• Tidak ada hasil yang ditemukan

Degradasi Lingkungan Studi Kasus Perubah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Degradasi Lingkungan Studi Kasus Perubah"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS IDENTIFIKASI DEGRADASI LINGKUNGAN

Studi Kasus: Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan (

Landuse Change

)

Terhadap Siklus Hidrologi (Neraca Air) dan Laju Sedimentasi

Final Assignment Paper of Environmental Health and Degradation

Graduate School of Environment Science Magister Program of Environmental Management

Written by:

SYAMPADZI NURROH NIM: 13/354980/PMU/7908

Lecture:

Dr. Slamet Suprayogi, M.S.

GRADUATE OF SCHOOL

GADJAH MADA UNIVERSITY

Y O G Y A K A R T A

(2)

1 | P a g e

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 1

DAFTAR TABEL ... 2

DAFTAR GAMBAR ... 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 3

1.2. Tujuan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi... 6

2.2. Klasifikasi Penggunaan Lahan ... 8

2.3. Dampak Landuse Change ... 10

2.3.1. Catchment Area (daerah tangkapan air) ... 10

2.3.2. Lahan Pertanian ... 12

2.4. Laju Sedimentasi ... 15

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Profil Degradasi Lingkungan ... 16

3.1.1. Perubahan Keseimbangan Neraca Air (Water Balance) ... 16

3.1.2. Peningkatan Laju Aliran Permukaan (Surface Runoff) ... 18

3.1.3. Peningkatan Laju Sedimentasi ... 22

3.2. Identifikasi Landuse Change ... 24

3.2. Analisis Degradasi Lingkungan ... 26

3.2. Analsisi Upaya Penanggulangan Degradasi Lingkungan ... 29

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan ... 31

4.2. Saran ... 31

(3)

2 | P a g e

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Keseimbangan neraca air di dunia dan distribusi aliran permukaan ... 7

Tabel 2.2. Distribusi keseimbangan neraca air di dunia (44.800 km3) serta kemampuan (rechargeable) sumberdaya air dalam m3/kapita/tahun... 7

Tabel 2.3. Klasifikasi penggunaan lahan ... 8

Tabel 2.4. Klasifikasi penggunaan lahan RTRW Puncak Kabupaten Bogor ... 9

Tabel 2.5. Simulasi kehilangan tanah (ultisol) dengan intensitas hujan 120 menit ... 14

Tabel 3.1. Neraca air di Sub-DAS Cimanuk Hulu ... 16

Tabel 3.2. Penutupan lahan di Sub-Das Cimanuk Hulu ... 16

Tabel 3.3. Neraca air di berbagai DAS hulu di pulau Jawa ... 17

Tabel 3.4. Penggunaan lahan tahun 2010 di Puncak, Kabupaten Bogor ... 17

Tabel 3.5. Perbedaan luas penggunaan lahan tahun 2005 dan tahun 2010 Kabupaten Bogor, Puncak ... 19

Tabel 3.6. Perbedaan luas penggunaan lahan tahun 1984 dan tahun 1991 ... 20

Tabel 3.7. Analisis dampak Landuse Change terhadap neraca air dan sedimentasi ... Tabel 3.8. Perbedaan luas penggunaan lahan tahun 1984 dan tahun 1991 ... 26

Tabel 3.9. Analisis upaya penanggulangan degradasi lingkungan ... 29

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Aliran permukaan (runoff) akibat penggunaan lahan terbangun (pemukiman) lapisan tanah menjadi impermeable layer. ... 4

Gambar 1.2. Aliran permukaan (runoff) menyebabkan peningkatan laju sedimentasi. ... 5

Gambar 2.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi ... 6

Gambar 2.2. Rational runoff coefficients (koefisien aliran limpasan permukaan) berdasarkan tipe penggunaan lahan (landuse) ... 11

Gambar 2.3. Klasifikasi Pola (pattern) aliran sungai di Ekosistem daerah aliran sungai ... 12

Gambar 2.4. Pengaruh soil cover dalam pertanian terhadap erosi tanah dan sedimentasi 14 Gambar 2.5. Pengaruh residu cover terhadap laju infiltrasi ... 16

Gambar 2.6. Proses sedimentasi yang membawa material di badan sungai ... 17

Gambar 3.1. Data analisis hidrograf proses direct runoff ... Gambar 3.2. Konsep dampak perubahan tutupan lahan dan pengelolaan dalam perhitungan laju aliran permukaan ... 18

Gambar 3.3. Kondisi 10 tahun terakhir Debit aliran DAS Ciliwung Hulu ... 19

Gambar 3.4. Rekapitulasi distribusi sedimentasi pada jenis tutupan lahan ... 22

Gambar 3.5. Ilustrasi proses perubahan tutupan lahan menjadi lahan terbangun ... 24

Gambar 3.6. Rekapitulasi data perubahan penggunaan lahan ... 25

(4)

3 | P a g e

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengelolaan lingkungan terkait antara hubungan faktor abiotik, biotik dan

sosial budaya pada lokasi tertentu, hal ini berkaitan dengan kawasan bentanglahan

yang mencakup pada sistem ekologi dan ekosistem lokasi tersebut. Dalam

pengelolaan lingkungan hidup bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat

merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan

dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup tertuang dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan hidup. Dinamika dalam pengelolaan lingkungan

mengalami perkembangan secara signifikan dari waktu ke waktu sehingga UU

Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dilakukan

pembaharuan menjadi UU RI Nomor 32 Tahun 2009. Hal ini diperlukan untuk

lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak

setiap orang untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat sebagai bagian

dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem. Kepastian hukum menjadi

portal dalam pengelolaan lingkungan untuk proses kegiatan pencegahan

(preventif) dan sanksi administratif dalam pencemaran dan Perusakan lingkungan

hidup (Hardjasoemantri 1999).

Salah satu fenomena degradasi lingkungan hidup dari aktivitas manusia

adalah perubahan penggunaan lahan yang telah ditetapkan suatu kawasan oleh

pemerintah yang disebabkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Perubahan

penggunana lahan (Landuse Change) berdampak terhadap siklus hidrologi baik secara regional (mikro) maupun dalam skala nasional. Komponen hidrologi yang

terdiri dari presipitasi, infiltrasi, perlokasi, surface flow, subsurface flow, dan

storage water (cadangan airtanah). Komponen tersebut dapat direkapitulasi dengan estimasi pengukuran jumlah total air yang turun dalam suatu kawasan

(5)

4 | P a g e

Perubahan penggunaan lahan di daerah resapan air sangat berdampak

terhadap Water Balance pada daerah tersebut. Daerah resapan air dibatasi oleh ekosistem aliran sungai, daerah tersebut berfungsi menangkap, menyimpan dan

mengalirkan air melalui badan sungai menuju ke single outlet yaitu laut. Sehingga dengan menurunnya fungsi daerah resapan akibat dari landuse Change

(kawasan hutan dikonversi menjadi pemukiman, pertanian, industri) menyebabkan

pengaruh terhadap siklus hidrologi hal ini berkaitan dengan neraca air daerah

tersebut, dengan menurunnya laju infiltrasi ke dalam tanah (kawasan hutan) maka

akan meningkat surface flow (pemukiman, pertanian, industri) yang menyebabkan peningkatan laju aliran permukaan (runoff). Fenomena runoff menyebabkan aliran sungai meningkat berakibat terhadap daya tampung badan sungai tersebut, hal ini

yang menyebabkan terjadinya fenomena banjir di daerah hilir. Berikut ini

disajikan pada Gambar 1.1. mengenai aliran permukaan (runoff) akibat penggunaan lahan terbangun (pemukiman) lapisan tanah menjadi impermeable layer.

Gambar 1.1. Aliran permukaan (runoff) akibat penggunaan lahan terbangun (pemukiman) lapisan tanah menjadi impermeable layer (Sumber : Syampadzi 2014)

Fenomena runoff menyebabkan peningkatan laju sedimentasi yang disebabkan penurunan landcover (hutan) menjadi pemukiman, hal ini berkaitan dengan fenomena longsor dan erosi tanah. Berikut ini disajikan pada Gambar 1.1.

(6)

5 | P a g e

sedimentasi akibat penggunaan lahan terbangun (pemukiman) lapisan tanah

menjadi impermeable layer dan pertanian penurunan (land cover).

Gambar 1.2. Aliran permukaan (runoff) menyebabkan peningkatan laju sedimentasi (Sumber : Syampadzi 2010)

Studi kasus “Pengaruh perubahan tutupan lahan (landuse Change)

terhadap Siklus Hidrologi-Neraca air (Water Balance) dan Laju

Sedimentasi” ini dalam analisis identifikasi degradasi lingkungan merupakan

contoh kasus dimana permasalahan yang disebabkan oleh perubahan penggunaan

lahan (landuse change) yang berdampak terhadap peningkatan laju aliran permukaan (runoff) dan peningkatan laju sedimentasi.

1.2. Tujuan

Berdasarkan latar belakang seperti telah diuraikan , maka dirumuskan

bahwa studi kasus “Analisis Identifikasi Degradasi Lingkungan: Studi Kasus

Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan (Landuse Change) Terhadap Siklus

Hidrologi Neraca Air (Water Balance) dan Laju Sedimentasi” sebagai

pendekatan untuk mempelajari proses degradasi lingkungan. Berkaitan dengan hal

tersebut, maka tujuan kajian ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis

proses-proses permasalahan dalam degradasi lingkungan akibat dari perubahan

(7)

6 | P a g e

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Siklus Hidrologi

Proses utama siklus hidrologi yaitu evapotranpirasi dan presipitasi.

Presipitasi yang jatuh ke lahan dapat dievaporasi kembali (secara langsung dari

permukaan tanah atau secara tidak langsung melalui tanaman dengan proses

evapotranspirasi), infiltrasi ke dalam tanah menjadi storage water (cadangan air tanah), atau menjadi aliran permukaan (surface flow). Aliran permukaan dapat terjadi pada sungai atau saluran air yang terbentuk alami. Air yang masuk ke

dalam tanah (perkolasi) bisa juga mengalir dan biasanya kembali pada waktunya

ke lautan. Berikut ini disajikan pada Gambar 2.1. mengenai siklus hidrologi.

Gambar 2.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi Sumber: (USDA 1997)

Siklus hidrologi merupakan proses alami yang terjadi berulang-ulang

(8)

7 | P a g e

Educational, Scientific and Cultural Organization) mengenai keseimbangan neraca air di dunia. Salah satu perbedaan secara signifikan antara lautan dan

daratan yang saling keterkaitan dalam siklus hidrologi. Evaporasi terbesar terjadi

di lautan (oceans) dan kembali sebagai presipitasi ke lautan sebesar 9% (44.800 km3 dari 502.800 km3). Evaporasi yang terjadi di lautan dalam bentuk kelembaban

udara (air humidity), baik di daratan (continental evaporator) kembali ke lautan melalui (surface flow; subsurface; run-off) (exorheic areas) dan juga badan air di daratan yang tidak mengalir ke lautan (endorheic areas). Berikut ini Tabel 2.1. dan Tabel 2.2. mengenai keseimbangan neraca air di dunia.

Tabel 2.1 Keseimbangan neraca air di dunia dan distribusi aliran permukaan

menuju lautan (outlet).

Komponen

Satuan Laut Air Permukaan Badan air Total

Water Balance Oceans ExorheicArea Endorheic Area

Evapotranpiransi mm/hari 1.393 548 300

kemampuan (rechargeable) sumberdaya air dalam m3/kapita/tahun.

Benua Discharge (%) Rechargeable (m3/kapita/tahun)

Asia 31,5 3.920

Eropa 6,70 4.200

Afrika 9,80 5.720

(9)

8 | P a g e

2.2. Klasifikasi Penggunaan Lahan

Landuse (penggunaan lahan) merupakan bentuk-bentuk rekayasa yang dilakukan oleh manusia dalam bentanglahan dalam pengelolaan lingkungan. Pada

hakekatnya untuk mendapatkan kesejahteraan dalam mengelola sumberdaya alam

yang dimiliki sesuai kemampuan daya tampung dan daya dukung lingkungan

tersebut. Berikut ini Tabel 2.3. mengenai klasifikasi penggunaan lahan

dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial.

Tabel 2.3. Klasifikasi penggunaan lahan

No Kelas

9 Coastal formations bays & estuaries

10 Stream (drainage network)

11 Irrigation and drainage canals

12 Vegetated area

13 Cultivated area

14 Permenently cultivated area

15 Sawah Irrigated

34 Non vegetated, non cultivated area

35 Barren land (eroded area)

36 Settlement and built-up area

37 Town

38 Village

(10)

9 | P a g e

Salah satu contoh peraturan daerah mengenai Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW), hal terkait mengenai Landuse (penggunaan lahan) yang menjadi konsentrasi pengembangan daerah berdasarkan potensi dan sumberdaya

alam. Berikut ini Tabel 2.4. mengenai klasifikasi penggunaan lahan RTRW

Kabupaten Bogor.

Tabel 2.4. Klasifikasi penggunaan lahan RTRW Kabupaten Bogor

No Penggunaan Lahan Jenis Penggunaan Lahan

1 Lahan Pertanian Pertanian lahan basah, perkebunan, tegalan, ladang, Pertanian lahan kering,

2 Hutan Kawasan hutan sebagai fungsinya hutan lindung, hutan produksi, hutan konservasi dan cagar alam Hutan rakyat

3 Lahan kosong Semak belukar, padang rumput, lahan kritis 4 Tubuh air Sungai, danau, situ, empang dan mata air

5 Lahan terbangun PD1: kawasan pemukiman pedesaan (hunian rendah) PD1: kawasan pemukiman pedesaan (hunian jarang) PD1: kawasan pemukiman perkotaan (hunian rendah) PD1: kawasan pemukiman perkotaan (hunian sedang) PD1: kawasan pemukiman perkotaan (hunian padat) Sumber: WWF (2006) dan Peraturan Daerah (RTRW) Kabupaten Bogor No.19 Tahun 2008

Pemanfaatan lahan berpengaruh terhadap degradasi lingkungan apabila

tidak dikelola secara lestari baik secara ekologi, ekonomi dan sosial. Sehingga

diperlukan mitigasi dan perencanaan yang tepat guna dalam pengembangannya.

Salah satu fenomena degradasi lingkungan akibat landuse Change adalah peningkatan laju aliran permukaan (runoff) dan proses sedimentasi. Laju aliran permukaan meningkat akibat meningkatnya lahan terbangun sedangkan

sedimentasi terjadi akibat peningkatan runoff diiringi oleh daerah budidaya

pertanian yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan air.

Fenomena landuse change dalam skala besar dapat menyebabkan bencana alam seperti banjir di daerah hilir, ekosistem daerah sungai bagian hilir.

Peningkatan laju aliran permukaan mengakibatkan debit aliran sungai menjadi

lebih besar hal ini yang menyebabkan banjir terjadi, badan sungai tidak mampu

menampung debit aliran, hal ini terkait dengan daya tampung dan daya dukung

(11)

10 | P a g e

2.3. Dampak Landuse Change

2.3.1 Catchment Area (daerah tangkapan air)

Bagian hulu dari ekosistem aliran sungai merupakan daerah tangkapan air.

Daerah tangkapan air merupakan daerah yang memiliki karakteristik dalam

pengelolaan air dari daerah hulu ke hilir, sehingga daerah ini berada pada seluruh

wilayah yang meiliki aliran-aliran sungai yang mengalir baik dari hulu maupun

hilir hingga mencapai satu single outlet (laut).

Suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit alam berupa kawasan

yang dibatasi oleh pemisah topografis berupa punggung-punggung bukit yang

menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke

sungai utama (Sunarti 2008) dan kemudian menyalurkannya ke laut (Asdak 2002).

Wilayah daratan tersebut dinamakan Daerah Tangkapan Air (DTA atau catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai

pemanfaat sumberdaya alam (Asdak 1995). Daerah tangkapan air Menurut Lee

(1998), daerah tangkapan air meliputi semua titik yang terletak di atas elevasi

(ketinggian tempat) stasiun penakar dan di dalam batas topografi atau igir

(topographic divide) yang memisahkan daerah-daerah tangkapan beragam cukup besar dengan komposisi dan struktur lapisan batuan di bawahnya. Bagian hulu

dari suatu DAS merupakan daerah yang mengendalikan aliran sungai dan menjadi

suatu kesatuan dengan bagian hilir yang menerima aliran tersebut (Soewarno

1991).

Catchment area yang mempunyai fungsi-fungsi tersebut akan mengalami degradasi ketika terjadi perubahan terhadap tutupan lahan, catchment area

memiliki tutupan lahan vegetasi rapat dan baik. Tumbuh secara alami sesuai

bentanglahan dan intervensi manusia masih sedikit, akan tetapi ketika intervensi

manusia (perubahan penggunaan lahan) maka akan menurunkan kualitas daerah

tangkapan tersebut (peningkatan laju aliran permukaan). Berikut ini disajikan

pada Gambar 2.2. mengenai estimasi dampak perubahan penggunaan lahan

(12)

11 | P a g e

Gambar 2.2.Rational runoff coefficients (koefisien aliran limpasan permukaan) berdasarkan tipe penggunaan lahan (landuse) Sumber: Viessman, et al (1996), Malcom (1999) dalam NCDENR

Manual (2009)

Berdasarkan pada data penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

perubahan penggunaan lahan akibat peningkatan pemukiman (aspal, beton,

rumah, atap rumah) memiliki koefiesin (>0,85). Hal ini tekat persentase air hujan

(rainfall) yang turun pada suatu kawasan tertentu dialirkan sebesar > 85% menjadi

aliran limpasan permukaan (runoff). Sedangkan hutan (wooded area) hanya sebesar (0,15) yaitu mengalirkan air hujan menjadi aliran permukaan sebesar 15%

dari total curah hujan yang turun pada kawasan tersebut.

Perubahan penggunaan lahan (catchment area) menjadi lahan terbangun menjadi fenomena degradasi lingkungan dari tahun ke tahun, akibat kebutuhan

lahan sebagai pemukiman yang diiringi oleh peningkatan penduduk yang semakin

meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini yang menyebabkan proses degradasi

lingkungan semakin menurun, fenomena banjir di daerah hilir menjadi fenomena

tahunan pada musim hujan seperti di DKI Jakarta akibat catchment area DAS Ciliwung menurun kualitasnya.

Selain perubahan penggunaan lahan, faktor geomorfologi sungai

mempengaruhi peningkatan laju degradasi lingkungan khusunya fenomena banjir

dimana debit aliran yang masuk ke sungai melebihi daya tampung dan daya

dukungnya. Sungai memiliki pola tertentu berbeda dengan satu sama lainnya

(13)

12 | P a g e

sungai melupa akibat durasi yang singkat dan terkosentrasi pada daerah yang kecil

di daerah tangkapan air berbeda intensitas curah hujannya.

Berdasarkan Gambar 2.3. mengenai pola bentuk sungai yang

mempengaruhi debit aliran sungai saat terjadi presipitasi, hal ini berkaitan dengan

laju aliran permukaan air (runoff) yang masuk ke badan sungai, DAS Ciliwung memiliki pola sungai dendritik, hal ini menyebabkan peningkatan degradasi

lingkungan terkait percepatan aliran sungai menuju hilir akibat pola aliran sungai.

Berikut ini disajikan pada gambar dibawah ini mengenai bentuk morfologi sungai

yang mempengaruhi peningkatan degradasi lingkungan, perbedaan pola aliran

yang mempengaruhi percepatan aliran sungai menuju ekosistem daerah aliran

sungai di daerah hilir.

(14)

13 | P a g e

2.3.2 Lahan Pertanian

Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian dapat

menyebabkan peningkatan laju aliran permukaan dan laju sedimentasi. Hal ini

disebabkan oleh proses erosi yang terjadi akibat proses pengolahan tanah yang

tidak memenuhi kaidah konservasi. Arianti et al (2012) menyatakan bahwa pada Sub-DAS Banyuturang dengan penggunaan lahan kebun menghasilkan laju

sedimen sebesar 1.094 mg/liter dan laju erosi 1,308 ton/hari sedangkan pada

Sub-DAS Malang dengan penggunaan lahan tegalan sebesar 402 mg/liter dan 0,718

ton/hari. Kosentrasi sedimen melayang (Cs) berdasarkan standar skala kualitas

Keputusan Menteri KLH No. 2/1988 menyatakan bahwa > 500 mg/liter berskala

sangat jelek. Berdasarkan data tersebut wilayah daerah resapan tersebut telah

mengalami degradasi lingkungan.

Berdasarkan data penelitian bahwa erosi tanah (Soil erosion) yang disebabkan oleh angin dan air merupakan penyebab degradasi utama di dunia,

mempengaruhi hampir 1,6 juta ha (Fu, 1989; Dregne, 1990, 1992; Bridges dan

Oldeman, 1999) seperti grafik data pada gambar dibawah ini. Berikut ini disajikan

pada Gambar 2.4. mengenai estimasi dampak perubahan penggunaan lahan

terhadap laju sedimen dan erosi (soil loss). Hubungan antara kehilangan lapisan tanah dengan tutupan berbanding lurus, semakin tutupan lahan menurun semakin

tinggi tingkat kehilangan lapisan tanah.

Gambar 2.4. Pengaruh soil cover dalam pertanian terhadap erosi tanah dan sedimentasi.

(15)

14 | P a g e

Berdasarkan data penelitian di kawasan budidaya pertanian dengan jenis

tanah ultisol di USA pada perlakuan menggunakan guludan dan tutupan tanaman.

Berikut ini disajikan pada Tabel 2.5. di bawah ini.

Tabel 2.5. Simulasi kehilangan tanah (ultisol) dengan intensitas hujan 120 menit

Sumber: Duiker 2011

Pimentel et al (1995) menyatakan bahwa sisa dari residu tanaman (residue cover) dapat menurunkan laju sedimen sebesar 30% setelah dibandingkan tanpa penggunaan tersebut. Berikut ini disajikan pada Gambar 2.5. mengenai estimasi

infiltrasi terhadap pengolahan tanah dengan menggunakan residu tanaman pada

guludan tanah, minimum guludan, dan tradisional guludan. Hal ini memberikan

gambaran bahwa pengolahan tanah yang mengikuti kedah konservasi tanah lebih

baik terhadap penurunan laju sedimentasi dan erosi.

(16)

15 | P a g e

2.4. Laju Sedimentasi

Overbeek (1979) dalam Ilyas (2002) menyatakan bahwa secara umum ada tipe gerakan dari sedimentasi antara lain angkutan dasar (bed load), angkutan suspensi (suspended load) dan angkutan keras (wash load). Dalam pengertiannya muatan dasar adalah partikel yang terangkut dengan cara bergeser, bergelinding

atau berlompat-lompat, serta selalu dekat atau hampir mengendap ke dasar sungai.

Sedangkan angkutan dasar terdiri dari partikel kasar seperti kikil atau pasir yang

bergerak teratur atau acak dan selalu menyentuh dasar sungai dan angkutan

suspensi bergerak melayang tanpa menyentuh dasar sungai, atau setidak-tidaknya

mempunyai lintasan yang panjang sebelum menyentuh dasar sungai. Ketiga tipe

gerakan tersebut ditentukan oleh kondisi dari dasar gerakan aliran sungai. Berikut

ini Gambar 2.6. mengenai proses sedimentasi yang membawa material di aliran

sungai.

Gambar 2.6. Proses sedimentasi yang membawa material di sungai. Sumber: McCuen 1998.

Pada lahan pertanian Sukrisiyonubowo et al (2004) menyatakan bahwa pada saat pelumpuran terasi perubahan struktur tanah yang drastis dan signifikan, yaitu

bongkahan tanah menjadi struktur lumpuh (puddle structure) akibat benturan langsung saat pencangkulan dan pelumpuran, struktur lumpur dan tekstur halus

(clay) yang terdispersi ini lebih mudah terbawa air dari pada dalam bentuk agregat tanah. Sedimen yang terangkut di lahan sawah umumnya terjadi pada saat

pelumpuran dan volumenya lebih banyak dibandingkan pada saat aktivitas lainnya

(17)

16 | P a g e

BAB III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Profil Degradasi Lingkungan

3.1.1. Perubahan Keseimbangan Neraca Air (Water Balance)

Perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan (Land-use and land-cover change), Turner et al (1995) menyatakan bahwa dampak perubahan tersebut merupakan hal yang mendasar dan penting dalam perubahan degradasi lingkungan

secara spatial dan dalam skala temporal. Hal ini mengenai degradasi lingkungan

terhadap perubahan keseimbangan siklus hidrologi berupa neraca air di suatu

kawasan resapan air. Nurroh (2010) menyatakan bahwa neraca air merupakan

fungsi curah hujan dari hasil penjumlahan evapotranspirasi, debit aliran dan

perubahan kadar air tanah. Berikut ini disajikan pada Tabel 3.1. mengenai neraca

air hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cimanuk Hulu

Tabel 3.1. Neraca air di Sub-DAS Cimanuk Hulu

Bulan Tahun Curah Hujan debit aliran 622,21 mm/tahun (33,90), evapotranspirasi 504,8 mm/tahun (27,30%)

dan kadar air tanah sebesar 720,161 mm (38,80%). Besarnya inflow berupa curah hujan (presipitasi) dan outflow berupa evapotranspirasi, total aliran, dan perubahan kadar air tanah (storage) tersebut dapat mempresentasikan keseimbangan air di Sub-DAS Cimanuk Hulu terjadi surplus air sebesar 720,161

mm/tahun yang tersimpan dalam air tanah. Debit aliran mempresentasikan laju

(18)

17 | P a g e

tutupan lahan hutan sebesar 59,20% dan persentase permukiman sebesar 2,7%.

Hal ini membuktikan bahwa tutupan lahan dan penggunaan lahan mempengaruhi

neraca air. Berikut ini disajikan pada Tabel 3.2. mengenai data tutupan lahan di

Sub-DAS Cimanuk Hulu, Kabupaten Majalengka.

Tabel 3.2. Penutupan lahan di Sub-Das Cimanuk Hulu

No Tutupan lahan Luas (ha) Persentase Luas (%)

1 Hutan 250,5 59,20

2 Pemukiman 11,40 2,70

3 Sawah Tadah Hujan 75,80 17,90

4 Tegalan/ladang sayur 85,70 20,20

Total Luas 423,40 100,00

Sumber: BPDAS Cimanuk-Citanduy (2009)

Sedangkan kasus di DAS Ciliwung hulu debit aliran (runoff) mencapai 72,31% defisit water storage dengan luas permukiman (4225,987 ha) sebesar 35,26%. Hal ini membuktikan bahwa tutupan lahan dan penggunaan lahan

mempengaruhi neraca air, secara signifikan mempengaruhi siklus hidrologi di

daerah tersebut. Berikut ini Tabel 3.3. mengenai neraca air di DAS di pulau Jawa,

khususnya DAS Ciliwung Hulu dan pada Tabel 3.4. mengenai data tutupan lahan

eksisting tahun 2010 (DAS Ciliwung Hulu).

Tabel 3.3. Neraca air di berbagai DAS hulu di pulau Jawa

Tabel 3.4. Penggunaan lahan tahun 2010 di Puncak, Kabupaten Bogor.

No Kategori

Penggunaan lahan 2010 Persentase Perubahan menjadi lahan Terbangun

Ha ha

1 Permukiman 4225,987 2300,187 2 Lahan Pertanian 5634,062 1685,94 3 Tegalan 2122,762 1439,29

(19)

18 | P a g e

3.1.2. Peningkatan laju aliran permukaan (runoff)

Perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan (Land-use and land-cover change), Turner et al (1995) menyatakan bahwa dampak perubahan tersebut merupakan hal yang mendasar dan penting dalam perubahan degradasi lingkungan

secara spatial dan dalam skala temporal. Hal ini mengenai degradasi lingkungan

terhadap peningkatan direct runoff (aliran limpasan permukaan). Berikut ini

Gambar 3.1. mengenai proses terjadinya aliran limpasan permukaan dari data

pengukuran yang dilakukan oleh Mockus (1964).

Gambar 3.1. Data analisis hidrograf proses direct runoff . sumber: Mockus 1964

Secara alami direct runoff akan terjadi di ekosistem daerah aliran sungai, berdasarkan pada gambar diatas bahwa perubahan awal (rising limb) menuju Peak sebesar 116 m3/s peningkatan volume aliran semakin meningkat dari base

flow menjadi rising limb dan kembali ke posisi awal yaitu base flow (aliran dasar). Kondisi hidrologi suatu daerah demikian secara umum dapat dijelaskan

melalui siklus hidrologi antara lain debit aliran permukaan yang masuk ke badan

sungai. Hal ini untuk mempresentasikan parameter kuantitas air, oleh karena itu,

memberikan gambaran umum tentang kondisi hidrologi daerah tertentu dengan

melihat hasil-hasil penelitian terdahulu, mulai dari yang bersifat eksploratif

sampai penelitian detil.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa di daerah aliran

sungai (DAS) Ciliwung Hulu dengan input presipitasi 100% terdistribusi ke dalam

(20)

19 | P a g e

lain-lain di luar siklus sebesar (6,47%) (Warnoyo 2008). Berdasarkan data

tersebut input dari presipitasi terdistribusi terbesar adalah limpasan, hal ini sesuai

dengan penelitian Rachmawati (2013) menyatakan bahwa penggunaan lahan di

wilayah penelitian dibagi berdasarkan metode analisis daya dukung bioekologi

yang dikeluarkan oleh Global Footprint Network (GFN) dan World Wildlife Fund

(WWF), yaitu lahan terbangun, lahan pertanian, Adang rumput/peternakan/ladang,

perairan, hutan dan hutan produksi berubah dalam kurun waktu 5 tahun akibat dari

peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan di kabupaten Bogor

terutama di sektor pariwisata sehingga lahan permukiman bertambah sebesar

2300,187 ha dan berkurangnya lahan pertanian seluas 1685,94 dan penggunaan

tegalan sebesar 1439,29 ha. Berikut ini Tabel 3.5. mengenai hasil data penelitian

penggunaan eksisting Kabupaten Bogor, Puncak (DAS Ciliwung Hulu).

Tabel 3.5. Perbedaan luas penggunaan lahan tahun 2005 dan tahun 2010

1 Permukiman 1925,8 4225,987 2300,187 2 Lahan Pertanian 7320 5634,062 1685,94 3 Tegalan 3562,05 2122,762 1439,29

Total 12.807,85 11.982,81 Sumber: Rachmawati (2013)

Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa aliran limpasan

meningkat dengan input presipitasi 100% terdistribusi ke dalam inflitrasi (9,13%),

Evapotranspirasi (12,09%), dan aliran limpasan (72,31%). Aliran limpasan

meningkat sampai (72,31%) akibat dari perubahan penggunaan lahan pertanian

dan hutan menjadi penggunaan lahan terbangun. Sehingga terasi secara signifikan

Degradasi lingkungan terkait komponen biotik yaitu hidrologi. Berikut ini

Gambar 3.2. mengenai prinsip konsep dampak perubahan tutupan lahan dan

(21)

20 | P a g e

Gambar 3.2. Konsep dampak perubahan tutupan lahan dan pengelolaan dalam perhitungan laju

aliran permukaan. Sumber: Mockus (1964)

Berikut ini Tabel 3.6. mengenai hasil penelitian tentang analisis tutupan

lahan terhadap runoff ratio.

Tabel 3.6. Perbedaan luas penggunaan lahan tahun 1984 dan tahun 1991

No Kategori

Penggunaan Lahan 1984 Penggunaan lahan 1991 Ha Persen Ha Persen 1 Permukiman 1.481 3,9% 3,481 9,1% 2 Sawah 15.834 41,2% 10.158 26,5% 3 Tegalan/ladang 3.238 8,4% 7.228 18,8% 4 Perkebunan Teh 11.114 28,9 11.002 28,7% 5 Hutan 6.620 17,5 6.580 17%

Total 38.401 100% 38.401 100%

Runoff Ratio 39,2 41,2

Sumber: Harto dan Kondoh (2010)

Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai perubahan penggunaan

lahan menggunakan Citra Landsat 1984 dan 1991. Trendline terhadap penggunaan lahan terbangun semakin meningkat. Pada tahun 1984 seluas 1.481 ha dan pada

tahun 1991 seluas 3.481 ha, persentase peningkatan sebesar 9,1% meningkatkan

runoff ratio sebesar 41,2% yang pada awalnya 39,2%. Hal ini membuktikan bahwa tutupan lahan hutan yang di konversi menjadi permukiman meningkatkan

laju aliran permukaan. Berikut ini Tabel 3.7. mengenai debit aliran sungai DAS

(22)

21 | P a g e

Tabel 3.7. Rekapitulasi data debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu.

Besarnya debit (m3/det)

No Tahun Qmaks Qmin KRS Q andalan waktu Kejadian (Qmaks/Qmin) Q maks 1 1999 610,5 1,7 357,0 19,0

2 2000 525,5 1,7 307,3 11,7 3 2001 411,7 3,5 119,0 22,1 4 2002 525,5 6,8 77,9 22,8

5 2004 21,1 1,2 17,2 26,7 19/02/2004 6 2005 26,1 1,4 18,9 29,2 18/01/2005 7 2006 44,7 3,1 14,3 38,7 09/02/2006 8 2007 132,8 0,6 217,7 42,1 03/02/2007 9 2008 52,8 4,6 11,6 75,0 18-19/03/2008 10 2009 451,5 7,3 61,9 78,5 13/01/2009

Rata-rata 280,2 3,2 120,3 36,6

Sumber: Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (2010)

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi hidrologi di

daerah kajian telah mengalami degradasi lingkungan secara kuantitas air dengan

peningkatan aliran permukaan (runoff), trendline terus meningkat pada tahun 2008-2009 sampai sekarang. Berikut ini Gambar 3.3. mengenai analisis hidrograf

debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu.

Gambar 3.3. Kondisi 10 tahun terakhir Debit aliran DAS Ciliwung Hulu.

(23)

22 | P a g e

3.1.3. Peningkatan laju sedimentasi

Secara alami sedimentasi terjadi akibat dari energi kinetik dari presipitasi

yang turun dan terjadi tumbukan ke permukaan tanah. Proses tumbukan air hujan

dan tanah mengakibatkan proses erosi tanah, sebagian tanah terbawa oleh air

hujan melalui aliran limpasan permukaan. Pada saat meningkatnya aliran

limpasan permukaan proses sedimentasi terjadinya membawa material yang

diangkut oleh laju aliran permukaan tanah. Berikut ini Gambar 3.4. mengenai

proses sedimentasi secara alami yang terjadi lahan hutan, padang rumput dan

padang pasir.

Gambar 3.4. Rekapitulasi distribusi sedimentasi pada jenis tutupan lahan. Sumber: Duiker 2011

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa proses sedimentasi

akan berkurang jika tutupan lahan berupa hutan walaupun dengan jumlah

presipitasi yang lebih besar dibanding tutupan lahan lainnya, hal ini disebabkan

proses terjadinya erosi tanah akibat energi kinetik dari presipitasi yang terjadi

tumbukan antara air hujan dan tanah akan berkurang akibat kanopi yang dimiliki

ekosistem hutan.

Arsyad (1989) menyatakan bahwa Daerah aliran sungai khususnya di

pulau Jawa mengalami erosi yang tinggi, dapat diperkirakan 1,9 juta ha lahan

(24)

23 | P a g e

setebal rata-rata 0,8-1 mm tahun, sedangkan pembentukan tanah dari batuan

dengan tebal 1 cm memerlukan waktu selama 100 tahun pada kondisi iklim

dengan curah hujan (2000-5000 mm/tahun) termasuk kondisi iklim Indonesia

(Sunarminto 2013). Hal ini membuktikan bahwa terjadi degradasi lingkungan

dengan penurunan ketebalan tanah di atas ambang yang diperbolehkan.

Pada lahan pertanian, Tarigan dan Sinukaban (2001) menyatakan bahwa

total sedimen yang keluar selama aktivitas pengolahan tanah dua kali lebih banyak

daripada sedimen yang kelar selama penyiapan penanaman dan enam kali lebih

banyak daripada sedimen yang keluar selama aktivitas penanaman maupun

penyiangan. Ariyanti et al (2012) menyatakan bawa kadar lumpur yang terdapat di saluran air irigasi, sangat dipengaruhi atau lebih tergantung pada aktivitas yang

terjadi di kawasan atas (upstream).

Sedimentasi berdampak pada degradasi lingkungan terkait kualitas air di

badan sungai atau air. hal ini mempengaruhi komponen biotik yaitu biota air,

selain itu berdampak terhadap pendangkalan badan air seperti danau dan waduk.

Sedimentasi membawa material seperti suspended load dan bed material load.

Ilyas (2002) menyatakan bahwa tingkat erosi memberikan dampak

terhadap tingkat laju sedimentasi di sungai dan waduk. Laju sedimentasi yang

tinggi memberikan dampak berkurangnya kapasitas waduk, sehingga umur pakai

waduk secara ekonomis akan lebih pendek dari desain awalnya. Berdasarkan hasil

data penelitian bahwa tingkat erosi yang terjadi di DAS Citarum hulu-Saguling

dengan sistem model spasial sebesar 22 ton/ha/tahun. Dengan tingkat erosi

tersebut mengurangi kapasitas waduk sebesar 21% dimana 881 juta m3 menjadi

688,1 juta m3 air dalam waduk tersebut.

Sedimentasi mengakibat peningkatan kadar COD dan BOD serta

kekeruhan air di badan sungai. Hal tersebut Sedimentasi berdampak pada

degradasi lingkungan terkait kualitas air di badan sungai atau air. hal ini

(25)

24 | P a g e

3.2. Identifikasi Landuse Change

Lambin et al (2001) menyatakan bahwa pola perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan (Patterns of land use, land-cover change) dan manajemen lahan (land management) merupakan hasil interaksi dari ekonomi, lingkungan, sosial ,politik dan teknolog (economic, environmental, social, political and technological) yang memaksa baik dalam skala lokal maupun global yang mengubah pola tutupan lahan yang secara signifikan dalam bentuk kebijakan

pemerintah (policies as of significant importance in driving land-use changes). Dampak perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan terhadap siklus hidrologi

salah satunya adalah banjir (peningkatan laju aliran permukaan). Hal ini berkaitan

dengan floodplain limit akan meningkat mengikuti perubahan tutuapan lahan. Berikut ini Gambar 3.5. mengenai peningkatan floodplain limit akibat perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan.

Gambar 3.5. Ilustrasi proses perubahan tutupan lahan menjadi lahan terbangun.

Sumber: USDA (1997)

Kebijakan pemerintah menjadi kunci dalam perubahan pola tutupan lahan

dan penggunaan lahan. Seperti kejadian banjir di wilayah DKI terus berulang

walaupun banyak program yang sudah dilakukan dengan curahan dana dan usaha

yang besar. Berikut ini Gambar 3.6. data hasil penelitin tentang perubahan

(26)

25 | P a g e

Gambar 3.6. Rekapitulasi data perubahan penggunaan lahan RTRW Puncak Kabupaten Bogor. Sumber: Rachmawati (2013)

Berdasarkan data tersebut, Di Kecamatan Cisarua kawasan hutan berubah

menjadi lahan terbangun seluas 57,85 ha, lahan pertanian berubah menjadi lahan

tebangun seluas 447,03 ha. Sedangkan di Kecamatan Ciawi, kawasan Hutan

berubah menjadi lahan pertanian seluas 557,96 ha dan lahan hutan menjadi lahan

tebangun seluas 1,44 ha. Jika ditotalkan menjadi lahan terbangun seluas 506,05

ha. Perubahan tersebut sangat signifikan yang akhirnya berdampak pada aspek

hidrologi daerah setempat dengan meningkatnya laju aliran permukaan.

Perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan tersebut dampak dari kebijakan

pemerintah yang tidak tegas dan kurangnya penegakan hukum. Karena RTRW

Kabupaten Bogor telah dibuat 10 tahun sebelumnya dengan mempertimbangkan

(27)

26 | P a g e

3.3. Analisis Degradasi Lingkungan

Permasalahan degradasi lingkungan mengenai siklus hidrologi terkait

neraca air (water balance) dan laju sedimentasi yang saling terkait satu sama lain,

Pengelolaan lingkungan terkait fakor abiotik, biotik dan kultural (manusia dan peradabannya), karam adanya hubungan saling terkait (interrelationship) dan saling kebergantungan (interdependency) antar berbagai komponen lingkungan tersebut yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan manusia yang tinggal di dalamnya (Verstappen 1983). Mengenai identifikasi dampak perubahan terhadap siklus hidrologi neraca air dengan peningkatan laju aliran permukaan serta laju

sedimentasi akibat landuse Change. Berikut ini disajikan pada Tabel 3.8. mengenai berbagai penelitian yang menganalisis degradasi lingkungan terkait

perubahan tutupan lahan (landuse change).

Tabel 3.8. Analisis dampak Landuse Change terhadap neraca air dan sedimentasi

No Penelitian Referensi Keterangan

1 The Effect of Landuse Changes on The Water baance in The Ciliwung-Cisadane Catchment,

Berdasarkan hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Base on observation data, there was increased in runoff ratio of Ciliwung River and Cisadane River about 5% and 4% respectively. It indicates that there are some natural or artificial changes of land use that

disturb the river’s flows and other water cycle components such as evapotranspiration. Satellite remote sensing data of 1984 and 199 1 are used to reveal the land use changes. As results, there recognized large amount of change from paddy to cropland allocation and new settlement areas have been developed on paddy and cropland area respectively.

Analisis:

Berdasarkan hasil penelitian bahwa perubahan tutupan menjadi lahan pertanian dan permukiman rasio runoff meningkat sebesar 5%. Trendline terhadap penggunaan lahan terbangun semakin meningkat. Pada tahun 1984 seluas 1.481 ha dan pada tahun 1991 seluas 3.481 ha, persentase peningkatan sebesar 9,1% meningkatkan runoff ratio sebesar 41,2% yang pada awalnya 39,2%. Hal ini membuktikan bahwa tutupan lahan hutan yang di konversi menjadi permukiman meningkatkan laju aliran permukaan.

2 Dampak Pengelolaan Lahan

(28)

27 | P a g e

sedangkan pengelolaan lahan kebun sebesar 1,308 ton/hari dan tegalan sebesar 0,718 ton/hari.

Analisis

Besarnya sedimen yang dibawa oleh aliran air ke badan sungai akibat peningkatan Rational runoff coefficients (koefisien aliran limpasan permukaan) berdasarkan tipe penggunaan lahan (landuse). Hal ini membuktikan bahwa tutupan lahan menjadi faktor penting yang mempengaruhi laju sedimentasi.

3 Effects of landuse change on surface runoff and sediment yield

Berdasarkan hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Erosion and sediment yield from large and small watersheds exhibit different laws. Variations in surface runoff and sediment yield because of landuse change in four watersheds of different scales from 1 km2 to 73 km2 were analyzed. Due to reforestation and farmland terracing,

surface runoff and sediment yield reduced by 20–100% and 10–100% respectively. Reductions in surface runoff were differed significantly under different precipitation regimes. For the large watershed (73 km2) landuse change had similar effects on

surface runoff regardless of changing of precipitation. For the small watershed (1 km2) landuse change had fewer effects on surface runoff under high precipitation.

The relative changes of sediment yield in The four watersheds under reforestation and farmland terracing decreased as precipitation increased from 350 mm to 650 mm, then increased as precipitation increased from 650 mm to 870 mm. Where initial forest coverage rate was below 45%.

Analisis:

Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dengan revegetasi dapat menurunkan 20% aliran permukaan (surface runoff) dan sedimentasi sebesar 10%. Perbedaan luas tangkapan air (DAS) mempengaruhi input presipitasi sehingga aliran permukaan dan sedimentasi akan berbeda.

4 Effects of landuse change on the hydrologic regime of the Mae

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran dilapangan One of the most important concerns regarding forest-to crop landuse change relates to water availability during the dry season. If we compare the simulated unregulated flows for future scenarios with respect to the referenced Vegetation 2000, cropland expansion elevated the dry-season flow by about 4%, and slightly elevated the annual and wet-season flow. The opposite trend was true when croplands were converted to forests as with higher runoff ratio is 0,22 from 0,19

Analisis:

(29)

28 | P a g e

Berdasarkan hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Land use and climate are two main factors directly influencing catchment hydrology, and separation of their effects is of great importance for land use planning and water resources management. we assessed the impacts of land use change and climate variability on surface hydrology (runoff, soil water and evapotranspiration) in an agricultural catchment. Results indicated that The effect of environmental change on surface hydrology. During 1981–2000, about 4.5% of the catchment area was changed mainly from shrubland and sparse woodland to medium and high grassland.. The integrated effects of the land use change decreased runoff, soil water contents and evapotranspiration. land use change decreased runoff by 9.6% respectively, and decreased soil water contents by 18.8%. Land use change increase evapotranspiration by 8.0%.

Analisis:

Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dengan berubahnya lahan hutan menjadi lahan grassland (padang rumput) seluas 4,5% dari luas total. Hal ini berdampak pada peningkatan laju aliran permukaan sebesar 9,6% dengan menurunkan cadangan air tanah sebar 18,8% dengan meningkatnya evapotranspirasi sebesar 8% akibat perubahan iklim mikro dari hutan ke padang rumput.

5 Modeling the impact of land use changes on runoff and sediment yield in the Le Sueur watershed, Minnesota using GeoWEPP.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Sediment delivery from the Le Sueur River watershed is a major concern in the turbidity-impaired Minnesota River. this study implemented a process-based watershed hydrology and upland erosion model, Water Erosion Prediction Project (WEPP), to simulate hydrology and sediment dynamics in several land-use/land-cover scenarios. to estimate runoff fluxes, soil loss rates, and sediment delivery ratio (SDR) for three environmental scenarios: the runoff depth, soil loss rate and SDR (1979–2008 ) were

1. current land-use/ land-cover with agricultural lands under fall mulch till management (scenario 1), is 86 mm, 2.6 T/ha and 0.84

2. current land-use/land-cover with agricultural lands under no till management (scenario 2), is 73.8 mm, 0.5 T/ha, and 0.9

3. pre-settlement land-use/land-cover (skenario 3). Is 70.9 mm, 0.2 T/ha, and 0.73

Analisis:

Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa selama data 30 tahun perubahan tutupan lahan pada skenario satu (lahan pertanian, hutan, permukiman dan padang rumput) peningkatan laju sedimentasi (2,6 ton/ha) dimana hutan 0,53 ton/ha ; padang rumput (0,09 ton/ha); permukiman (3,43 ton/ha). Akan tetapi runoff koefisien lebih besar dibanding hutan, lahan pertanian sebesar (0,099), hutan (0,117), permukiman (0,247) dan padang rumput (0,090). Hal ini dapat diperkirakan bahwa teknologi konservasi di bidang pertanian cukup baik untuk penerapan resapan air untuk mencegah aliran air permukaan.

(30)

29 | P a g e

3.4. Analisis Upaya Penanggulangan Degradasi Lingkungan

Berbagai penelitian mengenai penanggulangan degradasi lingkugnan

terkait keseimbangan neraca air (surface runoff) dan laju sedimentasi. Berikut ini

disajikan pada Tabel 3.9. mengenai hasil penelitian terdahulu.

Tabel 3.9. Analisis upaya penanggulangan degradasi lingkungan

No Penelitian Referensi Keterangan

1 Teknologi Konservasi untuk

Pendekatan teknis maupun regulasi dapat dilakukan, beberapa pendekatan teknis alternatif teknologi konservasi untuk meningkatkan imbuhan/resapan air ke dalam tanah, antara lain: 1. Melakukan rehabilitasi lahan dan konservasi baik secara vegetatif seperti, reboisasi,

hutan kemasyarakatan, strip cropping System, tumpang sari, secara mekanis seperti terasering, saluran/parit jebakan, bangunan bendung penahan

2. Melakukan imbuhan buatan dengan cara sistem imbas, injeksi, ditch dan forrow serta spreading recharge

3. Jembatan sistem peresapan air hujan seperti sumur resapan atau parit resapan..

Analisis:

Permasalahan dalam perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan terhadap siklus hidrologi (neraca air dan laju sedimentasi). Berubahnya neraca air, dimana seharusnya input presipitasi menjadi air tanah berubah menjadi aliran air permukaan yang langsung di bawah oleh aliran sungai ke outlet (laut). Hal ini yang menyebabkan siklus hidrologi menjadi berubah, neraca air di suatu daerah akan berubah terkait cadangan air tanah. Sehingga upaya yang perlu dilakukan saat ini dilahan permukiman adalah membuat peresapan air hujan dengan membuat sumur resapan serta di lahan pertanian dengan melakukan sistem strip cropping sistem untuk pencegahan erosi dan laju sedimentasi.

2 Managing runoff, water quality and erosion in peatland forestry

(31)

30 | P a g e Analisis:

Berikut ini skema pembuatan The Peak runoff Control (PCR)

Sumber: Martilla et al 2010.

Pengembangan teknologi ini berasal dari metode konvensional dalam mengontrol kualitas air berupa sedimentation ponds (kolam bak sedimen) yang sering digunakan oleh masyarakat umum. Dengan berbagai penelitian The Peak runoff Control dapat lebih efektif untuk mengurangi suspended solids (SS) sebesar 86%. dan tidak mempengaruhi kualitas air tanah disekitarnya (No effect on groundwater elevation was observed and drainage conditions for forestry were maintained). Dengan demikian hasil penelitian ini dapat diaplikasi sebagai upaya penangggulangan dampak erosi dan laju sedimentasi di badan sungai dengan peningkatan SS di badan air sungai. The results clearly show Thar the PRC method can be used efficiently in peatland forestry as a water protection method to improve water quality

(32)

31 | P a g e

BAB IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil Analisis Identifikasi Degradasi Lingkungan, Studi

Kasus: Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan (Landuse Change) Terhadap Siklus Hidrologi (Neraca Air) dan Laju Sedimentasi, maka dapat disimpulkan bahwa:

(1) Perubahan tutupan lahan berdampak pada siklus hidrologi (neraca air

dengan defisitnya kandungan airtanah yang disebabkan peningkatan aliran

air permukaan (surface runoff);

(2) Perubahan tutupan lahan berdampak pada laju sedimentasi dengan

berkurangnya tutupan lahan vegetasi menjadi lahan permukiman dan

lahan pertanian tanpa memperhatikan kaedah konservasi air dan tanah;

(3) Berbagai metode dan teknologi dapat diupayakan untuk menanggulangi

degradasi lingkungan akibat perubahan tutupan lahan

(4) Peran aktif pemerintah dan penegakan hukum menjadi kunci ketiaksesuai

peruntukan tata ruang, perubahan tutupan lahan merupakan produk

kebijakan. Sehingga kebijakan menjadi permasalahan utama dari

degradasi lingkungan.

4.2. Saran

Berdasarkan hasil Analisis Identifikasi Degradasi Lingkungan, Studi

Kasus: Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan (Landuse Change) Terhadap Siklus Hidrologi (Neraca Air) dan Laju Sedimentasi, maka saran penulis ialah;

(1) Percepatan penanggulangan degradasi lingkungan akibat perubahan

tutupan lahan dengan Berbagai metode dan teknologi untuk menciptakan

kualitas lingkungan yang baik, karena mendapatkan kualitas hidup yang

baik adalah hak setiap warga negara Indonesia yang di amnahkan di

Undang-Undang Dasar.;

(2) Kerjasama antar sektor menjadi hal penting saat ini untuk memberikan

(33)

32 | P a g e

[BPDAS Ciliwung] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung. 2007. Laporan karakteristik DAS Ciliwung, Buku I (Naskah). Bogor: BPDAS Citarum-Ciliwung, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan

Duiker, SW. 2011. Effect of land use and soil Management on soil properties and processes. In Soil Hydrology, land use and Agriculture (ed M. Shukla). London: CAB International

Georgouilias, B.. 2007. Stromwater Management and calculations. Chapter Revised. London: NCDENR. http://acd.n-BMPMan-ch03-SWCals-SPu.pdf [20 Mei 2014]

Hardjasoemantri, K. 1999. Hukum Tata Lingkungan, Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Harto, AB., Kondoh, A. 1998. The Effect of Land Use Changes on the Water Balance in the Ciliwung-Cisadane Catchment, West Java, Indonesia. In Proceedings: International Symposium On Hydrology Water Resources And Environment Development and Management In Southeast Asia And The Pacific. Korea: Yeungnam University.

Ilyas, MA. 2002. Sedimentasi dan dampaknya pada DPS Citarum Hulu. Jurnal Teknologi Lingkungan: Vol.3 No.2 Hal: 159-164.

Khiatuddin, M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air dengan Teknologi Rawa Buatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lambin, E.F., Turner, B.L., Geist, H., Agbola, S., Angelsen, A., Bruce, J.W., Coomes, O.T., Dirzo, R., Fischer, G., Folke, C., George, P.S., Homewood, K., Imbernon, J., Leemans, R., Li, X.-B., Moran, E.F., Mortimore, M., Ramakrishnan, P.S., Richards, J.F., Skånes, H., Steffen, W., Stone, G.D., Svedin, U., Veldkamp, T.A., Vogel, C. and Xu, J.-C. (2001) The causes of land-use and land-cover change: moving beyond the myths. Global Environmental Change 11, 261–269.

Li, Z., Liu, WZ.,b, Zhang XC., Zheng, FL. 2009. Impacts of land use change and climate variability on hydrology in an agricultural catchment on the Loess Plateau of China. International Journal of Hydrology 377 (2009) 3542. http:/www.elsiver.com/locate/ScienceDirect. [11 Mei 2014]

(34)

33 | P a g e

Nurroh, S., 2010. Aplikasi Tank Model Dan Perhitungan Neraca Air Di Model Das Mikro (MDM) Cisampora Sub-Das Cimanuk Hulu Kabupaten Majalengka. Bogor: Skripsi Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,

Maalim, FK., Melesse, AM., Belmont, P., Gran, KB. 2013. Modeling the impact of land use changes on runoff and sediment yield in the Le Sueur watershed, Minnesota using GeoWEPP. Journal of Soil Science-Hydrology- Catena 107 (2013): pp 3545. http:/www.elsiver.com/locate/ScienceDirect. [11 Mei 2014]

Malingreau, J.P. 1982. Remote Sensing for Agricultural Land Use/Crop Production Studies. Biotrop Workshop on Remote Sensing for Vegetation Studies. Bogor

McCuen, RH. 1998. Hydrologic analysis And Design (2nd Edition). New Jersey: Prentice Hall

Pemerintah Republik Indonesia. 2012. UUPPLH Nomor 32 Tahun 2012. Jakarta: Republik Indonesia. http;//academiaedu.com/syampadzinurroh.

Rachmawati, T. 2013. Kajian Perubahan Penggunaan Lahan dan Daya Dukug Bioekologi Kawasan Puncak Terhadap RTRW Kabupaten Bogor. Tesis: Sekolah Pascasarjana Magister Pengelolaan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada

Tang, X., Zhu, B., and Katou, H. 2012. A review of rapid transport of pesticides from sloping farmland to surface waters: Processes and mitigation strategies. Journal of Environmental Sciences 2012, 24 (3): 351–361. .http:/www.elsiver.com/locate. [11 Mei 2014]

Turner, B.L., Skole, D., Sanderson, S., Fischer, G., Fresco, L. and Leemans, R. (1995) Land-Use and Land-Cover Change: Science/Research Plan. IGBP Report No. 35/HDP Report N. 7, IGBP (International Geosphere-Biosphere Programme) Secretariat, Stockholm, Sweden

United States Environmental Protection Agency. 1998. Estimation of infiltration rate in the vadose zone: application of selected mathematical models volume II. USA: National Risk Management Research Laboratory

Verstappen, CF. 1937. Outline Of The Geomorphlogy of Indonesia a Case Study on Tropical Geomorphology of a Tectogene Region. Netherlands: ITC Wibowo, M. 2003. Teknologi Konservasi untuk penanganan kawasan resapan air

dalam suatu daerah aliran sungai. Jurnal Teknologi Lingkungan (P3TL-BBPPT) 4 (1): hal 8-13.

Waryono, T. 2004. Aplikasi teknologi sumur resapan ramah lingkungan dalam kancah revitalisasi air tanah. Lokakarya Regional Revitaslliasai Air Tanah melalui peresapan Buatan. Jakarta: Departemen Kimpraswil

Gambar

Gambar 1.1. Aliran permukaan (runoff) akibat penggunaan lahan terbangun (pemukiman) lapisan tanah menjadi impermeable layer (Sumber : Syampadzi 2014)
Gambar 1.2. Aliran permukaan (runoff) menyebabkan peningkatan laju sedimentasi (Sumber : Syampadzi 2010)
Gambar 2.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi Sumber: (USDA 1997)
Tabel 2.2 Distribusi keseimbangan neraca air di dunia (44.800 km3) serta
+7

Referensi

Dokumen terkait

tak terlupakan.. Kontribusi Media Pembelajaran, Motivasidan Kondisi Tempat Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X Sekolah Menengah Kejuruan

Marinal Indoprima cukup baik dikarenakan tingkat kepuasan karyawan yang naik dan turun, retensi karyawan yang mengalami peningkatan yang tidak stabil,

Pengambilan sampel dilakukan secara berjenjang ( multistages ), yakni setiap UPBJJ-UT dibagi berdasarkan kota dan kelompok belajar. Sampel secara acak ditentukan satu

Daftarkan seorang administrator ke sistem dengan mendaftarkan sidik jari atau kata sandi untuk satu ID pengguna.. Pengguna > Pengguna Baru > Hak: Admin >

niger, maka cendawan dipindahkan ke dalam media PDA yang telah disiapkan untuk di identifikasi.Biakan induk diperbanyak dengan menumbuhkannya ke dalam media PDA

Modal usaha dari pinjaman kredit tersebut dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima disekitar Jalan Jawa Jember menjadi 3 kepentingan yakni untuk kepentingan produksi,

• Proposal disusun sesuai panduan, namun ada beberapa hal yang perlu dilengkapi: Rencana Target Capaian artikel ilmiah dimuat di Jurnal Internasional Terindeks

Organisasi  pengetahuan  yang  dimiliki  juga  meningkatkan  belajar.  Bahan  ajar  yang  terorganisir  dengan  baik  tentunya  akan  lebih  mudah