• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANCASILA JALAN TERANG MENEMBUS HIRUK PI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PANCASILA JALAN TERANG MENEMBUS HIRUK PI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PANCASILA, JALAN TERANG MENEMBUS HIRUK PIKUK

Gugatan atau permohonan uji materi atas undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan Peraturan Daerah terhadap Undang-undang atau Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi adalah kasus-kasus yang paling marak diajukan ke Mahkamah Konstitusi RI (MK).Praktek empiris yang terjadi adalah banyak Peranturan Perundang-Undangan, baik dalam bentuk Undang-undang maupun Peraturan Daerah yang di gugat ke Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan Konstitusi.

Ketua MK periode 2008-2011 Mahfud MD mengatakan, sebanyak 29 persen produk undang-undang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi selama 2012.1 Pembatalan ini dinilai sebagai buruknya kualitas undang-undang yang diproduksi.2 Bahkan pada Januari 2013 dinyatakan bahwa, tahun 2012, permohonan pengujian UU yang dikabulkan meningkat menjadi 31 persen dari tahun sebelumnya (2011) yang mencapai 22,3 persen, dengan selisih kenaikan pembatalan UU sebanyak 8,7 persen.3Pengajuan permohonan uji materi atas undang-undang sepanjang 2003 sampai dengan 2014 (tahun berjalan) sebanyak

1

Ary, Ketua MK: 29% UU Dibatalkan Karena Tak Berkualitas ,http://news.liputan6.com/read/475147/ketua-mk- 29-uu-dibatalkan-karena-tak-berkualitas, 26-12-2012, Tanggal Access 30 September 2014

2

Ibid

3

(2)

946 kasus, dan 141 dari 946 kasus tersebut dikabulkan gugatannya oleh MK.4 Dengan dikabulkannya gugatan tersebut maka materi muatan atau pasal atau bahkan keseluruhan Undang-undang yang diajukan uji materi tersebut dibatalkan.

Perda-perda yang diterbitkan sejak 2001 sampai dengan 2009 telah terdapat 4000 (empat ribu) Peraturan Daerah dari 13 (tiga belas) ribu peraturan daerah di seluruh Indonesia dibatalkan karena tidak memenuhi kualifikasi untuk diterapkan

di masyarakat.5 Pembatalan sebanyak 4.000 perda yang diterbitkan sejak 2001

hingga 2009 memang sangat di sayangkan karena Pembentukan Perda sendiri

menyedot dana yang tidak sedikit, bahkan jumlahnya mencapai triliunan.Kerugian

atas pembatalan perda tersebut dapat dikalkulasi kebutuhan anggaran saat

dilakukan pembahasan yang jumlahnya tak kurang Rp 300 juta setiap perda.

Gugatan uji materiil atas Undang-Undang maupun Peraturan Daerah ini

adalah indikator ketidakpuasan atau bahkan kekecewaan rakyat atas

produk-produk legislasi yang dihasilkan pemerintah dan parlemen. Suatu produk-produk

perundang-undangan seyogyanya harus berpedoman kepada asas-asas

pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu; kejelasan tujuan; kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan keterbukaan.6Sehingga dapat efektif berlaku dimasyarakat sekaligus sebagai bentuk pemenuhan hak konstitusi masyarakat.

Terlepas dari segala hal terkait teknis pembentukan maupun asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, pada dasarnya tidak

4

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.RekapPUU, Tanggal Acces 30 September 2014

5

WDA AT, Patrialis Akbar,-Empat Ribu Perda di Indonesia Dibatalkan,

http://www.tempo.co/read/news/2011/05/22/078335876/Empat-Ribu-Perda-di-Indonesia-Dibatalkan, 22 Mei 2011, Di Akses Senin 22 September 2014

6

(3)

perlu terlalu metodis dalam membentuk suatu produk hukum yang tidak lagi perlu ditakutkan akan bertentangan dengan UUD 1945 ataupun peraturan perundang-undangan dibawahnya asalkan kita kembalikan lagi kepada Jiwa dan kepribadian , Pandangan Hidup , Perjanjian Luhur, Sumber dari segala sumber tertib hukum, Cita- cita dan tujuan yang akan dicapai bangsa Indonesia.

Disharmonisasi terjadi selain terkait masalah yang sangat teknis dan politis, sesungguhnya terjadi karena pembentuk undang-undang yang mengenyampingkan nilai-nilai asli dan nilai-nilai dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu penulis ingin menggugah lagi kesadaran seluruh komponen pembentuk undang-undang bahwa Disharmonisasi yang berujung pada pemborosan keuangan negara, ketidakpuasan dan kekecewaan rakyat, pengabaikan hak-hak konstitusional rakyat tidak akan terjadi apabila kita melibatkan Paradigma Pancasila dalam proses maupun evaluasinya. Selain itu, sistem hukum yang berlaku di negara kita juga paling tidak ada 3, yaitu sistem hukum adat, hukum Islam, dan hukum barat.7 Dengan 3 sistem hukum yang masih berlaku dan dihormati di negara tersebut maka potensi untuk terjadi ketidakharmonisan antar hukum yang masih berlaku tersebut sangat tinggi .8 Belum lagi apabila kita lihat lembaga/instansi yang berwenang dalam pembentukan peraturan perundang-undangan juga banyak. Membentuk suatu peraturan perundang-perundang-undangan melibatkan kewenangan-kewenagan dari kementerian-kementerian , komisi atau/ dewan di DPR ataupun DPRD, Pemerintah Daerah Provinsi ataupun Kota/kabupaten yang ada di Indonesia.

7

Wicipto Setiadi, Proses Pengharmonisasian sebagai upaya meningkatkan kualitas Peraturan Perundang-Undangan, http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/232-proses-pengharmonisasian-sebagai-upaya-meningkatkan-kualitas-peraturan-perundang-undangan.html, tanggal akses 6 Oktober 2014

8

(4)

Telah menjadi kesepakatan kita bersama sebagai bangsa Indonesia bahwa Pancasila dalam istilah Hans Kelsen adalah Grundnorm, begitupun dalam istilah Hans Nawiasky bahwa sesungguhnya Pancasila juga merupakan

Staatfundamentanorm. Dalam Tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang diatur dalam UU No 12 Tahun 2011, menyatakan bahwa Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki tersebut. Begitupula, Stufentheorie yang dikembangkan oleh Adolf Merkel menerangkan bahwanorma-norma hukum itu berjenjang jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi.

(5)

B. Rumusan Masalah

Terkait Disharmonisasi Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia dalam Paradigma Pancasila maka kajian dan telaah lanjut mengenai peranan Pancasila berikut jawaban sekaligus solusi yang dapat diberikan oleh Pancasila untuk mengatasi Dishamonisasi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut;

1. Bagaimana Pancasila berperan dalam Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan ?

2. Mengapa Pancasila sebagai jawaban atas kekisruhan pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia sehingga berakibat pada munculnya Disharmonisasi?

II. TEORI – TEORI PENDUKUNG

A. Pancasila selaku Asas Hukum Umum bagi perundang-undangan. 1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa

Mengkaji Pancasila sebagai Pandangan hidup Bangsa, maka memahami apa arti Bangsa terlebih dahulu. Menurut Ernest Renan, Bangsa adalah soal perasaan, soal kehendak (tekad) semata-mata untuk tetap hidup bersama yang timbul antara segolongan besar manusia yang nasibnya sama dalam masa yang lampau, terutama dalam penderitaan-penderitaan bersama.9 Bung Karno meminjam kata-kata dari Ki Bagoes Hadikoesoemo dan Moenandar bahwa bangsa adalah manusia yang menyatu dengan tanah airnya.10 Pandangan Hidup dapat didefinisikan

9

Ernest Renan (alih bahasa oleh: Prof.Mr.Sunario), 1994, Bandung, Alumni, hlm. xvii - xviii

10

(6)

sebagai segenap prinsip dasar yang dipegang teguh oleh suatu bangsa guna memecahkan berbagai persoalan kehidupan yang dihadapinya.11

Pandangan hidup mempunyai arti penting bagi suatu bangsa yang ingin mewujudkan cita-citanya sebagai bangsa. Karena suatu bangsa tanpa pandangan hidup akan tersesat, terombang – ambing tidak tahu bagaimana atau dengan apa menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam masyarakatnya sendiri ataupun persoalan-persoalannya sebagai bagian dari masyarakat dunia. Pandangan hidup adalah suatu panduan, pakem, atau kontrol bagi suatu bangsa dalam rangka mewujudkan cita-citanya.

Dengan kata lain Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan dan aktifitas bangsa Indonesia. Semua tingkah laku dan tindak perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan memancarkan kelima sila yang ada dalam Pancasila.

2. Pancasila sebagai Dasar Negara RI

Pancasila dalam pengertian ini sering pula disebut sebagai dasar Falsafah Negara, Philosofische Gronslag dari Negara, Ideologi Negara,

Staatsidee. Pancasila dijadikan dasar pengaturan pemerintahan/

penyelenggaraan negara. Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat, yang menyatakan bahwa susunan negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada kelima sila Pancasila.12

Fungsi pokok Pancasila adalah sebagai Dasar Negara, hal ini tertuang dalam Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 jo Tap.MPR

11

Subandi Al Marsudi, 2001, Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 5

12

(7)

No.V/MPR/1973 dan Tap.MPR NO IX/MPR/1978. Pada hakikatnya fungsi pokok pancasila sebagai dasar negara adalah sebgai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum.13 Dengan demikian Pancasila bersifat imperatif, mengikat dan memaksa. Pancasila mengandung norma-norma hukum yang tidak boleh dikesampingkan apalagi dilanggar.

Pancasila adalah Jiwa Bangsa, Kepribadian, Perjanjian Luhur, Cita-cita dan Tujuan, Falsafah dan Ideologi Bangsa Indonesia. Dari aspek hukum tata negara, Pancasila adalah dasar negara yang mengandung arti sebagai sumber dari segala sumber hukum. Sedangkan dari aspek sosiologis, fungsi Pancasila adalah pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya. Dalam pengertian etis dan filosofis adalah Pancasila berfungsi pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara dalam mencari kebenaran atau disebut juga sebagai philosophical way of thinking atau philosophical system. 3. Asas-asas dalam Pancasila selaku Cita Hukum

Pancasila adalah norma fundamental sehingga Pancasila berfungsi sebagai cita-cita dan ide.14 Sebagai cita-cita, semestinyalah kalau ia selalu diusahakan untuk dicapai oleh tiap-tiap manusia Indonesia sehingga cita-cita itu bisa terwujud menjadi suatu kenyataan.15

Kelima sila dalam Pancasila mempunyai kedudukan selaku Cita Hukum rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai Cita hukum memberikan pedoman dan panduan mengenai materi muatan tiap peraturan perundang-undangan,

13

Darji Darmodiharjo;Nyoman Dekker; AG.Pringgodigdo; M.Mardojo; Kuntjoro Purbopranoto; Sulandra, 1991, Santiaji Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya, hlm.20

14

Ibid, hlm. 16

15

(8)

sekaligus membatasi ruang gerak materi muatan peraturan perundang-undangan tersebut. Terhadap semua isi peraturan perundang-perundang-undangan , sila-sila pancasila baik sendiri maupun bersama-sama , baik tunggal maupun berpasangan, merupakan asas hukum umum.16

4. Norma-norma dalam Pancasila sebagai Staatfundamentalnorm Pembukaan UUD 1945 merupakan Staatfundamentalnorm karena didalamnya terkandung empat pokok pikiran yang tidak lain adalah Pancasila itu sendiri, serta pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum maka dapat disimpulkan bahwa Pembukaan UUD 1945 adalah Filsafat Hukum Indonesia.17

Pancasila adalah norma dasar atau norma tertinggi bagi berlakunya semua norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan rakyat Indonesia. Mengikuti teori Hans Nawiasky, Staatfundamentalnorm

Indonesia adalah Pembukaan UUD 1945 karena didalamnya dimuat rumusan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.

B. Stufentheorie

Menurut Adolf Merkel dan Hans Kelsen, setiap tata kaedah hukum merupakan suatu susunan daripada kaedah-kaedah tersebut. Dalam Stufentheorie-nya tersebut Hans Kelsen mengemukakan bahwa, dipuncak ‘stufenbau’ terdapat kaedah dasar dari suatu tata hukum nasional yang merupakan suatu kaedah fundamental disebut dengan grundnorm yang bersifat abstrak, umum atau hipotesis.18

16

Hamid S.Attamimi, 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi, Tidak di publikasikan, Jakarta, hlm. 333

17

Darji Darmodiharjo, Shidarta,2006, Pokok-Pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 230

18

(9)

Dalam teori ini , dijelaskan bahwa semua norma merupakan satu kesatuan Piramida, yang dasar keabsahannya ditentukan oleh norma yang paling tinggi kedudukannya. Norma yang berada diatas merupakan sumber dari semua norma dibawahnya, norma dibawah tidak boleh bertentangan dengan norma yang berada lebih tinggi tingkatannya. Theori Hans Kelsen ini selanjutnya dikembangkan oleh Hans Nawiasky yang menyatakan bahwa norma-norma hukum dalam negara adalah berjenjang dimulai dari Grundnorm sebagai yang tertinggi, kemudian

Staatgrundgesetz atau Aturan-aturan Dasar Negara,selanjutnya adalah

Formellegesetz atau Undang-Undang, dan terakhir adalah Verordnungen atau Peraturan Pelaksana di bawa Undang-Undang.19

Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indosia mengikuti theori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky dari Hukum yang tertinggi hingga yang paling rendah yang dirumuskan sebagai berikut:20

1. UUD 1945; 2. Ketetapan MPR;

3. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah kabupaten/Kota.

19

Ibid, hlm. 27

20

(10)

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian pada Tulisan ini bersifat eksplanatoris menggunakan pendekatan Normatif dan Conseptual approach. Teori-teori, asas-asas maupun peraturan perundang-undangan adalah yang menjadi kerangka dalam penelitian ini.

Sumber data yang diperoleh adalah data sekunder yang berupa:

1. Bahan hukum primer, yaitu; Pancasila, UUD 1945, Peraturan Perundag-Undangan, Doktrin, Traktat, Yurisprudensi maupun Adat dan kebiasaan. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu ; Rancangan Undang-Undang, Buku-buku

para sarjana, Jurnal, Makalah, Hasil penelitian dan sejenisnya.

3. Bahan hukum tersier, yaitu ; Kamus Besar Bahasa Indonesia, Black’s Law

Dictionary, Koran, Majalah, Internet dan sebagainya.

IV. ANALISIS

A. Peran Pancasila dalam proses Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan

Pancasila sebagai norma fundamental negara menjadi dasar, pemandu dan pengarah dalam mencapai tujuan dan cita-cita negara. Untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita negara tersebut, Pancasila memelukan sarana untuk mencapai tujuan dan cita-cita tersebut. Sarana yang dimaksud atau sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan dan cita-cita negara adalah melalui hukum nasional.21 Hukum nasional menjadi sarana untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa sebagaimana termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945.

21

(11)

Hukum nasional yang dimaksud adalah semua hukum yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia baik berupa hukum tertulis maupun tidak tertulis. Peraturan perundang-undangan adalah salah satu bentuk hukum tertulis yang ada. Peraturan perundang-undangan dan proses pembentukannya memerankan fungsi signifikan dalam pembangunan hukum nasional. Di Indonesia, peraturan perundang-undangan merupakan cara utama penciptaan hukum, peraturan perundang-undangan merupakan sendi utama sistem hukum nasional. Selain itu, Peraturan perundang-undangan merupakan instrumen yang sangat efektif dalam pembaharuan hukum (law reform) karena kekuatan hukumnya yang mengikat dan memaksa. Peraturan perundang-undangan juga memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi dan pada hukum kebiasan, hukum adat, atau hukum yurisprudensi.

Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pembentukan peraturan perundang-undangan itu sendiri adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaa, penyususan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

Oleh karena itu sebagai salah satu instrumen hukum nasional, maka peraturan perundangan-undangan yang efektif harus melalui proses formal maupun materiil dalam pembentukkannya. Di antara rangkaian proses di atas terdapat proses yang tidak disebutkan secara tegas tetapi mempunyai peran yang sangat penting, yaitu proses pengharmonisasian.22 Dengan demikian, pengharmonisasian merupakan

22

(12)

salah satu dari rangkaian proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Proses harmonisasi dimaksudkan agar tidak terjadi atau mengurangi tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan. Proses pengharmonisasian ini dilakukan terhadap rancangan peraturan perundang-undangan, bukan terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah jadi. Karena pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah jadi adalah melalui mekanisme

judicial review.

Proses pengharmonisasian bisa dilakukan di tingkat mana pun, dari tahap perencanaan hingga pada tahap pembahasan, baik di tingkat pembahasan internal/antardepartemen maupun di tingkat koordinasi pengharmonisasian yang diselenggarakan di Kementerian Hukum dan HAM, bahkan sejak penyusunan Naskah Akademik pun proses harmonisasi sudah dapat dilakukan.

Sehubungan dengan pengharmonisasian peraturan perundang-undangan dengan Pancasila , terdapat kaidah penuntun yang dijadikan pedoman. Pedoman tersebut adalah :23

1. Konsiderans menimbang mencantumkan unsur filosofis sebagai pencerminan nilai-nilai Pancasila;

2. Penjelasan umum menjelaskan lebih lanjut unsur filosofis Pancasila secara benar;

3. Materi muatan dalam pasal-pasal memuat asas, maksud dan tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila baik sendiri maupun berpasangan; 4. Pasal-pasal atau materi muatan yang terkandung di dalamnya tidak boleh

bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

23

Lihat pada ...Qomaruddin & Nasrudin, 2014, Modul Diklat Perancang Perundang-Undangan,

(13)

Kaidah-kaidah tersebut yang dipergunakan dalam proses harmonisasi rancangan peraturan perundang-undangan sebelum disahkan atau ditetapkan menjadi peraturan undangan. Terhadap semua isi peraturan perundang-undangan sebagaimana dijelaskan dalam pedoman pengharmonisasian peraturan perundang-undangan tersebut, sila-sila pancasila secara sendiri-sendiri maupun keseluruhan telah menjadi asas hukum umum yang telah digunakan.

Arah harmonisasi peraturan perundang-undangan terhadap Pancasila sejatinya sudah jelas dimaktub dalam pedoman pengharmonisasian, yaitu agar peraturan perundang-undangan yang dihasilkan adalah suatu produk hukum yang benar-benar mencerminkan bangsa Indonesia. Peraturan perundang-undangan yang dihasilkan haruslah mencerminkan cita-cita, tujuan, nilai-nilai asli yang dimiliki bangsa Indonesia yang kesemuanya dapat ditemukan dalam sila-sila Pancasila secara utuh dan satu kesatuan.

Unsur filososfis merupakan ruh bagi setiap peraturan perundang-undangan yang ada, karena Pancasila sebagai falsafah bangsa tumbuh dan berkembang bersama bangsa Indonesia. Prinsip-prinsip yang ada didalamnya bersumber pada budaya dan pengalaman bangsa Indonesia yang berkembang bersama dengan persoalan – persoalan bangsa yang dalam perjalanannya mencari penyelesaian atas permasalahan yang dihadapi. Sehingga sudah selayaknyanya Pancasila dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beradab, karena didalam Pancasila itulah terkandung nilai-nilai dasar bangsa.

(14)

Sebagai norma fundamental, norma dasar tertinggi maka semua hukum dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan norma dasar tertinggi tersebut. Pancasila sebagai norma fundamental bangsa Indonesia menjadi dasar acuan bagi hukum dibawahnya, sehingga dalam menciptakan ataupun menemukan hukum melalui mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan, harus sejalan dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Sebagaimana sila-sila dalam pancasila itu sendiri, susunan sila yang bersifat sistematis-hierarkis, yang menunjukkan suatu rangkaian urutan-urutan yang bertingkat-tingkat, dimana tiap-tiap sila mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan kesatuan itu sehingga tidak dapat dipindahkan.

(15)

Dalam proses pengharmonisasian materi muatan rancangan peraturan perundang-undangan dengan Pancasila, Nilai-nilai Pancasila harus menjadi sumber dalam setiap peraturan perundang-undangan. Hal ini bertujuan agar nilai-nilai pancasila tersebut menjadi aktual dan memberikan batasan terhadap materi muatan yang termuat dan yang tidak seharusnya dimuat dalam materi muatan peraturan perundang-undangan. Secara substansial setiap peraturan perundang-undangan harus menjabarkan nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial, sebagaimana Pancasila yang merupakan cita hukum bangsa Indonesia yang sekaligus menguji apakah suatu hukum positif adil atau tidak.

Sehingga dalam kaitannya tersebut, pelaksanaan Pancasila mempunyai sifat yang mengikat dan wajib atau keharusan atau bahkan dapat disebut bersifat imperatif. Hal ini dikarenakan nilai-nilai Pancasila yang merupakan norma-norma hukum yang tidak dapat dikesampingkan apalagi dilanggar.

B. Pancasila sebagai jawaban atas kekisruhan pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berakibat pada Disharmonisasi

Peraturan perundang-undangan yang tertinggi yaitu, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 harus bersumber dan berdasar pada Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Begitupula Undang-Undang harus berdasar dan bersumber pada UUD 1945, Peraturan Pemerintah harus berdasar dan bersumber pada UU, dan seterusnya, sebagaimana terjemahan Hans Kelsen atas

Stufentheori nya. Sehingga secara konstitusional suatu peraturan perundang-undangan gugur (dalam arti batal/dicabut) karena bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi atau bertentangan dengan Undang –

(16)

diselenggarakan di Mahkamah Konstitusi pun haruslah didasarkan pada konsistensi isi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sesuai dengan hirarkinya masing-masing.

Pertentangan diantara peraturan perundang-undangan baik secara vertikal

maupun horizontal inilah yang disebut dengan Disharmonisasi. Akan tetapi

adapula undang-undang yang dimohonan uji materi di Mahkamah Konstitusi

karena dinilai akan merugikan rakyat karena jauh dari rasa keadilan. Logikanya, jika rakyat senang dan puas dengan peraturan perundang-undangan yang ada pasti tidak akan ditentang ataupun keberatan sehingga perlu untuk meminta uji materi kepada Mahkamah. Sebagaimana kita ketahui bahwa Perorangan warga negara Indonesia, Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang, Badan hukum Publik atau privat, dan/ atau Lembaga negara 24 yang mempunyai hak untuk mengajukan uji materi ke MK. Sebagai contoh; Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang dibatalkan oleh MK. Masyarakat menolak konsep otonomi badan pendidikan karena dirasakan tidak adil dan merugikan masyarakat. Unsur keadilan dalam UU BHP itu tidak bisa dirasakan masyarakat sehingga timbul penentangan-penentangan publik atas materi muatan UU BHP tersebut. Permohonan uji materi tersebut dikabulkan dan UU BHP dinyatakan tidak berlaku lagi sejak 31 Maret 2010. Hal tersebut menunjukkan bahwa produk undang-undang hanya dibuat untuk mengakomodasi kepentingan tertentu dan berpotensi merugikan rakyat atau bahkan telah merugikan rakyat.

24

(17)

Secara numerik akan sulit menilai apakah isi peraturan perundang-undangan di bawah UUD itu benar-benar merupakan penuangan Pancasila atau bukan. Mengingat jumlah peraturan perundang-undangan di bawah UUD yang mencapai ribuan. Akan tetapidapat dikatakan sudah ada instrumen hukum dan politik yang mengatur agar semua peraturan perundang-undangan memuat isi yang secara berjenjang konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang pada tataran puncaknya harus bersumber pada Pancasila sebagai rechtside yang menjadi sumber dan kaidah penuntun hukum.25

Namun pada dasarnya, pembatalan oleh MK dilakukan karena kesalahan isi dan muatan yang bertentangan dengan konstitusi sehingga sangat mutlak untuk dibatalkan. Sedangkan dalam Konstitusi kita, yaitu pada Pembukaan UUD 1945 terdapat pokok – pokok pikiran yang merupakan pengejawantahan dari kelima sila Pancasila. Dengan demikian disharmonisasi ini terjadi antara materi muatan peraturan perundang-undangan dengan nilai –nilai pancasila yang terdapat di dalam kelima sila nya.

Perlu kita ketahui bahwa proses harmonisasi ini terjadi secara internal dari

pemrakarsa rancangan peraturan perundangan. Suatu rancangan

undang-undangan yang berasal dari inisiatif DPR pengharmonisasiannya dilakukan oleh

alat kelengkapan DPR yang menangani bidang legislasi (Badan Legislasi).

Sedangkan suatu rancangan undang-undang yang berasal dari pemerintah/eksekutif

pengharmonisasiannya dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI.

25

(18)

Bagaimana disharmonisasi ini dapat terjadi, sedangkan dalam proses formal

rancangan peraturan perundangan-undangan untuk dapat menjadi peraturan

perundang-undangan telah melalui harmonisasi ? Terkadang, undang- undang sengaja dibuat atas kesepakatan-kesepakatan politik yang secara langsung tidak sesuai konstitusi. Sedangkan pada hakikatnya, pembentukan undang-undang yang tidak kredibel dan inkonstitusional adalah pengkhianatan terhadap Pancasila. Hal ini acapkali dilakukan secara sengaja oleh pembuat kebijakan baik legislatif bersama eksekutif demi kepentingan-kepentingan terselubung. Pengingkaran terhadap norma fundamental dalam membuat undang-undang adalah sebuah kejahatan terhadap cita hukum dan tujuan bangsa Indonesia. Indonesia tidak akan menjadi negara yang makmur dan sejahtera apabila undang-undang yang menjadi sarana mewujudkan tujuan negara justru dibuat untuk digadaikan kepada kepentingan-kepentingan pemilik modal dengan jalan deregulasi.

(19)

dalam rancangan tersebut ? Mengingat harmonisasi dilakukan secara internal pemrakarsa rancangan peraturan perundang-undangan, yang pasti akan berjuang agar kepentingan tertentu yang menjadi agenda khusus dapat diakomodasi dalam rancangan tersebut. Kenyataan yang terjadi selama ini, harmonisasi yang dilakukan hanyalah sebagai syarat formil hanya sebagai formalitas tanpa mendalami makna mendalam dari harmonisasi peraturan perundang-undangan dengan Pancasila.

(20)

/instansi pembuat peraturan perundang-undangan. Ego sektoral yang timbul inilah yang mengakibatkan pembahasan maupun harmonisasi peraturan perundang-undangan tidak dapat bersifat menyeluruh.

Salah satu terobosan yang telah dibuat untuk meminimalisir banyaknya peraturan perundang-undangan yang tidak mengakomodir kepentingan rakyat dan hanya merupakan produk hukum pemborosan anggaran negara, maka diadakan suatu Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah (Prolegda). Prolegnas yakni penyusunan rencana pembuatan UU di tingkat nasional dan Prolegda adalah penyusunan rencana pembuatan Perda di tingkat daerah. Prolegnas dan Prolegda ini dibuat untuk periode lima tahun melalui prosedur dan mekanisme pembuatan yang ketat. Prolegnas dan Prolegda dibuat dengan tujuan agar pembuatan UU dan Perda materi muatannya konsisten dengan Pancasila dan UUD 1945. Prolegnas dan prolegda dapat memberikan penilaian awal mengenai kesesuaian UU dan Perda yang akan dibuat dengan Pancasila dan UUD 1945. Sehingga Prolegnas dan Prolegda menjadi penuangan isi dari Pancasila dan UUD 1945 di dalam UU dan Perda.

(21)

mengawal nilai-nilai dan kaidah penuntun hukum Pancasila sehingga benar-benar tertuang dan menjadi materi muatan di setiap peraturan perundang-undangan.

Bila kembali lagi menilik carut marut, tumpang tindih, pertentangan-pertentangan yang terjadi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, sesungguhnya tidak akan terjadi dan tidak akan pernah terjadi apabila sepenuhnya kita kembalikan kepada nilai-nilai bangsa yang terkandung dalam Pancasila. Bagaimana hiruk pikuk perkara di MK yang materi gugatannya adalah menggugat konsistensi materi muatan UU terhadap UUD 1945 yang merupakan pengejawantahan dari sila-sia pancasila, Bagaimana perang kepentingan yang ada dalam panggung parlemen yang tidak mempedulikan nilai-nilai Pancasila dalam membuat produk legislasinya, Bagaimana kekisruhan hukum yang ditimbulkan akibat tumpang tindih dan carut marutnya peraturan perundang-undangan yang ada, semuanya terjadi karena mengenyampingkan atau bahkan melupakan Pancasila sebagai norma fundamental sekaligus sebagai asas hukum umum.

(22)

V. KESIMPULAN

Oleh karena itu penulis dapat menyimpulkan bahwa;

1. Pancasila berperan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan melalui metode harmonisasi, pemantapan hingga pembulatan konsepsi materi muatan rancangan peraturan perundanga-undangan yang dapat dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan hingga pembahasan rancangan tersebut.

2. Pancasila menjawab kekisruhan pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berupa Dishamonisasi melalui mekanisme harmonisasi materi muatan peraturan perundang-undangan, uji materi di MK, Prolegnas dan Prolegda. Akan tetapi meode paling efektif atas jawaban Pancasila terhadap carut marutnya peraturan perundang-undangan yang ada adalah melalui moral, mental dan spiritual pembentuk peraturan perundangan-undangan yang selalu berpegang pada nilai-nilai Pancasila.

VI. REKOMENDASI

(23)

kandungan nilai-nilai Pancasila di setiap Rancangan Peraturan Perundang-Undangan.

2. Individu-idividu yang terlibat dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, haruslah yang mempunyai pemahaman kuat dan mendasar mengenai Pancasila sebagai falsafah bangasa Indonesia. Hal ini dilakukan dengan seleksi-seleksi ketat sehingga hanya individu-individu yang memenuhi persyaratan tersebut yang dapat terlibat dalam pembuatan peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh harus ada seleksi tertulis maupun wawancara mengenai Nilai-nilai Pancasila bagi anggota DPR yang akan menjadi bagian Badan Legislatif.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Al Marsudi, Subandi, 2001, Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada.

Darmodiharjo, Darji; Dekker, Nyoman; Pringgodigdo,A.G ; Mardojo ,M ; Purbopranoto, Kuntjoro; Sulandra, 1991, Santiaji Pancasila, Surabaya, Usaha Nasional.

Darmodiharjo, Darji & Shidarta, 2006, Pokok-Pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.

Qomaruddin & Nasrudin, 2014, Modul Diklat Perancang Perundang-Undangan, Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Kosepsi Peraturan Perundag-Undangan, Depok, BPSDM Kementerian Hukum dan HAM RI. Ranggawidjaja, Rosjidi, 1998, Pengantar Ilmu Perundang-undangan di Indonesia,

Bandung, Mandar Maju.

Renan Ernest, 1994, Apakah bangsa itu ? (alih bahasa oleh: Prof.Mr.Sunario), editor oleh Prof. Dr. C. F. G. Sunaryati Hartono Bandung, Alumni. Tim Penyunting, 1992, Risalah Sidang BPUPKI, PPKI, Jakarta, Sekretariat

Negara RI. Perundang-Undangan

Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan

Internet

Ary (2014), Ketua MK: 29% UU Dibatalkan Karena Tak Berkualitas

,http://news.liputan6.com/read/475147/ketua-mk- 29-uu-dibatalkan-karena-tak-berkualitas, 26-12-2012, Di unduh pada tanggal 30 September 2014 Has (2014), Banyak dibatalkan MK, kualitas legislasi 2012 menurun,

(25)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.RekapPUU, Di unduhTanggal 30 September 2014

Setiadi, Wicipto (2014), Proses Pengharmonisasian sebagai upaya meningkatkan kualitas Peraturan Perundang-Undangan,

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/232-proses- pengharmonisasian-sebagai-upaya-meningkatkan-kualitas-peraturan-perundang-undangan.html, Diunduh tanggal 6 Oktober 2014

WDA AT (2014) , Patrialis Akbar,-Empat Ribu Perda di Indonesia Dibatalkan,

http://www.tempo.co/read/news/2011/05/22/078335876/Empat-Ribu-Perda-di-Indonesia-Dibatalkan, 22 Mei 2011, Di unduhTanggal 22 September 2014

Penelitian, Jurnal, Makalah

Attamimi, Hamid S. (1990), Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi, Tidak di publikasikan, Jakarta.

MD, Mahfud (2007) ,dalam Seminar Nasional “Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Pendidikan Ilmu Hukum dan Perundang-undangan Indonesia,” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UGM dalam rangka Peringatan Hari Lahirnya Pancasila di Yogyakarta, 30–31 Mei 2007

Referensi

Dokumen terkait

Pada pembelajaran seni budaya berbasis pendidikan multikultural terdapat tiga aspek yang nantinya akan dapat mensukseskan pendidikan multikultural, ketiga aspek

Metode yang digunakan dalam akuisisi data yaitu metode seismik refraksi dengan interpretasi data menggunakan Metode Hagiwara untuk menentukan kedalaman suatu lapisan tanah

kekasaran pemukaan resin komposit nanofil dan giomer lebih tinggi dibanding karbamid peroksida 10%, proses bleaching dengan karbamidperoksida10%dan20% menyebabkan

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh penggunaan multimedia pembelajaran

Dalam penelitian ini, MRP sebagai variabel bebas (variabel X) sedangkan (variabel Y) variabel terikat yaitu Biaya Produksi (Y1) dan Profitabilitas (Y2). Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) terhadap kemampuan pemecahan masalah

Mahasiswa Agroekoteknologi semester 4 yg memiliki IPS>3.00 bisa ambil mata kuliah : a.. Tataguna dan Kesesuaian Lahan yang ada

Freeport Indonesia menyalurkan dana kemitraan mereka yang kemudian di kelola oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK), maka dari itu dalam