• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PEDAGANG K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PEDAGANG K"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA

Disusun Oleh :

ANWAR SENTIADI

19700610 200903 1 001 Pengatur Muda Tingkat I

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-NYA sehingga saya dapat menyelesaikan tugas karya ilmiah sederhana yang berjudul “ KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA “ dengan baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, dan kita juga menyadari adanya kekurangan dalam penulisan makalah tersebut, maka dari itu kami perlu saran dan kritik untuk membangun kesempurnaan tugas.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tersebut sehingga tersusunnya makalah ini dari awal hingga akhir.

Batu, 8 Desember 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Rumusan Masalah... 2

BAB II PEMBAHASAN... 3

Pengertian Taman Nasional... ... 3

Rencana Pengelolaan Taman Nasional... 5

Persoalan-persoalan Pengelolaan... 5

Manfaat Taman Nasional... 7

Perencanaan Pengelolaan Taman Nasional... 7

BAB III PENUTUP... 9

Kesimpulan... 9

Saran... 10 DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah Pedagang Kaki lima (PKL) tidak kunjung selesai di setiap daerah di

Indonesia. Permasalahan ini muncul setiap tahun dan terus saja berlangsung tanpa ada solusi

yang tepat dalam pelaksanaannya. Keberadaan PKL kerap dianggap ilegal karena menempati

ruang publik dan tidak sesuai dengan visi kota yang sebagian besar menekankan aspek

kebersihan, keindahan dan kerapihan kota atau kita kenal dengan istilah 3K. Oleh karena itu

PKL seringkali menjadi target utama kebijakan – kebijakan pemerintah kota, seperti

penggusuran dan relokasi.

Hal ini merupakan masalah yang sangat kompleks karena akan menghadapi dua sisi

dilematis. Pertentangan antara kepentingan hidup dan kepentingan pemerintahan akan

berbenturan kuat dan menimbulkan friksi diantara keduanya. Para Pedagang Kaki Lima

(PKL) yang umumnya tidak memiliki keahlian khusus mengharuskan mereka bertahan dalam

suatu kondisi yang memprihatinkan, dengan begitu banyak kendala yang harus di hadapi

diantaranya kurangnya modal, tempat berjualan yang tidak menentu, kemudian ditambah

dengan berbagai aturan seperti adanya Perda yang melarang keberadaan mereka. Melihat

kondisi seperti ini, maka seharusnya semua tindakan pemerintah didasarkan atas kepentingan

masyarakat atau ditujukan untuk kesejahtraan rakyat atau dalam hal ini harus didasarkan pada

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dianalisis oleh penulis adalah:

1. Pengertian pedagang kaki lima?

2. Masalah keberadaan pedagang kaki lima?

3. Apa sajakah kebijakan– kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menangani

masalah Pedagang Kaki Lima itu?

4. Persepsi masyarakat terhadap PKL?

5. Dampak positif dari hadirnya PKL?

6. Dampak negatif dari hadirnya PKL?

7. Perlindungan hukum?

8. Harapan masyarakat kedepannya?

1.3 Tujuan Masalah

Tujuan pembuatan makalah ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan pengertian dari Pedagang Kaki Lima.

2. Untuk mendeskripsikan alasan dipermasalahkannya Pedagang Kaki Lima oleh

pemerintah.

3. Untuk mendeskripsikan kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah untuk

menangani masalah Pedagang Kaki Lima.

4. Persepsi Masyarakat terhadap PKL

5. Perlindungan Hukum

(6)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pedagang Kaki Lima

Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja

dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karena

jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah

tiga “kaki” gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini

istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.

Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan

pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya

menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar luas untuk pejalan adalah lima kaki atau

sekitar satu setengah meter.

Dari hasil penelitian oleh soedjana (1981) secara spesifik yang di maksud pedagang

kaki lima adalah sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk di jual diatas

trotoar atau tepi/ di pinggir jalan, di sekitar pusat perbelanjaan /pertokoan,pusat rekreasi atau

hiburan, pusat perkantoran dan pusat pendidikan, baik secara menetap ataupun tidak menetap,

berstatus tidak resmi atau setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam

hari.

Dari segi ekonomi tentunya jelas dapat dilihat bahwa dengan adanya PKL dapat

diserap tenaga kerja yang dapat membantu pekerja tersebut dalam mendapatkan penghasilan.

Dari segi sosial dapat dilihat jika kita rasakan bahwa keberadaan PKL dapat menghidupkan

maupun meramaikan suasana. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri, selain itu dalam segi

budaya, PKL membantu suatu kota dalam menciptakan budayanya sendiri.

(7)

PKL keberadaannya memang selalu dipermasalahkan oleh pemerintah karena ada

beberapa alasan, yaitu diantaranya:

1. Penggunaan ruang publik oleh PKL bukan untuk fungsi semestinya karena dapat

membahayakan orang lain maupun PKL itu sendiri.

2. PKL membuat tata ruang kota menjadi kacau.

3. Keberadaan PKL tidak sesuai dengan visi kota yaitu yang sebagian besar menekankan

aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota.

4. Pencemaran lingkungan yang sering dilakukan oleh PKL.

5. PKL menyebabkan kerawanan sosial.

Kemungkinan terjadinya persaingan tidak sehat antara pengusaha yang membayar

pajak resmi dengan pelaku ekonomi informal yang tidak membayar pajak resmi (walaupun

mereka sering membayar ”pajak tidak resmi”), contohnya ada dugaan bahwa pemodal besar

dengan berbagai pertimbangan memilih melakukan kegiatan ekonominya secara informal

dengan menyebarkan. Berkembangnya PKL dipicu oleh gagalnya pemerintah membangun

ekonomi yang terlihat dari rendah dan lambatnya pertumbuhan ekonomi, tidak

berkembangnya usaha –usaha di sektor riil yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya

jumlah pengangguran yang sampai saat ini diprediksi kurang lebih 40 juta penduduk sedang

menganggur yang menjadi perhatian kita, Seandainya pemerintah punya komitmen yang kuat

dalam mensejahterakan masyarakatnya harus menyiapkan dana khusus sebagai jaminan PKL

yang digusur untuk memulai usaha baru ditempat lain.Mengingat PKL yang digusur biasanya

tanpa ada ganti rugi karena dianggap illegal.

Bagaimanapun juga PKL adalah juga warga negara yang harus dilindungi

hak-haknya, hak untuk hidup, bebas berkarya, berserikat dan berkumpul. Seperti tercantum dalam

(8)

yang layak bagi kemanusiaan, dan Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang usaha kecil :

Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan, dengan

menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk: Menentukan

peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi

sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar

bagi pedagang kaki lima, serta lokasi lainnya. Memberikan bantuan konsultasi hukum dan

pembelaan.

Contoh kasus penanganan pedagang kaki lima di jakarta (PKL tanah abang).

2.3 Kebijakan Pemerintah Dalam Menangani Masalah PKL

Fenomena PKL dan masalah – masalah yang ditimbulkan PKL seperti yang telah

diuraikan di atas, dianggap menyulitkan dan menghambat pemerintah untuk mewujudkan

sebuah kota yang bersih dan tertib salah satunya, walaupun pemerintah telah membuat

kebijakan Perda untuk melarang keberadaan PKL, faktanya jumlah PKL malah semakin

banyak. Dan tentu kebijakan Perda tersebut memenuhi banyak kontra dari para PKL karena

kebijakan pemerintah itu dianggap tidak tepat, tidak adil dan merugikan para PKL Kemudian

yang menambah daftar panjang permasalahan PKL ini adalah pendekatan yang dilakukan

pemerintah dalam praktiknya banyak menggunakan kekerasan. Pendekatan kekerasan yang

akan dilakukan pemerintah justru akan menjadi boomerang bagi pemerintah itu sendiri,

sehingga akan timbul ketidakstabilan, anarkisme dan ketidaktentraman yang dampaknya

justru akan menurunkan citra pemerintah sebagai pembuat kebijakan , yang paling menarik

menurut kami dari adanya permasalahan PKL ini adalah karena PKL menjadi sebuah dilema

tersendiri bagi pemerintah.

Di satu sisi PKL sering mengganggu tata ruang kota, disisi lain PKL menjalankan

peran sebagai Shadow Economiy. Kita juga harus melihat bahwa PKL memiliki beberapa

(9)

terjangkau. Apabila Indonesia ingin bebas dari PKL maka pemerintah harus memberikan

lapangan pekerjaan yang layak dan lebih baik kepada para PKL tersebut, dan juga

memberikan alternatif tempat membeli barang dengan harga yang murah khususnya pada

warga golongan menengah bawah. Apabila masyarakat dipaksakan untuk membeli barang

yang harganya lebih tinggi daripada membeli di PKL maka daya beli masyarakat akan

berkurang dan akan merembet pada bidang lain terutama kesehatan dan pendidikan.

Apabila kita berbicara mengenai kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah pasti

mempunyai alas hak (aturan hukum) atau didasarkan pada asas legalitas, yaitu bahwa

diputuskan pemerintah. Definisi ini menunjukkan bagaimana pemerintah memiliki otoritas

untuk membuat kebijakan yang bersifat mengikat. Dalam proses pembuatan kebijakan

terdapat dua model pembuatan, yang bersifat top-down dan bottom-up. Idealnya proses

pembuatan kebijakan hasil dari dialog antara masyarakat dengan pemerintah. Sehingga

kebijakan tidak bersifat satu arah.

Kembali pada persolan pertama, bahwa pemerintah dalam hal ini memiliki suatu

kebijakan untuk menangani masalah PKL, yaitu suatu kebijakan yang melarang keberadaan

PKL dengan dikeluarkannya Perda (Peraturan Daerah). Pemerintah Kota/daerah

mengeluarkan kebijakan yang isinya antara lain .

1) Pedagang Kaki Lima dipindah lokasikan ke tempat yang telah disediakan berupa

kios-kios.

(10)

3) Setiap kios setiap bulan ditarik retribusi

4) Bagi Pedagang yang tidak pindah dalam jangka waktu 90 hari setelah keputusan ini

dikeluarkan akan dikenakan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Dengan demikian, Pemerintah kota menganggap kebijakan relokasi tersebut

merupakan tindakan yang terbaik bagi PKL dan memudahkan PKL. Karena dengan adanya

kios – kios yang disediakan pemerintah, pedagang tidak perlu membongkar muat

dagangannya. Selain itu, pemerintah juga berjanji akan memperhatikan aspek promosi,

pemasaran, bimbingan pelatihan, dan kemudahan modal usaha. Pemerintah merasa telah

melakukan hal yang terbaik dan bijaksana dalam menangani keberadaan PKL.

Pemerintah Kota merasa telah melakukan yang terbaik bagi para PKL. Namun, Pasca

relokasi tersebut, beberapa pedagang kaki lima yang diwadahi dalam suatu paguyuban

melakukan berbagai aksi penolakan terhadap rencana relokasi ini. Kebijakan Relokasi ini

tidak dipilih karena adanya asumsi bahwa ada kepentingan dalam kebijakan ini yaitu;

Pertama dalam membuat agenda kebijakannya pemerintah cenderung bertindak

sepihak sebagai agen tunggal dalam menyelesaikan persoalan. Hal tersebut dapat dilihat dari

tidak diikut sertakan atau dilibatkannya perwakilan pedagang kaki lima ke dalam tim yang

‘menggodok’ konsep relokasi. Tim relokasi yang selama ini dibentuk oleh Pemerintah hanya

terdiri dari Sekretaris Daerah, Asisten Pembangunan, Kepala Dinas Perindustrian,

Perdagangan, dan Koperasi, serta Dinas Pengelolaan Pasar.

Kedua adanya perbedaan persepsi dan logika dalam memandang suatu masalah

antara pemerintah dengan pedagang kaki lima tanpa disertai adanya proses komunikasi

timbal balik diantara keduanya. Dalam proses pembuatan kebijakan, Pemerintah seringkali

menggunakan perspektif yang teknokratis, sehingga tidak memberikan ruang terhadap proses

negosiasi atau sharing informasi untuk menemukan titik temu antara dua kepentingan yang

(11)

memberikan rasionalisasi dan sosialisasi atas kebijakan relokasi yang dikeluarkan, sehingga

pedagang kaki lima curiga bahwa relokasi tersebut semata-mata hanya untuk keuntungan dan

kepentingan Pemerintah Kota atas proyek tamanisasi. Selain itu, tidak adanya sosialisasi

tersebut mengakibatkan ketidak jelasan konsep relokasi yang ditawarkan oleh pemerintah,

sehingga pedagang kaki lima melakukan penolakan terhadap kebijakan relokasi.

2.4 Persepsi Masyarakat terhadap PKL

Responden yang diperoleh dari wawancara menyatakan pendapat yang berbeda-beda.

Diantaranya, ada masyarakat yang beranggapan bahwa keberadaan PKL di perkotaan bisa

kita katakan tidak teratur, umunya mereka tidak tertib dan jorok karena mereka berjualan di

trotoar jalan, di taman-taman kota, di jembatan penyebrangan, bahkan dibadan jalan,sehingga

menjadi/ penyebab kemacetan lalu lintas atau pun merusak keindahan kota.

2.5 Dampak Positif dari Hadirnya PKL

Pada umumnya barang-barang yang diusahakan PKL memiliki harga yang tidak

tinggi, tersedia di banyak tempat, serta barang yang beragam, Sehingga PKL banyak

menjamur di sudut-sudut kota, karena memang sesungguhnya pembeli utama adalah

kalangan menengah kebawah yang memiliki daya beli rendah,Dampak positif terlihat pula

dari segi sosial dan ekonomi karena keberadaan PKL menguntungkan bagi pertumbuhan

ekonomi kota karena sektor informal memiliki karakteristik efisien dan ekonomis.Hal ini

dikarenakan usaha-usaha sektor informal bersifat subsisten dan modal yang digunakan

kebanyakan berasal dari usaha sendiri. Modal ini sama sekali tidak menghabiskan sumber

daya ekonomi yang besar.

2.6 Dampak Negatif dari Hadirnya PKL

PKL mengambil ruang dimana-mana, tidak hanya ruang kosong atau terabaikan

tetapi juga pada ruang yang jelas peruntukkannya secara formal. PKL secara illegal

(12)

lainnya. Alasannya karena aksesibilitasnya yang tinggi sehingga berpotensi besar untuk

mendatangkan konsumen.

Akibatnya adalah kaidah-kaidah penataan ruang menjadi mati oleh

pelanggaran-pelanggaran yang terjadi akibat keberadaan PKL tersebut. Keberadaan PKL yang tidak

terkendali mengakibatkan pejalan kaki berdesak-desakan, sehingga dapat timbul tindak

kriminal (pencopetan) Mengganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya

yang cenderung memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan depan toko Dan

sebagian dari barang yang mereka jual tersebut mudah mengalami penurunan mutu yang

berhubungan dengan kepuasan konsumen.

2.7 Perlindungan Hukum

Pasal 27 ayat (2) UUD 45: Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang usaha

kecil. Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindunga, dengan menetapkan

peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk,menentukan peruntukan tempat

usaha yang meliputi pemberian lokasi dipasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi

pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima,

sertalokasi lainnya. b. memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.Dengan adanya

beberapa ketentuan diatas, pemerintah dalam menyikapi fenomena adanya pedagang kaki

lima, harus lebih mengutamakan penegakan keadilan bagi rakyat kecil. Walaupun didalam

Perda K3 (Kebersihan, Keindahan, dan Ketertiban) terdapat pelarangan Pedagang Kaki Lima

untuk berjualan di trotoar, jalur hijau, jalan, dan badan jalan, serta tempat-tempat yang bukan

peruntukkannya.

(13)

Pemkot jakarta semestinya menempatkan di daerah yang tersedia infrastruktur yang

meliputi penyediaan air,listrik,dan tempat sampah yang baik untuk pedagang warung

makanan.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

1. Pemerintah menghadapai suatu tantangan besar untuk mampu membuat kebijakan

yang tepat untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima atau yang lebih kita kenal dengan

nama PKL. Pemerintah dalam hal ini belum mampu menemukan solusi untuk menghasilkan

kebijakan pengelolaan PKL yang bersifat manusiawi dan sekaligus efektif.

2. PKL yang dianggap illegal, mengganggu ketertiban kota dan alasan –alasan lain

yang mengharuskan pemerintah membuat suatu kebijakan melarang keberadaan PKL. Tetapi

sebaiknya pemerintah tidak melihat PKL dari satu sisi saja, PKL juga telah memaikan peran

sebagai pelaku shadow economy. PKL perlu diberdayakan guna memberikan kesejahteraan

(14)

kurang mendapatkan arahan dari pemerintah. Oleh karena itu pemerintah perlu memberikan

arahan pada mereka, sehingga PKL dapat melangsungkan usahanya tanpa menimbulkan

kerugian pada eleman masyarakat yang lainnya.

3. Melalui Peraturan Daerah yang jelas dan akuntabel maka permasalahan sosial seperti

PKL dapat dihindarkan. Dengan adanya kebijakan – kebijakan alternatif yang baik untuk

masyarakat (PKL) serta ruang partisipasi yang dibuka seluas – luasnya d, maka akan

menimbulkan sinergi yang baik antara pemerintah dengan PKL dalam menghasilkan ataupun

melaksanakan sebuah kebijakan. Jadi sebetulnya apapun kebijakan yang dibuat pemerintah,

yang paling penting dan mendasar adalah mengenai kesejahtraan rakyat sebagaimana amanat

Undang – Undang Dasar 1945 bahwa negara berkepentingan untuk mensejahtrakan rakyat

yang dalam hal ini diwakilkan kepada pemerintah.

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa materi yang penulis jelaskan masih terdapat banyak

kekurangan. Sehingga untuk mengetahui lebih luas tentang penanganan pedagang kaki lima

dan kebijakan dari pemerintah, pembaca dapat memperoleh dari berbagai sumber lainnya,

(15)

DAFTAR PUSTAKA

- Hasil Wawancara dengan nara sumber kepala seksi ketertiban umum dan

Ketentraman Masyarakat

- Peraturan Pemerintah RI nomor 6 Tahun 2010 Tentang SATUAN POLISI

PAMONG PRAJA

- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2010 tentang PEDOMAN

PELAPORAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2010 tentang PEDOMAN

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DASAR POLISI

PAMONG PRAJA

- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2005 tentang PEDOMAN

PROSEDUR TETAP OPERASIONAL SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan Pedagang Kaki Lima (PKL) terhadap relokasi pasar ke MTC Giant dan untuk mengetahui bagaimana dampak relokasi Pedagang Kaki

Manusiawi Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkliwon)”. Bagaimana strategi

Hendaklah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo lebih bijaksana dalam mengambil sebuah keputusan, karena dapat dimengerti dengan adanya relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Alun-

Dilihat dari indikator keefektifan sebuah kebijakan, Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jawa Timur masih kurang efektif karena masih banyak ditemukan

Kemudian pengaturan terkait tempat yang tidak diperbolehkan untuk berjualan para Pedagang Kaki Lima (PKL) diatur dalam Peraturan Wali (PERWALI) Nomor 13

Dari lokasi yang telah ditentukan oleh Pemerintah Kota Surabaya, kawasan Taman Bungkul Surabaya merupakan lokasi yang tepat sebagai lokasi Pedagang Kaki Lima karena

Respon atau persepsi PKL tentang pemberdayaan PKL yang dilakukan oleh Dinas Perdagangan yaitu bagi pedagang kaki lima (PKL) di Lapangan Pancasila, pemberdayaan yang

Skripsi ini mengkaji peran Pemerintah Kota Metro dalam melakukan penataan terhadap keberadaan pedagang kaki lima (PKL) di perspektif Peraturan Daerah (Perda) Nomor 09 Tahun