• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Penelitian Ethnomathematics dan. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Program Penelitian Ethnomathematics dan. pdf"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM PENELITIANETHNOMATHEMATICSDAN IMPLIKASI LANGSUNGNYA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Joko Suratno

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP, Universitas Khairun Email: joko_unkhair@yahoo.co.id

ABSTRACT

This paper is about ethnomathematics called by D’Ambrosio as a research program in the history and philosophy of mathematics with pedagogical implications. Firstly, it will discuss researches related to analyses of mathematics associated with the traditional cultures of indigenous people. The discussion is about mathematics of specific cultural groups in Papua New Guinea, Africa, and America. Secondly, this paper will explore the mathematics of different groups of people in everyday settings. This research has investigated the thinking and practices of participants in situations where they developed mathematical knowledge in a social context. Thirdly, it will focuses on the relationship between ethnomathematics and mathematics education. The third part of group of ethnomathematics research is interconnected to the other two groups of research. It is important to look for the implications of ethnomathematics for thetheoriesand practices of the mathematics education research community because it willdecrease the gap that exists between everyday and academic mathematics. The most important thing is that we have to find ways to bring components of everyday mathematical practices into the classrooms and I think that it is possibileto add ethnomathematics into mathematics teaching and learning.

Key words: Ethnomathematics, Mathematics Teaching and Learning

A. Pendahuluan

(2)

dihasilkan, ditransferkan, disebarkan, dan dikhususkan dalam berbagai macam sistem budaya (Zhang & Zhang, 2010), serta politik (Knijnik, 2002).Sistem budaya dan politik yang dimaksud tentunya bukan hanya sistem budaya dan politik yang berlaku di dalam masyarakat berpendidikan, tetapi juga menyangkut sistem budaya atau ide matematika dari masyarakat yang tidak atau belum melek huruf.

Kajian ethomathematics yang begitu luas, menyebabkan ethnomathematics dianggap sebagai salah satu dari dua pusat pemikiran untuk memahami matematika (Wedege, 2010). Hal tersebut menimbulkan gagasan bahwa peranan ethnomathematics seharusnya memiliki pengaruh yang lebih luas dalam masyarakat dan pendidikan khususnya pendidikan matematika (Begg, 2001). Peranan tersebut sebenarnya sangat nyata sekali, tetapi hal terpenting adalah bagaimana usaha dan kerja keras kita untuk menampilkan konsep matematika yang ada dalam ethnomathematicskedalam kegiatan pembelajaran, sehingga konsep tersebut dapat berhubungan secara langsung dengan budaya siswa dan dengan pengalamannya sehari-hari (Rosa & Orey, 2001).Jika kita dapat melakukannya, maka akan terciptalah sebuah pendekatan ethnomathematics dalam pembelajaran matematika dan diharapkan mampu membuat matematika di sekolah lebih relevan dan penuh makna bagi siswa dan kualitas pendidikannya.

(3)

memiliki konotasi yang sama baik dilihat dari segi matematika dan budaya akan membantu siswa kita dalam mempelajari matematika dengan lebih baik.

Menurut Francois (2012), perluasan penggunaan ethnomathematics yang sesuai dengan keanekaragaman budaya siswa dan dengan praktek matematika dalam keseharian mereka membawa matematika lebih dekat dengan lingkungan siswa karena ethnomathematics secara implisit merupakan program atau kegiatan yang menghantarkan nilai-nilai dalam matematika dan pendidikan matematika.D’Ambrosio (2007) menambahkan bahwa, penggunaan ethnomathematics dalam kegiatan pembelajaran seharusnya dapat digunakan sebagai alat penyokong solidaritas dan kerjasama antar siswa. Selain itu, tujuan utama ethnomathematics adalah membangun masyarakat yang bebas dari kebiadaban, arogansi, intoleransi, diskriminasi, ketidakadilan, kefanatikan, dan rasa kebencian, sehingga ethnomathematicsdiharapkan dapat menumbuhkan perdamaian di antara umat manusia.

Pembahasan di atas membawa kita kedalam sebuah kesimpulan bahwa ethnomathematics penting untuk dikaji dan dipelajari. Begitu pentingnya kajian tentang ethnomathematics yang secara khusus disebutkan oleh D’Ambrosio (2006) sebagai program penelitian tentang sejarah dan filsafat matematika, dengan implikasi langsungnya untuk pembelajaran, membawa kita kedalam pembahasan tiga bidang kajian tentang kajian dalam ethnomathematics yang tentuya tidak memandang bahwa kajian tentang sejarah cerita tradisional pada matematika tidak penting untuk dipelajari atau dibahas.

B. Ethnomathematicsdalam Budaya Tradisional Masyarakat Pribumi

(4)

matematika barat/Eropa. Konsep matematika barat sendiri tidak memungkiri peranan matematika di luar eropa yang telah membangun sistem matematika sedemikian rupa. Konsep matematika dapat degan mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya konsep geometri pada tenunan (Gerdes, 2001) yang merupakan salah satu contoh pengguaan matematika dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pribumi.

Menurut (Goetzfridt, 2012), masyarakat pribumi dari Papua New Guinea telah menggunakan konsep matematika berupa sistem linier tersendiri dalam hal yang berhubungan dengan jarak, tempat, dan asal muasal nenek moyangnya. Di kepulauan Caroline, khususnya di Pulau Puluwat dan Satawal, masyarakat mengguakan letak bintang sebagai acuan untuk melakukan rute perjalanan di lautan dengan menerapkan sistem linier yang mereka bangun untuk menentukan pulau awal dan tujuan perjalanan. Masyarakat Tolai di Papua New Guinea juga telah menggunakan sistem bilangan dalam kehidupa mereka. Warga pribumi tersebut memiliki pengetahuan matematis dalam budaya mereka yang ditunjukkan melalui bahasa dan kehidupan keseharian mereka (Paraide, 2008). Hal demikian diyakini telah ada sebelum masukknya matematika barat di daerah tersebut.

(5)

dalam melakukan perhitungan. Alat ini merupakan sempoa yang digunakan dalam perhitungan basis sepuluh. Selain sudah menggunakan alat hitung yang sedemikian rupa, masyarakat pribumi juga telah menggunakan berbagai kerajinan yang dapat ditemukan konsep matematika dalam pembuatannya.

Menurut Hirsch & Dubin(2009), tas Maguey merupakan produk hasil kerajinan tangan nenek moyang bangsa Maya yang menggunakan sistem bilangan duapuluhan sebagai dasar pembuatannya yang dijadikan identitas turun-temurun sampai dengan sekaran oleh masyarakat di daerah pedesaan Chiapas, Meksiko. Di daerah Meksiko Tengah juga telah dikenal sebuah sistem bilangan yang disebut sebagai sistem bilangan Otomi.Sistem bilangan Otomi merupakan aplikasi dari matematika yang salah satunya digunakan dalam penanggalan Otomi (Gilsdorf, 2009). Menurut D’Ambrosio dalam Bjarnadottir (2010), sisitem penanggalan atau pembuatan kalender sebagai contoh dalam penghitungan dan pengingat waktu, merupakan salah satu contoh terbaik dalamethnomathematics.

(6)

C. Ethnomathematicsdalam Kelompok Masyarakat pada Situasi Keseharian Kajian ethnomathematics yang begitu luas, memungkinkan penelaahan kajian ini dari berbagai sudut pandang. Miarka (2012), memandang bahwa sudut pandang kontemporer juga dapat dijadikan sebagai kajian dalam ethnomathematics. Tentunya sah-sah saja orang mempertahankan pendapat demikian. Hal yang penting adalah bagaimana hasil kajian dalam ethnomathematics memiliki perananan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pengembangan matematika dan pendidikan matematika. Berikut ini disajikan beberapa kajian yang tentunya tidak secara langsung berhubungan dengan pembelajaran, tetapi tentunya dapat dimanfaatkan sebagai media dalam menyampaikan materi matematika yang terkait dengan kajian tersebut.

Yup’ik merupakan strategi navigasi, yang diterapkan oleh Fred George, yang merupakan salah satu dari contoh studi ethnomathematics dari kelompok masyarakat dalam situasi keseharian, di Alaska. Ia berkendara dengan menggunakan kendaraan salju di daerah Delta Yukon-Kuskokwin yang membeku dan bersalju. Di siang hari, ia menggunakan posisi matahari dan jam untuk menentukan arah (Brandley, 2006).Pengalaman George tentunya dapat dijadikan sebagai masalah kontekstual yang realistik dan dapat digunakan sebagai sarana dalam pembelajaran.

(7)

Menurut Sharp & Stevens (2007), alat musik drum yang bisa biasa dipakai oleh para pemusik dapat dijadikan sarana dalam mempelajari aljabar. Pembelajaran ini merupakan bagian dari pengajaran yang relevan dengan praktik kebudayaan, yang merupakan pendekatan yang mengharuskan guru untuk mengembangkan berbagai jenis pengetahuan. Walaupun demikian, penggunaan berbagai benda dalam pembelajaran konsep matematika seharusnya juga memfokuskan peranan benda–benda tersebut sebagai alat yang membawa berfikir matematis secara aktif (Were, 2003).

D. Ethnomathematicsdalam Kegiatan Pembelajaran Matematika

Mengadopsi ethnomathematics kedalam kegiatan pembelajaran matematika merupakan sesuatu yang sangat mungkin dilakukan (Zhang & Zhang, 2010). Bahkan dapat pula ethnomathematics dijadikan sebagai alternatif pembelajaran matematika (Owens, 2012). Kedua pendapat tersebut menjadi inspirasi bagi praktisi dalam dunia pendidikan matematika untuk mengaplikasikan ethnomathematics dalam kegiatan pembelajaran matematika.

(8)

Kegiatan lain yang masih menggunakan calon guru sebagai subjek penelitiannya, menunjukkan bahwa ethnomathematics telah memberi pengaruh terhadap pengembangan profesionalisme calon guru matematika (Katsap & Silverman, 2008). Hal tersebut

menunjukkan bahwa ethnomathematics sangat penting dalam kegiatan pembelajaran bagi

calon guru, baik kegiatan di kelas maupun kegiatan di lapangan. Calon guru pada saat di

lapangan/sekolah dapat langsung mengaplikasikan apa yang telah mereka dapat dalam

kegiatan pembelajaran dengan siswanya yang tentunya juga berasal dari berbagai macam

latar belakang budaya yang berbeda (DeKam, 2007).

Berbedaan latar belakang budaya yang ada telah menginspirasi Duranczyk & Higbee dalam penelitiannya. Duranczyk & Higbee (2012), telah mengintegrasikan desain pembelajaran multi-budaya dan aplikasinya dalam berpikir matematis siswa.Kegiatan tersebut tentunya untuk mengakomodasi peranan ethnomathematics dalam pengajaran matematika. Hal yang perlu diingat adalah guru matematika harus mengetahui peranannya sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, dan bukan sebagai sumber dan pengantar pengetahuan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemanfaatan pengetahuan siswa tentangethnomathematicsdi dalam pembelajaran dan ini akan mendorong pegembangan dasar pengatahuan konseptual siswa. Selai itu, kegiatan ini juga memungkinkan siswa mengembangkan perluasan strategi pemecahan masalah, sehingga membuat matematika menjadi pelajaran yang penuh arti dan reflektif (Matang, 2002).

(9)

& Uloko(2009), hasil belajar dan daya ingat siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran ethnomathematics lebih tinggi dibandingkan hasil belajar dan daya ingat siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional. Siswa merasakan bahwa pembelajaran tersebut penuh makna, relevan, dan menyenangkan.

Menurut Massarwe, Verner, & Bshouty (2010), siswa yang mereka ajar dengan ethnomathematics menunjukkan hal yang sama, yaitu mereka menganggap pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan. Materi dalam kegiatan pembelajaran tersebut adalah materi geometri. Siswa dalam kegiatan tersebut ditugasi untuk menganalisis dan mempraktekkan pembuatan ornamen dengan bimbingan guru. Selain kegiatan pembelajaran dengan praktek, Herron & Barta (2009), menyarankan penggunaan pengejaran pemecahan masalah yang relevan dengan budaya sebagai alternatif

dalam pembelajaran.Berbagai alternatif memang bisa kita gunakan dalam kegiatan pembelajaran, tetapi yang lebih penting adalah kita harus memodifikasi secara produktif pembelajaran agar memberi dampak yang bermanfaat dari reformasi pengajaran seperti

kerja kelompok dan pembelajaran berbasis masalah (Staats, 2006).

E. Kesimpulan

D’Ambrosio (2007), paham bahwa ethnomathematics telah meningkat dari sekedar penelitian, dan inilah yang menyebabkan ethomathematics disebut sebagai program ethnomathematics. Tetapi yang sama pentingnya adalah implikasinya dalam pengembangan dan inovasi kurikulum, pengajaran, pendidikan guru, pembuatan kebijakan, dan upaya untuk mengkikis arogansi, ketidakadilan, dan kefanatikan di dalam masyarakat.Peranan ini menuntuk kita semua dalam mengembangkan lebih lanjut

ethnomathematics di dalam kegiatan pembelajaran kita. Tentunya tidak salah jika kita

(10)

ethnomathematics bukanlah sebuah obat yang mujarab yang dapat menyembuhkan segala

penyakit atau permasalahan matematika. Ethnomathematics dengan keterbatasannya

hanyalah salah satu dari berbagai macam alat yang dapat kita gunakan dalam pembelajaran

matematika. Yang terpenting adalah tujuan ikhlas kita dalam pembelajaran, agar apa yang

kita lakukan bermanfaat untuk anak didik kita.

DAFTAR PUSTAKA

Achor, E. E., Imoko, B. I., Uloko, E. S. (2009). Effect of ethnomathematics teaching approach on senior secondary students’ achievement and retention in Locus. Educational Research and Review, 4(8), pp. 385-390. Retrieved from http://www.academicjournals.org/ERR/PDF/pdf%202009/August/Achor%20et%20al.pdf

Adams, T. L. & Harrell, G. (2010). A study of estimation by profesionals at work. Journal of Mathematics and Culture, 5(2), pp. 1-15. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-5-number-2

Begg, A. (2001). Ethnomathematics: Why, and what else? ZDM, 33(3), pp. 71-74. Retrieved fromhttp://subs.emis.de/journals/ZDM/zdm013a2.pdf

Bjarnadottir, K. (2010). Ethnomathematics at the Margin of Europe-A Pagan calendar. Journal of Mathematics and Culture, 5(1), pp. 21-42. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-5-number-1

Bonner, E. P. (2010). Promoting culturally responsive teaching through action research in a mathematics methods course. Journal of Mathematics and Culture, 5(2), pp. 16-30. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-5-number-2

Brandley, C. E. (2006). Learning the Yup’ik way of navigation: Studying time, position, and direction.Journal of Mathematics and Culture, 1(1), pp. 90-126. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-1-number-1

D’Ambrosio, U. (2006). Ethnomathematics: Link between traditions and modernity.

Rotterdam: Sense Publisher.

D’Ambrosio, U. (2006). The program ethnomathematics: A theoretical basis of the dynamics of intra-cultural encounter. Journal of Mathematics and Culture, 6(1),

pp. 1-7. Retrieved

(11)

D’Ambrosio, U. (2007). Peace, social justice and ethnomathematics (Monograph).The Montana Mathematics Enthusiast, pp. 25-34. Retrieved from http://www.math.umt.edu/tmme/monograph1/d%27ambrosio_final_pp25_34.pdf

DeKam, J. L. H. (2007). Foundations in ethnomathematics for prospective elementary teacher. Journal of Mathematics and Culture, 2(1), pp. 1-19. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-1-number-2

Duranczyk, I. M. & Higbee, J. L. (2012). Constructs of integrated multicultural instruction design for undergraduated mathematical thinking course for nonmathematics majors. Journal of Mathematics and Culture, 6(1), pp. 148-177. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-6-number-1-focus-issue-icem4

Francois, K. (2012). Ethnomathematics in a European context: Towards an enriched meaning of ethnomathematics. Journal of Mathematics and Culture, 6(1), pp. 191-208. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-6-number-1-focus-issue-icem4

Gerdes, P. (2001). Origins of geometrical thought in human labor.Nature, Society, and Thought, 14(4), pp. 391-418. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/220282718/fulltextPDF/139479DD33D29CB123 A/4?accountid=38628

Gilsdorf, T. E. (2009). Mathematics of the Hnahnu: The Otomies. Journal of Mathematics and Culture, 4(1), pp. 84-105. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-3-number-2

Goetzfridt, N. J. (2012). Pacific ethnomathematics: The richness of environment and practice. Journal of Mathematics and Culture, 6(1), pp. 223-252. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-6-number-1-focus-issue-icem4

Herron, J. & Barta, J. Culturally relevant word problems in second grade: What are the effects? Journal of Mathematics and Culture, 4(1), pp. 23-49. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-3-number-2

Hirsch, F. P. & Dubin. (2009). Mayan elders, Mayan mathematics, and the weaving of resistance in Maguey bag production. Journal of Mathematics and Culture, 4(1), pp. 63-83. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-3-number-2

Katsap, A. & Silverman, F. L. (2008). A case study of the role of ethnomathematics among teacher education students from highly diverse cultural background. Journal of Mathematics and Culture, 3(1), pp. 66-102. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-3-number-1

(12)

Leonardo, M. & Shakiban, C. (2010). The Incan abacus: A curious counting device. Journal of Mathematics and Culture, 5(2), pp. 81-106. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-5-number-2

Massarwe, K., Verner, I., & Bshouty, D. (2010). An ethnomathematics in analyzing and constructing ornaments in a geometry class. Journal of Mathematics and Culture, 5(1), pp. 1-20. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-5-number-1

Massarwe, K., Verner, I., & Bshouty, D. (2012). Ethnomathematics and multi-cultural education: Analysis and construction of geometri ornament. .Journal of Mathematics and Culture, 6(1), pp. 344-360. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-6-number-1-focus-issue-icem4

Matang, R. (2002). The role of ethnomathematics in mathematics education in Papua New Guinea: Implication for mathematics curriculum. Journal of Education Studies, 24 (1) pp. 27-37. Retrieved from http://www.directions.usp.ac.fj/collect/direct/index/assoc/D1070625.dir/doc.pdf Meaney, T., Fairhill, U., & Trinick, T. (2008). The role of language in

ethnomathematics. Journal of Mathematics and Culture, 3(1), pp. 52-65. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-3-number-1

Miarka, R. (2012). The role of mathematics within ethnomathematical description. Journal of Mathematics and Culture, 6(1), pp. 296-307. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-6-number-1-focus-issue-icem4

Naresh, N. (2012). Bus conductors’ use of mental computation in everyday setting-Is it their ethnomathematics? Journal of Mathematics and Culture, 6(1), pp. 308-332. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-6-number-1-focus-issue-icem4

Owens, K. (2012). Policy and practices: Indigenous voices in education. Journal of Mathematics and Culture, 6(1), pp. 51-75. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-6-number-1-focus-issue-icem4

Palomar, J. D., Simic, K., & Varley, M. (2007). “Math is everywhere”: Connecting mathematics to students’ lives. Journal of Mathematics and Culture, 2(1), pp. 20-36. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-1-number-2

(13)

Rauff, J. V. (2009). Native American dice games and discrete probability. Journal of Mathematics and Culture, 4(1), pp. 50-62. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-3-number-2

Rosa, M. & Orey, D. C. (2001). Ethnomathematics: The culture aspects of mathematics. Revista Latinoainericana de Etnomatematica, 4(2), pp. 32-54.

Sharp, J. & Stevens, A. (2007). Culturally-relevant algebra teaching: The case of African drumming. Journal of Mathematics and Culture, 2(1), pp. 37-57. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-1-number-2

Staats, S. (2006). The case for rich contexts in ethnomathematics lessons. Journal of

Mathematics and Culture, 1(1), pp. 39-52. Retrieved from

http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-1-number-1

Sternstein, M. (2008). Mathematics and the Dan culture. Journal of Mathematics and Culture, 3(1), pp. 1-13. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-3-number-1

Wedege, T. (2010). Ethnomathematics and mathematical literacy: People knowing mathematics in society. In Bergsten, C., Joblonka, E., & Wedege, T. (eds.), Mathematics and mathematics education: Culture and social dimensions. Proceedings of MADIF 7. The Seventh Mathematics Education Research Seminar,pp. 31-46, Stockholm:Linköping Universitet

Were, G. (2003). Objects of learning: An anthropological approach to mathematics education. Journal of Material Culture, 8 (1), pp. 25-44. DOI: 10.1177/1359183503008001761

Yusuf, M. W., Saidu, I., & Halliru, A. (2010). Ethnomathematics: A mathematical game in Housa culture. International Journal of Mathematical Science Education, 3(1), pp. 36-42. Retrieved from http://www.tmrfindia.org/sutra/v3i16.pdf

Zhang, W. & Zhang, Q. (2010). Ethnomathematics and its integration within the mathematics curriculum. Journal of Mathematics Education. 3(1), pp. 151-157. Retrieved from http://educationforatoz.com/images/_12_Weizhong_Zhang_and_Qinqiong_Zhang.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Keberhasilan indosat ditentukan oleh sikap konsumen terhadap produk-produk yang ditawarkan oleh indosat, dengan melakukan analisis sikap konsumen diharapkan indosat

Organisasi pemeliharaan gedung adalah sekumpulan orang yang bekerja bersama-sama berdasarkan pembagian kerja yang telah disepakati dengan tujuan memelihara bangunan agar tetap

Untuk menguji sistem kontrol backstepping control konvensional, metode ini akan diuji dengan skenario kesalahan pada motor yang ditentukan pada Tabel 4.5, berdasarkan

Sehingga model intervensi yang diperoleh dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya lonjakan swing consumer permintaan pertamax dan meramalkan besarnya permintaan di

(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD sebagaimana

Gambaran keterlibatan dokter dalam pelaksanaan promkes adalah sebanyak 98% telah melaksanakan promkes di FKTP, 82% melakukan promkes kepada semua pasien, 90% melaksanakan

bahwa sehubungan dengan terjadinya perubahan perangkat daerah Kabupaten Bireuen yang ditetapkan dengan Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 3 Tahun 2016 tentang

Rangkumannya, pihak pengurusan universiti perlulah mengambil apa-apa cara dan inisiatif sekali pun – sama ada, pemberian kad sim percuma, pinjaman komputer riba atau pun