• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUKAN KAPLING DAN RUANG KOTA YANG ORG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BENTUKAN KAPLING DAN RUANG KOTA YANG ORG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BENTUKAN KAPLING DAN RUANG KOTA YANG ORGANIK PADA

KORIDOR JALAN

Dewi Parliana

Abstrak

Penelitian ini mengkaji mengenai bagaimana bentukan kapling yang terjadi pada koridor jalan arteri yang diakibatkan oleh pembangunan jalan arteri itu sendiri yang berbentuk lengkung dan miring. Kawasan di sepanjang koridor jalan lingkar luar (Jl.Soekarno-Hatta) dan lingkar dalam (Lingkar Selatan) umumnya berasal dari sawah dan kebun yang dimatangkan, kemudian di pecah-pecah menjadi kapling-kapling kecil yang bentuk dan ukurannya beraneka ragam. Kawasan-kawasan yang terletak diantara 2 jalan arteri tersebut pun tumbuh secara organik.. Pada koridor jalan tersebut, kapling-kapling terpotong miring berubah menjadi bentuk-bentuk iregular, dan orientasi kapling terhadap jalan menjadi tidak tegak lurus. Transformasi diikuti dengan sejumlah penggabungan kapling. Penggabungan kapling merupakan alternatif pemenuhan kebutuhan akan kapling yang besar untuk fungsi komersial. Penggabungan juga dilakukan apabila cadaster yang ada terlampau kecil karena sudah di intervensi oleh pembangunan jalan. Selain penggabungan kapling, transformasi yang terjadi adalah pembelahan kapling. Pembelahan ini terjadi pada kapling luas dan dalam, bekas bangunan pabrik yang akhirnya dibelah-belah menjadi kapling-kapling kecil untuk dijual.

(2)

Pendah

uluan

Pe mbanguna n jalan lingkar luar (Soekarno -Hatta) dan lingkar dalam (Lingkar Selatan) yang berbentuk lengkung dan miring memoton g

cadaster dan kawasan terbangun kota. Hal tersebut memberi dampak pada kapling-kapling di

sepanjang koridor jalan tersebut, baik kepada ukuran kapling maupun pada bentuknya .

Pre mis pada penelitian ini adalah bahwa untuk memperol eh

streetscap

e, tatanan massa bangunan, dan ruang luar yang baik pada koridor jalan, memerluk an besar dan bentuk kapling yang seragam.

Ada pun sasaran yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah mengkaji mengenai teori jalan arteri sebagai jalan distributor ,

kaitannya dengan arsitektur kota, serta proses terbentuk nya koridor-koridor jalan di Indonesia.

Pe mbanguna n jalan di Indonesia dilaksana kan pada kawasan yang masih kosong, tetapi

seringkali pula dilakukan pada kawasan-kawasan perkotaan yang sudah terbangun , dan juga pada jalan yang sudah ada (pelebara n jalan).

Ka wasan-kawasan kosong yang terdapat di pinggiran kota, pada umumnya adalah lahan-lahan pertanian, yang sudah dimiliki oleh peroranga n. Sawah-sawah tersebut memiliki pola-pola tertentu, sesuai dengan kepemilik an dan sistem irigasinya . Bentuk-bentuk pola inilah yang menjadi cikal

bakal terbentuk nya kapling-kapling, yang terjadi akibat perubahan lahan pertanian menjadi perumaha n.

Jadi terbentuk nya kapling di Indonesia, pada umumnya berasal dari sawah, dan kebun yang dimatang kan, kemudian di pecah-pecah menjadi kapling-kapling kecil yang bentuk dan ukuranny a

beraneka ragam.

Pad a

pembangu nan jalan arteri yang berbentuk setengah lingkaran, jalan tersebut membent uk fisik

kota memusat secara radial concentri c.

Implikasi dari bentuk jalan lingkar ini adalah, jalan memoton g atau membelah miring pada kawasan terbangun kota, juga pola grid cadaster yang sudah ada, yang berasal dari sawah dan kebun.

Da mpak yang ditimbulk an oleh pembangu nan jalan yang tidak mengikuti pola cadaster, dan pola kawasan terbangun yang sudah ada, terhadap bentukan arsitektur sangat besar.

Pada koridor jalan tersebut, kapling-kapling terpotong miring berubah menjadi bentuk-bentuk iregular, dan orientasi kapling terhadap jalan menjadi tidak tegak lurus.

Pad a proses perancang an

didalam arsitektur, tapak atau kapling merupaka n faktor utama pembentu k tata massa dan bentuk bangunan. Kapling mempuny ai bentuk dan ukuran tertentu, yang menjadi konteks dalam perancang an, dan akan mempeng aruhi bentukan

arsitektur yang dihasilkan . Bentuk tapak yang regular dengan lebar panjang yang baik, akan menghasil kan bentuk dan disain bangunan yang baik, sedangka n bentuk dan ukuran tapak yang iregular akan sulit untuk menghasil kan bangunan yang baik.

Kua litas tata ruang yang dihasilkan pada disain juga akan sangat tergantun g dari bentuk dan ukuran kapling yang ada. Dan pada akhirnya kapling juga merupaka n

determina n

terbentuk nya ruang-ruang kota yang efisien.

Ole h

karenanya bentuk dan ukuran kapling di perkotaan sangat penting perannya dalam pembentu kan arsitektur kota, baik pada kawasan kota maupun pada koridor jalan.

Se mentara itu jalan arteri adalah jalan dengan hirarki tertinggi, jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi,

dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

Unt uk mempelaj ari

perubahan kawasan dipakai pendekat an studi a.)

tipologi morfologi , yaitu metoda yang mengamat i fisik kota yang mengalam i

perubahan karena pembangu nan jalan baru b) Kota diamati dan dipandang dari sudut arsitektur yaitu mempelaj ari fenomena perubahan artefak dan ruang c) Dalam mengamat i

(3)

pendekata n teori figure ground, linkage, dan place.

Metodo

logi

Peneliti

an

Met odologi penelitian yang dilakukan adalah dengan membaca fenomena yang terjadi di beberapa kasus bagian-bagian kota, khususny a pada transform asi kawasan-kawasan yang terkena intervensi pembangu nan jalan baru. Karena penelitian ini juga merupaka n

penelitian kualitatif yang bertujuan untuk memberi penjelasa n

(explanat

ory), maka cara yang diambil dalam penelitian ini melalui penalaran induktif, yaitu memperol eh

kesimpula

n-kesimpula n umum dari sejumlah kasus tunggal. Pendekata n

penelitian yang dipakai dalam melaksan akan penelitian ini adalah dengan grounded theory, yaitu jenis penelitian kualitatif yang mempuny ai sasaran secara induktif menghasil kan sebuah teori dari hasil data-data yang didapat. Pada model penelitian ini peneliti

membang un substantiv e theory yang berbeda dari grand atau formal theory.

Hasil

dan

Pemba

hasan

Sela njutnya adalah analisa mengenai ruang yang terjadi pada koridor jalan arteri Soekarno-Hatta dan Lingkar Selatan. Dari mulai terbentuk nya kapling-kapling yang berasal dari sawah, dan juga hasil penggabu ngan serta pembelah an kapling. Dan bagaiman a

kantung-kantung

dijalan arteri, terbentuk tanpa perencana an, sehingga terjadi pola puzzle yang menyebab kan disorienta si pada kawasan tersebut. Dilanjutk an kemudian dengan analisis terbentuk nya ruang jalan lingkunga n oleh bentukan bangunan pada kampung-kampung, dan terbentuk nya ruang publik, dan ruang privat di sepanjang koridor jalan arteri ini.

Pola ter ben tuk nya kap ling Tra nsformasi yang terjadi di

jalan Soekarno-Hatta ditandai dengan perubahan yang terjadi pada kawasan terbuka rural, yaitu hamparan sawah hijau dan kebun, menjadi kawasan terbangun .

Perlahan-lahan tumbuh, dari waktu ke waktu tanpa ada yang mengatur atau mengenda likan.

Sec ara spontan ruang terbuka itu terbagi-bagi, menjadi kapling-kapling kecil dengan bentuk dan ukuran yang sesuai dengan daya beli masyarak

at. Sejumlah transaksi antara penjual dan pembeli terjadi hampir setiap hari, menyangk ut tanah yang juga menentuk an pertumbu han dan masa depan sebuah kota, bagi masa depan generasi yang akan datang.

Lah an

pertanian yang subur, yang tadinya adalah lahan produtif yang menopang kehidupan manusia dalam mensuplai kebutuhan dasar, perlahan-lahan hilang. Digantika n dengan kapling-kapling siap bangun,

yang dalam waktu singkat berubah menjadi kawasan terbangun .

Terjadilah permukim an baru dan kehidupan baru pada satu bagian kecil kota, dengan segala persoalan nya yang menyangk ut

ekosistem lingkunga n.

Bentukan kap ling dar i lah an saw ah Pro ses transform asi yang terjadi dari kawasan sawah menjadi kawasan terbangun , secara fisik terlihat pada gambar dibawah

ini. Sawah yang dimiliki peroranga n dengan batas fisik kepemilik an berupa pematang sawah, dijual kepada peroranga n maupun kepada pengemba ng. Apabila dibeli oleh peroranga n maka pola lama yang terbentuk berdasark an pematang sawah, akan menjadi kawasan terbangun dengan pola yang tetap sama seperti pola sawah. Sedangka n apabila dibeli oleh pengemba ng dengan luas yang besar, akan didisain kembali sesuai dengan

kaidah-kaidah arsitektur dalam merancan g tapak, seperti terlihat pada gambar dibawah. Dan jalan Soekarno-Hatta sebagai jalan arteri, dijadikan orientasi dalam tata letak kapling-kapling dan pola disain tapak keseluruh an.

Gambar 1 Pengada an tanah peroran gan maupun kolektif (Sumber : citra satelit BPN, 2004)

(4)

peroranga n

dilakukan melalui proses pembelian langsung kepada pemilik Tanah, yang sudah memiliki sertifikat Tanah tersebut. Pengaliha n

kepemilik an Tanah tersebut dibuat melalui PPAT yang dilegalisir dan dibuat sertifikat tanahnya oleh kepala BPN setempat.

Gambar 2

Transform asi sawah menjadi hunian (Sumber: citra satelit

BPN, 2004)

Pad a gambar diatas dapat dilihat bagaiman a proses transform asi terjadi, yaitu sawah subur di matangka n, dijual menjadi petak kapling dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda, kemudian masing-masing kapling dibangun menjadi hunian. Tidak ada akses jalan menuju kapling tersebut, tidak ada saluran pembuang an air kotor, tidak ada jaringan air bersih, tidak ada jaringan listrik, tidak ada jaringan telepon. Semua

infrastrukt ur tidak tersedia, tetapi hal itu tidak mengurun gkan niat orang untuk terus membang un hunian-demi hunian.

Gambar 3 Pola eksisting cadaster terpotong jalan (Sumber: citra satelit BPN, 2004)

Pro ses diatas terjadi terus menerus sampai akhirnya kawasan tersebut padat terbangun oleh bangunan

-bangunan hunian, yang berdempe tan tidak

berjarak, dan tanpa infrastrukt ur

tersedia dengan baik. Seandainy a pola kapling-kapling terbentuk dengan teratur, maka akan dengan mudah pula pemerinta h meng-intervensi kawasan tersebut dengan memberik an

prasarana-prasarana yang memadai. Tanpa keteratura n pola kapling, maka akan sulit merencan akan infrastrukt ur pada kawasan tersebut.

Gambar 4

Pola pengadaa n lahan formal dan informal (Sumber: citra satelit BPN, 2004)

Pad a gambar diatas dapat dilihat perbandin gan pola pengadaa n lahan/ penguasaa n lahan secara formal dan informal. Pola keteratura n dapat dihasilkan oleh penataan kembali pola cadaster oleh pengemba ng, dengan cara pembebas an lahan yang sekaligus besar.

Pad a cara informal (spontane ous), pola kapling yang dihasilkan terbentuk

alami (organic). Pola bentukan jalan, bentuk kapling, penataan bangunan, jarak antara bangunan terlihat tidak tertata dengan baik. Seluruh infrastrukt ur belum tersedia sama sekali.

Terd apat kasus menarik yang terlihat pada gambar dibawah ini. Terdapat satu kawasan ditengah segmen jalan Kopo – Mohamad Toha jalan Soekarno-Hatta yang masih bertahan sebagai sawah saja, dan selama lebih dari 30 tahun tidak berubah.

Transform asi di perkotaan yang biasanya terjadi pada kurun waktu kurang dari 10 tahun, pada kawasan ini sama sekali tidak terjadi. Sawah ini dimiliki satu orang dengan sertifikat kepemilik an tanah tahun 1992, terdiri dari 5 buah petak kapling yang berbentuk regular.

Den gan dibangun nya jalan Soekarno-Hatta, maka petak sawah tersebut mengalam i

transform asi dan berubah bentuk menjadi bentuk iregular.

Bentuk dan batas kepemilik an tanah terlihat kurang menguntu ngkan apabila dibagi mengikuti garis jalan Soekarno-Hatta, karena akan terjadi banyak sisa-sisa bentuk-bentuk segitiga.

Gambar 5

Pola cadaster lahan terpotong jalan (Sumber: citra satelit BPN, 2004)

Penggab ungan kapling

Arsi tektur adalah produk yang terus berkemba ng di

setiap zamannya

, dan

berkemba ng sesuai dengan kebutuhan kota dan masyarak atnya. Produk yang pada saat ini sedang dibutuhka n dan bermuncu lan di setiap bagian kota, pada suatu waktu, belum tentu akan dibutuhka n lagi, dan akan hilang. Sementar a itu di masa yang lain akan bermuncu lan produk-produk baru lainnya, yang pada saat kini belum ada dan belum dibutuhka n.

(5)

kota. Untuk memenuh i

kebutuhan

-kebutuhan tersebut, dibutuhka n kapling-kapling besar di perkotaan , yang terus menerus akan mengalam i

perubahan fungsi sesuai dengan perubahan zaman.

Tra nsformasi pada koridor Soekarno-Hatta dan Lingkar Selatan diikuti dengan sejumlah penggabu ngan kapling. Hal ini terjadi sebagai konsekue nsi logis dari Ribbon Developm ent, dimana terjadi penetrasi dari hunian ke non

hunian, dari komersial ke komersial , yang membutu hkan lahan yang lebih besar.

Pen ggabunga n kapling merupaka n

alternatif pemenuha n

kebutuhan akan kapling besar untuk fungsi komersial .

Penggabu ngan juga dilakukan apabila cadaster yang ada terlampau kecil, karena terpotong oleh pembangu nan jalan.

Kantor dan gudang Teh Botol Sosro

Dib awah ini terdapat kasus penggabu ngan

kapling-kapling yang bentuknya iregular, dengan fungsi bangunan kantor dan gudang. Bangunan

-bangunan ini berada dalam satu kepemilik an sertifikat tanah yang tercatat di BPN, adalah 2 buah kapling tahun 1978, 1 buah kapling tahun 1987, 1 buah kapling tahun 2000, dan 2 buah kapling tahun 2002.

Gambar 6

Penggabu ngan kapling 1

Terl ihat hasil dari penggabu ngan kapling-kapling yang berbentuk ireguler, dengan luas cukup dalam dan besar. Massa bangunan tidak didisain dan tidak ditata sesuai dengan konteks bentuk kapling. Pencapaia

n ke

bangunan kantor ini, harus melalui bagian tengah tapak diantara 2 bangunan yang

sempit. Bagi kendaraan

-kendaraan besar yang mengangk ut teh botol, akan terasa tidak nyaman dan leluasa untuk melaluiny a.

Kampus Uninus

Me mbangun sebuah perguruan tinggi swasta biasanya dilakukan secara bertahap. Pengemba ngan-pengemba ngan terus dilakukan sejalan dengan bertamba hnya jumlah mahasisw a.

Demikian halnya dengan Uninus yang menggabu ngkan 5 buah kapling untuk

mendapat kan luas yang layak untuk sebuah kampus universita s.

Lah an kosong di

kawasan jalan Soekarno-Hatta masih tersedia secara leluasa, karena banyak sawah-sawah yang berubah fungsi, sehingga memungk inkan bagi Uninus untuk mengadak an

perluasan. Komposis i dan tata letak bangunan Uninus ini sangat baik, karena tercipta ruang luar yang berkualita s.Tata letak massa mengikuti sisi sejajar

Soekarno-Hatta dan sisi tapak miringnya .

Gambar 7 Penggabu ngan kapling 2

Sekolah Menenga h

Kejuruan (b)

Terj adi penggabu ngan 2 buah kapling menjadi satu, untuk fungsi Sekolah Menenga h

Kejuruan. Bentuk-bentuk kapling yang digabung kan terdiri dari 1 buah kapling berbentuk segi empat, dan satu buah

kapling berbentuk segitiga. Sertifikat Tanah keduanya tahun 1958.

Den gan lokasi kapling yang berada di simpul jalan, dan dengan fungsi bangunan sebagai sekolah, bentuk bangunan yang linier dan tertutup seperti ini merupaka n pilihan disain yang tepat. Bentuk yang fungsiona l dan menghasil kan ruang yang efisien, yaitu ruang terbuka dalam (innercou rt), sebagai ruang pemersatu yang wajib ada pada sebuah sekolah. Aspek

negatifny a adalah, bangunan ini dibangun melebihi batas kapling, dan GSB bangunan sudut yang sudah ditentuka npun dilanggar.

Gambar 8 Penggabu ngan kapling 3

Rumah Tinggal dan Retail (a)

(6)

ai bentuk yang iregular, menghasil kan kapling baru yang tetap iregular. Bentuk massa bangunan yang dirancang diatasnya juga tidak berhasil menampil kan disain yang baik. Garis Sempadan Bangunan dilampaui , yaitu pada bangunan terbuka (balkon) yang menjorok keluar. Fungsi bangunan yang menjorok ini adalah komersial

, dan

lantai 2 merupaka n ruang terbuka tanpa dinding.

Gambar 9

Penggabu ngan kapling 4

Pembela han Kapling

Kris is

moneter yang terjadi pada tahun 1997 membuat ekonomi negara ini terpuruk, diantaran ya

menyebab kan pabrik-pabrik bangkrut dan ditutup. Kapling-kapling yang luas dan dalam, bekas dari bangunan

-bangunan pabrik, pada akhirnya

dibelah-belah menjadi kapling-kapling kecil untuk dijual.

Gambar 10 Pembelah an kapling 1

Sep erti contoh pada gambar diatas ini adalah bangunan eks pabrik, yang kegiatann ya sudah berhenti. Bangunan nya masih kokoh berdiri, tetapi kapling sudah

terjual. Sertifikat baru Tanah ini terbagi-bagi menjadi 5 buah, dengan bentuk pembelah an kapling persegi empat miring, dengan luas yang tidak sama.

Did uga kapling-kapling ini akan dibuat semacam ruko, bangunan berlantai dua untuk hunian dan usaha. Lokasi kapling ini berada di jalan Soekarno-Hatta, berdekata n dengan simpang jalan Rumah Sakit – Pasar Gedebage .

Kemungk inan prospekny a untuk retail

cukup baik, dikarenak an disekitarn ya belum ada satupun ruko.

Pembela han kapling pada lahan bekas Pabrik (a)

Pen ggabunga n dan pembelah an kapling yang kemudian menjadi ruko, mulai terjadi pada segmen jalan Kiaracond ong-Buahbatu ini. Lahan bekas kampung yang terpotong oleh intervensi pembangu nan jalan Soekarno-Hatta secara collective dijual kepada swasta,

yang kemudian oleh swasta dibangun ruko dan dijual kepada peroranga n.

Gambar 11 Pembelah an kapling 2

Pembela han kapling pada lahan bekas kantor

Ben tuk lahan yang dibatasi oleh sungai dan jalan Laswi ini terlihat

janggal, tetapi terjadi penggabu ngan kapling-kapling sisa yang menjadi kecil dan tidak beraturan bentuknya , yang pada akhirnya menjadi besar dan berbentuk regular geometris .

Penggabu ngan kapling-kapling ini kemudian dibelah-belah lagi dalam bentuk ruko-ruko. Ini disebut konsolida si tanah secara spontane ous dan self organise yang dilakukan swasta.

Gambar 12

Penggabu ngan dan pembelah an kapling 3

Bentukan kapl ing pad a kori dor

Ben tukan kapling yang terjadi di beberapa segmen di jalan Soekarno-Hatta, dan jalan Lingkar Selatan, sangat berbeda dan beragam. Hal ini disebabka n oleh kondisi fisik asal kapling-kapling tersebut berbeda.

Ada yang berasal dari tanah kosong, ada yang berasal dari kawasan terbangun yang digabung, maupun dibelah.

(7)

sebelum jalan Soekarno Hatta dibangun.

Jala n

Soekarno-Hatta ini memoton g miring pada kawasan yang sudah mempuny ai pola sawah-sawah, yang berorienta si ke utara selatan. Pada segmen jalan ini kapling-kapling pada umumnya berukuran kategori besar sekali, dan GSB berada 20 meter dari pinggir jalan.

Pad a segmen jalan lainnya seperti segmen sudirman-pasirkoja, jalan dibangun pada kawasan yang sudah terbangun

yaitu kampung. sehingga kapling-kapling pada koridor jalan ini berukuran kecil. GSB pada segmen ini hampir berimpit dengan jalan, dan sebagian besar berada dibawah permukaa n jalan.

Ana lisis bentuk kapling dengan mengguna kan matriks yang terdapat pada bagian lampiran, mengkate gorikan kapling pada arteri primer, dan arteri sekunder. Kategori tersebut membeda kan antara kapling berasal dari tanah kosong dan kapling yang

berasal dari kawasan terbangun , dengan 4 kategori luas, dan 4 kategori hasil bentukan kapling.

Dar i hasil analisis kategori bentuk kapling disimpulk an: pada koridor jalan Soekarno-Hatta: bentuk dan fungsi kapling pada koridor jalan Soekarno-Hatta, adalah seperti terlihat pada tabel di

lampiran I, yaitu urutan pertama : 167 (40,34%) kapling ditempati oleh fungsi perkantor an, jasa dan komersial , dengan rincian kapling

berbentuk segi empat 1 buah, segi empat ireguler 156 buah, segitiga 1 buah, dan segi banyak 9 buah.

Fun gsi hunian lebih dari 100 (24,15%) buah, pada umumnya berbentuk segiempat ireguler, dan fungsi komerial 61 (14,73%) buah pada umumnya berukuran kecil berbentuk segiempat ireguler.

Fun gsi industri 86 (20,77%) buah dengan 66 buah berbentuk segiempat ireguler, dengan jumlah ukuran besar sekali 4 buah, sedangka n lainnya

besar, dan pada umumnya berukuran sedang.

Ben tuk dan ukuran tapak/kapl ing yang berbeda-beda pada satu koridor , akan menghasil kan bentuk massa bangunan dan ruang luar yang tidak teratur. Lebar bangunan, tinggi bangunan, dan jarak bangunan

Dar i jumlah kapling lebih kurang 414 buah hanya 1 buah kapling berbentuk segiempat reguler, sedangka n 383 (92,5%) buah berbentuk segiempat ireguler, dan sisanya berbentuk segitiga dan

segibanya k.

Kat egori kapling besar sekali 7 buah (1,69%), kapling besar 38 buah (9,18%) , kapling sedang 154 buah (37,2%), kapling kecil 215 buah (51,93%).

Bentukan kapling pada kawasan terbangu n yang terpotong jalan miring

Pad a gambar di bawah dapat terlihat konfigura si

kapling-kapling yang terbentuk pada segmen Sudirman

-Pasirkoja. Kapling-kapling ukuran kecil pada kampung yang terpotong

jalan, berdampi ngan dengan kapling industri yang berukuran besar. Sementar

a itu

terdapat fungsi baru jasa dan pelayanan menempat i kapling-kapling kecil yang digabung. Bentuk-bentuk awal kapling sebelum terpotong jalan memang sudah berbentuk iregular, setelah terpotong jalan kemudian bentuknya semakin tidak beraturan.

Gambar 13

Bentukan kapling segmen Sudirman -Pasirkoja

Bentukan kapling pada kawasan terbangu n yang terpotong jalan lengkung

De mikian halnya dengan segmen jalan lainnya yaitu

segmen Pasirkoja-Kopo. Bentuk-bentuk kapling tidak ada yang berbentuk segiempat regular, baik sebelum terpotong jalan apalagi sesudah terpotong jalan.

Gambar 14

Bentukan kapling segmen Pasirkoja-Kopo

Bentukan kapling pada kawasan kosong yang terpotong jalan lurus

Jug a

(8)

halnya dengan segmen makro, walaupun jalan ini tidak memoton g miring, tetapi terlihat disini, bahwa bentuk dan ukuran kapling yang beraneka ragam, menghasil kan ruang yang tidak berkualita s, maju mundur bangunan tidak sama, jarak bangunan kadang rapat, kadang renggang

Gambar 15

Bentukan kapling segmen Kiaracond ong-Metro

Bentukan kapling pada

kawasan kosong yang terpotong jalan miring

Seg men koridor Cibiru merupaka n ujung jalan Soekarno-Hatta, yang awalnya merupaka n

kawasan bekas sawah yang belum terbangun (kosong). Pola cadaster terpotong miring, dan orientasi tatanan massa bangunan tetap mengikuti orientasi kapling, serta muka bangunan tidak sejajar jalan Soekarno-Hatta. Ukuran kapling juga tidak seragam, dari kecil sampai

besar sekali

Gambar 16

Bentukan kapling segmen Gedebage-Cibiru

Bentukan kapling pada kawasan terbangu n yang terpotong jalan (berbentu k S)

Has il analisis bentukan kapling pada koridor jalan Lingkar Selatan, menyimp ulkan: fungsi dan bentuk kapling pada koridor Lingkar Selatan: terbanyak adalah fungsi hunian dengan jumlah 205 buah (53,1%),

yang pada umumnya kapling berbentuk segiempat , yaitu 141 buah, dan sisanya adalah segiempat ireguler dan segitiga, serta segibanya k.

Gambar 17

Bentukan kapling segmen Laswi

Seg men jalan Laswi merupaka n

kawasan terbangun kampung, yang terpotong jalan (berbentu k S), jalan tersebut dibentuk S untuk menghind ari terpotong

nya kawasan TNI SESKOA D yang berlokasi dijalan Gatot Soebroto. Akibatnya adalah kapling-kapling kecil terpotong miring, menjadi bentuk-bentuk segitiga, segibanya k, dan segiempat ireguler.

Ke mudian Jasa dan komersial 131 buah (33,94%) , dengan bentuk segi empat ireguler 93, dan, segiempat 38 buah. Fungsi industri hanya 17 buah (4,4%) dengan bentuk kapling segiempat dan segiempat ireguler. Fungsi komersial menempat

i 33

(8,6%) buah kapling dengan bentuk segiempat ireguler 19 buah, dan 12 buah segiempat .

Dar i 386 buah kapling yang terdapat di jalan lingkar selatan, 198 buah (51,29%) berbentuk segiempat reguler, 122 buah (31,6%) kapling berbentuk segiempat ireguler, dan sisanya 66 buah (17,1%) berbentuk segitiga dan segi banyak.

Dar i 386 kapling yang terdapat di jalan Lingkar Selatan, 5 buah (1,29%) berukuran besar sekali, 20 buah

(5,18%) berukuran besar, 165 buah (42,74%) berukuran sedang, 196 (50,77%) berukuran kecil.

Bentukan kapling pada jalan yang dilebarka n

Gambar 18

Bentukan kapling segmen Pelajar Pejuang

Berbeda dengan

jalan pelajar pejuang disamping ini, pembangu nan jalan lingkar selatan pada kawasan ini memoton g tepat pada jalan yang ada. Pemotong an tidak berbentuk miring atau lengkung, sehingga pola eksisting yang ada, yang sudah tertata baik, tidak rusak. Transform asi yang terjadi pada koridor ini adalah berubahn ya fungsi hunian menjadi non hunian, dimana bangunan

-bangunan hunian tersebut diubah, bahkan ada yang dirobohka

n dan dibangun kembali baru, menjadi fungsi komersial showroo m

kendaraan , restoran, hotel, dan gedung pertemua n. Dari seluruh segmen jalan lingkar selatan, segmen ini lah yang mengalam i

perubahan fungsi secara besar-besaran.

Kesimp

ulan

(9)

dan bentuk yang berbeda-beda, masing-masing dibangun menjadi hunian. Tidak ada akses jalan menuju kapling tersebut, tidak ada saluran pembuang an air kotor, tidak ada jaringan air bersih, tidak ada jaringan listrik, tidak ada jaringan telepon. Semua infrastrukt ur tidak tersedia, tetapi hal itu tidak mengurun gkan niat orang untuk terus membang un hunian-demi hunian.

Pad a peta-peta yang diperoleh dapat dilihat perbandin gan pola

pengadaa n lahan/ penguasaa n lahan secara formal dan informal. Pola keteratura n yang dihasilkan oleh penataan kembali pola cadaster oleh pengemba ng, dengan cara pembebas an lahan yang sekaligus besar.

Sed angkan cara informal (spontane ous) menghasil kan pola yang tidak teratur alami (organic). Pola jalan, bentuk kapling, penataan bangunan, jarak bangunan tidak diperhatik an, infrastrukt ur tidak direncana

kan dengan baik. Pada akhirnya menghasil kan kawasan hunian yang tidak sehat, tidak aman, dan tidak nyaman.

Tra nsformasi pada koridor Soekarno-Hatta diikuti dengan sejumlah penggabu ngan kapling. Hal ini terjadi sebagai konsekue nsi logis dari Ribbon Developm ent dimana terjadi penetrasi dari hunian ke non hunian, dari komersial ke komersial , yang membutu hkan lahan yang lebih besar.

Pen ggabunga n kapling merupaka n

alternatif pemenuha n

kebutuhan akan kapling yang besar untuk fungsi komersial ,

penggabu ngan juga dilakukan apabila cadaster yang ada terlampau kecil karena sudah di intervensi oleh pembangu nan jalan. Kris is

moneter yang terjadi pada tahun 1997 membuat ekonomi negara ini terpuruk, diantaran ya

menyebab kan pabrik-pabrik bangkrut dan ditutup. Kapling-kapling

yang luas dan dalam, bekas dari bangunan

-bangunan pabrik, pada akhirnya dibelah-belah menjadi kapling-kapling kecil untuk dijual.

P enggabun gan dan pembelah an kapling yang kemudian menjadi ruko, mulai terjadi pada segmen jalan Kiaracond ong-Buahbatu. Lahan bekas kampung yang terpotong oleh intervensi pembangu nan jalan Soekarno-Hatta secara collective dijual kepada swasta, yang kemudian

oleh swasta dibangun ruko dan dijual kepada peroranga n.

B entuk dan ukuran tapak/kapl ing yang berbeda-beda pada satu koridor , akan menghasil kan bentuk massa bangunan dan ruang luar yang tidak teratur. Lebar bangunan, tinggi bangunan, dan jarak bangunan Bentuk-bentuk awal kapling sebelum terpotong jalan memang sudah berbentuk iregular, setelah terpotong jalan kemudian bentuknya semakin tidak beraturan

B

entuk-bentuk kapling tidak ada yang berbentuk segiempat regular, baik sebelum terpotong jalan apalagi sesudah terpotong jalan. Ukuran kapling tidak ada yang sama, dan pada akhirnya menghasil kan besar bangunan yang berbeda-beda, dan orientasi muka bangunan tidak kepada jalan.

Ju ga

demikian halnya dengan segmen makro, walaupun jalan ini tidak memoton g miring, tetapi terlihat disini, bahwa bentuk dan ukuran kapling

yang beraneka ragam, menghasil kan ruang yang tidak berkualita s, maju mundur bangunan tidak sama, jarak bangunan kadang rapat, kadang renggang. Berbeda dengan jalan pelajar pejuang, pembangu nan jalan lingkar selatan pada kawasan ini memoton g tepat pada jalan yang ada. Pemotong an tidak berbentuk miring atau lengkung, sehingga pola eksisting yang ada, yang memang sudah tertata baik, tidak rusak.

T erbentukn

ya blok di kota-kota di

Indonesia tidak direncana kan, tetapi tumbuh secara organik, kawasan-kawasan yang terletak diantara 2 jalan arteri Soekarno-Hatta dan Lingkar Selatan tumbuh dengan sendirinya tanpa perencana an. Seringkali terjadi pertumbu han yang bercampu r baur antara perumaha n formal yang direncana kan oleh pengemba ng dan perumaha n

informal yang dibangun oleh masyarak at secara individual .

(10)

mengakib atkan terjadinya urban sprawl yang terpecah-pecah, dan terputus, tidak menyamb ung satu dengan yang lain. Tissue yang terjadi pada bagian-bagian ini bagaikan Puzzle, yang menyebab kan disorienta si pada orang yang memasuki nya.

Daftar

Pustak

a

1. Anshari , Jamal Improv ing Urban Land Manag ement in Develo ping Countr ies 2. Bishop,

Kirk, no year. Design ing Urban Corrid

ors: Plannin g Adviso ry Service Report Numbe r 418. Americ an Plannin g Associa tion. 3. Cullen,

Gordon The Concis e Townsc ape UK : The Archite ctural Press 4. Echols,

John M, Shadily , Hassan 1975 Kamus Inggris Indone sia 5. Gibbon

s Johann a, 1992 Urban Streets cape New York : Van Nostran d Reinhol d 6. Hakim,

Rustam , 2006 Rancan gan Visual Lansek ap

Jalan Pandua n Estetik a Dindin g Pengha lang Kebisin gan Jakarta : Sinar Grafika Offset 7. Jacobs Allan B, 1996 Great Streets Massac husetts : MIT Press 8. Marsha

ll, Stephe n 2005 Streets and Pattern s London , New York : Spon Press Taylor and Francis Group 9. Madani

pour, Ali 1996. Design of Urban Space An Inquiry Into A Socio-Spatial Process . Englan d : John Wiley

and Sons Ltd. 10. Mc

Cluske y, Jim 1979. Road Form and Townsc ape London : The Archite ctural Press 11. Mought

in, James Cliffor d. 1992 Urban Design : Street and Square Oxford Archite ctural Press 12. Panerai

Phillipe , Castex Jean, Depaul e Jean Charles , Samuel s Ivor, 2004 Urban Forms The Death and life of the urban block Oxford Univers ity Press Inc. Archite ctural Press

13. Southw orth, Michae l and Eran Ben-Joseph, 1997 Streets and The Shapin g of Towns and Cities New York Mc Graw-Hill

Tesis

dan

Diser

tasi

14. Siregar,

Sandi A. 1990 Bandun g- The Archite cture of a City in Develo pment Diserta si S3 Katholi eke Univers iteit Leuven .

Riwaya

t

Penulis

Dr. Ir. Dewi Parliana, MSP. Adalah

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Ebbő l viszont az következik , hogy elméleti állásfoglalásunkat kell a gyakorlatnak megfelelőbb módon körvona- lazni... Tudni kell

Penilaian keterampilan dilakukan guru dengan melihat kemampuan peserta didik dalam presentasi, kemampuan bertanya, kemampuan menjawab pertanyaan atau

Tahapan itu adalah adanya kebutuhan karena biaya kesehatan yang mahal (kebutuhan yang ada disebabkan oleh rangsangan dari dalam diri ataupun dari luar diri

Tempat, Tanggal Lahir Nama.. NIP Jabatan Eselon

Akan tetapi, yang menjadi persoalan dalam ritual setiap tarekat yang ada adalah bahwa hampir mayoritas ritual tarekat mencitrakan Tuhan dalam bentuk atau citra laki-laki dan

Pengujian untuk membandingkan hasil yang lebih baik antar kedua variabel tersebut dengan menghilangkan salah satu variabel dalam pemodelan, hasil yang didapatkan menunjukkan

Penambahan prebiotik dalam pakan bertujuan untuk meningkatkan populasi bakteri yang menguntungkan (probiotik) di dalam saluran pencernaan ikan nila sehingga mekanisme aksi

Dalam &a#as nrmal.. Dalam