• Tidak ada hasil yang ditemukan

BPJS KESEHATAN DALAM PREPEKTIF EKONOMI S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BPJS KESEHATAN DALAM PREPEKTIF EKONOMI S"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BPJS KESEHATAN DALAM PREPEKTIF EKONOMI SYARIAH Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas

mata kuliah Manajemen Asuransi Syariah Dosen Pengampu : Ali Amin Isfandiar, M.Ag

Disusun oleh:

NABILA AFDIANI IRFANA (2013115151)

KELAS : G

PROGAM STUDY EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

IAIN PEKALONGAN

(2)

i KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Syukur alhamdulilah segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas rahmat dan karuniaNya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “BPJS dalam Prespektif Ekonomi Syariah”. Tak lupa sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan bagi manusia, dan semoga kita menjadi pengikutnya yang taat hingga nanti, amin.

Kemudian saya ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing kami dalam mata kuliah “Manajemen Asuransi Syariah” sehingga saya dapat mengerjakan makalah ini dengan baik. Makalah ini saya buat tidak hanya untuk memenuhi tugas yang telah diberikan, namun saya juga berharap bahwa makalah ini mampu memberikan manfaat pengetahunbagi pembaca mengenai BPJS dalam prespektif ekonomi syariah.

Akhir kata saya ucapkan terimakasih kepada pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta saya berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Alhamdulillahirrobil’Alamin

Wassalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh.

(3)

ii DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

BAB II Kerangka Teori A. Pengertian Asuransi Syariah ... 3

B. Sejarah Asuransi Syariah ... 4

C. Pedomon Asuransi Syariah menurut fatwa MUI ... 5

D. Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial ... 7

E. Kepesertaan ... 8

F. Mekanisme Iuran BPJS ... 11

BAB III Metodelogi Penelitian A. Metode Penelitian... 13

B. Objek Penelitian dan Sumber Data ... 13

C. Teknik Pengumpulan Data ... 14

BAB IV Pembahasan A. BPJS dilihat dari sudut pandang asuransi syariah (ekonomi syariah) ... 15

B. Solusi untuk BPJS ... 17

BAB V Penutup A. Kesimpulan ... 19

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) yang menyatakan, bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya. Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage).

Di Indonesia juga mengakui adanya hak asasi warga atas kesehatan, yang diatur dalam UU No 36 tahun 2009. Dalam UU no 36 tahun 2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial. Jaminan kesehatan sosial yang ada di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS.

(5)

2 Solusi terbaik yaitu dengan menerapkan sistem asuaransi syariah, yang lebih mengedepankan keadilan. Oleh karena itu, perlu diketahui terlebih dahulu hal-hal dalam BPJS yang berlawanan dari asuransi siyariah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana BPJS dilihat dari sudut pandang asuransi syariah (ekonomi syariah)?

2. Apa solusi terbaik untuk BPJS? C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perbedaan antara asuransi syariah dan konvensional.

2. Untuk mengetahui sistem BPJS yang bertentangan dengan asuransi syariah.

(6)

3 BAB II

KERANGKA TEORI

A. Pengertian Asuransi Syariah

Dalam bahasa Arab, Asuransi disebut At-ta’min yang berasal dari kata amana yang memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut, sebagaimana firman Allah SWT, “Dialah Allah yang menagamankan mereka dari ketakutan.”1

Para ahli fiqih terkini, seperti Wahbah Az-Zuhaili mendefinsikan asuransi syariah sebagai at-ta’min at-ta’awuni (asuransi yang bersifat tolong menolong), yaitu kesepakatan beberapa orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka ditimpa musibah. Musibah itu dapat berupa kematian, kecelakaan, sakit, kecurian, kebakaran, atau bentuk-bentuk kerugian lain.2

Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau dana tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung

gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, dzulm (penganiayaan),

risywah (suap), barang haram dan maksiat.3

Menurut Abbas Salim sebagaimana yang dikutip Ali Hasan, asuransi didefinisikan sebagai suatu kemauan untuk menetapkan kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai substitusi kerugian-kerugian besar yang belum pasti. Asuransi Syariah dalam pengertian muamalah adalah saling memikul resiko di antara sesama peserta sehingga

1Kuat Ismanto, Asuransi Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 51

(7)

4 antara satu dan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang muncul. Tanggungan resiko atas dasar tolong menolong.4

B. Sejarah Asuransi Syariah

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, konsep asuransi syariah sudah dikenal dengan sebutan al-aqila. Saat itu suku Arab terdiri dari atas berbagai suku besar dan kecil. Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah adalah keturunan suku Qurais, salah satu suku yang terbesar. Menurut

Dictionary of islam, yang ditulis Thomas Patrick, jika ada salah satu

anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lain, sebagai kompensasi, keluarga terdekat si pembunuh akan membayarkan sejumlah uang darah atau diyat kepada pewaris. Al-‘aql adalah denda, sedangkan makna al-‘aqila adalah orang yang membayar denda. Beberapa ketentuan sistem

Aqilah yang merupakan bagian dari asuransi sosial dituangkan oleh Nabi

Muhammad SAW dalam piagam Madinah.5

Dalam piagam Madinah terdapat suatu sistem yang menjadi embrio asuransi, yaitu:6

a. Iuran setiap anggota untuk membantu anggota kelompok yang lain merupakan tanggung jawab kolektif (al-takaful al-ijtima’i)

b. Terikat dengan isi perjanjian.

Tanggal 24 Februrari 1994 merupakan tonggak sejarah kepeloporan industri asuransi berbasis syariah di lndonesia. Pada tanggal itulah didirikan PT Syarikat Takaful lndonesia (Takaful lndonesia). Pada 5 Mei 1994, Takaful lndonesia mendirikan PT Asuransi Takaful Keluarga (Takaful Keluarga) bergerak di bidang asuransi jiwa syariah dan PT Asuransi Takaful Umum (Takaful Umum) yang bergerak di bidang asuransi umum syariah. Takaful Keluarga kemudian diresmikan oleh Menteri Keuangan saat itu, Mar’ie Muhammad dan mulai beroperasi sejak

4 Juhaya S. Praja, Asuransi Takaful, (Artikel yang dikeluarkan PT. Takaful Indonesia)

5 Abdullah Amrin, Asuransi syariah, (Jakarta: Elex media Komputindo, 2006 ), hlm.1.

(8)

5 25 Agustus 1994. Sedangkan Takaful Umum diresmikan oleh Menristek/ Ketua BPPT Prof. Dr. B.J. Habibie selaku ketua sekaligus pendiri lCMl dan mulai beroperasi pada 2 Juni 1995. Sejak saat itu Takaful Keluarga dan Takaful Umum mengembangkan kepeloporan dalam industri asuransi syariah dan menjadi yang terdepan di bidangnya.7

C. Pedomon Asuransi Syariah menurut fatwa MUI

MUI mengeluarkan fatwa mengenai pedoman dalam asuransi syariah, antara lain:8

Pertama: Ketentuan Umum

a. Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan saling menolong diantara sejumlah orang/pihak melaui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melaui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

b. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada poin (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga), zulmu (penganiayaan), riswah (suap),

e. Premi adalah kewajiban peserta untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

7Admin Takaful Umum, Sejarah Asuransi Takaful Umum, diakses dari

https://www.takafulumum.co.id/lebihlanjut.html, pada tanggal 25 Oktober 2017 pukul 20.26

(9)

6 f. Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberi perusahaan

asuransi sesuai dengan kesepakatan akad. Kedua: Akad dalam Asuransi

a. Akad yang dilakukan anatar peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan akad atau akad tabarru’.

b. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah, sedangkan akad tabarru’ adalah hibah.

c. Dalam akad sekurang-kurangnya disebutkan:

 Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan.

 Cara dan waktu pembayaran premi

 Jenis akad tijarah dan atau akad tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati sesuai dengan jenis asuransi yang diakad.

Ketiga: Kedudukan Setiap Pihak dalam Akad Tijarah dan Tabarru’

a. Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta sebagai shahibul mal (pemegang polis).

b. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hiabh yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan, perusahaan sebagai pengelola dana hibah.

Keempat: Ketentuan dalam Akad Tijarah dan Tabarru’.

a. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya sehingga mengugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.

b. Jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah. Kelima: Jenis Asuransi dan Akadnya.

(10)

7 b. Sedagkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah

mudharabah dan hibah. Keenam: Premi.

a. Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru’.

b. Untuk menetukan besarnya premi, perusahaan asuransi dapat menggunakan rujukan table mortalita untuk asuransi jiwa dan table morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba didalamnya.

D. Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional-JKN).

Sebelum membahas pengertian asuransi kesehatan sosial, beberapa pengertian yang patut diketahui terkait dengan asuransi tersebut adalah:

a. Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).

b. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

c. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

(11)

8 dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.9

E. Kepesertaan10 Beberapa pengertian:

 Peserta

adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.

 Pekerja

adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.

 Pemberi Kerja

adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:

a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pegawai Negeri Sipil;

b) Anggota TNI; c) Anggota Polri; d) Pejabat Negara;

e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri; f) Pegawai Swasta; dan

9Tim penyusun bahan sosialisasi dan advokasi JKN, Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional, (Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013), hlm. 16

(12)

9 g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan

huruf f yang menerima Upah.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:

a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan

penerima Upah.

c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: a) Investor; dengan huruf e yang mampu membayar Iuran.

4) Penerima pensiun terdiri atas:

a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;

c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c;

dan

e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.

(13)

10 b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari

Peserta, dengan kriteria:

1. tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan

2. belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

1) Hak dan kewajiban Peserta

 Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan a) identitas Peserta dan b) manfaat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

 Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk: a. membayar iuran dan b. melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja.

2) Masa berlaku kepesertaan

a. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta.

b. Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau meninggal dunia.

(14)

11 F. Mekanisme Iuran BPJS11

1. Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.

2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.

3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% ( lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.

4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:

a. Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

b. Sebesar Rp. 51.000,- (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II. c. Sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) per orang per

bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. 6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan

janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis

11BPJS Kesehatan, Iuran BPJS, diakses dari

(15)

12 Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.

7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai tanggal 1 Juli 2016 denda dikenakan apabila dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap, maka dikenakan denda sebesar 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak, dengan ketentuan :

(16)

13 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada quality atau hal terpenting suatu barang atau jasa. Hal terpenting suatu barang atau jasa yang berupa kejadian, fenomena, dan gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi pengemabangan konsep teori. Penelitian kualitatif dilakukan karena peneliti ingin mengeskplor fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti langkah kerja, formula suatu resep, pengertian suatu konsep yang beragam, karakteristik suatu barang dan jasa, gambar-gambar, budaya, gaya, dan lain sebagainya.12

Alasan penulis menggunakan metode ini, karena metode penelitian kualitatif dianggap sesuai untuk melakukan pendekatan masalah yang akan diteliti. Dalam hal ini, penulis menganalisis permasalahan BPJS dari sudut pandang ekonomi syariah

B. Objek Penelitian dan Sumber Data

Objek dalam penelitian ini adalah BPJS dilihat dari sudut pandang ekonomi syariah. Penulis memilih objek tersebut sebagai bahan penulisan dikarenakan masih banyak ketidakadilan pelayanan kesehatan yang diberikan BPJS. Sumber data diperoleh dari buku asuransi, website BPJS, UU yang mengatur BPJS, jurnal dan artikel. Sumber data tersebut dirasa memiliki nilai keakuratan yang pas, karena dapat membandingkan antara pengelolaan asuransi syariah dan konvensional. Sehingga penulis dapat menganalisis BPJS termasuk dari asuransi syariah atau konvensional.

(17)

14 C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkenan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.13 Data pustaka yang digunakan dalam menulis penelitian ini ada dua, yaitu:

a. Dokumen tertulis: buku, jurnal dan artikel. b. Media elektronik: internet.

(18)

15 BAB IV

PEMBAHASAN

A. BPJS dilihat dari sudut pandang asuransi syariah (ekonomi syariah) Asuransi syariah adalah sebuah usaha yang menerapkan prinsip-prinsip syar’i sehingga jelas kehalalannya. Keunggulan prinsip-prinsip syar’i adalah terwujudnya keadilan antar pihak yang bertransaksi sekaligus terdapatnya fleksibilitas atau kemudahan-kemudahan dalam bertransaksi.14 Sedangkan BPJS termasuk merupakan asuransi sosial, yang mana belum termasuk dari asuransi sosial syariah. Karena, pada kenyataannya masih banyak peserta BPJS yang merasa tidak mendapatkan keadilan dalam penerimaan klaim. Sehingga perlu dikaji lebih dalam, poin-poin yang membuat BPJS masih jauh disebut sebagai asuransi syariah. Poin-poin tersebut diantarannya yaitu;

Pertama, BPJS mengandung unsur gharar (ketidakjelasan).

Gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu

pihak karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eskploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad.15 Dalam BPJS, peserta tidak mengetahui seberapa besar dan seberapa lama ia harus membayar premi. Adakalanya seorang peserta membayar premi satu kali, kemudian ia mendapatkan klaim karena adanya musibah yang menimpanya. Namun, adakalanya seorang peserta telah membayar premi hingga belasan kali, tidak mendapatkan klaim, lantaran tidak ada musibah yang menimpannya.

Kedua, BPJS mengandung riba (bunga). Diantaranya terdapat dalam;

(19)

16 a. UU No 24 tahun 2011 pasal 11 poin b dan UU No 40 tahun 2004 pasal 47 ayat 1 “menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai”. Didalam UU tersebut tidak disyaratkan bahwa dana peserta BPJS harus di investasikan pada perusahaan investasi syariah. Dalam perusahaan invetasi konvensional masih menggunkan sistem bunga dalam pembagian hasil investasi. Padahal bunga dilarang dalam islam.

b. UU No 24 tahun 2011 poin f, menyatakan bahwa “mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya”. Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai tanggal 1 Juli 2016 denda dikenakan apabila dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap, maka dikenakan denda sebesar 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak, dengan ketentuan:16

1. Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan.

2. Besar denda paling tinggi Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).

Denda keterlambatan dalam BPJS merupakan riba nasiah. Riba

nasiah adalah tambahan yang yang disyaratkan oleh orang yang

mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya.17

c. Pada saat peserta menerima klaim lebih besar dari premi yang dibayarkannya maka hal ini mengandung unsur riba fadhli. Riba

16BPJS Kesehatan, Iuran BPJS, diakses dari

https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13 pukul00.41, pada tanggal 27 Oktober 2017 pukul 21.00

(20)

17

Fadhli adalah riba dengan sebab tukar menukar benda, barang

sejenis (sama) dengan tidak sama ukuran jumlahnya.18

ketiga, BPJS mengandung unsur maysir (perjudian). Maysir adalah transaksi yang mengandung unsur perjudian, untung-untungan atau spekulatif yang tinggi.19 Peserta BPJS yang sakit akan mendapatkan klaim lebih besar dari premi yang dibayarkannya (untung). Disisi lain, peserta BPJS yang sehat tidak mendapatkan klaim (rugi). Hal ini sesuai dengan praktek maysir, dimana ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan.

Keempat, tidak adanya dewan pengawas syariah. Dalam UU No 24 tahun 2011 pasal 21 menyatakan bahwa dewan pengawas yang ada di BPJS terdiri atas 2 orang unsur pemerintah, 2 orang unsur pekerja, dan 2 orang unsur pemberi kerja, serta 1 orang unsur tokoh masyarakat. Padahal fungsi dari dewan pengawas syariah untuk memastikan bahwa operasional BPJS tidak menyimpang dari prinsip syraiah.

Kelima, tidak adanya pemisahana antara akun dana tabarru’ dan akun dana peserta. Hal ini disebabkan karena BPJS tidak menerapkan asuransi syariah. Sehingga akan berdampak pada operasional BPJS.

B. Solusi untuk BPJS

Dari beberapa poin BPJS yang sudah dianalisis dengan asuransi syariah, maka pemerintah perlu merubah sistem BPJS menjadi sistem asuransi syariah. Dalam asuransi syariah ada dua hal yang ditawarkan, yaitu sistem bagi hasil terhadap pengelolaan dana dan sistem bagi resiko diantara sesama peserta. Dana tabarru’ akan digunakan sebagai sarana berbagi resiko dengan cara memberikan santunan jika ada peserta yang mengalami musibah sebagaimana yang telah diperjanjikan. Adapun dana peserta akan diinvestasikan dan dibukukan dalam rekening peserta sebagai manfaat di akhir kontrak atau pada saat

18 , Solusi Berasuransi, (Bandung:Salamadani, 2009), hlm. 54.

(21)

18 peserta mengakhiri perjanjian. Dengan demikian, diharapkan dana

tabarru’ yang terkumpul cukup untuk membayar klaim. Dana peserta

diharapkan akan berkembang sesuai dengan yang direncanakan20

(22)

19 BAB V

PENUTUP A. Kesimpulan

Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. Asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib diselenggarakan oleh BPJS kesehatan. Dalam praktinya, masih banyak ketidakadilan yang dirasakan oleh para peserta BPJS. Salah satu penyebabnya yaitu BPJS belum menerapkan hukum islam. Untuk itu peran pemerintah diperlukan untuk mengkaji sistem yang digunakan BPJS sekarang, agar kenyaman dan keadilan para peserta BPJS dapat tercapai.

Dalam sistem BPJS, hal-hal yang bertentangan dengan hukum islam antara lain; adanya gharar, riba, maysir, belum adanya DPS, serta tidak adanya pemisahan antara akun dana peserta dan akun dana tabarru’.

B. Daftar Pustaka

Anwar, Khoiril. 2007. Asuransi Syariah. Solo: Tiga Serangkai. Ismanto, Kuat. 2009. Asuransi Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Amrin, Abdullah. 2006. Asuransi Syariah. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Juhaya S. Praja, Asuransi Takaful, (Artikel yang dikeluarkan PT. Takaful Indonesia)

(23)

20 Takaful, Admin. Sejarah Asuransi Takaful Umum. Diakses dari

https://www.takafulumum.co.id/lebihlanjut.html, pada tanggal 25

Oktober 2017 pukul 20.26

Tim penyusun bahan sosialisasi dan advokasi JKN. 2013.

Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta. Kementrian

Kesehatan RI.

BPJS Kesehatan. Iuran BPJS. Diakses dari

https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13, pada tanggal 26

oktober 2017 pukul 20.30

Ghony, Djunaido dan Fauzan Almanshur. 2012. Metodelogi

Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar Ruz Media.

Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sumanto Edi, Agus. 2009. Solusi Berasuransi. Bandung: Slamadani.

Sholihin Ifham, Ahmad. 2010. Ekonomi Syariah. Jakarta: Gramedia.

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa pemahaman belajar siswa pada siklus I mencapai skor rata-rata daya serap klasikal 65,71% pemahaman tersebut berada pada kategori cukup (C). Data yang menunjukkan

Bioakumulasi logam berat kadmium (Cd) pada daging ikan bandeng dari tambak Tapak Semarang masih jauh di bawah ambang batas yang telah ditetapkan SNI 7287:2009 Tahun

Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh PKL adalah (1) pengawasan kebersihan lingkungan di setiap rumah termasuk sekolah, tempat-tempat umum (TTU) dan tempat- tempat industri (TTI)

Studi Bahan Organik Total (BOT) Sedimen Dasar Laut di Perairan Nabire Teluk Cendrawasih Papua.. Konservasi Tanah

Penelitian ini juga bersifat deskriptif kualitatif yang diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya,

Apakah sistem pengelolaan barang daerah Propinsi Jawa Barat telah dilaksanakan secara efektif sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku2. Faktor-faktor apakah yang

service quality memiliki yang pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel customer satisfaction. Sehingga apabila terdapat peningkatan pada service quality

Oraingoan gradu amaierako lana burutzea egokitu zait. Hau egiteko ondorengo gaia hautatu dut: “Teknika psikologikoak bakarkako curriculum egokitzapena duten