• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kebiasaan Penggunaan Gawai terh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Kebiasaan Penggunaan Gawai terh"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

Kehadiran gawai (gadget) pada akhir abad lalu telah mengubah berbagai aspek budaya masyarakat. Anak-anak tidak perlu ke luar rumah untuk bermain karena berbagai permainan telah tersedia di dalam satu gawai. Berbagai media cetak telah terbit daring (online) sehingga cukup dibaca melalui satu gawai. Bahkan berbagai buku pelajaran sekolah pun telah tersedia daring sehingga juga cukup diakses melalui satu gawai. Bahkan Kementerian Pendidikan Nasional berencana penggunaan media gawai sebagai pengganti buku pelajaran yang dicetak dengan media kertas, juga pelaksanaan ujian berbasis gawai. Wacana tersebut telah menginspirasi penelitian ini.

Dalam penelitian ini ditelisik perbedaan kemahiran membaca anak berdasarkan media yang digunakan, yaitu media cetak dan digital. Salah satu variabel yang diperhatikan adalah kebiasaan penggunaan gawai. Di samping itu, juga diperhatikan variabel sikap orang tua terhadap gawai yang mempengaruhi realisasi variabel kebiasaan. Penelitian ini dilakukan di SDIT Smart School AL-Haamidiyah, Jagakarsa, Pasar Minggu, dengan responden siswa kelas 5. Teks yang diberikan adalah teks naratif dan teks ekspositoris dengan menggunakan media cetak berbasis kertas dan media digital berbasis gawai.

Kata Kunci: kemahiran membaca, membaca pada kertas, membaca pada gawai, kebiasaan

Abstract

The advent of widespread digital gadget use in general and growing number of the e-book availability, in particular, have changed various aspects in our society. Children do not need to go play outside because many interesting games at the moment are ready for use on the web in their gadgets. Many newspapers and magazines are now also available online for potential readers, both free or not. With regard to schoolbooks, we can as well find and download them over the internet. Moreover, the Ministry of National Education has planned to replace printed textbooks by downloadable electronic textbooks and printed final exams by electronic forms. This research was triggered by the need to analyze the effects of the government plan on digital textbook implementation.

This research studies differences between reading from a paper and from a screen in terms of skills, behaviors, and outcomes. One of the variables is the digital gadget practice. Parent attitudes toward electronic gadget use are also included in this research to reveal the parental influence on children digital uses. This research was conducted at SDIT Smart School Al-Haamidiyah, Jagakarsa, Pasar Minggu, Jakarta. The subjects are the 5th grade students who were assigned to read expository and narrative texts, both in printed or in digital forms.

Keywords: reading skills, reading from paper, reading from screen, digital practice

Pengantar

(2)

2 penduduk. Mereka menggunakan internet melalui berbagai gawai. Sebagian besar (85%) menggunakan telepon genggam, sedangkan sisanya menggunakan laptop, PC, dan juga tablet. Rata-rata penggunaan gawai adalah 1-3 jam per hari dengan berbagai alasan pemakaian, salah satunya adalah sebagai sumber informasi harian dan juga sarana pendidikan. Mayoritas pengguna internet (49%) berusia 18-25 tahun. Makin tua usia pemakai, makin turun pula persentase jumlah penggunanya: usia 26-35 33,8 %, usia 36-45 14,6%, usia 46-55 2,4%, dan 56-65 0,2%. Usia SD tidak ada dalam kategorisasi itu, tetapi disebutkan bahwa 5% pengguna merupakan murid SD, SMP, dan SMA ataupun yang sederajat. Data tersebut mengimplikasikan penggunaan gawai yang semakin meningkat di Indonesia.

Prensky (2001a dan b) membedakan generasi pelajar pada awal abad 21 sebagai generasi digital jati (digital native) dengan generasi tua sebagai generasi imigran digital (digital immigrant). Generasi digital jati memahami bahasa digital yang berbeda dengan generasi imigran. Dalam kedua tulisannya, Prensky (2001a dan b) mengusulkan agar cara mendidik anak-anak generasi digital jati diubah sesuai dengan kondisi mereka. Menurutnya, generasi digital jati memiliki cara belajar yang berbeda karena sejak dini kebiasaan keseharian mereka dekat dengan digitalisasi, sehingga tercipta sistem otak yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Tapi apakah benar demikian? Apakah anak-anak lebih terampil membaca dengan menggunakan peranti digital dibandingkan dengan kertas? Apakah anak-anak lebih terampil membaca dengan menggunakan peranti digital dibandingkan dengan orang dewasa? Permasalahan itulah yang menjadi dasar kegiatan penelitian1 yang masih berjalan ini, yaitu membandingkan kegiatan membaca anak sebagai generasi digital jati dan orang dewasa sebagai generasi imigran digital. Namun, makalah ini hanya difokuskan pada kemahiran membaca anak terkait kebiasaan dan sikap orang tua terhadap gawai. Fokus permasalahan itu dapat diperinci lagi ke dalam butir-butir pertanyaan berikut:

1. Bagaimana perbedaan skor dan waktu membaca berdasarkan media yang berbeda (kertas dan gawai)?

2. Apakah preferensi terhadap media berpengaruh terhadap kualitas dan kecepatan membaca?

3. Adakah pengaruh intensitas kebiasaan penggunaan gawai terhadap kemahiran membaca? 4. Adakah pengaruh sikap orang tua terhadap gawai atas intensitas kebiasaan penggunaan

gawai anak?

Kirsch (1993: 2-3) menggolongkan kemahiran membaca ke dalam tiga jenis, yaitu (1) kemahiran membaca teks (prose literacy), misalnya memahami pesan dalam sebuah cerita pendek; (2) kemahiran membaca dokumen (document literacy), misalnya, memahami tabel atau peta perjalanan; (3) kemahiran membaca kuantitatif (quantitative literacy), yakni kemampuan untuk melakukan penghitungan dengan menggunakan simbol angka, misalnya menghitung uang. Dari ketiga jenis kemahiran dasar membaca yang disebutkan oleh Kirsch tersebut, kemahiran membaca yang menjadi perhatian dalam penelitian ini hanyalah kemahiran membaca teks saja. Sementara itu, jenis teks yang dipilih adalah jenis teks naratif dan ekspositoris. Seperti yang dipaparkan oleh Yusuf (2008), literasi membaca berkaitan erat dengan alasan mengapa kita melakukan kegiatan membaca. Pada umumnya, anak-anak usia 10 tahun melakukan kegiatan membaca untuk belajar dan juga membaca untuk kesenangan. Kegiatan membaca dengan tujuan pertama pada umumnya terkait dengan bentuk teks ekspositoris, sedangkan membaca dengan tujuan kesenangan terkait dengan bentuk teks naratif. Meskipun demikian, dalam penelitian ini, variabel genre atau jenis teks tidak diperhatikan. Teks hanya dibedakan berdasarkan media penggunaannya.

(3)

3

Metode

Dalam penelitian ini, dilakukan kajian pada 32 orang siswa SD kelas 5 di SDIT Smart School Al-Hamidiyah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Siswa SD kelas 5 dipilih sebagai responden karena dianggap sudah tidak memiliki kendala berarti dalam hal membaca. Sementara itu, SDIT Smart School Al-Hamidiyah di Jakarta Selatan dipilih karena dianggap sebagai sekolah kalangan menengah ke atas dengan asumsi bahwa para siswanya sudah terbiasa menggunakan gawai.

Penelitian ini bersifat empiris. Data dikumpulkan melalui eksperimen yang dilaksanakan melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah penyiapan materi eksperimen berupa penyusunan kuesioner untuk orang tua, serta dua paket teks yang dibaca oleh responden beserta enam pertanyaan mengenai teks tersebut: tiga soal pilihan berganda dan tiga soal isian. Satu paket teks terdiri atas dua teks naratif dan dua teks ekspositoris. Teks naratif didasarkan pada blog anak (Rivai 2014), sementara teks ekspositoris diambil dari buku pelajaran kelas 5 SD yang diunduh dari situs BSE (Buku Sekolah Elektronik) milik Kementrian Pendidikan Nasional (Sulistyowati, S.Pd dan Sukarno, S.Pd 2009a, 2009b; Wiwik Winarti, Joko Winarto, dan Widha Sunarno 2009a, 2009b). Beberapa bagian teks-teks tersebut diubah guna penyeimbangan bobot tanpa mengubah isi alur utamanya. Kedua teks tersebut dibaca oleh responden melalui media yang berbeda, yaitu kertas dan gawai. Satu paket diberikan pada satu kelompok, sementara satu paket lainnya diberikan kepada kelompok lainnya. Teks yang dipilih disesuaikan sedemikian rupa sehingga bobotnya seimbang.

Tahap kedua adalah pengambilan data. Tiap partisipan membaca 4 teks, satu teks naratif dan satu teks ekspositoris berbasis kertas, serta satu teks naratif dan satu teks ekspositoris berbasis gawai. Untuk penyajian teks berbasis gawai, digunakan perangkat keras berupa tablet iPad 2 dan 3 dengan menggunakan peranti lunak berbasis web yang ditawarkan oleh Classmarker

(http://www.classmarker.com/). Data yang diperoleh bukan hanya berupa skor, tetapi juga waktu yang digunakan untuk membaca dan menjawab pertanyaan.

Tahap terakhir adalah tahap analisis. Data skor dan waktu membaca diolah sebagai data primer yang ditunjang dengan data sekunder berupa kuesioner yang diisi oleh para orang tua responden, juga hasil observasi dan wawancara dengan responden mengenai preferensi mereka atas media membaca. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan peranti lunak.

Hasil dan Pembahasan

Kuesioner yang diisi oleh orang tua memberikan gambaran sikap mereka terhadap penggunaan gawai secara umum. Terdapat 12 orang dari total 32 orang tua siswa (37,5%) yang beranggapan bahwa gawai bersifat positif, 16 orang (50%) yang beranggapan netral, 2 orang (6,25 %) yang beranggapan negatif, dan 2 orang lainnya (6,25%) yang memilih abstain. Mengenai penggunaan gawai oleh anak-anak, hanya 7 orang (21,875%) saja yang menganggapnya positif; sisanya 18 orang (56,25 %) bersikap netral dan 5 orang (15,625) beranggapan negatif (lihat Tabel 1).

Tabel 1: Sikap Orang Tua terhadap Pemakaian Gawai positif netral negatif positif netral negatif positif netral negatif

Positif 12 6 2 4 12 0 0 8 1 3

Netral 16 1 1 14 11 4 1 11 4 1

Negatif 2 0 0 2 2 0 0 1 0 1

(4)

4 Gambar 1: Grafik Sikap Orang Tua terhadap Pemakaian Gawai

Yang menarik dari hasil tersebut adalah bahwa sebagian kecil orang tua yang menganggap gawai positif pun menganggap penggunaan gawai oleh anak bersifat negatif, termasuk untuk kegiatan membaca. Sementara itu, para orang tua yang bersikap netral terhadap penggunaan gawai secara umum, sebagian besarnya (14 orang atau 88%) menganggap penggunaan gawai oleh anak-anak bersifat negatif, hanya 1 orang saja yang menganggap penggunaan gawai oleh anak-anak bersifat positif. Namun, sebagian besar dari mereka (11 orang atau 69%) menganggap penggunaan gawai untuk membaca, juga oleh anak-anak, bersifat positif. Bahkan 2 orang yang secara umum menganggap penggunaan gawai bersifat negatif, bersikap positif terhadap penggunaan gawai untuk membaca, juga oleh anak-anak. Sebagian besar orang tua (27 orang atau 81,25%) memang menganggap penggunaan gawai untuk membaca bersifat positif (perhatikan grafik 1). Jumlah persentase orang tua yang menganggap positif penggunaan gawai untuk membaca oleh anak-anak, menurun menjadi 68,75% (22 orang). Namun, jumlah anak yang menggunakan gawai untuk membaca 20 orang saja (62,5%), sementara yang menggunakan gawai untuk bermain lebih tinggi, yaitu 24 anak atau 75%.

Dari data yang didapat, sikap orang tua tidak berbanding lurus dengan izin yang diberikan. Walaupun hanya 7 orang yang menganggap penggunaan gawai oleh anak bersifat positif, hampir semua orang tua memberi izin kepada anaknya untuk menggunakan gawai. Hanya satu orang saja yang konsisten tidak mengizinkan anaknya menggunakan gawai. Sikap para orang tua juga tidak selaras dengan durasi penggunaan gawai (lihat tabel 2). Pengertian durasi penggunaan gawai di sini adalah lama waktu dalam hitungan jam yang dihabiskan per minggu untuk menggunakan gawai. Dari uji korelasi secara statistik, tidak ada korelasi di antara sikap para orang tua dan durasi pemakaian gawai (lihat tabel 3), karena nilai signifikansi mencapai 0,477 dan berada di atas p=0,05.

Tabel 2: Pengaruh sikap orang tua terhadap gawai atas kebiasaan penggunaan gawai anak

Pandangan Gawai Umum

Total Positif Netral Negatif Abstain

Waktu Pemakaian < 1 jam 0 3 0 0 3

1-3 jam 4 5 0 0 9

4-7 jam 5 3 2 1 11

8-12 jam 2 1 0 0 3

> 12 jam 1 3 0 1 5

(5)

5 Tabel 3: Korelasi sikap orang tua terhadap gawai atas kebiasaan penggunaan gawai anak

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .522 .477

N of Valid Cases 31

Terkait dengan kebiasaan, Prensky (2011) menyatakan bahwa beberapa studi menunjukkan adanya sifat plastis pada otak manusia yang menyebabkan otak dapat mengalami perubahan seiring dengan perubahan lingkungan. Pernyataan Prensky itu sejalan dengan de Bono (1988) yang menyatakan bahwa kecerdasan seseorang dapat ditingkatkan. Itu berarti bahwa kemampuan berpikir seseorang tidak hanya bersifat biologis atau herediter saja, tetapi juga dapat diperoleh dengan jalan latihan atau pembiasaan. Hal yang sama diutarakan oleh Yap (dalam Darmiyati Zuchdi, 2008), yaitu bahwa kemampuan membaca seseorang sangat ditentukan oleh kuantitas waktu membacanya. Jadi, makin banyak waktu yang digunakan seseorang untuk membaca, makin tinggi kemahiran membacanya. Meskipun demikian, perhitungan statistik dengan tes Chi-Square menunjukkan tidak adanya korelasi antara durasi penggunaan gawai dan kemahiran membaca anak dengan teks digital, baik korelasi positif ataupun negatif (lihat Tabel 4 dan 6). Kebiasaan penggunaan gawai tidak memperbaiki ataupun merusak kemahiran membaca, baik membaca berbasis peranti digital ataupun berbasis kertas. Anak yang memiliki intensitas rendah dalam menggunakan gawai dapat memiliki nilai yang cukup tinggi, begitu pula sebaliknya (perhatikan Tabel 5 dan 7). Jadi, dari hasil ini, variabel kebiasaan menggunakan gawai tidak mempunyai pengaruh apa pun terhadap kemahiran membaca dengan peranti digital.

Tabel 4: Korelasi durasi penggunaan gawai dan kemahiran membaca digital anak

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 102,958a 104 .510

Likelihood Ratio 81.961 104 .946

Linear-by-Linear Association

.038 1 .846

N of Valid Cases 31

a. 135 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,10.

Tabel 5: Durasi penggunaan gawai dan kemahiran membaca digital anak

(6)

6

10,60 0 1 1 0 0 2

10,70 0 0 0 0 1 1

10,80 0 0 1 0 0 1

11,00 0 0 1 0 0 1

11,50 0 0 1 0 0 1

11,60 0 0 0 0 1 1

12,00 0 0 1 0 0 1

12,10 1 0 0 0 0 1

12,40 0 0 1 0 0 1

12,50 0 1 0 0 0 1

13,30 0 0 0 1 0 1

14,00 0 1 0 0 0 1

15,00 0 0 1 0 0 1

15,50 0 0 0 0 1 1

15,60 0 1 0 0 0 1

15,80 0 1 0 0 0 1

Total 3 9 11 3 5 31

Tabel 6: Korelasi durasi penggunaan gawai dan kemahiran membaca anak pada kertas

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 32,209a 36 .650

Likelihood Ratio 32.538 36 .634

Linear-by-Linear Association

.023 1 .881

N of Valid Cases 31

a. 50 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,10.

Tabel 7: Durasi penggunaan gawai dan kemahiran membaca anak pada kertas

Waktu Pemakaian Total

< 1 jam 1-3 jam 4-7 jam 8-12 jam > 12 jam

Nilai Kertas

6,00 0 1 1 0 0 2

10,00 0 1 0 0 0 1

11,00 0 0 0 1 1 2

12,00 0 1 1 0 1 3

13,00 3 1 1 1 1 7

14,00 0 2 4 1 1 8

15,00 0 1 1 0 0 2

16,00 0 2 0 0 1 3

17,00 0 0 1 0 0 1

18,00 0 0 2 0 0 2

(7)

7 Menurut Lamb dan Arnold (dalam Rahim, 2008 :16), ada 4 faktor yang memengaruhi kemampuan membaca anak, yaitu (1) faktor fisiologis, yang mencakup kesehatan fisik dan neurologis; (2) intelektual yang mencakup cara berpikir; (3) lingkungan yang meliputi latar belakang dan pengalaman serta sosial ekonomi; (4) faktor psikologis yang mencakup minat dan motivasi. Namun, seperti halnya kebiasaan, dalam penelitian ini juga tidak ditemukan korelasi antara preferensi penggunaan media dan kualitas ataupun kecepatan membaca, baik dengan media kertas ataupun gawai (lihat Tabel 8).

Tabel 8: Korelasi preferensi media terhadap kemahiran membaca Nilai

Konvensional Nilai Digital Preferensi Nilai Konvensional Pearson Correlation 1 ,041 ,075

Sig. (1-tailed) ,412 ,342

N 32 32 32

Nilai Digital Pearson Correlation ,041 1 -,204

Sig. (1-tailed) ,412 ,131

N 32 32 32

Preferensi Pearson Correlation ,075 -,204 1 Sig. (1-tailed) ,342 ,131

N 32 32 32

Satu-satunya variabel yang memiliki nilai signifikan adalah perbedaan skor membaca pada media digital dan kertas. Hasil uji t terhadap data menunjukkan bahwa perbedaan skor membaca pada kertas dan peranti digital cukup signifikan dan bukan kebetulan belaka. Nilai signifikansinya di bawah 0,05 (lihat Tabel 9).

Tabel 9: Korelasi skor membaca berbasis kertas dan berbasis gawai

Mean Std.

Nilai Digital

2,82188

4,00747

,70843

3,983

31

,000

Jabr (2013) menyatakan bahwa banyak penelitian menyimpulkan bahwa membaca pada gawai lebih lambat dan tidak seakurat membaca pada kertas. Namun, banyak juga penelitian yang menunjukkan sebaliknya. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa kualitas membaca dengan kertas dan dengan gawai tidak memiliki perbedaan. Perbedaan hanyalah muncul pada cara pembaca mengingat informasi saja.

Tabel 10: Rerata skor dan waktu membaca berbasis kertas serta berbasis gawai N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

(8)

8 skor membaca dengan menggunakan media kertas lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan gawai. Rerata skor kertas 13,4063 dari total 18 poin, sementara skor digital hanya 10,5844 saja. Meskipun demikian, membaca dengan tablet (digital) lebih cepat daripada membaca dengan kertas. Membaca digital rata-rata dilakukan dalam waktu 7 menit, sementara membaca dengan kertas lebih dari 10 menit (lihat Tabel 10).

Simpulan

Hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa orang tua pada umumnya menganggap penggunaan gawai oleh anak bersifat negatif, tetapi gawai dipandang positif jika digunakan untuk membaca. Namun sikap mereka tidak berpengaruh atas intensitas kebiasaan penggunaan gawai oleh anak. Kebiasaan menggunakan gawai juga tidak berkorelasi dengan kualitas kemahiran membaca dengan gawai, begitu pula dengan preferensi. Hal tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh durasi penggunaan gawai oleh anak-anak yang masih cukup rendah, rata-rata hanya 7 jam per minggu, sementara mereka setidaknya menghabiskan 30 jam di sekolah bergaul dengan kertas, sehingga dapat diasumsikan durasi interaksi dengan kertas lebih besar. Oleh karena itu terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas membaca dengan kertas dan dengan gawai. Namun, yang cukup menarik adalah mereka lebih cepat membaca dengan menggunakan gawai daripada dengan menggunakan kertas.

Dari hasil penelitian ini, jika melihat kriteria atau karakteristik yang dikemukakan Prensky (2011), dapat disimpulkan bahwa para responden belum dapat dikategorikan ke dalam pengguna digital jati. Interaksi dengan digital masih rendah, hasil membaca digital pun masih di bawah kertas. Namun, hal itu dapat saja disebabkan oleh masa pemerolehan kemahiran digital yang baru dimulai. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengungkapkan variabel-variabel lainnya.

Daftar Acuan

De Bono, Edward. (1988). Pelajaran Berpikir de Bono. Jakarta: Erlangga.

Jabr, Ferris. (2013). “The Reading Brain in the Digital Age: The Science of Paper versus Screens”,

Scientific American. [http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=reading-paper-screens].

Prensky, M. (2001a). Digital Natives, Digital Immigrants. The Horizon 9: 5, hal. 1–6. [http://marcprensky.com/articles-in-publications/,diunduh 1 November 2015]

Prensky, M. (2001b). “Digital Natives, Digital Immigrants, Part II: Do They Really Think

Differently?”. The Horizon 9: No. 6. NCB University Press.

[http://marcprensky.com/articles-in-publications/, diunduh 1 November 2015]

Prensky, M. (2011). “From Digital Native to Digital Wisdom: Introduction”, dalam From Digital Native to Digital Wisdom: Hopefull Essays for 21st Century Education. California: Corwin. [http://www.wisdompage.com/Prensky01.html, diunduh 3 November 2015]

Puskakom UI. (2014). Profil Pengguna Internet Indonesia. Jakarta: Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia [http://puskakomui.or.id/publikasi/rilis-pers, diunduh 7 November 2015]

Rahim, Farida. (2005). Pengajaran Membaca di Sekolah. Jakarta:Bumi Aksara. Rivai, M. (2014). Dongeng binatang. [http://dongengterbaru.blogspot.co.id/].

Sulistyowati dan Sukarno (2009a).“Gaya” dalam Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar/MI:

Kelas 5. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Sulistyowati dan Sukarno (2009b). “Pesawat Sederhana” dalam Ilmu Pengetahuan Alam untuk

Sekolah Dasar/MI: Kelas 5. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Wiwik Winarti, Joko Winarto, dan Widha Sunarno. (2009a). “Sifat Bahan dan Manfaatnya” dalam

Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar/MI: Kelas 5. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Wiwik Winarti, Joko Winarto, dan Widha Sunarno. (2009b). “Perubahan Sifat Benda” dalam Ilmu

(9)

9 Yusuf, S. (2008, November 2). Literasi Membaca dalam PIRLS 2006.

[http://forumliterasi.blogspot.co.id/ diunduh 21 oktober 2015].

Gambar

Tabel 1: Sikap Orang Tua terhadap Pemakaian Gawai
Gambar 1: Grafik Sikap Orang Tua terhadap Pemakaian Gawai
Tabel 6: Korelasi durasi penggunaan gawai dan kemahiran membaca anak pada kertas
Tabel 8: Korelasi preferensi media terhadap kemahiran membaca

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat pengetahuan Pasien Rawat Jalan Penggunaan Antibiotik di Puskesmas Karanganyar.. Journal of pharmaceutical Science and

Bahan setek bagian bawah batang (B 1 ) dapat mempengaruhi pertumbuhan bibit setek tanaman buah naga merah dimana dapat dilihat bahwa setek bagian bawah batang

dan hingga saat ini telah memiliki 2 program studi yaitu S1 dan S2. Usaha yang berkelanjutan dari tahun ke tahun oleh seluruh pihak di fakultas dan program studi,

Dalam sejarah Islam, masalah kepemimpinan politik (imamah) merupakan persoalan yang krusial. Karena ini adalah persoalan pertama yang menimbulkan perselisihan di antara

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji variabel-variabel yang berpangaruh terhadap underpricing pada penawaran perdana pada perusahaan yang Listing di

Jenis ini memiliki daya rosot karbondioksida yang besar, yaitu sebesar 14,253 g, hal ini disebabkan karena daun pada jenis ini merupakan daun yang cukup lebar dan tempat