• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS ASPEK HUKUM KONSTRUKSI“Kegagalan Struktur pada Bangunan Pusat Perbelanjaan Metro Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS ASPEK HUKUM KONSTRUKSI“Kegagalan Struktur pada Bangunan Pusat Perbelanjaan Metro Tanah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK SIPIL

UNSOED

TUGAS ASPEK

HUKUM

KONSTRUKSI

“Kegagalan Struktur pada

Bangunan Pusat

Perbelanjaan Metro Tanah

ACHMAD ALFI

H1D011045

(2)

Artikel

KASUS METRO TANAH ABANG : TANGGUNG JAWAB SIAPA?

Oleh : Nyoman Upadhana

Malpraktek tidak hanya terjadi di bidang kedokteran. Di bidang profesi yang lainpun malpraktek bisa terjadi. Di bidang konstruksi sebenarnya sering juga terjadi malpraktek yang disebabkan baik oleh pihak pengguna jasa maupun penyedia jasa. Salah satu contoh malpraktek konstruksi adalah robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang yang terjadi pada tanggal 23 Desember 2009 yang lalu.

Robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang sangat mungkin disebut sebagai malpraktek konstruksi. Walaupun selama ini robohnya suatu bangunan tidak pernah disebut sebagai malpraktek. Kesalahan-kesalahan di bidang konstruksi yang dilakukan oleh orang-perorang atau badan usaha yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain menurut penulis dapat disebut sebagai malpraktek konstruksi. Dalam kasus Metro Tanah Abang kerugian dialami oleh masyarakat yang menderita luka-luka dan meninggal dunia. Apabila perencanaan dan pelaksanaan bangunan tambahan tersebut dilakukan oleh pihak lain (oleh penyedia jasa) , maka pihak manajemen Metro Tanah Abang sebagai pihak pengguna jasa juga dapat disebut

mengalami kerugian.

(3)

dengan kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa. Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) menegaskan bahwa

tanggungjawab pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan konstruksi bukan hanya dalam rentang waktu pelaksanaan, tetapi berlaku juga setelah serah terima akhir pekerjaan. Pasal 25 ayat 2 UUJK menyatakan bahwa kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Penyedia jasa menurut Pasal 16 ayat 1 terdiri dari perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi.

Berdasarkan berita dan foto-foto di lokasi kejadian yang dimuat media masa, konstruksi utama bangunan tambahan Metro Tanah Abang tersebut dibuat dari konstruksi baja. Hubungan antara konstruksi baja bangunan tambahan dengan bangunan induk Metro Tanah Abang kemungkinan dipakai baut sebagai konektor. Robohnya bangunan tambahan Metro Tanah Abang dapat disebabkan karena kesalahan perencanaan atau kesalahan dalam pelaksanaan dan pengawasan. Dalam bidang perencanaan, kesalahan dapat terjadi karena ketidaktelitian dalam perhitungan. Misalnya ketidaktelitian dalam penentuan asumsi beban yang bekerja pada suatu struktur dapat menyebabkan kesalahan dalam menetapkan dimensi struktur yang bisa berakibat fatal.

Kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan dapat disebabkan oleh pelaksana (kontraktor) atau oleh pengawas (konsultan supervisi). Kontraktor yang bekerja menyimpang dari speksifikasi teknis merupakan salah satu kesalahan pelaksana. Konsultan supervisi yang tidak benar dalam pengawasan, seperti misalnya membiarkan pelaksana bekerja menyimpang juga merupakan kesalahan pihak pengawas. Nah, apabila kesalahan-kesalahan tersebut dilakukan melebihi batas toleransi spesifikasi teknis dan mengakibatkan kegagalan bangunan, maka pihak-pihak terkait wajib dimintai pertanggungjawaban. Disamping akibat kesalahan yang disebabkan oleh penyedia jasa tersebut, kegagalan bangunan juga dapat disebabkan oleh pengguna jasa (owner). Misalnya pengguna jasa memanfaatkan bangunan tidak sesuai peruntukan awal yang menyebabkan beban yang terjadi pada struktur melebihi beban perencanaan.

(4)

ayat 1 dan 2. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi. Sedangkan ayat 2 menyebutkan, jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi. Tanggungjawab pihak pengguna jasa disebutkan dalam pasal 27 UUJK.

Sanksi bagi penyelenggara konstruksi dijelaskan dalam Bab X pasal 41, 42 dan 43 UUJK. Pasal 41 menyebutkan Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini. Jenis-jenis sanksi sesuai pasal 42 dapat berupa peringatan tertulis sampai sanksi pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Sedangkan sanksi pidana dan denda dijelaskan dalam pasal 43 sebagai berikut (1). Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan

mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. (2) Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang

bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak. (3). Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan

konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu kontrak konstruksi yang telah memenuhi syarat-syarat yang sah dan asas-asas suatu kontrak, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kegagalan bangunan (Building Failure). Dalam pekerjaan konstruksi bangunan sering ditemukannya kegagalan bangunan yang dapat diakibatkan oleh pihak penyedia jasa atau pengguna jasa.

Semua pekerjaan konstruksi melakukan pergerakannya sesuai dengan tahapan (siklus) kegiatannya yaitu diawali dengan perencanaan, sifat bahan bangunan yang digunakan, pengujian bahan dan bangunan/konstruksi, pelaksanaan dan pengawasan serta pemeliharaan bangunan. Kegiatan-kegiatan tersebut harus dilakukan secara bertahap agar memperoleh hasil yang baik dan memuaskan. Tahap-tahap tersebut harus dilakukan dengan baik, jika pada salah satu tahap terjadi kegagalan maka akan mempengaruhi kegiatan yang lainnya serta harus mengikuti ketentuan atau standar yang berlaku.

Kegagalan bangunan dapat disebabkan oleh faktor kesalahan manusia itu sendiri. Kesalahan manusia itu dapat diakibatkan dari ketidaktahuan, kesalahan kinerja (kecerobohan dan kelalaian) termasuk salahnya dalam perhitungan dan tidak terperinci, tidak benar dalam membaca gambar dan spesifikasi dan cacat konstruksi. Walaupun demikian, konsultan tersebut harus merencanakan segala sesuatunya dengan baik, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal juga.

1.2 Pengertian

Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserah-terimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia dan/atau pengguna jasa.

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Kasus

Metro Tanah Abang adalah salah satu tempat perbelanjaan yang terletak di Jalan K.H Wahid Hasyim no 187-189 Jakarta Pusat yang gemar didatangi penjual dan pembeli masyarakat Jakarta. Dengan meningkatnya tingkat kebutuhan dan pelayanan pada pusat perbelanjaan, pihak pengelola dan PEMDA DKI Jakarta melakukan penambahan bangunan di pusat grosir Metro Tanah Abang guna menunjang fasilitas masyarakat.

Kegagalan struktur yang dialami oleh bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang pada 29 desember 2009 merupakan bentuk dari malpraktek konstruksi yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain. Dalam kasus Metro Tanah Abang kerugian dialami oleh masyarakat yang menderita luka-luka bahkan ada yang meninggal dunia.

2.2 Identifikasi Kegagalan Struktur

(7)

Untuk menentukan pihak yang harus bertanggung jawab dalam kasus robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang, pihak yang berwenang dapat melibatkan pihak ketiga selaku penilai ahli (Pasal 25 ayat 3 UUJK). Penilai ahli dapat ditunjuk dari akademisi dan praktisi yang memang ahli dibidangnya. Melalui pemeriksaan pihak ketiga akan dapat diketahui letak kesalahannya, apakah terjadi kesalahan di perencanaan atau pelaksanaan/pengawasan.

2.3 Deskripsi Teknis

Berdasarkan berita dan foto-foto di lokasi kejadian yang dimuat media masa, konstruksi utama bangunan tambahan Metro Tanah Abang tersebut dibuat dari konstruksi baja. Hubungan antara konstruksi baja bangunan tambahan dengan bangunan induk Metro Tanah Abang kemungkinan dipakai baut sebagai konektor. Robohnya bangunan tambahan Metro Tanah Abang dapat disebabkan karena kesalahan perencanaan atau kesalahan dalam pelaksanaan dan pengawasan.

3.4 Rumusan Penyebab

Berdasarkan informasi yang didapat, runtuhnya gedung tambahan grosir metro tanah abang disebebkan oleh kesalahan berikut ;

a. Kesalahan Perencanaan b. Kesalahan Pelaksanaan c. Kesalahan Pengawasan

Dari kesalahan tersebut terdapat korban meninggal sebanyak 4 orang, 14 orang korban luka-luka dan bertambahnya biaya dan waktu untuk konstruksi.

3.5 Solusi

Pada kasus ini, penyebab pasti dari kegagalan bangunan ini adalah pada sambungan atau konektor (baut), namun belum bisa dipastika pihak mana yang memang harus bertanggung jawab. Berikut merupakan solusi umum yang memang harus diperhatikan baik oleh perencana, pelaksana, maupun pengawas.

(8)

Beban harus lebih kecil dari kapasitas 2. Pelaksanaan :

Pastikan pekerjaan sesuai dengan RKS 3. Pengawasan :

Menjamin bahwa pelaksana bekerja sesuai dengan RKS

(9)

PEMBAHASAN

Referensi

Dokumen terkait