• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN LAPANGAN FIELD RESEARCH PADA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENELITIAN LAPANGAN FIELD RESEARCH PADA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PENELITIAN LAPANGAN (

FIELD RESEARCH

)

FADLUN MAROS - JULIAN ELITEAR

ARDI TAMBUNAN - ERNAWATI KOTO

KELAS KOMINFO ANGKATAN III

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENDAHULUAN

Hakikat dari tujuan Ilmu pengetahuan adalah menemukan kebenaran, jalan untuk

sampai pada tujuan ini berberbeda-beda tergantung waktu, sifat dan metodenya. Yang

membuat manusia terus ingin mencapai tujuan ilmu pengetahuan karena manusia

dianugerahi sifat dasar ingin tahu. Misalnya dalam hal mencapai kebenaran atau temuan

tentang matahari dengan metode, Galileo menggambarkan metodenya : Arahkan Teleskop

ke matahari bila hendak mengamati bentuknya, sambil memfokuskannya terus-menerus,

letakkan selembar kerta putih datar sekitar 30 sentimeter dari lensa cekungnya. Dengan

demikian, akan terlihat bayangan matahari yang berbentuk lingkaran, dengan seluruh titik

cahaya yang teratur dan tersusun simetris, sama persis dengan bentuk matahari. Semakin

jauh kertas tersebut dari tabung teleskop, semakin besar bayangan yang timbul dan semakin

baik susunan titik cahaya yang digambarkan. (Strauss & Corbin, 2003 : 3).

Kami (penulis) juga mempunyai pengalaman yang unik tentang bagaimana

menemukan suatu kebenaran batu cincin dan batu biasa, Pada saat musim atau lagi

hebohnya batu cincin banyak orang berusaha mencari batu cincin, tidak terkecuali

anak-anak, dan menariknya anak-anak dalam menemukan batu cincin hanya berbekal korek api

yang ada senter kecilnya, dan mereka mengatakan bahwa untuk membedakan batu cincin

dan batu biasa sangat sederhana tinggal senterkan batu itu kalau tembus itulah batu cicin

kalau tidak tembus itu batu biasa.

Dari contoh diatas menunjukkan pada kita bagaimana sangat gampangnya

menemukan suatu kebenaran, apalagi telah memiliki metodologi hanya tinggal mengikuti

langkah-langkah dari metodologi yang telah ditentukan. Walaupun tidak tertutup

kemungkinan dalam melaksanakannya terdapat kendala dan halangan.

Dalam melakukan penelitian seharusnya peneliti telah memiliki paradigma

penelitian, gunanya agar peneliti tahu tentang apa yang dikerjakan, prosedur kerja yang

akan dilalui dan kualitas hasil yang akan diperoleh.

Dari Sisi pembahasan Paradigma menurut Kamus Berbahasa Inggris

Merriam-Webster menyebut secara sederhana bahwa paradigma adalah contoh dan pola, disamping

itu makna paradigma yang lain adalah kerangka kerja teoritis dan filosofis tentang disiplin

ilmiah yang didalamnya terdapat teori, dalil, generalisasi, dan pengujiannya

diformulasikan.

De Mey menjelaskan bahwa dalam istilah paradigma terdapat empat unsur konsep

(3)

Generalisasi simbolik memberikan arti bahwa secara teknis terdapat sejumlah perilaku

kegiatan yang berbeda-beda tetapi secara keseluruhan mempunyai kesamaan atribut.

Keyakinan metafisik terkait dengan pemahaman seseorang terhadap kenyataan alam, yang

didalamnya terdapat pemikiran yang berbentuk asumsi, metode dan praktek baku. Batasan

paradigma tersebut sejalan dengan pendapat Egon G. Guba dan Yvonna S Lincoln yang

mengatakan bahwa paradigm adalah sebuah pandangan luas atau sistem keyakinan. (Amir,

2015 :63-64).

Ada bermacam-macam Paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahuan

adalah Scientific Paradigma (paradigma keilmuan) dan Naturalistic Paradigma atau

paradigma alamiah. Paradigma ilmiah bersumber dari pandangan positivisme sedangkan

paradigma alamiah bersumber dari pandangan fenomenologis. (moleong, 2006 :51).

Menurut Lincoln dan Guba, Perbedaan Aksioma Paradigma Ilmiah (positivisme)

dan Naturalistik (alamiah) :

Aksioma tentang Paradigma Ilmiah Paradigma Alamiah

(4)

Peranan Nilai Inkuirinya bebas nilai Inkuirinya (aksiologi) terikat

nilai.

Sementara itu Burhan Bungin dalam bukunya Penelitian Kualitatif menyatakan

berdasarkan sejarah sosial, pendekatan kualitatif dibangun berdasarkan tradisi pemikiran

Jerman yang lebih banyak mengadopsi pemikiran filsafat Plato yang Humanistis.

Sebagaimana diketahui bahwa pandangan Plato terhadap manusia lebih banyak

menempatkan manusia sebagai makhluk yang humanistis daripada manusia sebagai

homosapiens. Karena itu plato memandang manusia sebagai manusia, bahkan Plato terlebih

melihat manusia dipengaruhi oleh rasionya, karena itu manusia memiliki idealismenya.

Gagasan Plato mempengaruhi Edmund Husserl, Martin Heidegger dan Merleu Ponty.

Mereka adalah pelopor aliran fenomenologi, sebuah aliran fisafat yang mengkaji

penampakan atau fenomena yang mana antara fenomena dan kesadaran tidak terisolasi

satu sama lain melainkan selalu berhubungan secara dialektis. Jadi dalam pandangan

fenomenologi sesuatu yang tampak itu pasti bermakna menurut subjek yang menampakkan

fenomena itu, karena setiap fenomena berasal dari kesadaran manusia sehingga sebuah

fenomena pasti ada maknanya.

Tradisi pemikiran Jerman yang Platonik, Humanistis, idealistis ini mengilhami

pemikiran Kant dan Hegel tentang dunia ide yang kemudian melahirkan Paradigma

Fenomenologi dalam penelitian sosial yang dikenal dengan paradigma penelitian kualitatif,

dimana paradigma ini berseberangan dengan tradisi pemikiran Inggris dan Perancis yang

Positivistik.

Persaingan fenomenologis dan positivisme sebenarnya terjadi pada tataran

penafsiran terhadap ajaran-ajaran filsafat yang melatarbelakangi masing-masing paradigma.

Sehubungan dengan itu berbagai ajaran filsafat yang mendasari pandangannya juga

digunakan untuk menjelaskan keberadaannya.

Pendekatan Kualitatif selain didasari oleh filsafat fenomenologis dan humanistis,

juga mendasari pendekatannya pada filsafat lainnya seperti empiris, idealism, kritisme,

vitalisme, dan rasionalisme maupun humanism. Dengan kata lain bahwa pandangan yang

mengatakan pendekatan kuantitatif (positivisme) yang mendasari pemikirannya terhadap

empirisme, idealism, kritisme, dan rasionalisme adalah pandangan yang keliru. Karena

(5)

yang juga digunakan oleh pendekatan kuantitatif, tentu dengan bentuk penafsiran yang

sesuai dengan kepentingan fenomenologi, hal mana juga dilakukan oleh positivisme

terhadap paradigma kuantitatif ketika menafsirkan filsaf-filsafat yang mendasarinya.

(6)

Pengertian Penelitian Lapangan (Field Research)

Menurut Kenneth D. Bailey (1994:254) istilah studi lapangan merupakan istilah yang

sering digunakan bersamaan dengan istilah studi etnografi (

ethnographic study

atau

ethnography

). Lawrence Neuman (2003:363) juga menjelaskan bahwa penelitian lapangan

juga sering disebut etnografi atau panelitian

participant observation

. Akan tetapi, menurut

Neuman etnografi hanyalah merupakan perluasan dari penelitian lapangan. Etnografi

mendefinisikan kembali bagaimana penelitian lapangan harus dilakukan. Menurut Roice

Singleton (1988:308), penelitian lapangan berasal dari dua tradisi yang terkait yakni

antropologi dan sosiologi, dimana etnografi merupakan studi antropologi dan etnometodologi

merupakan studi sosiologi. Etnografi memberikan jawaban atas pertanyaan apakah budaya

suatu kelompok individu, sedangkan etnomethodologi memberikan jawaban atas

bagaimanakah orang memahami kegiatan mereka sehari-hari sehingga mereka dapat

berprilaku dengan cara yang diterima secara sosial.

Penelitian lapangan merupakan penelitian kualitatif di mana peneliti mengamati dan

berpartisipasi secara langsung dalam penelitian skala sosial kecil dan mengamati budaya

setempat. Banyak mahasiswa senang dengan penelitian lapangan karena terlibat langsung

dalam pergaulan beberapa kelompok orang yang memiliki daya tarik khas. Tidak ada

matematika yang menakutkan atau statistik yang rumit, tidak ada hipotesis deduktif yang

abstrak. Sebaliknya, adanya interaksi sosial atau tatap muka langsung dengan orang-orang

yang nyata dalam suatu lingkungan tertentu.

Dalam penelitian lapangan, peneliti secara individu berbicara dan mengamati secara

langsung orang-orang yang sedang ditelitinya. Melalui interaksi selama beberapa bulan atau

tahun mempelajari tetang mereka, sejarah hidup mereka, kebiasaan mereka, harapan,

ketakutan, dan mimpi mereka. Peneliti bertemu dengan orang atau komunitas baru,

mengembangkan persahabatan, dan menemukan dunia sosial baru, hal ini sering dianggap

menyenangkan. Akan tetapi, penelitian lapangan juga memakan waktu, menguras emosi, dan

kadang-kadang secara fisik berbahaya.

(7)

Douglas menyatakan bahwa sebagian dari apa yang peneliti sosial benar-benar ingin belajar,

dapat dipelajari hanya melalui keterlibatan langsung seorang peneliti di lapangan.

Secara sederhana Metode pengamatan penelitian lapangan (

field research

) dapat

didefinisikan yaitu secara langsung mengadakan pengamatan untuk memperoleh informasi

yang diperlukan, misalnya ketika peneliti ingin meneliti bagaimana peran

opinion leader

dalam suku tertentu menggiring

audience

-nya untuk mempercayai hal-hal tertentu. Hal ini

menggunakan metode field research guna mendapatkan hasil yang akurat dan pasti, dimana

peneliti ikut tinggal,

bergaul dan melakukan kegiatan sosial lainnya demi mendapatkan kesimpulan yang sesuai dari apa yang ada dilapangan.

Studi Kasus

Dapat dikatakan bahwa studi kasus bukan merupakan metode ilmiah yang spesifik

melainkan lebih merupakan suatu metode yang lazim diterapkan untuk memberikan penekanan pada spesifikasi dari unit–unit atau kasus–kasus yang diteliti. Dengan kata lain, metode ini berorientasi pada sifat – sifat unik (casual) dari unit–unit yang sedang diteliti

berkenaan dengan permasalahan – permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Patton

(2004: 447) melihat bahwa studi kasus merupakan upaya mengumpulkan dan kemudian mengorganisasikan serta menganalisis data tentang kasus–kasus tertentu berkenaan dengan permasalahan–permasalahan yang menjadi perhatian peneliti untuk kemudian data tersebut dibandingkan atau dihubung–hubungkan satu dengan yang lainnya (dalam hal lebih dari satu kasus) dengan tetap berpegang dalam perinsip holistik dan kontekstual.

Disini yang dapat diangkat menjadi kasus mungkin adalah individu, keluarga, kelompok

organisasi, institusi nilai atau corak budaya atau bahkan wilayah. Penerapan studi kasus

sebagaimana yang lazim adalah menggunakan metode standar seperti observasi, interview,

Focus Group Discussion (FGD) atau penggabungan dari metode–metode itu.

Dalam konteks penelitian komunikasi, studi kasus memiliki karakter dinamis di

dalam penggunaannya untuk memperoleh gambaran mengenai berbagai persoalan menarik

dalam kehidupan sosial. Dalam kaitan ini, studi kasus memiliki semacam keistimewaan

yakni bukan hanya studi kasus dalam penelitian komunikasi dikembangkan sesuai dengan

yang sudah sejak lama digunakan dalam studi sosiologis dan antropologis melainkan studi kasus dalam penelitian komunikasi juga digunakan untuk meneliti gejala–gejala humaniora. Dalam hubungan ini studi kasus misalnya digunakan untuk melacak nilai – nilai yang

(8)

terhadap teknik – teknik retorika yang dikembangkan oleh para elit kekuasaan dan tokoh – tokoh masyarakat juga dapat dilakukan dengan menggunakan studi kasus ini, misalnya

mencermati penggunaan bahasa seperti metafor, ironi, parado, anekdot, dan eufeminisme.

Contoh penelitian menggunakan metode studi kasus ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Jankowsiki di Amsterdam pertengahan dekade 1970-an yaitu analisis

kontekstual mengenai perkembangan stasiun televisi lokal. Adapun topik lain yang dapat

menggunakan metode ini yaitu prilaku memilih dikalangan perempuan perkotaan dalam hal ini

kita dapat mengerucutkan dan memfokuskan pada satu kota tertentu, dalam hal ini peneliti

bisa mengidentifikasikan berbagai kasus yang telah ada.

Creswell memulai pemaparan studi kasus dengan gambar tentang kedudukan studi

kasus dalam lima tradisi penelitian kualitatif yang dikemukakan Foci berikut ini bahwa

diungkapkan bahwa fokus sebuah biografi adalah kehidupan seorang individu, fokus

fenomenologi adalah memahami sebuah konsep atau fenomena, fokus suatu teori dasar

adalah seseorang yang mengembangkan sebuah teori, fokus etnografi adalah sebuah potret

budaya dari suatu kelompok budaya atau suatu individu, dan fokus studi kasus adalah

spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup individu, kelompok budaya

ataupun suatu potret kehidupan. Lebih lanjut Creswell mengemukakan beberapa

karakteristik dari suatu studi kasus yaitu :

1. mengidentifikasi kasus untuk suatu studi;

2. Kasus tersebut merupakan sebuah sistem yang terikat oleh waktu dan tempat;

3. Studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya

untuk memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang respons dari suatu

peristiwa dan;

4. Menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti akan menghabiskan waktu dalam

menggambarkan konteks atau setting untuk suatu kasus.

Berdasarkan paparan di atas, dapat diungkapkan bahwa studi kasus adalah sebuah eksplorasi dari “suatu sistem yang terikat” atau “suatu kasus/beragam kasus” yang dari waktu ke waktu melalui pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan berbagai sumber informasi yang “kaya” dalam suatu konteks. Sistem terikat ini diikat oleh waktu dan tempat sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu program, peristiwa, aktivitas atau

suatu individu. Dengan perkataan lain, studi kasus merupakan penelitian dimana peneliti

menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan (program, event,

(9)

mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode

tertentu.

Pengumpulan data dalam studi kasus dapat diambil dari berbagai sumber informasi, karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang “kaya” untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Yin (1989) mengungkapkan bahwa terdapat

enam bentuk pengumpulan data dalam studi kasus yaitu:

1. Dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu

peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, klipping, artikel;

2. Rekaman arsip yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama,

rekaman-rekaman pribadi seperti buku harian, kalender dan sebagainya;

3. Wawancara yang biasanya bertipe open-ended;

4. Observasi langsung;

5. Observasi partisipan dan;

6. Perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau instrumen, pekerjaan

seni dan lain-lain.

Sedangkan Creswell menampilkan pengumpulan data melalui matriks sumber

informasi untuk pembacanya. Matriks ini mengandung empat tipe data yaitu: wawancara,

observasi, dokumen dan materi audio-visual

Jadi, Studi kasus menjadi berguna apabila seseorang/peneliti ingin memahami suatu

permasalahan atau situasi tertentu dengan amat mendalam dan dimana orang dapat

mengidentifikasi kasus yang kaya dengan informasi , kaya dalam pengertian bahwa suatu

persoalan besar dapat dipelajari dari beberapa contoh fenomena dan biasanya dalam bentuk

pertanyaan. Studi kasus pada umumnya berupaya untuk menggambarkan perbedaan individual atau variasi “unik” dari suatu permasalahan. Suatu kasus dapat berupa orang, peristiwa, program, insiden kritis/unik atau suatu komunitas dengan berupaya

menggambarkan unit dengan mendalam, detail, dalam konteks dan secara holistik. Untuk

itu dapat dikatakan bahwa secara umum, studi kasus lebih tepat digunakan untuk

penelitian yang berkenaan dengan how atau why.

Fenomenologi

Kalangan fenomenologi memandang bahwa tindakan bahwa tingkah laku manusia,

yaitu apa yang dikatakan dan dilakukan seseorang, sebagai produk dari cara orang tersebut

(10)

menangkap proses interprestasi ini. Untuk melakukan hal itu diperlukan apa yang disebut

Weber Verstehen, yaitu pengertian empatik atau kemampuan untuk mengeluarkan dalam

pikirannya sendiri, perasaan, motif dan pikiran-pikiran yang ada dibalik tindakan orang

lain. Untuk dapat memahami arti tingkah laku seseorang, ahli fenomenologi berusaha

memandang sesuatu dari sudut pandang orang lain (Bogdan & Taylor, 1975).

Fenomenologi tidak menganggap dirinya tahu apa makna sesuatu bagi orang-orang yang dipelajarinya. “Penyelidikan fenomologis bermula dari “diam”. Keadaan “ diam” ini merupakan upaya untuk menangkap apa gerangan yang sedang dipelajari. Dengan

demikian, apa yang ditekankan kaum fenomologi adalah segi subjektif tingkah laku orang.

Fenomenolog berusaha untuk bisa masuk kedalam dunia konseptual subjek penyelidikan

(Geerz, 1973) agar dapat memahami bagaimana dan apa makna yang disusun subjek

tersebut disekitar kejadian-kejadian dalam kehidupan kesehariannya. Fenomenologi

berkepercayaan bahwa bagi manusia ada banyak cara penafsiran pengamalan yang tersedia

bagi kita masing-masing melalui interaksi dengan orang lain, dan bahwa makna dari

pengalaman itulah yang membentuk kenyataan atau realitas. Sebagai akibatnya, kenyataan itu “bentukan sosial”. Jadi, tujuan dari semua paham fenomenologi yang beragam sifatnya pada dasarnya sama,yakni memahami subjek dari sudut pandang subjek sendiri (Bogdan &

Bikken, 1982:24).

Fenomenologi beranjak dari filsafat sebagaimana dicetuskan oleh filsuf Jerman Edmund H. Husserl (1859 – 1938). Walaupun acap kali tampak ada kesimpangsiuran dalam definisinya (sebagian paradigma, aliran filsafat, bahkan sebagai metode atau penelitian

kualitatif itu sendiri), pada hakikatnya fenomenologi adalah upaya menjawab pertanyaan

bagaimanakah struktur dan hakikat pengalaman terhadap suatu gejala bagi sekelompok manusia?.

Fenomenologi pada dasarnya adalah sebuah tradisi yaitu tradisi pengkajian yang

digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Fenomenologi adalah suatu

tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Dalam konteks ini diasumsikan bahwa

manusia aktif memahami dunia disekelilingnya sebagai sebuah pengalaman hidupnya dan

aktif menginterpretasikan pengalamannya tersebut yang dapat disederhanakan bahwa

fenomenologi berasumsi bahwa setiap manusia secara aktif menginterpretasikan

pengalaman dengan memberikan makna atas suatu yang dialaminya, dengan kata lain

pemahaman adalah suatu tindakan kreaif dan bersifat subjektif.

Satu hal lagi yang ditekankan dalam fenomenologi adalah bahwa objek dan

(11)

sehari – hari dilakukan dari sudut pandang orang yang hidup dalam kehidupannya sendiri. Setiap makhluk hidup pasti punya interpretasi berbeda atas kehidupannya masing – masing meski sekalipun mereka hidup dalam satu keluarga akan tetapi cara mereka

menginterpretasikan dunia disekeliling mereka berbeda. Misalnya dua orang saudara

kandung menyaksikan acara televisi yang membahas mengenai berita tentang kenaikan

harga bahan bakar minyak maka mereka akan menginterpretasikan secara berbeda.

Misalnya sang kakak menginterpretasikan bahwa pemberitaan itu hanya pengalihan isu

karena sang kakak memiliki beberapa pengalaman dari berita sebelumnya. Sedangkan sang

adik menginterpretasikan berita itu dengan kegagalan pihak pemerintah yang tidak

membela rakyat padahal sebelumnya terus dikampanyekan bahwa mereka adalah

pemerhati rakyat, lain dengan sang kakak bahwa pengalaman sang adik bahwa sebelumnya

ia sudah dikecewakan dengan pemberitaan sejenis. Kedua kakak beradik ini memiliki

pengalaman yang berbeda dan pastinya memberikan interpretasi yang berbeda pula

terhadap dunia sekelilingnya.

Metode fenomenologi ini terrmasuk kedalam metode penelitian kualitatif yang

cenderung bersifat deskriptif dimana fenomenologi dapat memberikan peluang bagi

peneliti untuk menggali informasi pengalaman manusia. Dibanding metode lain, salah satu

metode yang menggunakan paradigma konstruktifistik ini lebih memberikan fleksibilitas

dan kemudahan membangun konstruksi sosial realitas. Metode ini dapat memberikan

informasi yang kaya atas realitas yang diteliti, mungkin secara teoritik sulit dipahami akan

tetapi sebenarnya lebih mudah untuk dilakukan. Untuk cara pengumpulan datanya dalam

metode fenomenologi dapat dengan melakukan wawancara selain itu diikuti dengan data

sekunder yakni observasi.

Etnometodologi

(12)

Perspektif ini pada dasarnya menunjuk pada persoalan yang akan diteliti,

sebagaimana yang diceritakan oleh Harold Garfinkel, istilah etnometodologi dijumpainya

ketika ia mempelajari arsip silang budaya di Yale yang memuat kata-kata seperti etnobotani,

etnofisika, etnomusik, dan etnoastronomi. Beberapa istilah tersebut mempunyai arti

sebagaimana para warga suatu kelompok tertentu (biasanya kelompok suku yang terdapat

di arsip Yale) memahami, menggunakan, dan menata segi-segi lingkungan mereka; dalam

hal etnobotani, subjek atau pokok kajiannya adalah tanaman. Dengan demikian,

etnometodologi berarti studi tentang bagaimana orang-orang menciptakan dan memahami

kehidupan sehari-hari. Subjek bagi etnometodologi bukan hanya warga suku primitif.

Mereka adalah orang-orang dari berbagai situasi didalam masyarakat kita sendiri (Bogdan

& Biklen, 1982:30).

Untuk membuktikan kompleks dan tidak lumrahnya suatu gejala, etnometodologi

menggunakan teknik sengaja melanggar pola keseharian yang berlaku dan dari reaksi

terhadap pelanggaran itu mencoba memahami kompleksitasnya. Dengan begitu metode

pengumpulan datanya dapat dengan studi kasus setelah itu dibantu dengan data sekunder

berupa wawancara dan observasi.

Budaya menolak/mencegah hujan dengan menusuk cabai atau menaburkan garam

yang secara logika tidak ada kaitannya dengan akan turun atau tidaknya hujan, hal ini terbukti

dari seringnya ritual ini dilakukan terutama ketika melakukan resepsi pernikahan namun

hujan tetap turun. Namun karena manusia memiliki refleksi, masih turunnya hujan tersebut

direfleksikan berbeda, seperti mereka mengatakan pada dirinya sendiri bahw

a, “Mungkin

ritual yang dilakukan kurang tepat atau ada pantangan yang dilanggar atau ada sesuatu yang

menyebabkan hujan harus turun

”. Dari sini terlihat adanya proses berpikir dan evaluasi diri

dari sang Peritual tersebut. contoh lainnya, Gail Jefferson mempertanyakan bagaimana orang

tahu kapan saatnya tertawa dalam percakapan. Menurut pandangan awam, tertawa sama

sekali bebas waktunya dalam percakapan atau interaksi, artinya, kapan saja dikehendaki.

Tetapi Jefferson menemukan bahwa beberapa ciri struktural mendasar suatu ucapan

dimaksudkan untuk membuat pihak lain agar tertawa yakni pertama, penempatan tawa oleh

pembicara di ujung ucapannya. Kedua, tertawa diletakkan di tengah pembicaraan, misalnya

di tengah kalimat. Jadi, kemungkinan yang dapat menimbulkan tertawa tak diorganisir

sebebas yang diperkirakan orang. Masalahnya bukanlah sesuatu yang akan terjadi, tertawa

atau apa pun lainnya, tapi tertawa harus terjadi atas dasar suka rela atau oleh ajakan.

Etnometodologi tidak menunjukkan kepada metode penelitian, tetapi pada

(13)

memahami situasi tempat mereka berada.bagi ahli etnometodologi, arti suatu tindakan

selalu tidak jelas dan merupakan persoalan bagi oarang-orang dalam situasi tertentu. Tugas

ahli etnometodologi adalah menyelidiki bagaimana cara orang menetapkan kaidah-kaidah

abstrak dan pengertian akal sehat dalam berbagai situasi sehingga tindakan tersebut

kelihatan rutin, dapat diterangkan, dan tidak meragukan. Dengan demikian, arti itu adalah

penyelesaian praktis yang dilakukan oleh warga suatu masyarakat (Bogdan & Taylor, 1975).

Untuk memperjelas pengertian akal sehat tersebut kita dapat mengambil contoh apa

yang telah dilakukan oleh Jack Douglas. Ia telah menyelidiki proses yang digunakan oleh

koroner (pegawai yang memeriksa sebab-sebab kematian seseorang) untuk menentukan

suatu kematian sebagai akibat bunuh diri. Ia mencatatbahwa untuk menentukan hal itu, koroner harus menggunakan pengertian akal sehat (yaitu “apa yang diketahui oleh setiap orang”) tentang alasan orang bunuh diri sebagai dasar menetapkan adanya unsur kesengajaan. Koroner tersebut mengumpulkan beberapa pertanda (misalnya, bukti bahwa

seseorang bersedih karena kehilangan pekerjaannya) sehingga sampai kepada sebuah kesimpulan dengan kata-kata “bunuh diri karena berbagai sebab praktis”. Penyelidikan lain yang dilakukan oleh D. Lawrence Wieder menyelidiki bagaimana “pecandu narkoba” disuatu rumah diluar kota menggunakan “kode etik narapidana”. Yaitu Aksioma seperti “jangan mencuri” dan “bantulah penghuni yang lain”, guna menerangkan, membenarkan, dan mempertanggungjawabkan tingkah laku mereka. Ia memberikan contoh bagaimana

para penghuni memberitahukan dan menerapkan kode etik itu pada situasi khusus jika

mereka diminta untuk menerangkan alasan tindakan mereka. Dengan demikian, lewat

penyelidikan terhadap hal-hal yang didasarkan pada pikiran sehat, ahli etnometodologi

berharap dapat mengerti cara orang melihat, melukiskan, dan menerangkan tata dunia yang

mereka tinggali ini (Bogdan & Taylor, 1975).

Interaksi Simbolik

Asumsi dalam pandangan perspektif interaksi simbolik adalah pengalaman manusia

diperoleh dengan perantara interpretasi (Blumer dalam Rulam Ahmadi (2014:48)). Benda

(objek), orang, situasi, dan kejadian itu tidak memiliki maknanya sendiri. Bogdan & Taylor

(1975) juga menyatakan bahwa orang selalu berada dalam proses interpretasi dan definisi

sewaktu mereka beralih dari satu situasi ke situasi lain. Beberapa situasi ada yang sudah

dikenal baik dan mungkin merupakan hal yang baru ditemui satu kali saja. Semua situasi

(14)

suatu situasi hanya dapat mempunyai makna lewat interpretasi dan definisi orang

mengenai situasi tersebut. Sementara itu, tindakan orang tersebut berasal dari makna ini.

Jadi, proses interpretasi berfungsi sebagai perantara bagi setiap kecendrungan untuk

bertindak disamping juga sebagai tindakan itu sendiri.

Untuk bisa memahami tingkah laku orang, kita harus memahami definisi dan proses

terbentuknya. Manusia itu selalu aktif menciptakan dunianya maka memahami

persimpangan biografi dan masyarakat menjadi esensial (Geertz dan Millis, 1953). Karena

berbagai sebab, setiap peserta memandang (memberikan definisi mengenai) situasi atau

aspek dari situasi itu (yakni pelaku itu sendiri, pelaku yang lain) dengan cara yang

berlainan. Salah satu sebab tersebut adalah setiap pelaku membawa masa lalunya yang

unik dan mempunyai cara tersendiri pula untuk menafsirkan apa yang dilihatnya. Tentu

semua peserta dalam satu situasi mungkin mempunyai pandangan yang sama terhadap

situasi tersebut, atau beberapa peserta yang menempati posisi sama mungkin memandang

hai itu dengan cara yang berbeda. Disamping itu, faktor-faktor lain (misalnya, latar

belakang budaya, jenis kelamin, pendidikan/ latihan yang diperoleh) mungkin juga dapat

mempengaruhi perspektif peserta tersebut.

Bagian lain yang terpenting teori interaksi sosial adalah konstruk tentang “diri sendiri” (self). Diri sendiri tidak dipandang terletak didalam individu seperti ego atau kebutuhan, motif, dan norma-norma atau nilai-nilai yang terinternalisasi. Diri adalah

definisi yang diciptakan orang (melalui interaksinya dengan orang lain) mengenai siapa

dirinya. Dalam membentuk atau mendefiniskan diri, orang berusaha melihat dirinya

sebagaimana orang-orang lain melihat dia dengan menafsirkan gerak isyarat dan perbuatan

yang ditunjukkan kepadanya dan dengan jalan menempatkan dirinya pada peranan orang

lain. Pendeknya, kita memandang diri kita sendiri sebagian sebagaimana orang-orang lain

memandang kita. Dengan demikian, konstruksi sosial merupakan hasil dari mempersepsi

diri sendiri dan kemudian menyusun definisi melalui proses interaksi (Bogdan & Bikken,

1998:27).

Interaksionisme simbolik bermula dari psikologi sosial yang dikaitkan dengan

George Herbert Mead dan Herbert Blumer serta per definisi bertautan erat dengan

penyelidikan kualitatif dan orientasi verstehen yang mendasarinya. Sang interaksionis

simbolik mengajukan pertanyaan kumpulan simbol dan pemahaman umum apa yang muncul dan

(15)

Perspektif ini amat menekankan pentingnya makna dan penafsiran sebagai proses

yang hakiki dan manusiawi sebagai reaksi terhadap behavioralisme dan psikologi stimulus – respon yang mekanistis. Orang menciptakan makna bersama melalui interaksinya, dan bagi mereka makna itulah yang menjadi realitasnya

Pentingnya interaksionisme simbolik dalam penyelidikan kualitatif adalah tekanan

jelas pada pentingnya simbol dan proses yang terjadi dalam interaksi sebagai sesuatu yang

mendasar untuk memahami perilaku manusia. Interaksionisme simbolik merupakan salah

satu model metodologi penelitian kualitatif berdasarkan pendekatan fenomenologis atau

persepektif interpretif. Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa dua pendekatan utama

dalam tradisi fenomenologis adalah interaksionisme simbolik dan etnometodologi.

Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan Blumer, proses sosial

dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok.

Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi

manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Mereka tertarik pada cara manusia

menggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk

berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas

simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial.

Penganut interaksi simbolik berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk

dari interpretasi mereka atas dunia disekeliling mereka, jadi tidak mengakui bahwa perilaku

itu dipelajari atau ditentukan, sebagaimana dianut oleh teori behavioristik atau teori

struktural. Alih-alih, perilaku dipilih sebagai hal yang layak dilakukan berdasarkan cara

individu mendefinisikan situasi yang ada.

Interaksi simbolik termasuk ke dalam salah satu dari sejumlah tradisi penelitian kualitatif yang berasumsi bahwa penelitian sistematik harus dilakukan dalam suatu lingkungan yang alamiah dan bukan lingkungan artifisial seperti eksperimen. Secara lebih jelas Denzin dalam Mulyana (2002:149) mengemukakan tujuh prinsip metodologis berdasarkan teori interaksi simbolik, yaitu :

1. Simbol dan interaksi harus dipadukan sebelum penelitian tuntas.

2. Peneliti harus mengambil perspektif atau peran orang lain yang bertindak (the acting other) dan memandang dunia dari sudut pandang subjek, namun dalam berbuat demikian peneliti harus membedakan antara konsepsi realitas kehidupan sehari-hari dengan konsepsi ilmiah mengenai realitas tersebut.

(16)

4. Setting perilaku dalam interaksi tersebut dan pengamatan ilmiah harus dicatat.

5. Metode penelitian harus mampu mencerminkan proses atau perubahan, juga bentuk perilaku yang yang statis.

6. Pelaksanaan penelitian paling baik dipandang sebagai suatu tindakan interaksi simbolik.

7. Penggunaan konsep-konsep yang layak adalah pertama-tama mengarahkan (sensitizing) dan kemudian operasional, teori yang layak menjadi teori formal, bukan teori utama (grand theory) atau teori menengah (middle theory), dan proposisi yang dibangun menjadi interaksional dan universal.

Dari penjelasan diatas bahwa dapat disimpulkan interaksionisme simbolik dapat menggunakan observasi sebagai data premiernya dan wawancara dapat ditambahkan sebagai data sekundernya.

Etnografi

Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial.

peneliti menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan, dan cara

hidup. Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian. Sebagai proses,

etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, dimana

dalam pengamatan tersebut peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau

melalui wawancara satu per satu dengan anggota kelompok tersebut. Peneliti mempelajari

arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok.

Metode ini cenderung meneliti suatu kebudaayan di sebuah wilayah tertentu, apa

yang dilakukan masyarakat dan apa tujuannya mereka melakukan hal tersebut. hal ini

ditegaskan dalam pernyataan bahwa secara historis, penelitian etnografi telah

mengembangkan suatu perhatian untuk memahami pandangan dunia dan cara hidup

manusia dalam konteks pengalaman hidup sehari – hari merka (Crang dan Cook, 2007:37).

Secara harafiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang

ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian

bulan atau sekian tahun. Etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode

penelitian dianggap sebagai asal-usul ilmu antropologi. Margareth Mead (1999) menegaskan, “Anthropology as a science is entirely dependent upon field work records made by individuals within living societies". Dalam buku Metode Etnografi, James Spardley

(17)

Kemudian dia sendiri juga memberikan langkah-langkah praktis untuk mengadakan

penelitian etnografi yang disebutnya sebagai etnografi baru ini.

Etnografi lekat dengan kebudayaan, bahkan merupakan hal yang pokok dalam studi

etnografis. Karena hal ini maka kalangan antropolog yang telah merintis kemudian

menggunakan istilah ini. hal demikian didasarkan pada keyakinan bahwa manusia hidup

berkelompok dan saling berinteraksi antara satu individu dan individu lainnya, dan melalui

ini kemudian terbentuk kebudayaan. Kebudayaan dalam konteks ini dapat dimaknai sebagai kumpulan dari pola–pola perilaku dan keyakinan–keyakinan yang kemudian menentukan patokan (standar) mengenai sesuatu itu apa (what is), kemungkinannya apa

(what can be), memutuskan bagaimana menaruh perasaan terhadapnya, keputusan

bagaimana untuk merespon dan bagaimana cara yang diambil atau dipilih.

Istilah etnografi kerap digunakan untuk menunjukkan dua hal yang sebenarnya

berbeda yakni (a) Metode Penelitian dan (b) hasil laporan penelitian atau kajian. Dalam arti

metode istilah etnografi biasanya diartikan sebagai fildwork conducted by a single investigator

who lives with and lives like whose who are studies, usually for a year or more. Penelitian

lapangan, kata lain dari metode observasi – terlibat, yang dilakukan oleh seorang peneliti

yang untuk itu ia tinggal bersama dan hidup sebagaimana layaknya orang – orang yang

diteliti, untuk waktu satu tahun atau lebih.

Dalam arti hasil penelitian, etnografi berarti the written respresentation of a culture

(suatu bentuk laporan tertulis mengenai suatu kebudayaan). Kendati demikian, secara

umum istilah etnografi biasa dipakai untuk menunjuk a study of the culture that a given group

of people more or less share (studi tentang kebudayaan yang ada pada kelompok masyarakat

tertentu). Terdapat tiga moment (tahap kegiatan yang berbeda) pada etnografi: (a)Kegiatan

Pengumpulan Informasi atau data mengenai suatu kebudayaan yang diteliti, (b)

penyusunan laporan etnografi dan (c) bacaan dan penerimaan (reading and reception) karya

etnografi oleh khalayak yang relevan dan beraneka ragam. Para ilmuan sosial biasanya lebih

tertarik pada yang pertama.

Contoh menggunakan metode etnografi adalah berkenaan dengan dampak televisi

terhadap nilai – nilai kehidupan orang lokal didaerah Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam hal ini

lebih mengkaji dengan sisi bagaimana kebudayaan mereka menerima dan

menginterpretasikannya kedalam kebudayaan mereka.

Etnografi pada dasarnya ancangan yang berawal dari disiplin antropologi budaya

dan pada pokoknya bertujuan mengkaji bagaimanakah budaya sekelompok manusia.

(18)

kerja lapangan yang intensif dengan peneliti terlibat penuh di dalam budaya yang dikajinya.

Etnografi mementingkan asas relativisme (kenisbian) budaya : setiap kelompok manusia

akan mengembangkan budayanya dan budaya itu di hargai sebagaimana adanya tanpa membawa nilai – nilai dari budaya si peneliti. Ini juga berarti penghargaan penuh (termasuk upaya empati) terhadap kelompok manusia yang hendak di teliti.

Biografi

Adalah penelitian kualitatif terhadap individu serta pengalamannya yang dituliskan

dengan cara mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip. Tujuan penelitian ini adalah

mengungkap pengalaman menarik yang dapat mempengaruhi atau mengubah hidup

seseorang. Peneliti menginterpretasi subjek seperti subjek tersebut memposisikan dirinya

sendiri.

Penelitian biografi merupakan penelitian mengenai kehidupan seseorang dan

pengalamannya yang dianggap penting dan bermanfaat bagi masyarakat umum maupun

komunitas tertentu yang dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen, arsip-arsip,

keterangan dari orang yang ditulis biografinya maupun keterangan dari orang lain yang

mengetahui tentang orang yang ditulis. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap epipani

yaitu pengalaman menarik yang sangat mempengaruhi atau mengubah hidup seseorang.

Data yang diperoleh diinterpretasi oleh si peneliti seolah-olah peneliti sedang menuliskan

pengalaman dirinya sendiri.

Penelitian biografi adalah studi tentang individu dan pengalamannya yang

dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip. Tujuan penelitian ini

adalah mengungkap turning point moment atau epipani yaitu pengalaman menarik yang

sangat mempengaruhi atau mengubah hidup seseorang. Peneliti menginterpretasi subjek

seperti subjek tersebut memposisikan dirinya sendiri.

Pada tulisan Safari Daud, Biografi merupakan riwayat hidup tokoh yang ditulis oleh

orang lain baik tokoh tersebut masih hidup atau sudah meninggal. Sedangkan riwayat

hidup yang ditulis sendiri disebut otobiografi. (Daud, Safari, 2013).

Dalam menganalisis data pada penelitian biografi dilakukan langkah-langkah

berikut:

1. Mengorganisir file pengalaman objektif tentang hidup responden seperti tahap

(19)

dewasa dan lansia yang ditulis secara kronologis atau seperti pengalaman pendidikan,

pernikahan, dan pekerjaan;

2. Membaca keseluruhan kisah kemudian direduksi dan diberi kode;

3. Kisah yang didapatkan kemudian diatur secara kronologis;

4. Selanjutnya peneliti mengidentifikasi dan mengkaji makna kisah yang dipaparkan, serta

mencari epipani dari kisah tersebut;

5. Peneliti juga melihat struktur untuk menjelaskan makna, seperti interaksi sosial didalam

sebuah kelompok, budaya, ideologi, dan konteks sejarah, kemudian memberi

interpretasi pada pengalaman hidup individu;

6. Kemudian, riwayat hidup responden di tulis dengan berbentuk narasi yang berfokus

pada proses dalam hidup individu, teori yang berhubungan dengan pengalaman

hidupnya dan keunikan hidup individu tersebut.

Pada daur hidup seseorang, kelahiran sampai kematian, ada banyak kejadian yang

dialami oleh individu. Pengalaman ini merupakan unsur yang sangat menarik untuk

diketahui, dengan metode Biografi pengalaman yang terakumulasi direkam dan

dipaparkan. Inilah yang membuat Biografi merupakan sejarah individual menyangkut

tahapan kehidupan dan pengalaman seseorang yang dialami dari waktu ke waktu.

Ada beberapa varian dalam metode Biografi yang dijelaskan Daud, selain Biografi,

ada otobiografi, Prosofografi dan Memoar. Jika Biografi ditulis oleh orang lain, Otobiografi

dituliskan oleh individu itu sendiri. Sangat mirip dengan Memoar, bedanya pada fokus

individu terhadap suatu kejadian atau fenomena saja. Pengelompokan tokoh tokoh atau

individu mengenai cerita kehidupannya (Daud menyebutnya biografi kolektif) disebut

dengan Prosofografi.

Kuntowijoyo dalam tulisan Daud memberikan dua macam biografi yaitu portrayal

(portrait) dan scientific (ilmiah). Biografi dalam potret portrayal menurut Kunto adalah

kategori biografi dalam potret hanya mencoba memahami, kecenderungan metode biografi

ini pada makna memahami sang tokoh sekaligus memberi makna. Biografi scientific

menurut Kunto merupakan usaha menerapkan tokoh berdasarkan analisis ilmiah dengan

penggunaan konsep-konsep tertentu sehingga menjadi sejarah yang menerangkan.

Dalam ranah komunikasi, Biografi dapat dilakukan dalam penelusuran tokoh dan

pemikirannya sekaligus, yang mempengaruhi komunikasi baik secara keilmuan maupun

praktek komunikasi. Bahan yang digunakan dalam metode biografi ini adalah dokumen

(termasuk surat-surat pribadi), wawancara, tidak hanya dengan orang yang bersangkutan,

(20)

Grounded Research

Pengertian grounded research merupakan suatu metode penelitian yang mendasarkan

diri kepada fakta dan menggunakan analisis perbandingan yang bertujuan mengadakan

generalisasi empiris, menetapkan konsep-konsep, membuktikan teori dan mengembangkan

teori ketika pengumpulan data dan analisis data berjalan pada waktu bersamaan (Nazir

dalam Andi Prastowo (2011:65)). Dari definisi ini, dapat kita lihat bahwa metode yang

digunakan dalam grounded research merupakan reaksi metode penelitian yang pada

dasarnya digunakan untuk memverifikasi teori. Grounded research adalah metode penelitian

yang digunakan untuk mengembangkan teori. Sumber teorinya adalah data tersebut.

Dengan demikian, teori disebut grounded karena berdasarkan data.

Metode grounded research menghasilkan teori yang disebut grounded theory. Dalam

metode ini, digunakan pendekatan grounded theory, yaitu suatu pendekatan kualitatif yang

memiliki maksud pokok untuk mengembangkan teori berdasarkan data empiris, bukan

membangun teori secara deduktif logis (Muhadjir, 2000:121). Jadi, pendekatan grounded

theory bukan hanya merupakan teoritis abstrak.

Menurut Moleong (2006:30) dalam Andi Prastowo (2011:66) ada empat kriteria

pokok untuk suatu penelitian grounded research, yaitu sebagai berikut :

1. Hal itu harus sesuai dengan fenomena

2. Diperoleh dari berbagai macam data

3. Dipercaya dari segi kenyataan sehari-hari dibidangnya

4. Hal itu harus menyediakan pemahaman dan harus komprehensif terhadap orang-orang

yang diteliti maupun yang lainnya yang terlibat

5. Hal itu harus menyediakan kesimpulan umum (dengan catatan, data itu komprehensif)

6. Interpretasinya konseptual dan luas

7. Teori memasukkan variasi ekstensif di bidangnya

8. Hal itu menyediakan pengawasan (dalam hal ini menyediakan kondisi dimana teori

diaplikasikan dan menyediakan landasan untuk tindakan di bidangnya)

Menurut Nazir (1988:88),terdapat tujuh tujuan metode Grounded Research, yaitu :

1. Untuk mengadakan generalisasi empiris

2. Untuk menetapkan konsep-konsep

3. Untuk membuktikan teori

4. Untuk mengembangkan teori

(21)

Ciri khas Grounded research adalah sebagai berikut :

1. Menggunakan data sebagai sumber teori

2. Peranan data dalam penelitian ini lebih ditonjolkan

3. Pemilihan sampel mengarah ke pemilihan kelompok atau sub kelompok yang akan

memperkaya penemuan ciri-ciri utama

4. Pengumpulan data dan analisis data berjalan pada waktu yang bersamaan

5. Hubungan teori dan tesis terletak pada terisinya data secara penuh pada tesis substantif

Menurut Nazir dalam Andi Prastowo (2011:72) prosedur kerja utama dalam metode

grounded research terdiri atas empat langah sebagai berikut :

1. Menentukan masalah yang ingin diselidiki

2. Mengumpulkan data

3. Menganalisis dan menjelaskannya

4. Pembuatan laporan penelitian

Metode Grounded Research memiliki kelebihan sebagai berikut :

1. Metode ini mampu menyelidiki secara mendalam terhadap suatu permasalahan

2. Metode grounded research mengkritik tugas pengembangan ilmu pengetahuan (dengan

pendekatan kuantitatif-positivistik) yang hanya mengadakan verifikasi sehingga terjadi

pengikisan karena temuan teori-teori baru. Dengan kata lain, model verifikasi

positivistik meminimkan munculnya teori baru. Hal itu berbeda halnya dengan metode

grounded research yang justru memberi peluang bagi munculnya teori-teori baru yang

berdasarkan data.

3. Hipotesis dalam grounded research merupakan suatu pernyataan ilmiah yang akan terus

dikembangkan.

Sementara kelemahan metode grounded research (Nazir dalam Andi Prastowo

(2011:77)) adalah sebagai berikut:

1. Grounded research menggunakan analisis perbandingan dan mensifatkan analisis

perbandingan sebagai penemuan yang baru. Karena grounded research tidak

menggunakan probabilty sampling, generalisasi yang digunakan mengandung banyak

bias.

2. Akhir satu penelitian bergantung pada subjektivitas peneliti. Apakah hasilnya suatu

(22)

3. Teori yang diperoleh dalam grounded research tidak didasarkan atas langkah-langkah

sistematis melalui siklus metode ilmiah

4. Grounded research dapat disamakan dengan pilot studi atau exploratory research belaka

5. Sukar dinilai dengan metode-metode umum lainnya yang sering dilakukan dalam

penelitian kemasyarakatan.

Dipengaruhi oleh pandangan bahwa peneliti kualitatif tidak membutuhkan

pengetahuan dan teori tentang objek penelitian untuk mensterilkan subjektivitas peneliti,

maka format desain grounded research dikontruksikan agar peneliti dapat mengembangkan

semua pengetahuan dan teorinya setelah mengetahui permasalahan dan data dilapangan.

Oleh karena itu, format desainnya adalah sebagai berikut :

Tahap I Observasi Pendahuluan

 Menemukan Tema-tema Pokok Penelitian

 Menemukan Gatekeepers

 Menemukan gambaran umum tentang alur penelitian

Tahap II Pengumpulan Data

 Menemukan Informan

 Mewawancarai dan Mengobservasi serta Membuat Catatan Harian

 Menemukan Inforamasi Baru

 Mengembangkan Strategi Wawancara dan Observasi

 Menggunakan Trianggulasi untuk menemukan Kebenaran Data

 Terus menerus membuat Catatan Harian

 Mengembangkan draf laporan menjadi rancangan laporan akhir

 Peneliti meninggalkan lokasi penelitian

Dalam tradisi penelitian kualitatif, ketiga format penelitian diatas bukanlah sesuatu

ukuran baku yang tidak dapat diubah dan dikonstruksi ulang karena berdasarkan

(23)

perubahan bahkan terkadang tidak dapat digunakan sama sekali. Namun, contoh diatas

bisa jadi bermanfaat bagi pembaca karena ditulis berdasarkan berbagai pengalaman

dilapangan bertahun-tahun, karena itu tak perlu ragu menggunakannya. (Bungin, 2001 :

(24)

Daftar Pustaka

Ahmadi, Rulam. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.

Amir Mohammad Faisal. 2015. Menulis Tesis dan Disertasi( Mengoptimalkan Keefektifan Berpikir), Mitra Wacana Media, Jakarta.

Bailey, Kenneth D. 1994. Methods of Social Research : Fourth Edition. The Free Press

Bogdan, Robert dan Biklen, S.K. 1982. Qualitative Research for Education : An Introduction to Theory and Methods . Allyn and Bacon, Inc.

Bogdan, Robert, and Steven J, Taylor. 1975. Introduction to Qualitative Research Methods: A Phenomenological Approach to the Social Sciences. New York: Willey.

Bungin Burhan. 2008. Penelitian kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainya. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

---. 2001. Metode Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Crang, M and Cook, I. 2007. Doing Etnographies. Sage Publications. London.

Daud, Safari. 2013. Antara Biografi dan Historiografi (Studi 36 Buku Biografi di Indonesia). Analisis. Volume XIII. Nomor 1.

John W. Creswell. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing among Five Tradition. Sage Publication. London.

Mead, Margaret. 1999. Culture and Commitment : A Study of the Generation. The Natural History Press. New York.

Moleong Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rake Sarasra. Yogyakarta.

Mulyana. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung

Neuman, W. Lawrence. 2007. Basics of Social Research - Qualitative and Quantitative Approaches : Second Edition. Pearson Education, Inc.

(25)

Prastowo, Andi. 2011. Memahami Metode-metode Penelitian. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.

Singleton, Roice. 1988. Approaches to Social Research. Oxford University Press. New York.

Strauss Aslem, dan Corbin Juliet. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Yin, Robert K.. 1989. Case Study Research Design and Methods. Cosmos Corporation. Washington.

http://www.kompasiana.com/ephineogi.blogspot.com/berbagai-tipe-penelitian-kualitatif-masihkah-diperlukan_5508efa58133115e1cb1e202

https://books.google.co.id/books?id=NT8eiiYhIpoC&printsec=frontcover&source=gbs_ge_ summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini juga ingin mengetahui persepsi industri terkait dengan skill mahasiswa Akuntansi Politeknik Negeri Batam yang telah bekerja di industri, dan

Tujuan dari penulis mengambil tafsir fī Ẓilāl al - Qur’ān karya Sayyid Quthb adalah karena Sayyid Quthb adalah seorang ulama yang sangat memperjuangkan agama

Hal ini dilatarbelakangi dengan semakin maraknya praktek illegal fishing yang terjadi di ZEEI, namun dalam prakteknya antara kapal yang ditangkapkarena diduga

Meskipun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tindakan definitif pada pasien ruptur lien akibat trauma tumpul

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran komponen komitmen organisasi yang dominan pada pengurus Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama–sama menggunakan teknik analisis linier berganda dan untuk menguji hipotesis menggunakan Uji F

The decision of future teachers is significantly affected by six factors: the required effort to master and use educational software, altruism, personal innovativeness,

Wokulski påpeker at jødene må helbredes fra det hovmod som gir dem så mange fiender blant befolkningen. Altså er vi også her inne på problematikken med at for voldsomme ambisjoner