ya rabbal-a’lamin.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berhubung judul skripsi ini sangat luas, dan keterbatasan waktu, tenaga
serta biaya penulis, maka penelitian dalam skripsi ini dibatasi dengan hanya
membahas tata cara pengurusan jenazah mutilasi menurut hukum Islam, yang
objek penelitiannya adalah RSUP dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk memberikan
membatasi objek penelitian pada masalah.
Dengan mengacu pada pembatasan di atas maka pokok masalah dalam
skripsi ini dapat dirumuskan:
1. Apa yang dimaksud dengan jenazah mutilasi dan bagaimana pengurusannya
menurut Islam ?
2. Bagaimana tata cara pengurusan jenazah mutilasi di Rumah Sakit dr. Cipto
Mangunkusumo menurut hukum Islam?
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk menambahkan ilmu, informasi di
dalam tata cara pengurusan jenazah, dan khususnya pada jenazah mutilasi.
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah;
1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1)
2. Untuk memberikan gambaran-gambaran umum tentang jenazah mutilasi.
3. Untuk mengetahui bagaimana tata cara pengurusan jenazah mutilasi di Rumah
Sakit dr. Cipto Mangunkusumo dalam perspektif hukum Islam.
Sedangkan kegunaan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini
adalah:
1. Sebagai bahan bagi penulis untuk menambah wawasan khazanah intelektual
dalam kaitannya dengan hukum Islam.
kedokteran, sehingga bisa merealisasikan syariat Islam dalam pengurusan
jenazah yang muslim.
3. Sebagai bagian dari sumbangsih pemikiran penulis terhadap
permasalahan-permasalahan keagamaan yang ada di Indonesia.
D. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis menelusuri di beberapa perpustakaan, khususnya di
perpustakaan syariah, dan perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penulis menemukan beberapa skripsi yang berkaitan dengan permasalahan skripsi
yang penulis bahas. Skripsi-skripsi tersebut dijadikan sebagai bahan acuan dan
rujukan bagi penulis dalam penulisan penelitian ini. Diantara skripsi-skripsi yang
penulis temukan berjudul;
1. “Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Tindakan Pembunuhan Mutilasi” yang ditulis oleh Nurlaila Awalani (9945117053) Progam Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum pada tahun 2003. Skripsi ini
membahas tentang pembunuhan mutilasi, pandangan hukum Islam dan hukum
positif atas pembunuhan mutilasi dan juga sanksi hukum Islam dan hukum
positif tindak pidana. Kesimpulannya, secara umum pengertian tindak pidana
pembunuhan dalam hukum pidana Islam dan hukum pidana positif tidak jauh
berbeda, pembunuhan itu adalah perbuatan yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
yaitu pertama; di dunia yang melangar hak Adami (hak sesama manusia untuk
hidup) dan hak Allah (kematian hanya Allah-lah yang menentukannya) dan
yang kedua; pidana di dalam hukum Islam bagi tindak pidana pembunuhan
adalah Qishas sedangkan dalam KUHP pasal 339 maksimum hukumanya
adalah 20 tahun penjara.
2. “Pembongkaran Makam dan Pemindahan Kerangka Jenazah Menurut Perspektif Hukum Islam” yang ditulis oleh Sugeng Pramono (104043101340) Progam Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum pada tahun 2008. Sedangkan
skripsi ini membahas tentang pembongkaran makam dan pemindahan
kerangka jenazah analisis empat mazhab. Kesimpulannya, seorang muslim
terhadap muslim lainnya tidak hanya berlaku ketika masih hidup saja, akan
tetapi ketika matipun kita mempunyai kewajiban untuk mengurusinya,
sedangkan hukum membongkar makam dan pemindahan kerangka jenazah
dalam pandangan Islam pada dasarnya tidak boleh, haram hukumnya
terkecuali jenazah itu dikuburkan di tanah rampasan, tertinggalnya
benda-benda berharga di dalam kubur dan kain kafannya hasil rampasan. Dalam
hukum Islam para ulama berbeda pendapat tentang hukum pemindahan
kerangka jenazah diantaranya Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah
berpendapat haram hukumnya Pembongkaran makam dan pemindahan
kerangka jenazah, kecuali dalam keadaan dharurat.
Sungkawa Ciputat” yang di tulis oleh Agus Kalim (101053022676) Progam Studi Manajemen Da’wah pada tahun 2005. Skripsi ini membahas tentang
prosedur penyelengaraan jenazah dalam Islam di Lembaga Persatuan Bela
Sungkawa Ciputat dan mempresentasikan kaidah-kaidah atau dalil-dalil yang
sah menurut hukum Islam. Kesimpulannya, bahwa proses penyelengaraan
jenazah yang dilaksanakan di lembaga penyelengaraan jenazah persatuan bela
sungkawa berjalan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam ajaran agama
Islam dan bersesuaian dengan prosedur-prosedur yang telah di tetapkan dalam
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Persatuan Bela Sungkawa Ciputat.
Sedangkan penyelengaraan jenazah di lembaga Persatuan Bela Sungkawa
sudah berjalan sangat efektif.
Dari beberapa skripsi tersebut, penulis menemukan ada kesamaan di
dalam kajian penelitian penulisan skripsi yang penulis bahas tentang pengurusan
jenazah, dan mutilasi. Yang membedakan dalam kajian penelitian penulisan
skripsi ini adalah bahwa skripsi ini membahas tentang tata cara pengurusan
jenazah mutilasi menurut hukum Islam (memandikannya, mengkafaninya,
menshalatkannya, dan menguburkannya) dan objek bahasannya terfokus pada
Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa
RSCM dianggap sebagai satu-satunya rumah sakit nasional yang telah berumur
lama dan menjadi rujukan bagi rumah sakit-rumah sakit di Jakarta.
1. Pendekatan yang digunakan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengunakan pendekatan kualitatif,
yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa sumber-sumber tertulis
dan tidak tertulis (lisan) dari orang-orang atau pelaku yang diamati. Penelitian ini
bersifat studi pustaka (Library Research), juga studi lapangan (Field Research).
Library Research, yaitu: metode penulisan dengan cara pengumpulan data dengan
berbagai literatur. Sedangkan Field Research, yaitu; penelitian yang dilakukan
dengan terjun langsung ke lapangan dalam hal ini responden yang dituju adalah
Tim Forensik Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Dinas Pertamanan dan
Pemakaman, dan Penggali Kubur TPU Kampung Kandang di Cilandak.
2. Sumber data
a. Studi dokumentasi
Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu; dokumentasi dan
wawancara. Sedangkan data sekunder; al-Qur’an, al-Hadis, buku-buku fiqh
tentang pengurusan jenazah, internet, serta Koran-koran yang ada kaitannya
dengan penulisan skripsi ini.
b. Studi wawancara
Wawancara dilakukan dengan tanya jawab dengan Tim Forensik Rumah
Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Dinas Pertamanan dan Pemakaman, serta
Penggali Kubur TPU Kampung Kandang di Cilandak.
Data yang dikumpulkan lalu diolah, dianalisa, dan diinterpretasikan untuk
menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Data yang diperoleh akan
ditinjau lebih jauh untuk mendapatkan hasil yang diinginkan penulis. Sedangkan
perolehan data yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan dengan cara
mengedit (editing) data yaitu; memeriksa data yang terkumpul apakah
jawaban-jawaban dari pertanyaan yang diajukan dalam wawancara sudah sesuai dengan
data-data yang di butuhkan, dan jawaban yang dianggap lengkap atau yang belum
lengkap harus dipisahkan.
Setelah mengolah data selesai, kemudian menganalisa data. Analisa data
dilakukan dengan mengunakan metode content analisa yang kemudian
menginterpretasikannya dengan bahasa penulis sendiri. Maksud dari content
analisa dalam penelitian ini adalah menganalisa.
Teknik penulisan pada skripsi ini merujuk pada “Buku Pedoman
Penulisan Skripsi Falkutas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”.
F. Sistematika Pembahasan
Agar pemahaman dalam naskah skripsi ini teratur dan berurutan dengan
baik maka pembahasannya disusun sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat
dalamnya. Sistematika pembahasan tersebut, sebagai berikut;
Bab I: Bab ini membahas tentang pendahuluan pada bab ini menguraikan
tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian.
Bab II: Bab ini membahas tata cara pengurusan jenazah menurut hukum Islam,
bab ini menguraikan tentang; pengertian jenazah, hal-hal yang
berkaitan dengan pengurusan jenazah, dan pengurusan jenazah
mutilasi menurut fuqaha.
Bab III: Bab ini membahas tentang mengenal rumah sakit dr. Cipto
Mangunkusumo, bab ini menguraikan tentang; Sejarah Rumah Sakit dr.
Cipto Mangunkusumo, Visi, Misi, dan Tujuan RSCM, Unit dan Instalsi
RSCM, Departemen Forensik dan Medikolegal RSCM.
Bab IV: Bab ini membahas Tinjauan pengurusan jenazah mutilasi di RSCM
dalam perspektif hukum Islam, bab ini menguraikan tentang;
Pengurusan Jenazah Mutilasi di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo
menurut Hukum Islam, dan Analisa Penulis
Bab V: Pada bab akhir ini dikemukan kesimpulan dan saran-saran serta
A. Pengertian jenazah
Jenazah berasal dari kata arab “Janazah” artinya “tubuh mayyit” sedangkan
kata “Jinazah” yang artinya “tandu pembawa mayat” berasal dari kata “Janaza” yang
berarti “menutupi”. Dinamakan jenazah karena tubuh mayyit itu harus ditutupi”1. Arti
janazah dalam enksiklopedia Islam yaitu segala yang berkaitan dengan proses
pemakaman dan kafan bagi si mayat2. Sedangkan kata mayat, selanjutnya disebut
jenazah, berasal dari bahasa arab “al-mayyit” yang berarti orang yang meninggal,
sebagaimana ungkapan di dalam Al-Quran:
… ☺ )
ﺆﻤ ا ﻮ ن
] 23 [ : 15 (
Artinya: “... Kemudian, sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan
mati” (Q.S. Al-Mu’minun [23]:15)
Pada ayat di atas kata al-mayyit digunakan untuk manusia yang telah meninggal,
meski demikian dalam bahasa Indonesia kata “mayat” lebih sering dipakai.
Menurut Hasby Ash-Shiddiqie kata jenazah dalam bahasa Arab bersifat
umum artinya kata jenazah digunakan untuk manusia yang meninggal dunia maupun
1
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progesif, 2002), cet. ke-25, h. 214.
2
Cepil Glasse, Enksiklopedia Islam: Ringkas, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 192.
untuk binatang yang mati. Akan tetapi di dalam bahasa Indonesia kata jenazah
dikhususkan kepada manusia yang meninggal dunia3.
B. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Pengurusan Jenazah
Penatalaksanaan atau pengurusan jenazah merupakan salah satu hak
kewajiban seorang muslim dengan muslim lainya. Hukum pengurusan jenazah adalah
fardhu kifayah4 atau kewajiban sebagian bukan seluruhnya, artinya jika sudah ada
sebagian muslim yang mengurus jenazah maka gugurlah kewajiban sebagian yang
lain.
Dalam kaitannya dengan hak seorang muslim dengan muslim lainnya
Nabi Muhammad SAW bersabda:
ﻋ
ا
ﺮ
ءا
ر
ﺿ
ﷲا
ﻋ
لﺎ
:
أ
ﺮ
ﺎ
ا
ﷲا
ﻰ
ﻋ
و
و
ﻬﺎ
ﺎ
ﻋ
:
أ
ﺮ
ﺎ
ﺎ
عﺎ
ا
زﺎ
ة
و
ﻋ
دﺎ
ة
ا
ﻤ
ﺮ
وإ
ﺎ
ﺔ
ﺪ ا
ﻋا
و
ﺮ
ا
ﻤ
ﻮ
م
وإ
ﺮ
را
ا
و
ر
د
ا
م
و
ﻤ
ا
ﺎ
و
ﻬﺎ
ﻋ
ﺎ
أ
ﺔ
ا
ﺔ
و
ﺎ
ﺬ ا
ه
وا
ﺮ
ﺮ
و
ﺪ ا
جﺎ
وا
وا
ﺮ
ق
)
يرﺎ ا
اور
(
5Artinya: “Diriwayatkan dari Al-Barra ra, dia berkata: Nabi SAW memerintahkan
tujuh hal kepada kami dan melarang kami tujuh hal pula, Nabi SAW memerintahkan kami, mengiringkan jenazah ke kubur, menjenguk orang sakit, mendatangi undangan, menolong orang yang didzolimi, melaksanakan sumpah, menjawab salam, mendoakan orang yang bersin (dengan ucapan yarkamukulllah, apabila orang yang bersin tersebut mengucapkan alhamdulillah). Rasulullah SAW melarang kami menggunakan bejana perak, bercincin emas (bagi laki-laki), berbusana sutra,
3
Hasby Ash Shiddiqie, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), h. 245.
4
Othman Mukim Hassan, Khulasah Kifayah Himpunan 600 Masalah Jenazah, cet. I, (Malaysia: Pustaka Ilmi, 1995), h. 2.
5
bergaun dibaj (sutra murni), menggunkan kain qassi (sejenis sutra) menggunkaan kain istabraq (sejenis sutra).” (HR. Al-Bukhari)
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan jenazah dalam syariat
agama Islam adalah meliputi memandikan mayat, mengkafankan, menshalatkan dan
menguburkan. Semua proses-proses pengurusan jenazah tersebut diterangkan dalam
beberapa hadits Nabi Muhammad SAW.
1. Memandikan Mayat
Mayoritas ulama berpendapat bahwa memandikan mayat seorang muslim
hukumnya fardhu kifayah. Tetapi mereka berbeda pendapat mengenai
memandikan sebagian tubuh mayat muslim atau tubuh yang termutilasi yang akan
penulis bahas di akhir bab.
Berkenaan dengan memandikan mayat, Rasulullah SAW bersabda:
ﺔ ﺎ ﺄ ا
ىدﺄ
ﺎ
نأ
ا
ﺪ ﻋ
نﻮﻜ
ﺎ
ﻋ
ﻋ
ا
ﻰ
ا
لﻮ ر
لﺎ
ﺎ
أ
ﺪ و
مﻮ آ
ﻮ ذ
نﺎآ
ﻚ ذ
نﺎآ
نﺈ
نﺎآ
نإ
هأ
بﺮ أ
و
و
ا
ﻜ
ﺔ ﺎ أ
وأ
عرو
ﺎً
ﺪ ﻋ
نأ
نوﺮ
.
)
اﺮ ﻄ او
ﺪﻤ أ
اور
(
6
Artinya:“Siapa yang memandikan mayyit, ia laksanakan dengan amat, tidak
menyebarkan (menceritakan) apa yang ada pada mayyit ketika memandikannya, maka ia keluar dari dosanya seperti waktu ibunya melahirkan dirinya.” Ia berkata “hendaklah ia memandikan oleh orang yang paling dekat dengan kalian, jika dia mengetahui (dengan baik persoalan mayyit). Tetapi jika ia tidak mengetahui, maka hendaknya yang memandikannya orang yang memiliki sifat wara’ dan amanah.”(HR. Imam Ahmad dan Thabarani)
6
Perkataan beliau “hendaklah ia mandikan oleh orang yang paling dekat
dengan kalian” maksudnya bahwa yang paling berhak memandikan mayat adalah
orang yang paling dekat kepada mayat, dengan syarat ia orang yang mengetahui
ilmu yang dibutuhkan untuk itu. Imam Yahya mengatakan bahwa orang yang
lebih dekat (kaum kerabat) harus didahulukan dari yang lainnya.
Adapun ucapan beliau “Maka hendaknya yang memandikannya orang
yang memiliki sifat wara’ dan amanah” mengandung dalil yang dipegang oleh
mazhab Hadawiyah7 bahwa orang yang memandikan mayat disyaratkan orang
yang adil. Akan tetapi jumhur (mayoritas) ulama berbeda dengan mereka
mengenai persoalan tersebut. Mereka mengatakan: orang yang memandikan itu
(sebagaimana setiap muslim lain) dibebankan dengan beban-beban syara’, dan
memandikan mayat termasuk di antaranya. Jika tidak maka tidak sah setiap
perbuatan yang dibebankan kepadanya, dan ini menyalahi ijmak. Mereka
bersandar pada dalil-dalil yang tak dapat kami sebutkan di sini. Akan tetapi, yang
tidak diragukan adalah bahwa apabila orang yang memandikan memiliki sifat
adil, hal itu sangat utama8.
7
Mazhab Hadawiyah ialah mazhab yang nisbah ke salah satu madzhab fiqih orang-orang syi'ah, yaitu mazhab zaidiyah atau disebut juga sebagai Syi'ah Zaidiyah Hadawiyah. Zaidiyah nisbah ke Zaid ibn 'Ali Zain al-'Aabidiin ibn Husain ibn 'Ali Ibn Abi Thaalib yang kebanyakan di Yaman dan Hadawiyah ini nisbah kepada al-Haady Yahya ibn al-Husain (w. 298 H). salah satu kitab Mazhab Hadawiyah ialah “Kitab Hadaa'iqul Azhaar yang disyarh oleh al-Imam al-Syaukaany” dan sedangkan syarahnya berjudul “al-Sail al-Jarraar al-Mutadaffiq 'Ala Hadaaiq al-Azhaar”.
8
a. Hal-hal yang disunahkan dalam memandikan:9
1) Mewudhukan mayat sebagaimana wudhunya orang yang masih hidup, yaitu
dengan air pada basuhan pertama setelah menghilangkan najis dan kotoran.
2) Menggunakan air yang dicampur daun bidara dan sabun pada semua basuhan,
serta menggunakan kapur pada basuhan yang terakhir.
لﺎ
ﻬ ﻋ
ا
ﺿر
سﺎ ﻋ
ا
ﻋ
ر
ﺎﻤ
و
ذإ
ﺔ ﺮ
او
و
ﻋ
ا
ﻰ
ا
لﺎ
وﺄ
لﺎ
وأ
ﻮ
ار
ﻋ
رﺪ و
ءﺎﻤ
ﻮ ا
..
) .
يرﺎ ا
اور
(
10Artinya:“Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra., ia berkata: ‘diantara kita terdapat
seorang laki-laki yang berwukuf di Arafah bersama Rasulullah saw., tiba-tiba dia terjatuh dari hewan tunggangannya sehingga lehernya patah, kemudian Nabi SAW. Bersabda: “Mandikan dia dengan air dan daun bidara,…” (HR. Al-Bukhari)
3) Mengganjilkan basuhan pada mayat
Dari Ummu Athiyyah r.a., ia berkata kepada kami, bahwa ketika kami
memandikan putrinya Rasulullah SAW, bersabda:
ﺮ آأ
وأ
ﺎ ﻤ
وأ
ﺎ
ﺎﻬ
ا
او
رﺪ و
ءﺎﻤ
ﻚ ذ
ﻮ
ﺎ إ
ﻰ ﺄ
ﺎ ذ
ﺎ ﺮ
ﺎﻤ
ذ
ﺮ
اذﺈ
ارﻮ ﺎآ
ةﺮ ا
ﺎ إ
ﺎﻬ ﺮ ﺷأ
لﺎ
.
)
يرﺎ ا
اور
(
11Artinya:“Mandikanlah tiga kali atau lima kali atau lebih dari itu jika kalian
memandang perlu, dengan air dan daun bidara, dan jadikanlah di akhirnya kapur barus atau sedikit dari kapur barus, setelah selesai beritahukanlah
9
Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, diterjemahkan oleh Mahyuddin Syaf dengan judul “Fiqh Sunnah 4”, cet.1, (Penerbit:PT Alma’arif bandung, 1978), h.94-98.
10
Abdullah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim, Shahih al-Bukhari, h. 94.
11
kepadaku.”Setelah kami selesai memandikannya kami beritahukan kepada beliau, maka beliau memberitahukan kepada beliau, maka beliau memberikan kain sarungnya kepada kain seraya berkata,“Jadikanlah ini sebagai pakaian yang menyentuh kulitnya.” (HR. Al-Bukhari)
4) Menekan perut mayat ketika memandikannya secara lembut untuk
mengeluarkan kotoran dalam perutnya.
5) Mengalirkan air yang banyak pada bagian qubul dan dubur untuk
membersihkan kotoran/najis.
6) Memakai sarung tangan bagi orang yang memandikannya ketika membasuh
bagian-bagian yang termasuk aurat.
7) Mendahulukan yang kanan, yaitu membasuh bagian kanan kemudian yang
kiri, dimulai dari kepala bagian belakang, pundak sampai telapak.
Dari Ummu Athiyyah r.a., dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda kepada
para wanita yangmemandikan putri beliau:
ا
ﺎﻬ
ءﻮﺿﻮ ا
ﺿاﻮ و
ﺎﻬ ﺎ ﻤ
نأﺪ
)
يرﺎ ا
اور
(
12
Artinya:“Mulailah dengan bagian tubuh yang kanan dan anggota-anggota
wudhu’nya.” (HR. Al-Bukhari)
2. Cara Mengkafankan Mayat
Mengkafankan mayat adalah fardhu kifayah bagi seorang muslim yang
menghadirinya. Mengkafankanya itu dilakukan langsung setelah mayat
dimandikan. Sebaiknya orang yang mengkafankan mayat adalah orang yang
terdekat dengannya-sebagaimana yang telah dibicarakan diatas.
12
Hikmah dari mengkafankan mayat adalah untuk menutupinya dari
pandangan mata dan sebagai penghormatan padanya. Karena menutupi auratnya
dan menghormatinya adalah wajib selagi ia masih hidup, begitu pula ketika ia
telah meninggal.
a. Macam-Macam Kafan 13;
1) Kafan Wajib (Kafan ad-Darurah)
Yaitu baju yang menutupi seluruh badan, di mana tidak ada kekurangan
pada bagian bawah badan.
ﺎ
ل
:
"
..
.
ﻋ
ﻤ
ﺮ
ﻮ
م
أ
ﺪ
ﺪ
ﺷ
ﺎ
ﻜ
إ
ﻤ
ﺮ
ة
آ
ﺎ
إذ
ا
ﻄ
ﺎ
ﻬﺎ
ر
أ
ﺮ
ر
ﺈذ
ا
ﻄ
ﺎ
ر
ﺮ
ج
ر
أ
ﺄ
ﺮ
ﺎ
ر
ﻮ
ل
ﷲا
ﻰ
ﷲا
ﻋ
و
أ
ن
ﻄ
ر
أ
ﻬﺎ
و
ﻋ
ﻰ
ر
إذ
ﺮ
.
.
.
"
)
يرﺎ ا
اور
(
14Artinya:”Ia (Khabab bin al-Art) berkata, ”... Mush’ab bin Umair terbunuh pada
perang uhud. Dia tidak memiliki pakaian kecuali kain wol yang menyelimuti badan. Jika kami menutupi kepalanya, kakinya kelihatan, bila kami menutupi kakinya kepalanya terbuka. Maka Rasulullah SAW memerintahkan agar kami menutupi kepalanya dengan kain itu dan menutupi kakinya dengan idzkhar (sejenis tumbuhan yang wangi) ...”.(HR. Al-Bukhari)
Perkataan “dan menutupi kakinya dengan idzkhar” menunjukkan bahwa
jika tidak ada penutup sama sekali, baik untuk sebagian badan atau
seluruhnya, disunnahkan untuk menutupinya dengan sejenis tumbuhan yang
wangi. Jika yang tumbuh di rumah-rumah kita atau di sekeliling kuburan di
13
Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati,” h.86-88.
14
tempat kita. Kata idzkhar adalah jenis tumbuhan wangi yang berada di
Madinah.
ﺪ ﻮ
ةﺰﻤ
ﻜ
لﺎ و
أر
ﻰ ﻋ
اذإ
ءﺎ
ةدﺮ
إ
آ
تﺪ
ﻰ
أر
ﻋ
ﺪ
ﻰ ﻋ
اذإو
ﺪ
ﻋ
ﺮ ذﻹا
ﺪ
ﻰ ﻋ
و
أر
ﻰ ﻋ
)
ﺪﻤ أ
اور
15
(
Artinya:”Ia berkata (khabab) bahwa Hamzah tidak memiliki kain kafan kecuali
selendang penutup. Ketika selendang itu digunakan menutupi kakinya, menyusut atas kepalanya, lalu selendang itu diukurkan ke atas kepalanya dan kedua kakinya ditutupi dengan sejenis tumbuhan” (HR. Ahmad).
2) Kafan yang Cukup (Kafan al-Kifayah)
Yaitu dua baju yang menutupi seluruh badan (di bawahnya tidak kurang).
Kain dan lipatan keduanya harus menutupi seluruh badan. Mencukupkan
dengan keduanya dibolehkan dan tidak makruh.
3) Kafan Sunah (kafan as-sunnah)
Yaitu baju untuk laki-laki yang telah baligh dan yang hampir baligh
menurut para ulama Hanafi dan banyak fukaha dari berbagai mazhab; baju,
kain, dan penutup atau lipatan. Pakaian gamis menutupi dari leher hingga
kaki, tanpa lengan baju, tidak terbuka pada dada dan sisi lambung. Bawahnya
tidak usah lebar-lebar seperti pakaian orang hidup, tetapi harus sejajar.
Begitu pula pada kain harus menutupi seluruh badan, lalu memakai
penutup untuk tubuhnya dari kepala sampai kaki. Seluruhnya mayat itu
15
ditutupi tiga pakaian. Itulah kafan yang disunnahkan berdasarkan hadits-hadits.
و
ﻋ
ا
ﻰ
ا
لﻮ ر
آ
ﺔ
ﺷ
ﺔ ا
ﺔ اﺮ
باﻮ أ
تﺎ
يﺬ ا
ﻤ و
نﺎ ﻮ
)
دواد
ﻮ أ
اور
(
16Artinya:”Dari ibn Abbas bahwa Rasulullah saw dikafankan dengan tiga pakaian;
pakaian gamis yang ketika beliau wafat dan baju Najran. (HR. Abu Daud)
Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari Aisyah ra.
ا
لﻮ ر
آ
و
ﻋ
ا
ﻰ
ﻰ
ﺔ
ﺷ
ﺔ ﺎﻤ
باﻮ أ
ﺎﻬ
ﺔ ﺎﻤﻋ
و
ﻤ
)
ﺔﻋﺎﻤ ا
اور
(
17Artinya:“Rasulullah SAW dikafankan dengan tiga pakain putih Suhuliyah Judada
Yamaniyah, tidak ada gamis dan tidak juga imamah (serban) yang di lipatkan” (HR.Jama’ah)
لﻮ ر
مﻮ آ
مأ
ﻤ
آ
ﺎ
ﺔ ا
ﺎ
ﻰ
ﻋ
ﻰ
ا
ا
لﻮ ر
ﺎ ﺎﻄﻋأ
ﺎ
لوأ
نﺎﻜ
ﺎﻬ ﺎ و
ﺪ ﻋ
و
ﻋ
ﷲا
ردأ
ﺔ ﻤ ا
رﺎﻤ ا
عرﺪ ا
ءﺎ ا
و
ﻋ
ﷲا
ﻰ
و
ﻋ
ﷲا
ﻰ
ا
لﻮ رو
ﺎ
ﺮ ا
بﻮ ا
ﻰ
ﺪ
ﺎ
ﺎ ﻮ
ﺎ ﻮ
ﺎهﺎ وﺎ
ﺎﻬ آ
بﺎ ا
ﺪ ﻋ
)
ﺪﻤ أ
اور
دواد
ﻮ أ
و
(
18Artinya:”Dari Laila binti Qanif ast-Tsaqafiah, ia berkata, “Aku termasuk orang yang
memandikan Ummi Kalsum (putri Rasulullah SAW) ketika ia wafat. Yang pertama diberikan oleh Rasulullah kepada kami adalah kain, kemudian pakaian, lalu kerudung, dan selimut, selanjutnya setelah itu dilipatkan baju akhir.” Ia berkata: sementara Rasul SAW berada di pintu memegang
16
Abu Dawud Sulaiman Ibn Asy’ats Sajastani, Sunan Abu Dawud, (Kairo: Dar al-Hadits,1988), h. 360.
17
Abi al Husein Muslim bin al Haj al Qusyairi al Nasaburi, Shahih Muslim, (Kairo: Dar Ihya al Kutub al Arabiyyah,1918), Juz. 2, nomor hadits 941, h.649.
18
kafannya, lalu beliau mengambilkan baju kepada kami satu demi satu. (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Al-Bukhari berkata: Hasan mengatakan, dengan sobekan pakaian-pakaian
yang kelima kedua paha dan pangkalnya biasa tertutup di bawah pakaian itu.
Imam asy-Syaukani mengatakan: Hadits di atas menunjukkan bahwa yang
diharuskan dalam mengkafankan mayat wanita adalah dibuatkan kain,
pakaian, kerudung selimut, dan lipatan. Tidak disebutkan nama Ummi
‘Athiyah dalam hadits orang yang melayatnya.
Imam asy-Syaukani mengatakan dalam Fiqh al-Wadhih: sebagaian Fukaha
memandang makruh penambahan kain mayat lebih dari tiga, mereka
menganggap itu hal yang berlebihan. Namun sebagaian lagi membolehkan
penambahan sampai lima; untuk gamis, imamah, Dan tiga untuk pakaian.
Menurut asy-Syaukani Persoalan di atas menurut saya luas sekali, hanya saja
membatasi tiga pakaian lebih utama karena itu yang sesuai dengan kafan Nabi
SAW.
b. Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafankan19:
1) Membaguskan kafan; yaitu dengan menggunakan kafan yang bersih, wangi,
bisa menutupi seluruh anggota badan, bukan yang diharamkan-seperti sutera,
dan penggunaanya tidak berlebihan. Hal di atas berdasarkan bahwa Rasulullah
SAW bersabda:
19
ﻋ
أ
دﺎ
ة
لﺎ
:
لﺎ
ر
ﻮ
ل
ﷲا
ﷲا
ﻰ
ﻋ
و
إذ
و
ا
أ
ﺪ
آ
أ
ﺎ
آ
.
)
اور
يﺬ ﺮ ا
(
20Artinya:“Diriwayatkan dari Abi Qatadah, ia berkata: ‘Jika seoarang diantara kalian
mengurus mayyit saudaranya, hendaklah ia memperbagus kain kafannya.” (HR. at-Tirmidzi)
2) Berwarna putih, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
ا
آﺎ ﻮ
ﺎﻬ
اﻮ آو
ﻜ ﺎ
ﺮ
ﺎﻬ ﺈ
ضﺎ ا
ﻜ ﺎ
اﻮ
.
)
دواد
ﻮ أ
اور
(
21Artinya:“Pakailah yang putih dari pakaian kalian, karena dia adalah yang terbaik
dari pakaian kalian, dan pakailah dia sebagai kafan.”(HR. Abu Dawud)
3) Bagi mayat laki-laki kain kafan tiga helai, dan bagi mayat perempuan lima
helai22. Bagian ini telah dijelaskan sebelumnya pada bab kafan sunah.
4) Hendaknya salah satu dari kain-kain tersebut adalah kain yang bergaris-garis
jika hal itu memungkinkan23. Hal ini berdasarkan hadits Jabir bahwasannya
Rasulullah SAW bersabda:
ةﺮ
ب
ﻮﺷ
ﻜ
ﺎ ﺷ
ﺪ ﻮ
آﺪ أ
ﻮ
اذإ
) .
ﻮ أ
اور
دواد
(
24 20Muhammad bin ‘Isa, Abu ‘Isa at-Tirmidzi as-Sullami, Sunan at-Tirmidzi, (Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Arabi, tt), Juz.3, hal. 320.
21
Abu Dawud Sulaiman Ibn Asy’ats Sajastani, Sunan Abu Dawud, (Kairo: Dar al-Hadits, 1988) , h.362.
22
Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati”, h.89.
23
Abu Ahmad Arif Fathul ulum, 1 Jam Belajar Mengurus Jenazah panduan praktis tata cara penyelengaraan jenazah dan hukum-hukumnya, Cet. 1, (Penerbit: Pustaka Darul Ilmi, 2009), h.38.
24
Artinya:“Jika wafat seorang diantara kalian dan mampu maka hendaknya dikafankan dalam kain yang bergaris-garis” (HR.Abu Dawud)
3. Menshalatkan mayat a. Hukum shalat mayat25
Menshalati mayat hukumnya fardhu kifayah bagi orang muslim yang
menghadirinya.
ﻋ
ﺪ ز
ﺪ ﺎ
ﻰ ﻬ ا
نأ
ر
ﻤ ﻤ ا
ﻮ
ﺮ
أو
ﺮآذ
لﻮ ﺮ
ﷲا
ﻰ
ﷲا
ﻋ
و
لﺎ
:
اﻮ
ﻰ ﻋ
ﻜ ﺎ
تﺮ
ﻮ و
مﻮ ا
،ﻚ ﺬ
ﺎﻤ
ىأر
ىﺬ ا
ﻬ
لﺎ
:
نإ
ﻜ ﺎ
ﷲا
ﺎ
ﻋﺎ
ﺎ ﺪ ﻮ
زﺮ
دﻮﻬ ا
ﺎ
يوﺎ
د
ﻤهر
)
اور
ﺔ ﻤ ا
إ
ىﺬ ﺮ ا
(
26Artinya:“Dari Zaid bin Khalid al-Juhani, ia berkata: bahwa ada seorang sahabat
Nabi SAW meninggal dunia pada waktu perang Khaibar maka para sahabat menyampaikan beritanya kepada Rasulullah SAW maka beliau bersabda “Shalatilah teman kalian ini” (maksudnya Rasulullah SAW tidak mau menshalatinya tetapi menyuruh para sahabat untuk menshalatinya) maka berubahlah wajah orang-orang ketika mendengar hal itu maka, Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya teman kalian ini berbuat curang ketika berjihad” maka kami memeriksa barang-barangnya ternyata ada satu buah permata dari permata orang-orang Yahudi yang nilainya tidak sampai dua dirham.” (HR.Lima kecuali Tirmidzi)
b. Keutamaanya
25
Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati”, h. 91-98.
26
نﺈ
طاﺮ
ﺎﻬ
و
ةزﺎ
ﻰ ﻋ
ﻰ
نﺎ اﺮ
ﺎﻬ
ﺪ أ
ﺎﻤه
ﺮ أ
لﺎ
نﺎ اﺮ ا
ﺎ و
)
اور
(
27Artinya:“Barangsiapa yang menshalati jenazah dan tidak mengiringkannya sampai
di kuburnya maka ia mendapatkan pahala satu qirath dan jika dia ikut mengiringkannya maka dia mendapatkan pahala dua qirath” Ditanyakan kepadanya “Apa yang di maksud dengan dua qirath?” Rasulullah SAW bersabda “Yang terkecil dari keduanya seperti gunung Uhud” (HR. Muslim)
لﺎ
ةﺮ ه
ﻚ ﺎ
ﻋ
و
ﻋ
ا
ﻰ
ا
لﻮ ر
لﺎ
ﺎ
تﻮﻤ
ﺆ
ﻤ ﻤ ا
ﺔ أ
ﻋ
ﺔ ﺎ
اﻮ ﻮﻜ
نأ
اﻮ
ﺮ
ﺎ إ
فﻮ
هأ
اذإ
ىﺮ
ةﺮ ه
ﻚ ﺎ
نﺎﻜ
لﺎ
ﻬ
نأ
ةزﺎ
ﺔ
ﺷ
فﻮ
.
)
ﺪﻤ أ
اور
(
28Artinya:“Dari malik bin Hubairah, ia mengatakan, ‘Rasulullah SAW bersabda,
“Tidaklah seorang mukmin mati, lalu di shalatkan oleh kaum Muslim mencapai tiga baris, melaikan diampuni dosanya. Malik bin Hubairah biasa memeriksa jamaah yang menshalatkan jenazah; apabila mereka sedikit, ia jadikan mereka tiga baris. (HR. Ahmad)
ﻋ
ﻋ
ﺔ ﺎ
ﺎ
لﺎ
و
ﻋ
ا
ﻰ
ا
ﻋ
إ
نﻮ
ﻬ آ
ﺔ ﺎ
نﻮ
ﻤ ﻤ ا
ﺔ أ
ﻋ
اﻮ ﺷ
)
ﺪﻤ أ
اور
و
(
29Artinya:“Dari ‘Aisyah mengatakan,’tidaklah seorang mayyit dishalatkan oleh kaum
Muslim mencapai seratus orang, semua meminta pertolongan untuknya, melainkan mereka diberikan pertolongan padanya.” (HR.Ahmad dan Muslim)
27
Abi al Husein Muslim bin al Haj al Qusyairi al Nasaburi, Shahih Muslim, (Kairo: Dar Ihya al Kutub al Arabiyyah, 1918), Juz 2, h.653.
28
Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al-Syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Juz. 34, Nomor hadits 16125, h.75.
29
c. Syarat-Syarat Shalat Mayat
Shalat mayat disyaratkan sebagaimana biasa; yaitu dalam keadaan suci,
menghadap kiblat, menutup aurat, terhindar dari darah haid dan nifas. Hanya
saja tidak disyariatkan masuknya waktu, tetapi dilakukan pada setiap waktu.
Hanya saja Imam Ahmad, Ibn al-Mubarak, dan Ishaq, tidak menyukai shalat
jenazah dilakukan pada waktu terbit matahari, atau di waktu matahari
tergelincir, atau di waktu matahari terbenam, kecuali bila dikhawatirkan ada
perubahan pada jenazah.
d. Rukun-Rukunnya
1) Niat
2) Berdiri bagi orang yang mampu. Ini menurut pendapat jumhur.
3) Empat kali takbir. Membaca surah al-Fatihah secara perlahan.
4) Membaca shalawat atas Rasulullah SAW dengan ucapan apa saja. Seandainya
mengucapakan “allahumma shalli’ ala Muhammad” sudah cukup, tetapi yang
lebih utama mengucapkan:
هاﺮ إ
ﻰ ﻋ
ﺎﻤآ
،ﺪﻤ
ل
ﻰ ﻋو
ﺪﻤ
ﻰ ﻋ
ﻬ ا
هاﺮ إ
ل
ﻰ ﻋو
.
آرﺎ
ﺎﻤآ
ﺪﻤ
ل
ﻰ ﻋو
ﺪﻤ
ﻰ ﻋ
كرﺎ و
إ
ل
ﻰ ﻋو
هاﺮ إ
ﻰ ﻋ
ﺪ
ﺪ ﻤ
ﻚ إ
ﻤ ﺎ ا
ﻰ
هاﺮ
Artinya:“Ya Allah ya Tuhan kami, limpahkan shalawat atas Nabi Muhammad dan
sebagaimana engkau telah memberikan keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, pada semesta alam. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha agung.”
Shalawat diucapkan setelah mengucapkan takbir yang kedua, sekalipun
tidak ada keterangan yang menjelaskan tempat diucapkannya shalawat ini.
5) Membaca doa. Ini merupakan rukun sesuai kesepakatan ulama. Bisa dengan
doa apa saja, tetapi disunnahkan membaca doa-doa yang datang dari
Rasulullah SAW, seperti berikut ini:
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW apabila
menshalati jenazah, beliau mengucapkan doa berikut:
ﺎ ﺮآذو
ﺎ ﺮ آو
ﺎ ﺮ
و
ﺎ ﺎ و
ﺎ ﺪهﺎﺷو
ﺎ و
ﺎ
ﺮ ا
ﻬ ا
أ
ﻬ ا
،ﺎ ﺎ أو
ﻮ
ﺎ
ﻮ
و
م ﻹا
ﻰ ﻋ
ﺄ
ﺎ
نﺎﻤ ﻹا
ﻰ ﻋ
.
)
ﺪﻤ أ
اور
و
يﺬ ﺮ ا
(
30
Artinya:“Ya Allah, ampunilah orang yang hidup dan mati di antara kami, orang yang
hadir bersama kami, dan orang yang tidak datang bersama kami, ampuni anak-anak kecil dan orang-orang dewasa diantara kami dan ampuni lelaki dan wanita-wanita kami. Ya Tuhanku, siapa saja yang Engkau hidupkan di antara kami, maka hidupkanlah dia dalam keadaan Islam, dan siapa saja yang Engkau matikan di antara kami, maka matikanlah dia dalam keadaan beriman. (HR.Ahmad dan at-Tirmidzi).
e. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam shalat jenazah31:
1) Orang yang ingin shalat jenazah hendaklah berdiri setelah menyempurnakan
syarat-syarat shalat, berniat dalam hatinya melaksanakan shalat atas jenazah
30
Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al-Syaibaniy, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, h. 456.
31
Muslim yang ada di hadapannya, mengangkat tangannya untuk takbiratul
ihram, lalu meletakan tangannya yang kanan diatas tangan kiri, memulai
bacaan surat al-Fatihah, kemudian takbir yang kedua dan bershalawat atas
Nabi, lalu melakukan takbir yang ketiga dan berdoa untuk mayat, selanjutnya
takbir yang keempat dan berdoa, dan terakhir salam setelah doa.
2) Posisi berdiri imam terhadap jenazah lelaki dan wanita.
Disunnahkan imam berdiri di hadapan kepala mayat lelaki dan ditengah
mayat wanita. Hal ini didasarkan riwayat lain dari Abu Ghalib al-Khayyath
r.a., dia berkata:
ﻋ
ﻰ
ﻚ ﺎ
أ
تﺪﻬﺷ
ر
ﺎﻤ
أر
ﺪ ﻋ
مﺎ
ر
ةزﺎ
ﻰ
رﺎ ﻷا
وأ
ﺮ
ةأﺮ ا
ةزﺎ
أ
.
:
ةﺰﻤ
ﺎ أ
ﺎ
ﺎﻬ ﻋ
ن
ﺔ ا
ﺔ
ةزﺎ
ﺬه
.
و
مﺎ
ﺎﻬ ﻋ
ﻰ
ﺎﻬﻄ
يوﺪ ا
دﺎ ز
ء ا
ﺎ و
.
ﺮ ا
ﻰ ﻋ
ﺎ
ف
ا
ىأر
ﺎﻤ
ةأﺮﻤ او
.
لﺎ
:
و
ﻋ
ﷲا
ﻰ
ﷲا
لﻮ ر
نﺎآ
اﺬﻜه
ةﺰﻤ
ﺎ أ
ﺎ
ﺮﻤ ا
و
ﻤ
ﺮ ا
مﻮ
لﺎ
؟ ﻤ
ةأ
:
.
لﺎ
:
ء ا
ﺎ إ
ﺎ
.
لﺎ
:
اﻮ
ا
) .
ﺪﻤ أ
اور
(
32Artinya:“Aku menyaksikan Anas bin Malik menshalati Jenazah seorang laki-laki
maka dia berdiri di sisi kepalanya ketika Jenazah tersebut di angkat didatangkan Jenazah seorang perempuan dari Quraisy atau Anshar maka dikatakan kepadanya “Wahai Abu Hamzah ini adalah Jenazah Fulanah binti Fulan maka shalatilah dia” maka Anas menshalatinya dan berdiri di tengahnya dan diantara kami ada ‘Alla’ bin Ziyad al-Adawi ketika ia melihat perbedaan tepat berdirinya Anas pada jenazah laki-laki dan wanita maka dia berkata “Wahai Abu Hamzah apakah Rasulullah SAW juga berdiri sebagaimana Engkau berdiri ? Anas menjawab “Ya Maka ‘Allah’ menoleh kepada kami seraya berkata “Hafalkanlah ini”(HR.Ahmad)
32
3) Seseorang yang menshalati jenazah hendaknya membaca do’a dengan
do’a-do’a yang telah disebutkan.
4) Jika mayat seorang wanita, jangan katakan “abdilha zaujan khairon min
zaujiha” (gantikan untuknya suami yang lebih baik baginya dari pada suaminya), karena suaminya dapat memperoleh wanita lain di surga,
sedangkan wanita tidak mungkin mendapatkan suami lain bersama suaminya
di dalam surga, berbeda dengan lelaki.
5) Jika mayat bukan mukallaf seperti anak kecil, maka tidak dimintakan ampun
baginya, melainkan bagi kedua orang tuanya dan kaum muslim yang telah
meninggal. Disunahkan berdo’a dengan mengucapkan:
ا
ﻬ
ا
و
ﺎ
ﺮ
و
ﺎ
أ
ﺮ
ا
Artinya:“Ya Allah, jadikanlah dia bagi kami sebagai pahala yang mendahului dan
sebagai ganjaran.”
6) Membaca Doa setelah takbir yang keempat.
Imam Syafi’i berkata: Hendaklah sesudah takbir ke empat mengucapkan:
ا
ﻬ
ﺮ
ﺎ
أ
ﺮ
و
ﺎ
ﺪ
Artinya:“Ya Allah, janganlah Engkau haramkan kami akan pahalanya, dan jangan
Engkau uji kami sesudahnya.”
Ibn Abi Hurairah mengatakan: orang-orang terdahulu, sesudah takbir yang
Artinya:“Ya Allah ya Tuhan kami, datangkan kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka.”
7) Mengucapkan salam. Kalangan fukaha sepakat atas wajibnya salam, kecuali
Abu Hanifah.
4. Mengiringi jenazah
Berjalan mengiringi jenazah ketika membawanya hukumnya adalah
fardhu kifayah. Berjalan mengiringi jenazah artinya mengiring jenazah sampai ke
tempat pemakaman. Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda :
نﺈ
طاﺮ
ﺎﻬ
و
ةزﺎ
ﻰ ﻋ
ﻰ
نﺎ اﺮ
ﺎﻬ
ﺪ أ
ﺎﻤه
ﺮ أ
لﺎ
نﺎ اﺮ ا
ﺎ و
)
اور
(
33
Artinya: “Barangsiapa yang menshalati jenazah dan tidak mengiringkannya sampai
di kuburnya maka ia mendapatkan pahala satu qirath dan jika dia ikut mengiringkannya maka dia mendapatkan pahala dua qirath” Ditanyakan kepadanya “Apa yang di maksud dengan dua qirath?” Rasulullah saw bersabda “Yang terkecil dari keduanya seperti gunung Uhud” (HR. Muslim)
a. Hal-hal yang disunnahkan ketika membawa jenazah34
1) Mensegerakan dalam mengantar dan membawa jenazah dengan berjalan
biasa, tidak terlalu cepat karena hal tersebut makruh ukurannya yaitu sekira
mayat tidak tergoncang akibat cepatnya berjalan. Dari Abu Hurairah, ia
berkata: bahwa Rasulullah SAW bersabda:
33
Abi al Husein Muslim bin al Haj al Qusyairi al Nasaburi, Shahih Muslim, (Kairo: Dar Ihya al Kutub al Arabiyyah,1918), h.653.
34
أ
ﺮ
ﻋ
ﻮ
ا
ﺎ
زﺎ
ة
،
ﺈ
ن
ﻜ
ﺎ
ﺔ
ﺮ
ﺪ
ﻮ
ﻬﺎ
و
،
إ
ن
ﻜ
ﻮ
ى
ذ
ﻚ
ﺮ
ﻮ
ﻋ
ر
ﺎ
ﻜ
)
اور
يرﺎ ا
(
35Artinya:“Percepatlah iringan jenazah. Jika ia orang baik, berarti kalian
menyegerakannya dalam memperoleh kenikmatan. Dan jika ia tidak baik, berarti kalian segera menyingkirkan kejelekannya dari lingkungan kalian.” (HR. Al-Bukhari)
Adapun dimakruhkannya berjalan terlalu cepat ketika membawa jenazah
karena adanya hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud, ia berkata:
ةزﺎ ا
ﻤ ا
ﻋ
و
ﻋ
ا
ﻰ
ﺎ
ﺎ ﺄ
ﺎ
لﺎ
نود
ا
...
)
دواد
ﻮ أ
اور
(
36Artinya:“Kami bertanya kepada Rasulullah SAW tentang (bagaimana) berjalan
membawa jenazah, Rasulullah SAW bersabda: yang tidak cepat-cepat…” (HR Abu Dawud)
2) Mengitari kurung batang, sampai mengitari seluruh sisi. Hal ini berdasarkan
hadits riwayat dari Ibn Mas’ud yang mengatakan:
ا
ءﺎﺷ
نإ
ﺔ ا
ﺈ
ﺎﻬ آ
ﺮ ﺮ ا
اﻮ
ﻤ
ةزﺎ
عﺪ
ءﺎﺷ
نإو
عﻮﻄ
) .
ﺎ
ا
اور
(
37Artinya:“Siapa yang mengiringi jenazah, hendaklah membawanya di setiap sisi,
karena itu termaksuk sunnah. Jika ia mau, silakan lakukan, jika enggan, silakan tinggalkan.” (HR. Ibn Majah)
35
Abdullah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikr), h.133.
36
Abu Dawud Sulaiman Ibn al-Asy’ats al-Sajastani, Sunan Abu Dawud, (Maktabah Syamilah), Juz 8, Nomor hadits. 2769, h.466.
37
3) Berjalan di depannya, di belakangnya, di sampingnya sebelah kanan atau
sebelah kiri yang berdekatan dengan mayat. Ini berdasarkan hadits riwayat
Anas Ibn Malik ra.:
أ
ﻋ
نﺎﻤ ﻋو
ﺮﻤﻋو
ﺮﻜ
ﺎ أو
و
ﻋ
ا
ﻰ
ا
نأ
اﻮ ﺎآ
نﻮ ﻤ
ةزﺎ ا
مﺎ أ
) .
دواد
ﻮ أ
اور
(
38Artinya:”Dari Anas bahwa Rasulullah SAW dan Abu Bakar, Umar dan Utsman,
mereka berjalan di depan jenazah.” (HR.Abu Dawud)
Mayoritas ulama tidak menyukai menaiki kendaraan ketika
mengantarkan jenazah kecuali ada halangan. Hal tersebut berdasarkan hadits
riwayat Tsauban r.a.:
لﺎ
نﺎ ﻮ
ﻋ
ةزﺎ
و
ﻋ
ا
ﻰ
ا
لﻮ ر
ﺎ ﺮ
أو
ﻬ اﺪ أ
ﻰ ﻋ
ا
ﺔﻜ ﺎ
نإ
نﻮ
ﺎ أ
لﺎ
ﺎ ﺎ آر
ﺎ ﺎ
ىأﺮ
رﻮﻬ
ﻰ ﻋ
باوﺪ ا
.
)
ا
اور
ﺎ
او
يﺬ ﺮ
(
39Artinya:”Diriwayatkan dari Tsauban, ia berkata: ’di saat kami berserta Rasulullah
keluar mengiringi jenazah, beliau melihat orang-orang yang ikut mengiringi jenazah berkendaraan. “Maka tidakkah kalian malu bahwa malaikat Allah berjalan di atas kaki-kaki mereka, sementara kalian berada di atas pundak kendaraan kalian.” (HR. Tirmidzi dan Ibn Majah)
5. Menguburkan Mayat a. Hukumnya
38
Muhammad bin ‘Isa, Abu ‘Isa at-Tirmidzi as-Sullami, Sunan At-Tirmidzi, Juz 4, Nomor hadits 931 h. 134.
39
Menguburkan mayat hukumnya Fardhu Kifayah; yaitu menguburkan
mayat di dalam tanah, agar tidak tercium baunya, tidak dimakan oleh binatang
buas, dan agar tidak memungkinkan pencuri mengambil kain kafannya dengan
mudah.
b. Hal-hal yang disunahkan ketika menguburkan mayat 40;
1) Mendalamkan kuburnya.
Dari Hisyam bin Amir dia berkata: Ketika perang Uhud, banyaklah orang
yang gugur dari kaum muslimin, dan banyak dari kaum muslimin yang
terluka, maka kami katakan, “Wahai Rasulullah, sekarang ini kita merasa
berat jika harus membuat satu lubang untuk satu mayat, maka apa yang
Engkau perintahkan kepada kami?.” Rasulullah SAW bersabda:
ﺔ او
ا
اﻮ داو
اﻮ وأو
اوﺮ إ
هﺮ آأ
اﻮ ﺪ و
ﺮ ا
ﺎ ﺮ
)
دواد
ﻮ أ
اور
(
41
Artinya:“Galilah, luaskanlah, dalamkanlah, dan baguskanlah, kuburkanlah dua atau
tiga orang di satu lubang, dan dahulukan yang paling banyak bacaan qur’annya dari ketiganya, maka dia didahulukan”. (HR. Abu Dawud)
40
Abdul Lathif Asyur, Adzab al-Qabri wa Na’imuhu wa izhat al-Maut, diterjemahkan oleh Syatiri Matrais dengan judul “Pesan Nabi tentang Mati”, h.103.
41
2) Memperluas bagian kepala mayat dan kaki-nya
3) Lebih baik menguburkan mayat pada lahad jika tanah itu keras. Jika tanah itu
lunak, menguburkannya pada syaq (parit) lebih baik. Karena, tanah yang keras
tidak bisa membuat bagunan berguguran terhadap mayat.
Lahad adalah membelah di sisi kuburan menghadap kiblat, diatasnya
dipasang batu, sehingga seperti rumah yang beratap.
Sementara syaq adalah lubang yang dalam seperti parit. Di dalam kubur
dibuat dengan batu, di situ mayat diletakkan, dan ditutup dengan sesuatu
seperti tanah dan kayu, sekira-kira tutup itu tidak sampai mengenai jasad
mayat.
4) Mengubur mayat di kuburan yang jauh dari rumah. Karena mengubur di
rumah hanya dikhususkan untuk mayat para Nabi.
5) Orang yang mengubur adalah orang yang berhak menjadi imam dalam shalat
mayat. Jika ia tidak memiliki ilmu tentang tata cara penguburan, sebaliknya
dilakukan oleh kaum Muslim yang mengetahui itu.
6) Menutup kubur dengan kain ketika meletakkan mayat di dalam kubur, untuk
menutupi mayat, baik mayat lelaki maupun wanita, dan melepaskan ikatan
kafan, karena mayat itu tidak diikat kecuali untuk menahan tergelincir.
7) Memasukkan mayat dari sisi kakinya, jika memungkinkan bagi pengubur
maka ia boleh memasukkannya dari sisi kepalanya.
8) Menghadapkan mayat ke arah kiblat. Hal itu dimaksudkan agar mayat
9) Orang yang meletakan mayat mengucapkan:
ﷲا
لﻮ ﺮ ا
ﺔ
ﻰ ﻋو
ﷲا
Artinya: “Dengan nama Allah dan berdasarkan agama Rasululllah”
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar:
أ
لﺎ
ﺮ ا
ﻤ ا
ﺿو
اذإ
نﺎآ
و
ﻋ
ﷲا
ﻰ
ا
ن
و
ﻋ
ﷲا
ﻰ
ﷲا
لﻮ ر
ﺔ
ﻰ ﻋو
ﷲا
) .
دواد
ﻮ أ
اور
(
42
Artinya:“Bahwasanya Nabi SAW, jika meletakkan mayyit diliang kuburnya
mengucapkan “Bismillah, wa’ala millati Rasulillah” (Dengan nama Allah dan di atas agama Rasulullah).” (HR. Abu Dawud)
10)Menempelkan pipi mayat yang kanan dan diletakkan di atas ganjalan atau
batu atau tanah.
11)Meletakan sesuatu di belakangnya dari tanah atau lainnya agar ia tidak jatuh
dan selalu menghadap kiblat.
12)Menutup kubur dengan tanah dan meninggikannya sejengkal dari tanah, jika
tidak ada tanah bisa dengan lainnya. Dan tidak diratakan dengan tanah,
dengan tujuan agar diketahui, kemudian dijaga dan tidak dihinakan. Hal ini
berdasarkan hadits riwayat Jabir r.a.:
رو
ﺎ
ا
ﻋ
و
ﺪ أ
و
ﻋ
ﷲا
ﻰ
ا
نأ
ﺮ ﺷ
اﻮ
ضرﻷا
ﺮ
)
ﻬ او
نﺎ
إ
اور
(
43
42
Artinya:“Bahwasanya Nabi SAW dibuatkan lahad baginya, ditimbunkan batu bata di atasnya, dan ditinggikan kuburnya dari tanah sekitar sejengkal .”(HR.Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi)
13)Hendaknya kubur dibuat menjadi gundukkan, berdasarkan hadits Sufyan
at-Tammar, bahwasanya dia berkata:
أ
ﺎﻤ
و
ﻋ
ﷲا
ﻰ
ا
ﺮ
ىأر
أ
ﺪ
.
)
ر
او
ﺎ ا
ىر
(
44Artinya:“Aku melihat kubur Nabi SAW berbentuk gundukkan tanah.”
(HR.Al-Bukhari)
14)Memberi tanda berupa batu atau yang semisalnya, agar bisa dikuburkan
didekatnya yang meninggal kemudian dari keluarganya, berdasarkan hadits
Muthallib bin Abdullah, bahwasanya dia berkata:
ﻋ
تﺎ
ﺎﻤ
زﺎ
جﺮ أ
نﻮ
نﺎﻤ
,
ﻰ
ا
ﺮ ﺄ
ﺪ
ﻤ
ﻄ
ﺮ
ﺄ
نأ
ر
و
ﻋ
ﷲا
,
ﺎﻬ إ
مﺎ
ﻋارذ
ﻋ
ﺮ و
و
ﻋ
ﷲا
ﻰ
ﷲا
لﻮ ر
لﺎ
آ
لﺎ
ﻄﻤ ا
:
و
ﻋ
ﷲا
ﻰ
ﷲا
لﻮ ر
ﻋ
ﻚ ذ
ﺮ
يﺬ ا
لﺎ
لﺎ
:
و
ﻋ
ﷲا
ﻰ
ﷲا
لﻮ ر
ﻋارذ
ضﺎ
ﻰ إ
ﺮ أ
ﺄآ
ﻮ
ﺎﻬ ﻤ
ﺎﻤﻬ ﻋ
ﺮ
لﺎ و
أر
ﺪ ﻋ
ﺎﻬ ﺿ
:
ﺮ
ﺎﻬ
أ
هأ
تﺎ
إ
دأو
أ
) .
دواد
ﻮ أ
اور
(
45Artinya:“Ketika Utsman bin mazh’un meninggal, maka dikeluarkanlah jenazahnya
dan dikuburkanya, kemudian Rasulullah SAW memerintahkan seseorang agar
43
Abu Bakar Ahmad bin al-Husein bin Ali al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, (Beirut: Dar el-Fikr), Jilid 4, h.410.
44
Abdullah Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim, Shahih al-Bukhari, Nomor hadits 1390, h.130.
45
membawakan batu kepadanya, maka beranjaklah orang itu mengambil batu, tetapi ternyata dia tidak kuat mengangakatnya, maka beranjaklah Rasulullah SAW menuju batu tersebut dan menyisingkan kedua lengannya. Muthallib berkata: Berkatalah orang yang mengabarkan kepadaku dari Rasulullah SAW, “Sepertinya aku melihat kepada putihnya kedua lengan Rasulullah SAW ketika disingsingkan.” Kemudian Rasulullah SAW membawa batu tersebut dan meletakkan pada tempat kepala Utsman bin mazh’un seraya berkata, “Agar menjadi tanda bagi kuburan saudaraku ini, dan aku kuburkan disisinya orang yang meninggal dari keluargaku.”(HR. Abu Dawud)
15)Orang yang menghadiri penguburan mayat hendaknya memegang tiga
gumpalan tanah di atas kubur di sisi kepala mayat kemudian menaburkannya
dengan kedua tangannya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah r.a.:
ةزﺎ
ﻰ ﻋ
ﻰ
و
ﻋ
ﷲا
ﻰ
ﷲا
لﻮ ر
نأ
ﺮ
ﻰ أ
ﺎ
أر
ﻋ
ﻰ
ﻤ ا
) .
ﺔ ﺎ
إ
اور
(
46
Artinya:“Bahwasanya Rasulullah SAW menshalati jenazah kemudian mendatangi
kubur dan menaburkan di atasnya pada sisi kepalanya tiga kali.”(HR.Ibnu Majah)
16)Orang yang mengiringi mayat hendaknya menunggu setelah penguburan
dengan waktu kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk menyembelih unta dan
membagikan dagingnya kepada orang-orang miskin agar mayat merasa
tentram dengan mereka.
17)Berdiri di sisi kubur sambil mendoakan keteguhan bagi mayat, memohonkan
ampun baginya, dan memerintahkan orang-orang yang hadir agar melakukan
hal yang serupa. Hal ini berdasarkan hadits Utsman bin ‘Affan r.a.
bahwasanya dia berkata:
46
ﻋ
و
ﻤ ا
د
غﺮ
اذإ
و
ﻋ
ﷲا
ﻰ
ا
نﺎآ
لﺎ
:
لﺄ
ن ا
ﺈ
ﺎ
اﻮ و
ﻜ ﻷ
اوﺮ
ا
).
ﻮ أ
اور
دواد
(
47Artinya:“Adalah Nabi SAW jika selesai dari penguburan mayyit, dia berdiri di sisi
kubur sera