• Tidak ada hasil yang ditemukan

ETIKA DAN HUKUM DI BIDANG KESEHATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ETIKA DAN HUKUM DI BIDANG KESEHATAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ETIKA DAN HUKUM DI BIDANG KESEHATAN UU NO. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Oleh Kelompok 5

Asrianti (1606953700)

Irasdinar Y.I (1606954022) Meilania Regina (1606954110) Qanita Fauzia (1606954275) Rahmi Fajri (1606954306) Rinna Wahyuningrum (1606954395)

S1 EKSTENSI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

(2)

1. Jelaskan tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia!

Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Terdapat 2 poin utama dari tujuan pembangunan kesehatan yaitu:

a. Meningkatnya status kesehatan masyarakat, dengan target:

 Menurunnya angka kematian ibu per 100.000 kelahiran.

 Menurunnya angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup.

 Menurunnya presentase BBLR.

b. Meningkatnya daya tanggap (responsiveness), perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan, dengan target:

 Menurunnya beban rumah tangga untuk membiayai pelayanan kesehatan setelah memiliki jaminan kesehatan.

 Meningkatnya indeks responsiveness terhadap pelayanan kesehatan.

2. Apa saja hak dan kewajiban sebagai warga negara yang diatur oleh UU No. 36/2009?

Hak Warga Negara Kewajiban warga negara Pasal 4

Setiap orang berhak atas kesehatan.

Pasal 9

(1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan

perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan. Pasal 5

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. (2) Setiap orang mempunyai hak dalam

Pasal 10

Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh

(3)

memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.

Pasal 6

Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

Pasal 11

Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.

Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya. Pasal 7

Setiap orang berhak untuk

mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.

Pasal 13

(1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial. (2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Pasal 8

Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga

kesehatan.

3. Jelaskan perbedaan pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat! Berikan contohnya.

(4)

masyarakat yang bertujuan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga. Fasilitas layanan kesehatan perseorangan terdiri dari tingkat primer, sekunder, dan tersier.

a. Tingkat primer: Puskesmas dan jejaringnya, pos kesehatan desa (poskesdes), fasyankes lain seperti klinik (pemerintah/swasta/masyarakat), dokter/bidan praktek swasta, dll b. Tingkat sekunder: RS setara kelas C, fasyankes lainnya baik dari pemerintah, swasta,

atau masyarakat.

c. Tingkat tersier: RS setara kelas A dan B, klinik khusus (seperti pusat radioterapi) Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service) diselenggarakan oleh kelompok dan masyarakat yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang mengacu pada tindakan promotif dan preventif. Fasilitas layanan kesehatan masyarakat pun terdiri dari tingkat primer, sekunder, dan tersier. Berikut contoh pada setiap tingkatan.

a. Tingkat primer: puskesmas dan jejaringnya, fasyankes lain (pemerintah/swasta/masyarakat).

b. Tingkat sekunder: Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Laboratorium kesehatan, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK), dll.

c. Tingkat tersier: Dinas Kesehatan Propinsi, Kemkes, dan unit kerja terkait di tinkkat nasional.

4a. Sebagai tindak lanjut UU No. 36/2009 ini, pasal tentang apa saja yang akan diatur oleh Undang-undang, oleh Peraturan Pemerintah, oleh Peraturan Presiden, dan oleh Peraturan Menteri?

Undang – undang

Terdapat sekitar 38 pasal yang akan diatur dalam perundang – undangan yang dicantumkan dalam UU. No 36/2009. Kelompok kami hanya menyebutkan 9 pasal tersebut diantaranya:

Pasal 13

(1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.

(2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21

(5)

(2) Ketentuan mengenai perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(3) Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan Undang-Undang.

Pasal 40

(1) Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang secara esensial harus tersedia bagi kepentingan masyarakat.

(2) Daftar dan jenis obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau dan disempurnakan paling lama setiap 2 (dua) tahun sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan teknologi.

(3) Pemerintah menjamin agar obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersedia secara merata dan terjangkau oleh masyarakat.

(4) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan perbekalan kesehatan.

(5) Ketentuan mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mengadakan pengecualian terhadap ketentuan paten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur paten.

Pasal 78

(1) Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas.

(2) Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.

(3) Ketentuan mengenai pelayanan keluarga berencana dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 102

(1) Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk disalahgunakan. (2) Ketentuan mengenai narkotika dan psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 111

(1) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan.

(2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi: a. Nama produk;

(6)

d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan minuman kedalam wilayah Indonesia; dan

e. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.

(4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara benar dan akurat.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 141

(1) Upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perseorangan dan masyarakat.

(2) Peningkatan mutu gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui : a. perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang;

b. perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan;

c. peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan

d. peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.

(3) Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat bersama-sama menjamin tersedianya bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi secara merata dan terjangkau.

(4) Pemerintah berkewajiban menjaga agar bahan makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi standar mutu gizi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 148

(1) Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara.

(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persamaan perlakuan dalam setiap aspek kehidupan, kecuali peraturan perundang-undangan menyatakan lain.

Pasal 164

(1) Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. (2) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja di sektor formal dan informal.

(3) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja.

(4) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia.

(7)

(6) Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja.

(7) Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan Pemerintah

Terdapat 30 pasal yang akan diatur dalam peraturan pemerintah yang dicantumkan dalam UU. No 36/2009. Kelompok kami hanya menyebutkan 10 pasal tersebut diantaranya:

Pasal 59

(1) Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi: a. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan; dan

b. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan.

(2) Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibina dan diawasi oleh Pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan jenis pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 74

(1) Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan. (2) Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 75

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

(8)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 92

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan darah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 108

(1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 116

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 127

(1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:

a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;

b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

(2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 129

(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif.

(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 163

(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan.

(2) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.

(9)

ambang batas; radiasi sinar pengion dan non pengion; air yang tercemar; udara yang tercemar; dan

makanan yang terkontaminasi.

(4) Ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan lingkungan dan proses pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 168

(1) Untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan.

(2) Informasi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem informasi dan melalui lintas sektor.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Peraturan Presiden

Terdapat 2 pasal yang akan diatur dalam peraturan presiden yang dicantumkan dalam UU. No 36/2009. Dua pasal tersebut diantaranya:

Pasal 167

(1) Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/ atau masyarakat melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

(2) Pengelolaan kesehatan dilakukan secara berjenjang di pusat dan daerah.

(3) Pengelolaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam suatu sistem kesehatan nasional.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 177

(1) BPKN dan BPKD berperan membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang kesehatan sesuai dengan lingkup tugas masing-masing.

(2) BPKN dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan wewenang antara lain:

a. menginventarisasi masalah melalui penelaahan terhadap berbagai informasi dan data yang relevan atau berpengaruh terhadap proses pembangunan kesehatan;

b. memberikan masukan kepada pemerintah tentang sasaran pembangunan kesehatan selama kurun waktu 5 (lima) tahun;

(10)

d. memberikan masukan kepada pemerintah dalam pengidentifikasi dan penggerakan sumber daya untuk pembangunan kesehatan;

e. melakukan advokasi tentang alokasi dan penggunaan dana dari semua sumber agar pemanfaatannya efektif, efisien, dan sesuai dengan strategi yang ditetapkan;

f. memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan kesehatan; dan

g. merumuskan dan mengusulkan tindakan korektif yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan yang menyimpang.

(3) BPKN dan BPKD berperan membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang kesehatan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, susunan organisasi dan pembiayaan BPKN dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Peraturan Menteri

Terdapat 18 pasal yang akan diatur dalam peraturan presiden yang dicantumkan dalam UU. No 36/2009. Kelompok kami hanya menyebutkan 8 pasal tersebut diantaranya:

Pasal 22

(1) Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum.

(2) Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 23

(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

(2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.

(3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.

(4) Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.

(5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 24

(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.

(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.

(11)

Pasal 33

(1) Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat yang dibutuhkan.

(2) Kompetensi manajemen kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 39

Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 40

(1) Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang secara esensial harus tersedia bagi kepentingan masyarakat.

(2) Daftar dan jenis obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau dan disempurnakan paling lama setiap 2 (dua) tahun sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan teknologi.

(3) Pemerintah menjamin agar obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersedia secara merata dan terjangkau oleh masyarakat.

(4) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan perbekalan kesehatan.

(5) Ketentuan mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mengadakan pengecualian terhadap ketentuan paten sesuai dengan peraturan perundangundangan yang mengatur paten.

(6) Perbekalan kesehatan berupa obat generik yang termasuk dalam daftar obat esensial nasional harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya, sehingga penetapan harganya dikendalikan oleh Pemerintah.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai perbekalan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 62

(1) Peningkatan kesehatan merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat untuk mengoptimalkan kesehatan melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan informasi, atau kegiatan lain untuk menunjang tercapainya hidup sehat.

(2) Pencegahan penyakit merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat untuk menghindari atau mengurangi risiko, masalah, dan dampak buruk akibat penyakit.

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin dan menyediakan fasilitas untuk kelangsungan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit diatur dengan Peraturan Menteri.

(12)

(1) Penggunaan sel punca hanya dapat dilakukan untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi.

(2) Sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari sel punca embrionik.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

4b. Apa pendapat kelompok atas kesesuaian antara cakupan materi yang diatur dengan tingkatan peraturan yang akan dibuat?

Kelompok kami membahas mengenai Peraturan Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil yang diatur dalam Undang – undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri Kesehatan dan materi yang dibuat sudah sesuai dengan tingkatan peraturan masing – masing.

I. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

 Pasal 71 Ayat 2

2) Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan dan sesudah melahirkan b. Pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi dan kesehatan seksual c. Kesehatan sistem reproduksi

II. PP No. 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi

 Pasal 8 Ayat 3

3) Pelayanan kesehatan Ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan melalui :

a. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja

b. Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil, hamil, persalinan dan sesudah melahirkan

c. Pengaturan kehamilan, pelayanan kontrasepsi dan kesehatan seksual d. Pelayanan kesehatan sistem reproduksi

 Pasal 13 Ayat 1-4

1) Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil bertujuan untuk mempersiapkan perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang sehat dan selamat, serta memperoleh bayi yang sehat.

(13)

a. Pemeriksaan fisik b. Imunisasi dan c. Konsultasi kesehatan

3) Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil berupa pemeriksaan fisik dan imunisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b harus dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan.

4) Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil berupa konsultasi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai kompetensi dan kewenangannya dan/atau tenaga nonkesehatan terlatih.

III. PMK No. 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual

 Pasal 5

1) Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil dilakukan untuk mempersiapkan perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang sehat dan selamat serta memperoleh bayi yang sehat.

2) Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada :

a. Remaja

b. calon pengantin dan/atau c. pasangan usia subur

3) Kegiatan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. pemeriksaan fisik b. pemeriksaan penunjang c. pemberian imunisasi d. suplementasi gizi

e. konsultasi kesehatan dan f. pelayanan kesehatan lainnya.

(14)

1) Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a paling sedikit meliputi :

a. pemeriksaan tanda vital; dan b. pemeriksaan status gizi.

2) Pemeriksaan status gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus dilakukan terutama untuk :

a. menanggulangi masalah Kurang Energi Kronis (KEK); dan b. pemeriksaan status anemia.

 Pasal 7

Pemeriksaan penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan berdasarkan indikasi medis, terdiri atas:

a. pemeriksaan darah rutin;

b. pemeriksaan darah yang dianjurkan; c. pemeriksaan penyakit menular seksual; d. pemeriksaan urin rutin; dan

e. pemeriksaan penunjang lainnya.

 Pasal 8

1) Pemberian imunisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan terhadap penyakit Tetanus. 2) Pemberian imunisasi Tetanus Toxoid (TT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan untuk mencapai status T5 hasil pemberian imunisasi dasar dan lanjutan. 3) Status T5 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditujukan agar wanita usia subur

memiliki kekebalan penuh.

4) Dalam hal status imunisasi belum mencapai status T5 saat pemberian imunisasi dasar dan lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemberian imunisasi tetanus toxoid dapat dilakukan saat yang bersangkutan menjadi calon pengantin. 5) Ketentuan mengenai Pemberian imunisasi tetanus toxoid sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Pasal 9

(15)

2) Pemberian suplementasi gizi untuk pencegahan anemia gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk pemberian edukasi gizi seimbang dan tablet tambah darah.

 Pasal 10

1) Konsultasi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf e berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi.

2) Komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan.

3) Tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi guru usaha kesehatan sekolah, guru bimbingan dan konseling, kader terlatih, konselor sebaya, dan petugas lain yang terlatih.

4) Komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain diberikan melalui ceramah tanya jawab, kelompok diskusi terarah, dan diskusi interaktif dengan menggunakan sarana dan media komunikasi, informasi, dan edukasi.

 Pasal 11

1) Materi pemberian komunikasi informasi dan edukasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilakukan sesuai tahap perkembangan mental dan kebutuhan. 2) Materi pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi untuk remaja meliputi:

a. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS);

b. tumbuh kembang Anak Usia Sekolah dan Remaja; c. kesehatan reproduksi;

d. imunisasi;

e. kesehatan jiwa dan NAPZA; f. gizi;

g. penyakit menular termasuk HIV dan AIDS;

h. Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS); dan i. kesehatan intelegensia.

3) Materi pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi untuk calon pengantin dan pasangan usia subur (prakonsepsi) meliputi:

a. informasi pranikah meliputi:

(16)

2. hak reproduksi;

3. persiapan yang perlu dilakukan dalam persiapan pranikah; dan 4. informasi lain yang diperlukan;

b. informasi tentang keadilan dan kesetaraan gender dalam pernikahan termasuk peran laki-laki dalam kesehatan.

4) Persiapan pranikah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 3 antara lain persiapan fisik, persiapan gizi, status imunisasi Tetanus Toxoid, dan menjaga kesehatan organ reproduksi.

4c. Peraturan perundangan apa saja yang sudah dibuat untuk butir 4a.  Undang – undang

1. Pasal 13 = UU No 40 Tahun 2004 Tentang SJSN

2. Pasal 21 = UU No 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan 3. Pasal 40 = UU No 13 Tahun 2016 Tentang Paten

4. Pasal 78 = UU No 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga

5. Pasal 102 = UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 6. Pasal 111 = UU No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan 7. Pasal 141 = UU No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

8. Pasal 148 = UU No 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa 9. Pasal 164 = UU No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja

 Peraturan Pemerintah

1. Pasal 59 = PP No 103 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional 2. Pasal 74 = PP No 61 Tahun2014 Tentang Kesehatan Reproduksi

3. Pasal 75 = PP No 61 Tahun2014 Tentang Kesehatan Reproduksi 4. Pasal 92 = PP No. 7 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Darah 5. Pasal 108 = PP No. 51 Tahun 2009 Tentang Tenaga Kefarmasian

6. Pasal 116 = PP Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan

7. Pasal 127 = PP No 61 Tahun2014 Tentang Kesehatan Reproduksi

8. Pasal 129 = PP No 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif 9. Pasal 163 = PP No 66 Tahun2014 Tentang Kesehatan Lingkungan

(17)

 Peraturan Presiden

1. Pasal 167 = Perpres No 72 Tahun2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional

2. Perpres No 32 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah

3. Perpres Nomor 105 Tahun 2013 Tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

 Peraturan Menteri Kesehatan

1. Permenkes No 69 Tahun2014 Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien

2. Permenkes No 26 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi

3. Permenkes No 78 Tahun2013 Tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit 4. Permenkes Nomor161/Menkes/Per/I/2010 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan 5. Permenkes No 11 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Rawat Jalan

Eksekutif Di Rumah Sakit

6. Permenkes No 25 Tahun 2014 Tentang Upaya Kesehatan Anak

7. Permenkes No 13 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Di Puskesmas

8. Permenkes No 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual

9. Permenkes No 15 Tahun 2016 Tentang Istithaah Jemaah Haji

10. Permenkes No 39 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga

11. Permenkes No 54 Tahun 2015 Tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan 12. Permenkes No 92 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Komunikasi Data Dalam

Sistem Informasi Kesehatan Terintegrasi

13. Permenkes No 99 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional

(18)

15. Permenkes No 889 Tahun 2011 Tentang Registrasi, Ijin Praktek Dan Ijin Kerja Tenaga Kefarmasian

16. Permenkes No 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional

17. Permenkes No 59 Tahun 2014 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014..

Guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai, yaitu menentukan gagasan umum/pokok-pokok informasi yang terdapat dalam teks ekplanasi.. Guru menyampaikan garis besar

selalu berusaha meningkatkan kualitas kerja dan intergritas diri atas perusahaanya diantaranya ialah dengan melakukan berbagai pelatihan kerja dan program

Perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi resiko postural stress operator packing adalah dengan penambahan palet yang memanfaatkan prinsip gravitasi dan perubahan ukuran pedal

Penulis tidak hanya melakukan wawancara dengan informan yang telah menonton serial animasi “Toshokan Sensō (Library War)” yang memang dijadikan subjek dalam

Sekitar 75% batu sekunder adalah batu kolesterol, dan 25% batu primer yang langsung terbentuk pada duktus koledokus, dan biasanya merupakan batu pigmen coklat.. Batu

JSCN Award for Asian Young Investigator dengan judul penelitian Polymorphism of Sodium Channel α Subunit Type 1 (SCN1A) and Clinical Manifestation of Generalized Epilepsy

Bagaimana menentukan sasaran pembeli dengan memanfaatkan kelompok pembeli, segmen lini produk dan juga pasar geografis.Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Soppeng melihat