• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anak dan Kekerasan Kritik terhadap Cerpe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Anak dan Kekerasan Kritik terhadap Cerpe"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ANAK DAN KEKERASAN: KRITIK TERHADAP CERPEN

“PADA SUATU HARI, ADA IBU DAN RADIAN” KARYA

AVIANTI ARMAND

Achmad Muchtar 12/335233/SA/16701

PENGANTAR

Akhir-akhir ini cerpen mulai marak di surat kabar—yang kemudian disebut sebagai sastra koran. Surat kabar nasional seperti Kompas, Koran Tempo, Republika,

Media Indonesia, Jawa Pos, Suara Merdeka, dan sebagainya meramaikan istilah sastra koran itu sendiri. Sastra koran menunjuk istilah cerpen yang membedakan dengan cerpen kebanyakan. Pembedanya adalah cerpen-cerpen ini lebih dibatasi oleh jumlah karakter—misal cerpen di harian Kompas dibatasi hingga 10.000 karakter termasuk spasi—dan pembukaan cerita yang semenarik mungkin supaya pembaca dapat menikmati cerpen dengan sekali duduk.

Kompas dinilai sebagai media yang banyak melahirkan cerpenis-cerpenis andal, seperti Kuntowijoyo, Radhar Panca Dahana, Seno Gumira Ajidarma, Jujur Prananto, Danarto, Budi Darma, Ratna Indraswari Ibrahim, Djenar Maesa Ayu, hingga Avianti Armand. Setiap tahun—mulai tahun 1992, kecuali tahun 1998—

(2)

untuk Pacarku" karya Seno Gumira Ajidarma, "RT 03 RW 22: Jalan Belimbing Atau Jalan 'Asmaradana'" karya Kuntowijoyo, "Sepi Pun Menari di Tepi Hari" karya Radhar Panca Dahana, "Doa yang Mengancam" karya Jujur Prananto", hingga "Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan Radian" karya Avianti Armand. Kompas secara bertahun-tahun dijadikan ajang kompetisi bagi para cerpenis Indonesia. Seseorang yang cerpennya pernah dimuat di Kompas, maka secara tidak langsung ia mendapat semacam ‘sertifikat pengakuan’ sebagai cerpenis. Kompas hingga saat ini menjadi tolak ukur cerpen berkualitas di Indonesia.

“Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan Radian” adalah cerpen karya Avianti Armand yang menjadi Cerpen Kompas Pilihan 2009—bukan Cerpen Pilihan Kompas karena dipilih oleh dua orang di luar Kompas. Cerpen yang sudah mempunyai label penghargaan pasti kualitasnya tidak bisa diragukan lagi. Namun, mengapa perlu ada yang memperbincangkan lagi bahkan mengkritik cerpen yang sudah memiliki pengakuan sekelas Kompas? Mengapa perlu ada kritikus yang menghakimi cerpen yang sudah diakui sebagai cerpen yang bernilai tinggi?

(3)

bersifat pasif atau sebaliknya. Seperti diketahui bahwa reaksi setiap pembaca dalam membaca karya sastra adalah berbeda-beda dan mungkin tidak akan pernah sama persis bagaimana mereka memaknai sebuah karya sastra. Maka dari itu kritik sastra itu dimunculkan bukan hanya dari satu kalangan atau kelompok saja tetapi dari pembaca dengan latar belakang yang berbeda.

Karya sastra yang sudah dinilai bagus oleh seseorang belum tentu bagus ketika dinilai oleh orang lain. Ini membuktikan bahwa interpretasi setiap orang itu berbeda-beda. Tidak mungkin pendapat setiap orang itu seragam. Tingkat pemahaman setiap orang pun juga berbeda-beda. Apalagi horison harapan setiap pembaca juga pasti berbeda. Horison harapan itu ditentukan oleh latar belakang pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan dalam menanggapi karya sastra (Pradopo, 2003:208). Misalnya, pendapat seorang pembaca karya sastra dan budayawan, pembaca karya sastra akan menilai karya sastra itu berdasarkan karya-karya yang pernah ia baca, berbeda dengan budayawan, ia akan menilai karya-karya sastra berdasarkan nilai-nilai kehidupan yang ia kaitkan dengan kehidupan bermasyarakat. Maka dari itu, kritik terhadap karya sastra itu tak dapat berhenti jika karya sastra itu telah dinilai. Perlu ada pengkritik lain yang memperbincangkannya. Maka dari itu beberapa kritik pun bisa saling melengkapi maupun menimbulkan polemik. Dalam dunia kesusastraan, polemik inilah yang paling banyak dicari.

(4)

karya sastra, seperti memilah-pilah karya sastra itu berdasarkan genre-nya, apakah karya sastra itu termasuk drama, puisi, atau prosa. Kemudian kritikus sastra melakukan analisis terhadap suatu karya, seperti melakukan tafsir terhadap karya sastra. Kemudian puncaknya, kritikus sastra memberikan evaluasi terhadap karya sastra, yaitu dengan menilai karya sastra itu, apakah baik atau buruk.

Abrams (dalam Pradopo, 1997:26—27) membagi karya sastra berdasarkan pendekatannya ke dalam empat tipe, yaitu kritik mimetik—yang memandang karya sastra sebagai tiruan, pencerminan, atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia; kritik pragmatik—yang memandang karya sastra sebagai sesuatu yang dibangun untuk mencapai efek-efek tertentu pada pembaca; kritik ekspresif—yang memandang karya sastra sebagai ekspresi jiwa dari pengarang; dan kritik objektif— yang memandang karya sastra sebagai sesuatu yang berdiri bebas dari pengarang, pembaca, dan dunia yang mengelilinginya.

KRITIK MIMETIK

KRITIK mimetik adalah kritik yang dalam orientasinya memandang karya sebagai

(5)

dapat diterima oleh pembacanya sehingga pembaca dapat membayangkan jika cerita dalam karya sastra itu dapat terjadi di dunia nyata.

Cerpen “Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan Radian” menyajikan sebuah drama keluarga. Sebuah jalinan kekerasan rumah tangga pemabuk yang berujung pada pembunuhan sang ayah sebagai sebab dari penderitaan tak tertanggungkan istri dan anaknya. Cerpen ini menyajikan sebuah realita kehidupan masyarakat perkotaan. Kekerasan dalam rumah tangga yang menjadi dasar dari pembunuhan yang sadis oleh seorang anak bisa saja terjadi di dunia nyata. Seorang anak yang murung luar biasa karena melihat orang yang ia sayangi—ibunya—pasti bisa melaukan hal di luar batasnya sebagai seorang anak. Di sinilah sebuah drama keluarga yang cukup menyeramkan disuguhkan dengan kesedihan-kesedihan yang tersusun rapi dari awal hingga akhir.

Jalinan ceritanya secara garis besar dapat dikatakan logis. Dimulai ketika Radian menggambar ilustrasi mencekam tentang pembunuhan sang naga. Radian secara psikologis menangkap apa yang dirasakannya pada jiwanya yang kemudian ia tumpahkan ke sebuah gambar. Anak bisa saja menggambarkan hal-hal yang tidak biasa karena sepanjang hidupnya ia dijejali oleh fenomena-fenomena yang seharusnya bukan konsumsinya. Ia terlalu banyak melihat kekerasan. Oleh sebab itulah gambar-gambar yang ia gambar terlalu miris untuk sebuah gambar seorang yang masih kanak-kanak.

(6)

kecil dapat membunuh orang yang lebih besar darinya? Hal demikian bisa saja terjadi. Seorang anak pun bisa membunuh orang yang badannya lebih besar darinya—dengan pisau. Lalu pertanyaan berikutnya mungkin adalah apakah sang ayah tidak melakukan perlawanan? Hal demikian mungkin yang patut diperbincangkan dalam cerita ini. Radian menikam ayahnya dari depan, seharusnya terjadi sebuah perlawanan, tetapi di dalam cerpen ini, Radian tidak terluka. Ini membuktikan bahwa di pembunuhan itu tidak terjadi perlawanan dari Ayah Radian Lalu yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah bahwa berapa tinggi si anak ini? Pertanyaan ini muncul kendati sang ayah ditikam dadanya. Apakah mungkin seorang anak yang masih kecil bisa menikam dada ayahnya dari depan dan tanpa perlawanan? Jika Radian memang sudah besar, itu mungkin dapat dikatakan logis, tetapi di dalam cerpen ini, Radian digambarkan masih kecil.

Cerita berlanjut pada pembunuhan hamster. Seorang anak yang selama hidupnya dicekoki oleh kekerasan, mungkin ia akan mempraktikkannya pada sesuatu di sekitarnya. Radian mencekik hamsternya sebagaimana Ayah Radian mencekik Ibu Radian. Ia ingin membuktikan betapa kematian telah mendekati Ibu Radian. Maka dari itulah mungkin Radian ingin sang ayah enyah dari kehidupannya. Emosi demikian bisa saja terjadi pada seorang anak.

(7)

hal yang baru dalam dunia masyarakat kita. Sudah banyak kasus pasangan hamil di luar nikah dan mereka dipaksa kawin. Karena keterpaksaan itulah lalu muncul hubungan yang tidak harmonis dan tidak diinginkan sebelumnya. Ibu Radian tidak mencintai Ayah Radian, begitu sebaliknya. Mungkin dari hal itulah maka terjadilah kekerasan yang bertubi-tubi di antara mereka. Lalu yang membuat mereka tetap bertahan pada hubungan suami istri digambarkan jelas dalam cerpen ini, bahwa orang tua Ibu Radian itu sakit jantung yang dapat berarti ia harus tetap bersama Ayah Radian agar sakit jantung orang tuanya tidak kambuh. Hal ini dapat dikatakan logis, tetapi plot seperti itu membuat kelogisan itu terkean dibuat-buat dan mengada-ada. Memang dalam hal kelogisan, Avianti Armand telah berusaha meyakinkan pembacanya bahwa hal-hal tersebut dapat mungkin terjadi di dunia nyata.

KRITIK OBJEKTIF

KRITIK objektif adalah kritik sastra yang mendekati karya sastra sebagai sesuatu

(8)

Stanton (2012:26) menyebutkan bahwa alur merupakan rangkaian-rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja yang menyebabkan berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Cerpen ini menyajikan alur mundur atau flashback. Dimulai ketika sebuah gambar dan terjadinya pembunuhan. Berikutnya adalah cerita mengenai masa lalu Radian dan Ibu Radian—mengapa Ibu Radian tetap bertahan dengan suami yang selalu menyiksanya hingga alasan-alasan psikologis Radian membunuh ayahnya.

(9)

Latar adalah elemen fiksi yang menyatakan di mana dan kapan terjadinya peristiwa. Menurut Abrams (dalam Pujiharto, 2012: 47—48) latar cerita adalah lingkungan yang secara umum berkenaan dengan tempat, waktu, sejarah, dan sosial yang di dalamnya terjadi aksi. Dalam cerpen ini, latar sangat tergambar jelas. Di rumah dan di sekolah. Latar rumah menjadi yang dominan dalam cerpen ini. Untuk masalah suasana, cerpen ini cukup jelas menggambarkan suasana yang mencekam lewat gambar-gambar yang dibuat Radian dan lewat diksi-diksi berupa simbol yang dapat menjabarkan latar suasana cerpen ini.

Senja menjatuhkan sinar ke atas meja. Radian telah selesai mmenggambar. Ia membalik kertasnya dan menunjukkannya padaku. ...

Jendela kaca memantulkan gambar-gambar suram itu. Perempuan ringkih dan anak rapuh. Anak itu masuk ke dalam kamar dan kembali dengan sepotong handuk. Perlahan ia menggeret kursi untuk ibunya. Dengan lembut, diusapnya luka di wajah perempuan itu. ...

Siang itu, kami berbaring bersisian di lantai, di depan kamar mandi yang berkubang merah, melingkupi tubuh lelaki itu yang pernah hidup. Matahari kuning membanjiri. Terang. Terlalu benderang untuk melihat gambar yang dibuat Radian, dalam menit-menit—entah berapa lama—aku berdiam dalam gelap. Aku menatap matanya, tetapi ia menghindar. Direntangkannya gambarnya di depan wajahku. Aku memicing.

Secara sosial, latar cerpen ini terjadi di perkotaan—dengan tidak digambarkannya suasana sekitar rumah. Latar rumah dalam cerpen ini sepertinya di apartemen atau rumah susun mengingat tidak ada reaksi dari tetangga.

(10)

Sarana-sarana cerita diperlukan untuk bisa mengutarakan masud pengarang. Dalam bukunya

An Introduction to Fiction yang telah diterjemahkan oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad, Stanton membagi sarana-sarana itu mulai dari judul, sudut pandang, gaya, dan tone, simbolisme, hingga ironi (bdk, Stanton 2012:46—47). Judul merupakan identitas suatu karya sastra. Karya sastra dapat dikenal orang, pertama kali melalui judulnya. Dalam kaitannya dengan isi cerita, judul karya sastra pada umumnya relevan dengan karya sastra. Judul cerpen ini adalah Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan Radian yang merujuk pada tulisan mencang-mencong pada gambar yang dibuat Radian. Ini menggambarkan sebuah keinginan sang tokoh utama untuk hidup hanya berdua saja tanpa ayah yang sering menyakiti mereka. Hal ini sangatlah sesuai dengan makna yang terkandung di dalam cerpen ini.

Sudut pandang adalah posisi pusat kesadaran pengarang dalam menyampaikan ceritanya (Pujiharto, 2012:66). Sudut pandang dalam cerpen ini tidak jelas. Dari sudut pandang orang ketiga berubah menjadi sudut pandang orang pertama secara tiba-tiba tanpa aba-aba sebelumnya.

(11)

Perubahan sudut pandang ini bukan satu-dua kali terjadi, maka sebaliknya juga kerapnya perubahan narasi ke tuturan orang ketiga kiranya mempunyai maksud tersendiri.

Malam terasa berat, tetapi sinar bulan cukup untuk meremangkan ruang. Perempuan dalam cermin itu diam, meski tahun-tahun yang tertoreh di wajahnya, di tubuhnya, bertutur. Aku tidak mengenalinya. Wajah itu bukan wajahku. Mata itu bukan mataku. Tubuh itu terlalu kering untukku. Ia sembab dan biru. Mungkin lelah. Atau putus asa. Tetapi, jelas ia marah. Kemarahan membayang seperti sayap-sayap hitam seekor gagak, menyambar dan mencakar-cakar wajah itu, meninggalkan kerut-kerut dalam.

...

PADA SUATU HARI, ADA IBU DAN RADIAN Cuma kita berdua, Ibu.

Perubahan sudut pandang dalam cerpen ini bukanlah peristiwa langka apalagi baru adanya. Meskipun demikian, menilik kerapnya perubahan sudut pandang yang demikian memang kurang bagus untuk sebuah cerpen. Alangkah baiknya jika cerpen ini berfokus pada satu sudut pandang.

(12)

Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita (Stanton, 2012:61—64). Gaya bahasa pado cerpen ini bergaya stactaco, ringan namun mendalam. Kata-katanya dibuat singkat dengan penggambaran suasana yang padat. Ini memang menjadi sebuah ciri dari cerpen bahwa dengan kata-kata yang tidak panjang lebar, dapat menggambarkan secara luas.

Menurut Stanton, simbolisme merupakan cara pengarang dalam menampilkan gagasan dan emosinya agar tampak nyata. Simbolisme dalam cerpen ini sangat banyak dan begitu kuat. Dimulai dengan simbol-simbol yang berbentuk semacam artefak aksi, seperti napas tersengal, muka biru memar, mata lebam, sosis dan selada lumat, dan darah membual. Lalu ada simbolisme yang menyatakan emosi, seperti getir, pedih, takut, amarah, dan tergugu. Lalu ada simbolisme yang menyatakan komunikasi, seperti ujaran, tatapan, senyuman, sentuhan, senyuman, sentuhan, pelukan, dan lemparan. Simbol-simbol berupa warna juga mendominasi suasana mencekam cerpen ini, seperti langit jadi merah, tinta gurita, merah, hitam, kelabu, dan kutipan berikut.

Rasa dingin tiba-tiba merayapi punggungku. Wajah itu terlalu putih, bahkan untuk pagi yang masih biru. Aku segera mendekat. Dan di sana, di balik pintu yang separuh terbuka, tubuh suamiku tergeletak. Sebilah pisau menancap di dada. Darah membual dari lukanya. Lantai yang putih kini berkubang merah. Duniaku seketika hitam.

(13)

2012:36). Tema dalam cerpen ini bukanlah tema baru. Tema ini bahkan sering terjadi di dunia nyata bahwa kekerasan dalam rumah tangga dapat membuat anak menjadi liar. Dalam cerpen ini tema kekerasan dalam rumah tangga menjadi pondasi bergeraknya alur dan berbagai konfliknya.

KRITIK EKSPRESIF

KRITIK ekspresif adalah kritik sasstra yang memandang karya sastra terutama

dalam hubugannya dengan penulis sendiri. Kritik ini mendefinisikan karya sastra sebagai ekspresi, curahan, atau ucapan perasaan, atau sebagai produk-produk imajinasi pengarag yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, dan perasaan-perasaannya (Pradopo, 1997:27).

Avianti Armand adalah seorang arsitek yang lahir pada tanggal 12 Juli 1969 di Jakarta. Ia mengajar sebagai dosen tamu di Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia dan Desain Interior Fakultas Desain Interior Universitas Pelita Harapan. Tahun 2009, ia menggagas bengkel kerja dan pameran arsitektur dan kota yang diselenggarakan di Salihara. Tahun 2009, ia menjadi kurator Pameran Arsitek Muda Indonesia. Ia adalah kontributor tetap untuk artikel arsitektur di U Magazine. Ia juga menjadi editor sekaligus salah satu penulis jurnal perjalanan arsitektur berjudul

Haikk!. Ia menulis buku berupa kumpulan cerpen berjudul Negeri Para Peri

(Pambudy, 2010:167).

(14)

lebih banyak bertutur tentang latar suasana yang menjadi semacam ‘desain interior’ dalam cerpen itu. Latar suasana sangat tergambar jelas tentunya merupakan buah dari seorang pengamat ruang. Dengan demikan, Avianti Armand sangat lihai dalam menuliskan arsitektur imaji yang solid dan tegas.

KRITIK PRAGMATIK

KRITIK pragmatik adalah kritik sastra yang memandang karya sastra sebagai

sesuatu yang dibangun untuk mendapatkan efek-efek tertentu pada pembaca, baik berupa efek-efek kesenangan estetik maupun ajaran atau pendidikan, dan efek-efek yang lain. Kritik ini cenderung menilai karya sastra menurut berhasilnya mencapai tujuan tersebut (Pradopo, 1997:26).

Cerpen ini mengingatkan pada beberapa kisah sosial yang dramatis. Pertama, tentang hubungan seks di luar nikah. Kedua, kehamilan yang tak diinginkan. Ketiga, kawin paksa. Keempat, kekerasan dalam rumah tangga. Dan yaang terakhir, anak yang menjadi korban. Kelima hal ini cukup tersaji secara bagus dalam cerpen yang mengalir begitu kelam lewat imaji-imaji yang liar dan lugas.

(15)

dan sempurna adalah keluarga yang telah terencana dengan matang. Cerpen ini berhasil menampilkan semua permasalahan itu melalui cerita yang sangat enak dibaca ini.

SIMPULAN

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Pambudy, Ninuk Mardiana (ed.). 2010. Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan Radian: Cerpen Kompas Pilihan 2009.

Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2003. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1997. Prinsip-prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pujiharto. 2012. Pengantar Teori Fiksi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi Robert Stanton (diterjemahkan oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cerpen “Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan Radian” dimuat pertama kali di harian

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi Pengecapan adalah persepsi yang didapatkan dari indera pengecap yaitu lidah dalam mengenali lingkungan sekitar.3.

Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternative menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada kemampuan menulis antara siswa yang diajarkan menggunakan tutor teman

[r]

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MOD EL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR ASPEK KETERAMPILAN PROSES SISWA KELAS IV D I SEKOLAH ALAM CIKEAS.. Universitas

Aktivitas antikanker ekstrak etanolik tanaman sarang semut dilakukan dengan menguji kemampuannya menekan ekspresi p53 mutan dari sel kanker payudara T47D 9 serta

[r]

 Untuk mengatasi masalah penyimpanan lembar mind mapping, guru mitra meminta peserta didik untuk mengumpulkan mind mapping yang. telah dibuat dan disimpan di

pendekatan efektif mendukung Penerapan Penyuluhan Pertanian Partisipatif Dalam Upaya Pembangunan Pertanian.PT Bumi Aksara.. Ekstensia Majalah