1
Penerapan Konsep
Engineering
dalam Merealisasikan Sistem Pembangkit
Listrik dari Energi Gelombang Laut Skala Desa (100 KK)
oleh Nadiya Rahmawati (16716203) dan Ainil Khairin Nisa (16716439)
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia pasti membutuhkan energi. Energi yang digunakan pun bermacam-macam jenisnya, seperti energi listrik, panas, dan lain-lain. Karena keberadaannya yang selalu dicari, sumber energi konvensional lambat laun akan habis dan manusia harus mencari sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Penting untuk mengetahui jumlah konsumsi energi sebelum menentukan kriteria sumber energi alternatif yang sesuai dengan kebutuhan. Suatu rumah yang dihuni oleh satu kepala keluarga (KK) diasumsikan memiliki 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur, dan teras. Total lampu yang dibutuhkan untuk menerangi seluruh ruangan adalah 8 buah. Ada dua jenis lampu yang akan digunakan, yakni 6 buah lampu TL 10 W dan 2 buah lampu TL 5 W yang masing-masing dinyalakan selama 10 jam. Maka, diperlukan daya sebesar 0.7 kWh dalam satu hari untuk menyalakan lampu di suatu rumah. Berikut merupakan tabel perkiraan kebutuhan energi listrik satu KK per harinya.
Tabel 1. Perkiraan Kebutuhan Energi Listrik Satu Kepala Keluarga dalam Satu Hari
Peralatan Daya
2
Berdasarkan perhitungan pada sistem di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah kebutuhan sistem listrik satu KK per hari adalah ±3,345 kWh. Jika dalam satu desa terdapat 100 KK, jumlah kebutuhan sistem listrik di desa tersebut per hari adalah ±334,5 kWh.
Dalam pengembangan sumber sistem ini, masyarakat desa akan menggunakan sistem listrik yang dikonversi dari sistem gelombang laut (PLTGL). Menurut Utami (2010), pada dasarnya prinsip kerja teknologi yang mengonversi sistem gelombang laut menjadi sistem listrik adalah mengakumulasi sistem gelombang laut untuk memutar turbin generator. Ada dua sistem pengonversian sistem gelombang laut menjadi sistem listrik, yakni sistem off-shore
(lepas pantai) dan sistem on-shore (pantai). Sistem on-shore memiliki tiga jenis metode, yakni
float, oscillating water column, dan channel atau wave surge.
Sistem yang akan digunakan dalam pengonversian ini adalah sistem on-shore jenis
oscillating water column (OWC). Sistem ini merupakan konstruksi yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu ruang udara (air chamber), turbin udara (air turbine), dan generator. Sistem ini membangkitkan listrik dari naik turunnya air laut akibat gelombang laut yang masuk ke dalam ruang udara yang berfungsi sebagai kolom osilasi yang berlubang. Gerakan naik turun tersebut diasumsikan sebagai piston hidraulik. Piston ini selanjutnya menekan udara yang berfungsi sebagai fluida udara. Udara yang bertekanan tersebut akan menggerakkan turbin udara yang selanjutnya menggerakkan generator listrik. Energi listrik yang telah dikonversi oleh generator listrik kemudian disalurkan ke rumah-rumah warga melalui kabel-kabel yang diinstalasi di desa tersebut.
Gambar 1. Sistem PLTGL on-shore jenis oscillating water column (OWC)
3
diperoleh dari gelombang laut di perairan Kepulauan Sangihe Talaud. Daya tersebut diperkirakan belum dapat mencukupi kebutuhan energi listrik satu desa yang telah diilustrasikan secara optimal karena sangat bergantung kepada gelombang laut, tetapi dapat memberdayakan satu desa kecil (kurang dari 100 KK) yang terletak di dekat pantai. Perlu pengembangan dan penelitian lebih lanjut terhadap energi gelombang laut Indonesia agar dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Untuk mewujudkan rancangan pembangunan energi terbarukan tersebut, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak, baik dari warga sekitar maupun perusahaan yang akan memfasilitasi pendirian pembangkit listrik tenaga gelombang laut tersebut. Sulit sekali apabila warga sekitar mendirikan sendiri PLTGL ini karena bahan dan alat yang digunakan tidak semudah pembangkit listrik lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya suatu lembaga yang ahli dalam pendirian pembangkit tenaga ini, supaya pendirian PLTGL ini dapat berjalan. Jika dibutuhkan tenaga kerja tambahan, maka para ahli dapat melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar untuk berkontribusi dalam pembangunan PLTGL tersebut. Hal ini dapat mewujudkan PLTGL dengan efektif dan efisien. Di samping itu, perlu adanya pertimbangan dari harga alat dan bahan tersebut, apakah hasil yang didapat sama dengan modal utama adalah hal yang harus dipikirkan terlebih dahulu. Kemudian, saat ini masih banyak para peneliti yang meneliti tentang pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan sumber gelombang laut.
Dalam proses pembangunan dan pengelolaan PLTGL ini terdapat kode etik standar kerekayasaan yang harus dipenuhi. Kode etik yang pertama adalah hold paramount the safety, health and welfare of the public. PLTGL merupakan pembangkit listrik yang aman dan tidak mengganggu kesehatan masyarakat karena tidak menggunakan bahan bakar fosil sehingga resiko rusak dan terbakar kecil. Selain itu, PLTGL dapat menyejahterakan masyarakat melalui pasokan listrik yang disalurkan.
Kode etik standar kerekayasaan yang kedua adalah issue public statements only in an objective and truthful manner. Proses pembangunan dan pengelolaan PLTGL wajib diketahui dan diizinkan oleh masyarakat desa. Pemerintah dan pengelola PLTGL harus dapat memberikan informasi yang jelas melalui kegiatan sosialisasi kepada masyarakat desa agar semua rangkaian proses berjalan dengan baik dan listrik dapat disalurkan ke rumah warga dengan aman dan efektif.
4
yang dapat menjadi kendala dalam proses pembangunan PLTGL. Selain itu, pekerja yang akan mengelola PLTGL tersebut diberi training agar dapat memahami cara kerja PLTGL dan menjalankan pekerjaan dengan baik.
Kode etik standar kerekayasaan yang keempat adalah avoid deceptive acts. Dengan kerjasama berbagai pihak, PLTGL yang dibangun harus dapat menyalurkan energi listrik yang dapat digunakan oleh masyarakat desa secara efektif tanpa ada tindakan curang yang dilakukan oleh salah satu pihak.
PLTGL memiliki beberapa keunggulan dibanding pembangkit listrik lainnya, salah satunya sumber energinya, yakni gelombang laut, yang dapat diperoleh secara bebas, sehingga PLTGL memiliki biaya operasi yang cenderung rendah. Selain itu, PLTGL tidak menggunakan bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi yang berbahaya bagi lingkungan. Kapasitas energi yang dihasilkan jauh lebih besar dibandingkan dengan energi yang dihasilkan oleh angin, serta produksi listrik pada PLTGL lebih stabil dan dapat diprediksi hal ini dikarenakan intensitas dan kondisi ombak di laut dapat diperkirakan sejak jauh hari.
5
DAFTAR PUSTAKA
Clearesta, Evan, dkk. 2010. Konversi Energi – Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Laut.
http://majalahenergi.com/forum/energi-baru-dan-terbarukan/energi-laut/tf-2106-konversi-energi-sistem-pembangkit-listrik-tenaga-laut. Diakses pada tanggal 29 November 2016, pukul 11.30.
Electropedia. 2005. Hydroelectric Power. http://www.mpoweruk.com/hydro_power.htm#top. Diakses pada tanggal 23 November 2016, pukul 08.30.
Kosky, Phillip. 2010. Exploring Engineering: An Introduction to Engineering and Design. United States of America: Academic Press.
PT Energi Management Indonesia (Persero). 2008. Yuk, Menghitung Pemakaian Litrik di Rumah.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2008/07/17/11275859/Yuk.Menghitung.Pema kaian.Listrik.di.Rumah. Diakses pada tanggal 23 November 2016, pukul 08.30.
Utami, Siti Rahma. 2010. Skripsi: Studi Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut dengan Menggunakan Sistem Oscilating Water Column (OMC) di Tiga Puluh Wilayah