• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESADARAN KRITIS MENGHADAPI FANATISME TE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KESADARAN KRITIS MENGHADAPI FANATISME TE (1)"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

KESADARAN KRITIS MENGHADAPI FANATISME TEKNOLOGI INFORMASI1 Oleh: Drs. Wahju Krisnanto, M.A.

Dosen Antropologi Hukum – Universitas Katolik Darma Cendika Email:[email protected]

Di era digitalisasi Teknologi Informasi dan Komunikasi saat ini, masyarakat dikenalkan dengan berbagai produk peralatan Gadget dan ponsel pintar (smartphone). Banyak produk peralatan Gadget dan Ponsel Pintar yang ditawarkan kepada masyarakat. Baru-baru ini perusahaan Ponsel Pintar asal Korea Selatan, Samsung Electronics Co Ltd. telah meluncurkan di pasaran produk terbarunya yang dikenal dengan Samsung S9 dan Samsung S9 Plus. Dalam promosinya, dikatakan Samsung S9 dan Samsung S9 Plus adalah ponsel pintar yang mengerti kebutuhan pemakainya, khususnya dalam teknologi gambar. Oleh karena itu, dalam promosinya dikatakan bahwa Samsung S9 dan S9 Plus ini diciptakan untuk cara berkomunikasi masa kini.

Tidak lebih dari 1 bulan setelah peluncuran Smartphone S9 produk Samsung di pasaran di Indonesia, Smartphone Vivo buatan Tiongkok juga meluncurkan produk barunya yang dikenal dengan Vivo 9. Smartphone ini menawarkan kecanggihan kamera yang dapat dipergunakan oleh para pengguna smartphone yang menyukai pamer diri untuk berswafoto (selfie). Dalam peluncurannya, perusahaan teknologi informasi asal Tiongkok ini membeli jam tayang 12 stasiun televisi nasional swasta dan pemerintah yang ada di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, jam tayang yang dibeli adalah jam tayang unggulan (primetime) yang banyak ditonton oleh pemirsa di Indonesia.

Melihat pada gejala “lomba” memasarkan produk ponsel pintar yang dilakukan oleh Samsung dan Vivo, menunjukkan Indonesia memang merupakan lahan pemasaran gadget dan ponsel pintar yang sangat potensial. Memperhatikan data yang ditampilkan oleh media online Kata Data, diketahui bahwa pengguna telepon seluler di Indonesia mencapai 371,4 juta pengguna (142% ) dari total populasi sebanyak 262 juta jiwa. Data statistik itu menunjukkan setiap orang Indonesia setidaknya memiliki 2 buah ponsel.

Banyaknya jumlah pengguna gadget dan ponsel pintar tersebut, berseiring dengan perkembangan penggunaan internet di Indonesia. Media online Kompas.com2 menyebutkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 143,26 juta jiwa. Kondisi ini berarti meningkat sebesar 8% dibanding jumlah pengguna internet pada tahun 2016 yang mencapai 132,7 juta jiwa. Berdasar usia penggunanya, menunjukkan pengguna internet usia 13-18 tahun sebesar 16,68%; usia 19-34 tahun sebesar 49,52%; usia 35-54 tahun sebesar 29,55% dan di atas 54 tahun mencapai 4,24%. Sedangkan mendasarkan pada media online news and research Kata Data3, menunjukkan terdapat platform media sosial yang terbanyak dipergunakan oleh pengguna internet dalam rentang usia 16 – 64 tahun adalah youtube (43%), facebook (41%) dan whatsapp (40%).

1Dipresentasikan dalam Simposium Nasioal IV Melawan Rezim Fanatisme, Fakultas Filsafat Universitas

Katolik Widya Mandala Surabaya pada tanggal 5 Mei 2018

2

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/19/161115126/tahun-2017-pengguna-internet-di-indonesia-mencapai-14326-juta-orang 3

(2)

Tingginya perkembangan jumlah pengguna gadget dan ponsel pintar serta penetrasi internet seakan menjadi indikator pembenar kehidupan masyarakat tidak lagi terpisah dari perkembangan teknologi informasi. Masyarakat dikonstruksikan memiliki ketergantungan pada teknologi informasi karena menawarkan kemudahan bagi kehidupannya. Untuk melakukan transaksi keuangan, saat ini seorang nasabah tidak lagi perlu datang ke bank atau tempat pembayaran. Semua transaksi keuangan bisa dilakukan di rumah atau dimana nasabah berada.

Kondisi ini mengingatkan kita pada teori Baudrillard (1998) yang mengatakan kapitalisme menawarkan banyak kemudahan pada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk me Jika seseorang tidak mempergunakan teknologi yang dikonstruksikan sebagai kemajuan, maka orang itu dianggap orang yang tertinggal kemajuan jaman. Jika seseorang tidak mempergunakan teknologi yang dikonstruksikan sebagai kemajuan, maka orang itu dianggap orang yang tertinggal kemajuan jaman. Jika seseorang tidak mempergunakan teknologi yang dikonstruksikan sebagai kemajuan, maka orang itu dianggap orang yang tertinggal kemajuan jaman. mberikan kemudahan itu, mereka memproduksi berbagai macam teknologi yang menawarkan kecepatan serba instan. Untuk kepentingan kapitalis, teknologi dicitrakan sebagai simbol kemajuan sekaligus simbol status sosial pemakainya. Teknologi tidak lagi sekedar kaya fungsi, namun teknologi juga dicitrakan menjadi gaya hidup. Jika seseorang tidak mempergunakan teknologi, orang itu dianggap tertinggal oleh kemajuan jaman. Pencitraan itu semakin kuat, ketika struktur sosial ikut mereproduksinya menjadi sebuah normalisasi. Jika ada orang yang masih mempergunakan teknologi lama walaupun fungsinya sama, orang itu akan dianggap sebagai pribadi yang tidak normal (aneh).

Kapitalisme mempergunakan teknologi sebagai buah ilmu pengetahuan untuk membuat kekuasaan yang mampu menciptakan dan mempertahankan kebenaran. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Foucault (1990) bahwa kekuasaan tidak lagi sebagai sebuah unsur kepemilikan namun menjadi sebuah strategi yang dimanfaatkan oleh sekelompok kekuatan tertentu (baca: kekuatan kapital) untuk menetapkan segala hal yang dianggap normal atau tidak normal. Kekuasaan yang dipegang oleh kekuatan kapital tidak lagi bersifat represif, namun melakukan reproduktif yang mampu menciptakan ilmu pengetahuan baru.

Memperhatikan pada teori yang dikemukakan oleh dua orang filsuf posmodernisme tersebut, jelas bahwa teknologi informasi sebagai produk dari kekuatan kapital berusaha untuk menguasai kesadaran diri masyarakat. Masyarakat seakan tidak diberikan kesempatan untuk sejenak berpikir, apakah teknologi yang ditawarkan oleh para pemilik kapital tersebut benar-benar mereka butuhkan atau tidak. Manusia sebagai mahluk hidup yang diberikan karunia berpikir, seharusnya mampu untuk berpikir menentukan pilihannya. Manusia sesungguhnya adalah manusia yang diberikan kemampuan berpikir dan kebebasan diri untuk menentukan pilihannya.

Banyak produk teknologi informasi yang ditawarkan sebenarnya memiliki fungsi yang sama dengan produk teknologi yang lama. Para perusahaan pemroduksi teknologi informasi hanya

menawarkan “kulit luar” dari teknologi itu sendiri. Fungsi dari produk teknologi tersebut

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Baudrillard, J.P. 1998, The Consumer Society: Myths and Structures, London: Sage Publication.

Foucault, M, 1990: The History of Sexuality I: Introduction, UK: Penguin (translated from

Referensi

Dokumen terkait