• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Inquiry Berbantuan Peta K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Model Inquiry Berbantuan Peta K"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL INQUIRY BERBANTUAN PETA KONSEP

TERHADAP HASIL BELAJAR IPS KELAS V SD GUGUS V

BANJARANGKAN

Putu Yunia Widayani

1

, I Made Putra

2

, Ni Nyoman Ganing

3

1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

email:yuniawida@ymail.com

1

,putra_md13@yahoo.com

2

,

nyomanganing@yahoo.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran inquiry berbantuan peta konsep dan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus V Banjarangkan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu dengan desain penelitian Non Equivalent Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Gugus V Banjarangkan yang berjumlah 136 siswa. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik random sampling yang diacak adalah kelas dengan hasil pengundian yaitu siswa kelas V SD Negeri 2 Aan sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 32 orang siswa dan siswa kelas V SD Negeri 2 Timuhun sebagai kelompok kontrol yang berjumlah 30 orang siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh thit = 2,67, sedangkanpada taraf signifikansi 5% dan dbn1 + n2 - 2

= 32 + 30 – 2 = 60 didapat ttab = 2,00. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran inquiry berbantuan peta konsep dan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat juga dari nilai rata-rata kelompok eksperimen x = 78,75> x = 74 pada kelompok kontrol. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran inquiry berbantuan peta konsep berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V di SD Gugus V Banjarangkan.

Kata kunci: Model Inquiry berbantuan Peta Konsep, Pembelajaran Konvensional, Hasil Belajar IPS.

Abstract

This study aims to determine significant differences between the outcomes of social studies of students who learned by the inquiry learning model assisted concept mapping and students who learned by conventional learning in class V elementary school in Cluster V Banjarangkan.This research is a kind of quasi-experimental research with a Non Equivalent Control Group Design . The population according to all fifth grade students in Cluster V Banjarangkan amounting to 136 students . Determination of the samples was done by random sampling technique is a randomized drawing class with the result that the fifth grade students of SD Negeri 2 Aan as a experiment group totaling 32 students and fifth grade students of SD Negeri 2 Timuhun as a control group totaling 30 students . Data collection method used is the method of testing . The data collected were analyzed using descriptive statistical analysis and inferential statistics ( t-test ).Based on the analysis of data , obtained thit =

(2)

2.00 . So it can be interpreted that there are significant differences between the learning outcomes of social studies students who learned by the inquiry learning model asissted concept mapping and students who learned by conventional learning . It can be seen also from the average value of the experimental group x = 78.75 >x = 74 in the control group. Therefore it can be concluded that the implementation of inquiry learning model assisted concept mapping affect the of students social studies fifth grade elementary school in cluster V Banjarangkan.

Keywords : Inquiry Model assisted Concept Mapping , Conventional Learning ,Social Learning Outcomes .

PENDAHULUAN

Masa usia Sekolah Dasar merupakan tahap perkembangan yang penting dan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya. Menurut Piaget (dalam Pitajeng, 2006:27), perkembangan kognitif siswa SD masih dalam tahap operasional konkret karena siswa SD berada di kisaran umur 7-11 tahun. Pada tahap operasional konkret siswa mampu berpikir logis melalui objek-objek konkret, dan merupakan permulaan berpikir rasional. Kegiatan belajar dan berpikir anak pada tahap operasional konkret sebagian besar melalui pengalaman nyata yang berawal dari proses interaksi dengan objek dan bukan dengan lambang, gagasan maupun abstraksi.

Siswa pada tahap operasional

konkret belum mampu melakukan proses berpikir yang abstrak seperti membayangkan bagaimana proses fotosintesis ataupun peristiwa gempa bumi itu terjadi. Namun kemampuan untuk melakukan penambahan, pengurangan, klasifikasi, perkalian sederhana dan pembagian telah berkembang. Kemampuan untuk berpikir sedikit abstrak selalu harus didahului oleh pengalaman konkret misalnya untuk dapat memahami dua tambah tiga menjadi lima harus dilakukan melalui benda nyata seperti lidi, jari tangan dan kelereng. Kemampuan untuk melakukan klasifikasi juga masih bersifat konkret yaitu melalui bentuk luarnya saja seperti warna, panjang, besar, dan belum dapat mengklasifikasikan berdasarkan berat (Trianto, 2007).

Berdasarkan hal tersebut, diperlukan

kreativitas guru dalam membelajarkan siswa agar pengetahuan yang dibelajarkan dapat mudah dipahami

sehingga kualitas hasil belajar siswa dapat dioptimalkan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan guru dalam mengoptimalkan kualitas hasil belajar siswa, yaitu proses pembelajaran, guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan sosial, kurikulum, dan sumber belajar. Dari beberapa faktor tersebut, proses pembelajaran merupakan salah satu faktor terpenting karena jika proses pembelajaran berjalan dengan baik maka hasil belajar yang diharapkan dapat terpenuhi serta akan menghasilkan siswa yang bermutu dan mampu bersaing di jaman globalisasi seperti sekarang ini.

Dalam proses pembelajaran, terdapat interaksi guru dengan siswa, dan interaksi siswa dengan siswa yang lainnya sehingga terjadi interaksi multi arah. Interaksi multi arah dapat terjadi apabila dalam pembelajaran, guru mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga menimbulkan minat belajar siswa. Jika siswa sudah memiliki ketertarikan dalam mengikuti kegiatan belajar, maka siswa akan mampu berdiskusi baik dengan guru ataupun dengan temannya tanpa memandang apakah itu mata pelajaran yang ia sukai atau tidak.

(3)

dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. IPS merupakan bidang pengetahuan yang digali dari kehidupan praktis sehari-hari di masyarakat.

Dari pemaparan tersebut, dapat dilihat jika materi IPS di SD kebanyakan bersifat abstrak sehingga sangat diperlukan kreativitas guru untuk membelajarkan materi IPS ini. Pembelajaran IPS harus dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran yang relevan dan mengkombinasikan dengan media yang tepat agar siswa mudah memahami materi serta proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan menyenangkan. Guru harus mampu memberikan pengalaman langsung kepada siswa terkait dengan materi serta mengajak siswa untuk menemukan sendiri pemecahan masalah yang siswa temukan atau yang diberikan oleh guru sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa dapat lebih lama diingat.

Namun berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan beberapa guru dan Kepala Sekolah di SD gugus V Banjarangkan , pembelajaran IPS yang telah dilaksanakan belum banyak

menggunakan model-model

pembelajaran yang banyak berkembang seperti sekarang ini. Dalam proses pembelajaran guru belum melakukan inovasi dan mengembangkan kreatifitasnya agar pembelajaran menjadi menarik dan lebih bermakna, sehingga pembelajaran belum dapat berjalan dengan optimal sesuai dengan harapan. Selain itu media serta sarana dan prasarana di SD gugus V Banjarangkan belum mampu digunakan secara maksimal dalam pembelajaran. Hal inilah yang diduga menjadi salah satu penyebab kurang optimalnya hasil belajar siswa di gugus V Banjarangkan.

Tentunya sebagai seorang guru harus bisa menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan agar dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran sehingga mendapatkan hasil belajar yang optimal.

Untuk mencapai hal tersebut salah satu caranya adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang relevan, bervariasi dan sesuai dengan

karakteristik materi yang akan dibelajarkan. Semakin banyak variasi yang digunakan dan sesuai dengan karakteristik pembelajaran, maka akan semakin menimbulkan ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran sehingga siswa mau aktif dan kreatif dalam pembelajaran yang tentunya dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar.

Pemilihan model yang sebaiknya diterapkan adalah model pembelajaran yang mampu mengajak siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri karena pengetahuan yang dibangun sendiri oleh siswa cenderung bersifat menetap. Efektivitas hasil belajar tinggi, apabila langsung mengerjakan dan mengalaminya. Sehingga, belajar dengan pengalaman langsung penemuan sendiri akan mempermudah siswa dalam memahami suatu konsep.

Salah satu model pembelajaran yang mempunyai karakteristik tersebut adalah model pembelajaran Inquiry atau yang dalam bahasa indonesianya inkuiri. Model pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analisis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Gulo 2005). Model Pembelajaran inkuiri didefinisikan sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri, dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan yang ditemukan sendiri dengan ditemukan orang lain.

Hamruni (2011:90) menyatakan

“Pembelajaran inkuiri merupakan bentuk

(4)

kesempatan untuk mengajukan permasalahan berupa pertanyaan-pertanyaan, mengajukan hipotesis dari pertanyaan tersebut, dan jawaban dari pertanyaan tersebut dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa. Dalam pembelajaran ini siswa dilatih mengembangkan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, dan menarik kesimpulan umum atau teori-teori yang menerangkan fenomena-fenomena yang mengembangkan keterampilan-keterampilan penemuan ilmiah (scientific inquiry) siswa.

Sanjaya (2008;196) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama pembelajaran inkuiri. Pertama, inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pembelajaran inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktvitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan model pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.

Ciri tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran inkuiri ini berusaha membimbing, melatih dan membiasakan siswa untuk terampil dalam berpikir.

Selain itu, penggunaan media juga akan membantu siswa lebih memahami materi sehingga tercipta suasana belajar yang diharapkan. Salah satu media yang bisa membantu pemahaman siswa terhadap materi adalah dengan peta konsep. Menurut Martin ( dalam Trianto, 2010) pemetaan konsep merupakan inovasi baru yang penting untuk membantu anak menghasilkan pembelajaran bermakna di dalam kelas. Susilo (2001) mendefinisikan peta konsep sebagai suatu alat untuk mewakili adanya keterkaitan secara bermakna antar konsep sehingga membentuk proposisi. Proposisi ialah dua atau lebih konsep yang dihubungkan dengan garis yang diberi label (kata penghubung) sehingga memiliki suatu arti. Peta Konsep adalah suatu alat skematis untuk merepresentasikan suatu rangkaian konsep yang digambarkan dalam suatu kerangka proposisi yang mengungkapkan hubungan-hubungan yang berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok.

Dengan pemetaan konsep, maka siswa akan dibantu mengorganisasikan informasi sebelum informasi tersebut dipelajari. Pengorganisasian konsep-konsep pada suatu materi pembelajaran akan memudahkan siswa memahami cakupan materi yang akan dipelajari sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa akan lebih terorganisasi .

Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran inquiry ( yang masih dibimbing oleh guru) berbantuan peta konsep dalam mata pelajaran IPS karena dapat memotivasi siswa lebih aktif sehingga dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Dengan adanya model pembelajaran inquiry

berbantuan peta konsep ini, diharapkan dapat mempengaruhi proses belajar mengajar menjadi menyenangkan dan kondusif serta hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS yang diharapkan dapat tercapai. Untuk itu penelitian ini

berjudul “ Pengaruh Penerapan Model

(5)

Siswa Kelas V SD Gugus V

Banjarangkan”.

METODE

Penelitian yang telah dilaksanakan ini adalah penelitian eksperimen. Mengingat tidak semua variabel (gejala yang muncul) dan kondisi eskperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat, maka penelitian ini dikategorikan penelitian eksperimen semu (quasi

experiment) dengan desain

non-equivalent control group design.

Sugiyono (2011:114) menyatakan

“Desain ini mempunyai kelompok kontrol,

tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan

eksperimen”. Rancangan ini dipilih karena selama eksperimen tidak memungkinkan mengubah kelas yang ada.

Penentuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan cara mengacak kelas karena tidak dapat mengubah kelas yang telah terbentuk sebelumnya. Kelompok eksperimen mendapat perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran

inquiry berbantuan peta konsep

sedangkan kelompok kontrol mendapat perlakuan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Pemberian

Pre test dilakukan pada kelompok-kelompok ini hanya untuk mengetahui kesetaraan antara kelompok satu dengan yang lainnya dengan menggunakan soal-soal yang mengacu pada pelajaran sebelum diberikan treatment pada kelompok siswa. Dan yang dibandingkan dalam penelitian ini adalah skor post test

saja. Berikut adalah pola rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 1. Pola Non Equivalent Control GroupDesign (Sugiyono 2011: 79). Keterangan:

O1 = Pretest pada kelompok eksperimen

O2 = Posttest pada kelompok eksperimen

O3 = Pretest pada kelompok kontrol

O4 = Posttest pada kelompok kontrol

X=Perlakuan dengan model pembelajaran Inquiry berbantuan peta konsep yang diberikan pada kelompok eksperimen. Sedangkan untuk kelompok kontrol dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional.

Agung (2011:45) menyatakan

bahwa “populasi adalah keseluruhan objek dalam suatu penelitian”.

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua gugus V Banjarangkan, pengelompokan kelas di Gugus V Banjarangkan ini dilakukan secara acak sehingga tidak terdapat kelas unggulan maupun non unggulan. Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas V di SD Gugus V Banjarangkan tahun ajaran 2013/2014. Terdapat 5 SD dalam gugus ini, yaitu SD Negeri 1 Aan, SD Negeri 2 Aan, SD Negeri 1 Timuhun, SD Negeri 2 Timuhun, dan SD Negeri 1 Nyanglan.

Dari populasi tersebut, diambil dua sampel melalui teknik random sampling

dengan cara undian untuk diuji kesetaraannya. Teknik ini digunakan karena individu-individu dalam populasi telah terdistribusi ke dalam kelas-kelas, sehingga tidak mungkin dilakukan pengacakan individu dalam populasi. Pengujian kesetaraan dilakukan dengan menggunakan analisis uji-t. Tujuan dari uji kesetaraan ini untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata kemampuan belajar IPS siswa dari kedua kelompok sampel.

Berdasarkan hasil analisis uji kesetaraan yang telah dilakukan dengan menggunakan uji-t, diperoleh thitung = 1,69

dan ttabel dengan taraf signifikansi 5% dan

dk n1 – n2 -2 = 32 + 30 – 2 = 60 adalah

2,00, sehingga hitung lebih kecil dari t-tabel maka kedua kelompok penelitian ini dinyatakan setara.

Setelah kedua sampel dinyatakan setara, sampel tersebut diundi lagi untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan pengundian tersebut, diperoleh siswa kelas V SD Negeri 2 Aan sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas V SD Negeri 2 Timuhun sebagai kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mendapat O1 X O2

- - -

(6)

perlakuan dengan model pembelajaran inquiry berbantuan peta konsep sedangkan kelompok kontrol mendapat perlakuan dengan pembelajaran konvensional.

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat

(dependen). Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi dan menjadi penyebab perubahan atau timbulnya variabel terikat dan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012:39). Yang termasuk variabel bebas adalah model pembelajaran inquiry berbantuan peta konsep yang diterapkan pada kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelas kontrol. Sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar IPS siswa kelas V SD Gugus V Banjarangkan tahun ajaran 2013/2014.

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan adalah data tentang hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS dalam ranah kognitif. Menurut Arikunto (2005) metode pengumpulan data adalah

“cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data”. Untuk mengumpulkan data hasil belajar digunakan dengan metode tes. Tes yang digunakan berupa tes hasil belajar yang sudah divalidasi.

Sebelum tes dapat digunakan, terlebih dahulu tes harus diuji coba dan selanjutnya diuji kevalidan atau kesahihan instrument penelitian yaitu dengan Uji Validitas Tes, Uji Daya Beda, Uji Tingkat Kesukaran , dan Uji Reliabilitas .

Setelah dilakukan pengujian, terdapat 30 soal yang layak digunakan untuk menguji pemahaman siswa tentang materi IPS yang diajarkan.

Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan deskripsi data dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif. Teknik analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data hasil belajar IPS siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran inquiry berbantuan peta konsep dan data hasil belajar IPS siswa

yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional yaitu dengan menghitung mean, standar deviasi, median dan modus.

Kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesis dengan analisis uji-t dengan rumus :

thitung = (1)

Namun sebelum dapat

menggunakan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t, terlebih dulu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menggunakan analisis

Chi-Square dan uji homogenitas

menggunakan analisis Anava Havley.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang terkumpul dalam penelitian ini adalah data hasil belajar (post-test) siswa kelas V di SD Negeri 2 Aan dan SD Negeri 2 Timuhun dalam ranah kognitif . Dari data yang terkumpul, diperoleh deskripsi data berupa mean, median, modus, standar deviasi, varian, nilai minimum, nilai maksimum, dan rentangan dari data hasil belajar IPS siswa kelas V di SD Negeri 2 Aan (kelompok eksperimen) dan SD Negeri 2 Timuhun (kelompok kontrol).

Deskripsi data kelompok eksperimen yaitu : mean sebesar 78,75 , standar deviasi sebesar 6,7 , varian sebesar 43,55 , median adalah 80, modus adalah 87, nilai minimun adalah 70, nilai maksimum adalah 87. Sedangkan deskripsi data di kelas kontrol yaitu : mean sebesar 74 , standar deviasi sebesar 7,4 , varian sebesar 54,62 , median adalah 77, modus adalah 80, nilai minimun adalah 60, nilai maksimum adalah 87.

Analisis data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan menggunakan uji-t. Namun sebelumnya dilakukan uji prasyarat agar uji-t dapat dilaksanakan yaitu dengan uji normalitas dan uji homogenitas.

(7)

sedangkan untuk taraf signifikansi 5 % normalitas data kelompok kontrol dengan menggunakan analisis Chi-Square (X2)

adalah sebesar 2,61 , sedangkan untuk

dan berarti sebaran data nilai post-test

IPS di kelompok kontrol (SD Negeri 2 Timuhun) juga berdistribusi Normal.

Untuk uji homogenitas data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan analisis uji-F, diperoleh hasil F hitung sebesar 1,25 ini kemudian dibandingkan dengan nilai Ftabel. Derajat kebebasan pembilang 30 – 1 = 29 dan derajat kebebasan penyebut 32 – 1 = 31 dengan taraf signifikansi 5 %, maka diperoleh Ftabel = 1, 84. Nilai Fhitung <

Ftabel , ini berarti nilai post-testIPS ke dua kelompok yaitu kelompok eksperimen (SD Negeri 2 Aan) dan kelompok kontrol (SD Negeri 2 Timuhun) adalah Homogen. Oleh karena data hasil post-test kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen, maka analisis dapat dilanjutkan dengan pengujian hipotesis menggunakan uji-t. Dari analisis data nilai post-test, didapatkan hasil X1 =78,75, X2=

74, n1= 32, n2= 30, Varians 1 (s12)= 43,55,

Varians 2 (s22) = 54,62

Sebelum menghitung dengan rumus uji t terlebih dahulu perlu dihitung Sgab dengan hasil 48,90. Setelah diperoleh Sgab akan dilanjutkan dengan

menggunakan rumus uji- t .

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh thitung sebesar 2,67. Dengan

menggunakan taraf signifikansi 5% dan dk = 60 diperoleh batas penolakan hipotesis nol sebesar 2,000. Berarti thitung

> ttabel maka Ho yang diajukan ditolak dan

menerima Ha. Maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang belajarkan melalui model

pembelajaran Inquiry berbantuan peta konsep dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional yang berarti penerapan model pembelajaran

Inquiry berbantuan peta konsep

berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa.

Dalam penelitian ini, terdapat dua kelompok yang diteliti yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry berbantuan peta konsep, sedangkan kelompok kontrol diberikan perlakuan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Perlakuan diberikan sebanyak 7 kali pertemuan baik untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Selanjutnya dilakukan pemberian tes akhir (posttest) pada kedua kelompok yang hasilnya dianalisis dengan menggunakan uji-t.

Berdasarkan analisis uji-t yang telah dilakukan, diperoleh thitung > ttabel. Ini

berarti hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS pada kelas yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Inquiry

berbantuan peta konsep dengan kelas yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional siswa kelas V SD Gugus V Banjarangkan pada taraf signifikansi 0,05 diterima.

(8)

Kemudian siswa mencari data-data untuk memecahkan masalah tersebut dari beberapa sumber yang siswa punya dan yang telah disiapkan oleh guru. Hasil dari diskusi siswa dibacakan sendiri oleh siswa sehingga dapat melatih keberanian siswa.

Dengan penerapan model pembelajaran Inquiry berbantuan peta konsep di SD Negeri 2 Aan, siswa dilibatkan secara penuh dalam pembelajaran sehingga pembelajaran lebih bermakna dan efektif dalam merangsang keberanian dan keaktifan siswa serta kecerdasan siswa dalam memecahkan masalah.

Ini sejalan dengan pendapat Roestiyah (2001: 76) yang menjelaskan beberapa keunggulan dari model inquiry, yaitu:

a. Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik.

b. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.

c. Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan terbuka. d. Mendorong siswa untuk berpikir intuitif

dan merumuskan hipotesisnya sendiri. e. Memberi kepuasan yang bersifat

intrinsik.

f. Situasi pembelajaran lebih menggairahkan. siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Selain itu, hasil penelitian dari Arseni (2012) juga mendukung pendapat tersebut yang menunjukkan bahwa model pembelajaran Inquiry dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA siswa kelas IV B SDN 7 Pemecutan.

Berbeda dengan pembelajaran IPS di kelompok kontrol yaitu di SD Negeri 2

Timuhun yang menggunakan pembelajaran konvensional, selama proses pembelajaran siswa terlihat kurang aktif dan takut untuk mengajukan pendapat ataupun pertanyaan. Hal ini disebabkan karena dalam penerapan pembelajaran konvensional, guru memberikan materi dengan lebih banyak menggunakan metode ceramah sehingga siswa bosan dan kurang berminat untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Siswa hanya terpusat pada guru yang lebih banyak memberikan ceramah dari pada kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran konvensional mengakibatkan siswa sangat tergantung pada guru, hal ini dapat mengakibatkan aktivitas siswa kurang optimal. Sehingga siswa hanya menerima apa yang disampaikan guru.

Hal ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS pada kelompok yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Inquiry berbantuan peta konsep dengan kelas yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional siswa kelas V SD Gugus V Banjarangkan.

Disarankan guru dapat lebih memotivasi siswa dalam belajar dengan penerapan model pembelajaran yang relevan agar pembelajaran lebih efektif dan bermakna. Model pembelajaran

Inquiry berbantuan peta konsep ini dapat dikembangkan dan diterapkan dalam pembelajaran sebagai pengembangan dari hasil penelitian ini.

SIMPULAN DAN SARAN

Setelah melaksanakan dan memperoleh hasil dari penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

Nilai hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri 2 Aan yang dibelajarkan melalui penerapan model pembelajaran

Inquiry berbantuan peta konsep

memiliki prosentase 62.5%6 dengan kategori sangat baik dan 37.5% dengan kategori baik.

(9)

prosentase 53,33% dengan kategori sangat baik dan 46.67% dengan kategori baik.

Dari perhitungan uji-t yang telah dilakukan oleh peneliti dengan

menggunakan taraf signifikansi 5% (α =

0,05) atau taraf kepercayaan 95% dengan dk = 60, diperoleh ttabel sebesar

2,000 dan thitung sebesar 2,67. Kedua nilai

tersebut dibandingkan maka diperoleh thitung ฀ ttabel (2,67 ฀ 2,000). Dari

perbandingan ini maka H0 ditolak Ha diterima yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Inquiry berbantuan peta konsep dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. Selain itu, hasil penghitungan rata-rata nilai hasil belajar akhir siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah 78,75 dan 74 sehingga X eksperimen ฀ X kontrol yang berarti penerapan model pembelajaran Inquiry

berbantuan peta konsep berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa.

Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan setelah melaksanakan dan memperoleh hasil dari penelitian yaitu sebagai berikut.

Bagi guru, dengan diadakan penelitian ini, guru disarankan untuk lebih mengembangkan inovasi dalam menerapkan suatu model pembelajaran khususnya dengan model pembelajaran

Inquiry berbantuan peta konsep pada mata pelajaran IPS sehingga dapat tercipta suasana pembelajaran yang aktif dan bermakna.

Bagi siswa, diharapkan dengan penelitian ini, siswa menjadi aktif dan dapat lebih mudah memahami konsep dari materi yang dibelajarkan dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi bermakna khususnya dalam mata pelajaran IPS.

Bagi sekolah, diharapkan dengan hasil penelitian ini sekolah mampu mengadakan kebijakan baru terkait dengan meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah.

Bagi peneliti lain, diharapkan peneliti selanjutnya melakukan penelitian dengan skup yang lebih luas, sehingga

diperoleh hasil penelitian yang lebih komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A. A. Gede. 2010. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Singaraja: Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Ganesha Agung, A. A. Gede. 2011. Metodologi

Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2005(b). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Arseni.2012. Implementasi Pendekatan

Pembelajaran Inkuiri Untuk

Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas Iv B Di Sd N 7 Pemecutan Denpasar. .

Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Fakultas Ilmu Pendidikan. Undiksha.

BSNP. 2011. Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar Sekolah

Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.

Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.

Gulo, W. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Gramedia.

Hamruni. 2011. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani

Pitajeng. 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: Depdiknas.

(10)

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi

Pembelajaran Berorientasi

Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.

Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian

Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian

Pendidikan Kompetensi dan

Prakteknya. Jakarta: Bumi

Aksara.

Trianto. 2007. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya: Kencana Prenada Media Group.

Referensi

Dokumen terkait

Rekomendasi yang spesifik pada wilayah tempat uji coba model pengukuran kinerja baik untuk klaster agroindustri hasil laut di wilayah uji, maupun pemerintahan daerah setempat

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara variabel- variabel independen (kebijakan dividen dan good corporate governance) terhadap

akhir kebergantungan, yang berarti merupakan pemutusan dari selain Allah dari segala sisi. Kefanaan merupakan adalah pelenyapan selain Allah secara ilmu,

disimpulkan bahwa telah terjadi penurunan hasil tangkapan ikan cakalang di perairan Selat Makassar bagian selatan dan untuk meningkatkan hasil tangkapannya perlu

Sebagai akta otenptik, akta PPAT berfungsi sebagai kekuatan pembuktian yang sempurna dapat terdegradasi kekuatan pembuktian menjadi seperti akta di bawah

Magi Sympathetic atau mantra simpatik Banjar merupakan bentuk puisi tradisional Banjar yang digunakan untuk kepentingan pemakainya, tetapi tidak merugikan orang lain.. Dalam

Hambatan yang dihadapi seorang penyidik dalam memberikan bantuan hukum cuma–cuma selama ini antara lain datang dari klien sendiri yaitu apabila tersangka atau keluarga

Oleh karena itu, peneliti merasa penting dalam melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian ransum dengan tingkat serat kasar berbeda terhadap bobot hidup,