• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Energi Listrik Pertumbuhan Ekon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsumsi Energi Listrik Pertumbuhan Ekon"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

1

LISTRIK DI INDONESIA

1

Teuku Bahran Basyiran

2

(teukubahran@yahoo.com)

Penelitian ini meneliti tentang hubungan pengaruh antara emisi gas rumah kaca pembangkit listrik, konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk di Indonesia dengan menggunakan data time series tahun 1971-2011. Model analisis yang digunakan adalah model restricted VAR dan analisis structural VAR. Hasil uji menunjukkan bahwa konsumsi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk dapat mempengaruhi perubahan intensitas emisi gas rumah kaca. Dampak pengaruh dari penduduk terhadap emisi gas rumah kaca merupakan yang paling besar. Selain itu juga ditemukan bahwa pertumbuhan ekonomi dan penduduk dapat mempengaruhi besarnya konsumsi listrik, serta penduduk merupakan variabel yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Shock konsumsi listrik cenderung tidak berpengaruh terhadap perubahan intensitas emisi gas rumah kaca di beberapa waktu yang akan datang, sedangkan shock pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan pengaruhnya oleh emisi gas rumah kaca dan penduduk dalam jangka pendek dan panjang respectively. Penduduk merupakan kontributor utama dalam mempengaruhi fluktuasi perubahan intensitas emisi gas rumah kaca di masa mendatang. Peneliti menyarankan pihak Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan penggunaan energi listrik utama yang berasal dari sumber terbarukan dan mulai mengurangi penggunaan energi bahan bakar fosil. Lalu tugas besar pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk dan menekan pertumbuhan penduduk serta berupaya meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi.

Kata Kunci: VAR, Structural VAR, Emisi CO₂, Energi Listrik, Pertumbuhan Ekonomi, Penduduk, Renewable Sources, Indonesia

1.

Latar Belakang Penelitian

Semua bahan bakar fosil akan menghasilkan karbon. Ketika bahan bakar tersebut mengalami pembakaran, karbon lepas ke atmosfir sebagai karbon dioksida (CO₂). Karbon dioksida adalah salah satu jenis emisi gas rumah kaca, yang merupakan kontributor terhadap sesuatu yang dikenal dengan pemanasan global atau lebih tepatnya perubahan iklim (Tietenberg dan Lewis, 2011:151).

Emisi gas rumah kaca, khususnya emisi karbon (CO2), dapat mengancam terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Kedua bentuk ancaman ini akan memperburuk lingkungan kehidupan manusia dan membahayakan kesehatan serta memperpendek keberlangsungan kehidupan manusia di dunia. Pemanasan global akan menyebabkan penipisan lapisan atmosfir dan meningkatkan suhu bumi, berdampak pada meningkatnya ketinggian

1 Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Fakultas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala

(published on http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=4500, Skripsi, tahun 2014).

2 Alumnus Fakutas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia dan mahasiswa Master of

(2)

permukaan laut karena akan terjadi ekspansi air laut, mencairnya gletser, dan kemungkinan mempercepat mencairnya es abadi di kutub utara maupun di kutub selatan. Kalau dampak tersebut terjadi, maka diprediksi luas daratan di bumi akan berkurang secara perlahan, tenggelamnya pulau dengan daratan yang rendah dan terjadinya banjir besar di seluruh dunia. Selain itu, suhu yang terus meningkat akan menyebabkan panas matahari yang sudah tidak normal bagi kehidupan manusia, sehingga nantinya manusia sulit untuk melakukan aktivitas di luar suatu bangunan. Dampak lain adalah meluasnya kebakaran hutan, terjadi krisis pangan karena kegagalan panen, penyakit tropis semakin berjangkit, spesies hewan dan tumbuhan semakin berkurang karena akan sulit beradaptasi. Oleh karena itu, berbagai dampak tersebut akan mengancam kelangsungan hidup manusia yang layak di masa depan. Secara ekonomi mengancam anggaran pemerintah suatu negara atau daerah akan terus terkuras, yang dapat menyebabkan berbagai rencana pembangunan berkelanjutan akan sulit untuk terlaksana.

Terdapat misi nasional dan pihak internasional yang berkerja keras menciptakan green strategy di bidang energi, termasuk bidang energi listrik, yang terangkum dalam Kyoto Protocol. Persetujuan diplomatik ini berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya emisi karbon (CO2), yang berpotensi besar mengakibatkan bertambah buruknya pemanasan global atau perubahan iklim. Emisi karbon yang dimaksud merupakan emisi karbon hasil pembakaran energi yang bersumber dari bahan bakar fosil, sehingga didapatkan kesepakatan yang menargetkan negara-negara industri besar untuk dapat mengurangi pemakaian bahan bakar fosil tersebut.

Tabel 1. Dominasi Produksi Energi Listrik oleh Input Bahan Bakar Fosil

Tahun

Produksi Listrik (gWh) Bauran dari Total Produksi

Listrik (%) Total Produksi

Listrik Minyak Batu

Bara

Gas

Alam Jumlah Minyak

Batu Bara

Gas Alam

Total Bauran

2007 34,597 41,880 18,915 95,392 31.10 37.65 17.00 85.75 111,241 2008 38,024 41,311 21,184 100,519 32.21 35.00 17.95 85.15 118,048 2009 34,941 43,138 28,738 106,817 28.97 35.76 23.82 88.55 120,628 2010 33,781 46,685 32,018 112,484 25.65 35.45 24.31 85.40 131,710 2011 41,846 54,950 32,138 128,934 29.32 38.50 22.52 90.33 142,739 Sumber: Laporan Tahunan dan Statistik PLN 2008-2012 (diolah).

(3)

internasional tersebut. Ini dibuktikan dengan masih dominannya penggunaan bahan bakar fosil sebagai input energi listrik utama di Indonesia. Tercatat produksi listrik Indonesia tahun 2011 didominasi oleh tiga input berbahan bakar fosil yang prosesnya melalui pembakaran yaitu gas alam, batubara, dan minyak sebesar 90,33 persen (Tabel 1). Sehingga kondisi ini menyebabkan intensitas emisi gas rumah kaca, berwujud emisi karbon (CO2), yang dihasilkan oleh pembangkit listrik di Indonesia cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Cenderung meningkatnya emisi gas rumah kaca ini dibuktikan melalui data serial tahunan yang dipublikasikan oleh Bank Dunia, mulai dari tahun 1971 sampai 2011 (Gambar 1). Seperti yang diketahui bahwa proses produksi energi listrik melalui pembakaran dengan input bahan bakar fosil berimplikasi pada timbulnya emisi gas rumah kaca. Sehingga secara logika sederhana, pertambahan intensitas emisi gas rumah kaca tersebut dikarenakan adanya konsumsi listrik yang didominasi bahan bakar fosil.

Gambar 1. Emisi Karbon (CO2) dan Konsumsi Energi Listrik di Indonesia, 1971-2011

Sumber: Databank World Bank, 2013 (diolah).

Energi juga diketahui merupakan salah satu sumber daya yang paling kritis, tanpa itu kehidupan akan terhenti. Melalui fotosintesis, tumbuh-tumbuhan yang dimakan bergantung pada energi yang dihasilkan oleh matahari. Bahan-bahan material yang digunakan untuk memproduksi barang yang dikonsumsi berasal dari penggalian kerak bumi, setelah itu ditransformasikan menjadi suatu produk melalui pemakaian energi (Tietenberg dan Lewis, 2011:140). Oleh karena itu, energi adalah sesuatu yang sangat fundamental di dalam kehidupan manusia dewasa ini, terutama energi listrik yang menjadi jantung bagi aktivitas rumah tangga, industri, pemerintahan, bisnis, komersial dan berbagai sektor perekonomian lainnya.

Menurut data Bank Dunia (2013), konsumsi energi listrik di Indonesia terus meningkat dari tahun 1971 sampai 2011 (Gambar 1). Peningkatan ini tentu menyebabkan eksternalitas

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70

(4)

negatif terhadap kualitas lingkungan. Seperti diketahui sebelumnya energi listrik yang dikonsumsi tersebut dominan berasal dari bahan bakar fosil, sehingga akan meningkatkan intensitas emisi gas rumah kaca dan memperburuk kualitas lingkungan. Selain itu, ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil ini juga berakibat buruk pada terjadinya defisit anggaran nasional dalam APBN Indonesia, melalui poin subsidi energi. Ini dibuktikan dengan catatan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Lampiran 1) yang menunjukkan bahwa subsidi energi merupakan akun belanja pemerintah pusat yang paling besar pengeluarannya dalam APBN tahun 2013 yang berjumlah 275 triliun rupiah atau 23,8 persen dari total belanja negara dan persentase subsidi energi ini jika diukur dari total subsidi Indonesia 2013 adalah sebesar 86,8 persen. Lalu juga didapatkan sebanyak 81 triliun rupiah merupakan subsidi sektor listrik atau 25,6 persen dari total subsidi nasional.

Peningkatan konsumsi energi listrik ini tidak terlepas dari terus membaiknya pertumbuhan ekonomi dan terus bertambahnya banyaknya jumlah penduduk. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1971 sampai 2011 cenderung mengalami peningkatan (Gambar 2). Ini menandakan bahwa aktivitas ekonomi Indonesia terus bergerak maju. Salah satu yang memperlihatkan hal tersebut adalah bertambahnya perkantoran, pertokoan, perusahaan, industri, pabrik dan lainnya, yang otomatis akan menambah jumlah permintaan terhadap kebutuhan energi listrik nasional. Ataupun hal lain yang memperlihatkan aktivitas ekonomi bergerak maju adalah meningkatnya intensitas atau produktivitas di perkantoran, pertokoan, perusahaan, industri dan pabrik yang terus berkembang, yang selanjutnya berakibat sama yaitu meningkatnya kebutuhan terhadap energi listrik. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi perlu untuk diteliti hubungan pengaruhnya terhadap konsumsi energi listrik nasional, yang mana akan menambah emisi gas rumah kaca.

Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi (PDB Riil) Indonesia, 1971-2011

Sumber: Databank World Bank, 2013.

-15,00 -10,00

-5,00 0,00 5,00 10,00 15,00

(5)

Faktor lain yang berpengaruh terhadap konsumsi energi listrik dan emisi gas rumah kaca adalah jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk di Indonesia terus menurun jika dilihat dalam Gambar 3. Akan tetapi dibalik penurunan pertumbuhan ini, tren penduduk jika dilihat secara jumlah total (dalam ratusan juta), terus meningkat dari tahun ke tahun (Gambar 3). Sehingga hal ini akan menyebabkan bertambahnya konsumsi energi listrik di Indonesia, ditandai dengan munculnya keluarga baru, berdirinya rumah-rumah baru, otomatis kebutuhan terhadap energi listrik pun terus meningkat. Tugas besar pemerintah Indonesia sebagai penyedia tunggal jasa listrik untuk meningkatkan produksi listrik sehingga dapat mengimbangi permintaan konsumsi listrik nasional. Sehingga, jumlah penduduk adalah salah satu variabel yang mempengaruhi besarnya konsumsi energi listrik dan emisi gas rumah kaca.

Gambar 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk di Indonesia, 1971-2011

Sumber: Databank World Bank, 2013.

Secara teori dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara positif terhadap besarnya konsumsi energi listrik. Selanjutnya, besarnya konsumsi energi listrik ini juga berpengaruh terhadap perubahan intensitas emisi gas rumah kaca. Jadi, jumlah penduduk dan/atau pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan menyebabkan konsumsi energi listrik bertambah, dampak selanjutnya akan mengakibatkan intensitas emisi gas rumah kaca meningkat pula.

Hal ini juga telah dipaparkan dalam beberapa penelitian sebelumnya, di antaranya oleh Lean dan Smyth (2009) yang menjelaskan bahwa satu persen kenaikan pada konsumsi listrik per kapita dapat mempengaruhi peningkatan emisi karbon (CO₂) per kapita. Selanjutnya Idris (2012) yang menyimpulkan tentang adanya pengaruh secara negatif antara pertumbuhan

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

(6)

ekonomi dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup di Indonesia, yang terbukti mengikuti hipotesis kurva U (environmental Kuznets curve). Zhu dan Peng (2012) dalam penelitiannya juga mendapatkan hasil bahwa perubahan pada tingkat konsumsi dan struktur populasi penduduk merupakan faktor pengaruh utama terhadap jumlah intensitas emisi karbon.

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat terjadi atau tidaknya fenomena-fenomena tersebut di Indonesia, dengan menganalisis pengaruh dari konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk terhadap perubahan intensitas emisi gas rumah kaca.

2.

Kerangka Pemikiran

Gambar 4 memperlihatkan bahwa emisi gas rumah kaca, konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk memiliki hubungan pengaruh tertentu (restriksi). Konsumsi listrik dapat mempengaruhi perubahan intensitas gas rumah kaca, dengan hubungan pengaruh yang positif. Demikian pula pertumbuhan ekonomi yang juga dapat mempengaruhi emisi gas rumah kaca secara positif. Hal yang sama juga terjadi antara penduduk dengan emisi gas rumah kaca, di mana perubahan pada penduduk dapat mempengaruhi perubahan pada intensitas gas rumah kaca secara positif.

Hubungan pengaruh lainnya yang juga terdapat dalam Gambar 4 adalah hubungan pengaruh konsumsi energi listrik terhadap pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya secara positif. Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan pengaruh dua arah (bi-directional) antara konsumsi listrik dengan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya juga ditemukan bahwa pertumbuhan ekonomi dan penduduk juga memiliki hubungan pengaruh bi-directional, walaupun pengaruh dari pertumbuhan ekonomi terhadap penduduk terjadi secara tidak langsung.

(7)

krisis pangan karena kegagalan panen, bencana alam dan kerugian ekonomi lainnya yang diakibatkan dari pemanasan global.

Gambar 4. Kerangka Pemikiran

3.

Penelitian Sebelumnya

Penelitian seperti ini pernah dilakukan sebelumnya oleh Lean dan Smyth (2009) yang berjudul “CO2 Emissions, Electricity Consumption and Output in Asean”. Penelitian tersebut

dilakukan dengan menggunakan metode panel of dynamic ordinary least squares (DOLS)

long-run estimates. Hasil penelitian mendapatkan kesimpulan bahwa satu persen kenaikan pada konsumsi listrik per kapita dapat mempengaruhi meningkatnya emisi karbon (CO₂) per kapita dan elastisitas emisi karbon (CO₂) per kapita yang berhubungan dengan PDB riil per kapita dalam jangka panjang. Hasil ini memperlihatkan kesinambungannya dengan hipotesis kurva lingkungan Kuznets (environmental Kuznets curve), yang menjelaskan kenaikan emisi karbon yang disebabkan oleh kenaikan pendapatan.

Selain itu, penelitian ini terinspirasi dari penelitian yang dilakukan oleh Mallia dan Lewis (2012) dalam artikelnya yang menjelaskan tentang besarnya pengaruh energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit berbahan bakar fosil seperti batubara dan natural gas terhadap daur hidup emisi gas rumah kaca. Sumbangan emisi dari kedua sumber tersebut sebesar 86

Emisi

CO₂

Penduduk

Kualitas Lingkungan

Konsumsi

Energi

Listrik

Pertumbuhan

Ekonomi

Kondisi Perekonomian

Nasional

(8)

persen dari total daur hidup emisi gas rumah kaca di Provinsi Ontario, Kanada. Penelitian dilakukan melalui analisis data dengan literatur life cycle assessment.

Pao dan Tsai (2011) melalui artikelnya yang mengambil studi kasus di Brazil, membuktikan bahwa konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi (PDB riil) mempengaruhi perubahan emisi gas rumah kaca. Selanjutnya didapatkan bahwa pengaruh dari konsumsi energi terhadap emisi karbon lebih besar dibandingkan pengaruh dari pertumbuhan ekonomi. Metode yang digunakan mereka adalah unit root test, Johansen’s co-integration test dan VAR causality test. Selain menggunakan studi kasus di Brazil, mereka juga telah membuat jurnal di tahun sebelumnya dengan studi kasus panel yaitu BRIC (Brazil-Russia-India-China) Countries.

Artikel yang menggunakan model analisis structural VAR dan berstudi kasus di China, yakni penelitian Xiangyang dan Guiqui (2011) mendapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh dari pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi China (salah satu bentuk pertambahan penduduk di China) dapat mempengaruhi emisi gas rumah kaca. Pengaruh urbanisasi terhadap emisi gas rumah kaca lebih besar dampaknya dibandingkan pengaruh dari pertumbuhan ekonomi, di mana kontribusi pengaruh urbanisasi adalah sebesar 18 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi hanya berdampak 1,53 persen terhadap perubahan emisi gas rumah kaca.

Dalam artikel yang disusun oleh Idris (2012) telah menyimpulkan tentang analisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan indeks kualitas lingkungan hidup, yang dilakukan pada semua indeks meliputi hubungan pertumbuhan ekonomi dengan indeks kualitas air, indeks kualitas udara, indeks tutupan hutan dan indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) di Indonesia. Salah satu hasil penelitian, yang sesuai dengan penulisan ini, adalah terdapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan indeks kualitas lingkungan hidup di Indonesia, yang terbukti mengikuti hipotesis kurva U (bukan U terbalik). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh penurunan indeks kualitas lingkungan hidup sampai batas tertentu.

Sedangkan dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Yao (2013) mendapatkan hasil bahwa PDB per kapita dan intensitas karbon, jumlah populasi, tingkat urbanisasi dan struktur ekonomi merupakan faktor-faktor penting dalam meningkatkan emisi karbon, dengan besar persentase perubahan yang sama yaitu sekitar 1,0181 dan 1,0019 persen. Jumlah populasi dan tingkat urbanisasi yang meningkat masing-masing sebesar 1 persen, berturut-turut akan menghasilkan perubahan emisi karbon sebesar 0,5285 dan 0,3449 persen.

(9)

kointegrasi antara konsumsi listrik dan determinannya, salah satunya pertumbuhan ekonomi. Berbagai hasil empiris juga menunjukkan bahwa pendapatan dapat mempengaruhi konsumsi listrik secara postiitif. Penelitian ini berujung pada kesimpulan bahwa terdapat hubungan kausalitas bi-directional antara konsumsi listrik dengan pertumbuhan ekonomi di dalam jangka pendek dan jangka panjang. Serta peneliti menyarankan Malaysia untuk berusaha menyeimbangkan proteksi lingkungan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan membangun pembangkit listrik yang baru dalam memenuhi kebutuhan konsumsi listrik. Tentunya juga ditujukan dalam misi mengurangi inefesiensi ataupun penyampahan terhadap lingkungan. Selanjutnya Al-Hasibi (2010) dalam penelitiannya yang juga telah dilakukan sebelumnya memperlihatkan grafik emisi karbon (CO₂) dari aktivitas pembangkit energi listrik. Al-Hasibi menyimpulkan bahwa emisi karbon yang dihasilkan oleh PLN untuk membangkitkan energi listrik di Provinsi D.I. Yogyakarta dengan tanpa adanya peran sumber energi terbarukan sangat tinggi. Pada tahun 2010, emisi karbon yang dihasilkan tanpa keterlibatkan energi terbarukan adalah sebesar 1.155,43 ribu ton karbon dan menjadi 2.007,88 ribu ton karbon di tahun 2025. Dengan dikembangkannya PLT. Surya, PLT. Angin dan PLT. Mikro Hidro di tahun 2010, proyeksi tahun 2010 sampai 2025 menunjukkan rata-rata penurunan emisi karbon dengan keterlibatan sumber energi terbarukan sebesar 11,62 persen.

4.

Ruang Lingkup, Lokasi Penelitian, Jenis dan Sumber Data

Ruang lingkup penelitian ini adalah meneliti hubungan pengaruh konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk terhadap emisi gas rumah kaca. Selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Rentang data time series yang digunakan dalam penelitian ini adalah sepanjang 41 tahun, terhitung dari tahun 1971 sampai 2011.

Berbagai kondisi kualitas lingkungan dan kondisi perekonomian nasional yang terkait atau terdapat di sebuah negara menjadi ruang lingkup penelitian ini. Negara pilihan yang menjadi objek lokasi penelitian adalah Indonesia, sehingga kondisi kualitas lingkungan dan perekonomian di Indonesia yang berkaitan dengan topik pembahasan menjadi studi kasus dalam penulisan ini.

(10)

(CO2) pembangkit listrik, konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi (PDB Riil) dan penduduk. Data ini bersumber dari situs resmi Bank Dunia dan dapat dipastikan data statistik ini terpercaya karena dihimpun dan dimiliki oleh pihak internasional secara independen. Serta juga terdapat beberapa data tambahan yang bersumber dari Badan Pusat Statitik, Perusahaan Listrik Negara dan Carbon Dioxide Information Analysis Center.

5.

Model Analisis

Model analisis untuk penelitian adalah analisis restricted structural vector autoregressive. Model ini digunakan untuk menganalisis hubungan pengaruh antar variabel, baik terdapat pengaruh satu arah, dua arah maupun tidak berpengaruh sekalipun, dengan menggunakan data tahunan (time series) dari tahun 1971 sampai 2011. Dalam model VAR,

null-hypothesis yang dirumuskan adalah variabel x tidak mempengaruhi y dan hipotesis alternatifnya adalah variabel x dapat mempengaruhi y.

Analisis restricted vector autoregressive (VAR) merupakan model VAR yang setiap variabel penelitiannya tidak dapat terus saling mempengaruhi satu sama lain terhadap seluruh variabel, melainkan ada batasan hubungan pengaruh (restriksi). Restriksi ini ditentukan berdasarkan teori-teori bersangkutan yang ada.

Structural Vector Autoregressive (SVAR) adalah jenis model VAR dengan restriksi pengaruh yang didasarkan atas hubungan teoritis bersangkutan dari suatu variabel terhadap variabel penelitian lain. Sehingga SVAR sering disebut juga dengan theoretical VAR. Teori yang mendasari restriksi tersebut diperoleh dari teori-teori kuat yang dikemukakan oleh para ahli atau dapat juga diperoleh dari berbagai artikel penelitian sebelumnya.

Dalam SVAR sangat penting untuk melakukan variable ordering terlebih dahulu.

Variable ordering merupakan suatu pengurutan variabel-variabel penelitian dari variabel yang paling sedikit dipengaruhi sampai yang paling banyak dipengaruhi oleh variabel lain. Dapat juga dilihat dari urutan teratas adalah variabel yang paling banyak restriksi (zeros) sampai terus ke bawah adalah variabel yang paling sedikit restriksi atau bahkan tidak memiliki restriksi sekalipun. Variable ordering ini sangat substansial terhadap hasil uji pengaruh melalui analisis

SVAR, signifikan atau tidaknya terhadap penelitian terdahulu dan secara teoritis.

(11)

Bentuk matriks VAR dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

���� ���

�� ��

= ∝ -∝.

/ ∝0

+

����234 ����234 ����234 ����234

���234 ���234 ���234 ���234 ��234 ��234 ��234 ��234 ��234 ��234 ��234 ��234

---. 0 0 �.-.../ 0 �/- �/. �// 0

�0- �0. �0/ �00

+ � -�. �/

0

(3.1)

Sedemikian rupa matriksnya, sehingga dapat dibentuk model persamaan umum (reduced form) analisis VAR-nya adalah sebagai berikut:

���� = ∝- + �--∑����234 + �-.∑���234 + �- ... (3.2)

��� = ∝. + �.-∑����234 + �..∑���234 + �./∑��234 + �. ... (3.3)

�� = ∝/ + �/-∑����234 + �/.∑���234 + �//∑��234 + �/ ... (3.4)

�� = ∝0 + �0-∑����234 + �0.∑���234 + �0/∑��234 + �00∑��234 + �0..(3.5) dengan CO adalah emisi gas rumah kaca energi listrik; EC adalah konsumsi energi listrik; GDP adalah pertumbuhan ekonomi; PPOP adalah pertumbuhan penduduk; ∝ adalah konstanta; �

adalah koefisien regresi; ∑ adalah lags; t-i adalah lag dari vektor; dan U adalah residuals. Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa variabel penduduk, ketika berperan sebagai variabel endogen, dipengaruhi oleh variabel penduduk itu sendiri dan variabel pertumbuhan ekonomi. Variabel pertumbuhan ekonomi, sebagai variabel endogen, dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, penduduk dan konsumsi energi listrik. Selanjutnya, variabel konsumsi energi listrik dapat dipengaruhi oleh dirinya sendiri, variabel penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Terakhir, variabel emisi gas rumah kaca dapat dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, penduduk, pertumbuhan ekonomi dan konsumsi energi listrik. Penentuan seluruh reaksi pengaruh tersebut didasarkan oleh berbagai teori bersangkutan yang ada dan penelitian sebelumnya.

Dalam melalukan proses analisis menggunakan model VAR, terdapat beberapa tahap pengujian yang harus dilakukan. Tahap-tahap pengujian tersebut antara lain sebagai berikut.

5.1 Uji Unit Root

(12)

Terdapat banyak jenis tes unit root dengan metodenya yang berbeda-beda dan dalam penelitian ini jenis tes yang digunakan adalah augmented Dickey-Fuller (ADF), Phillips-Perron (PP) dan tes Kwiatkowskie-Phillipse-Schmidte-Shin (KPSS). Tipe tes yang digunakan merupakan analisis khusus data tren time series dengan drift, artinya data dimulai dengan konstanta bukan dari nol. Null-hypothesis untuk tes ADF dan PP adalah unit root, sedangkan data terbukti stasioner (trend stationarity) sebagai hipotesis alternatifnya. Berbeda dengan KPSS yang sebaliknya, trend stationarity untuk null-hypothesis dan unit root untuk hipotesis alternatifnya.

Pada penggunaanya dalam pengujian VAR, hasil uji unit root yang digunakan harus konsisten, itu artinya hanya hasil uji dari salah satu jenis tes saja yang digunakan. Penentuan jenis tes yang paling efektif digunakan nantinya tergantung dari hasil stasioneritas yang paling baik. Oleh karena itu, terlebih dahulu dilakukan ketiga metode uji unit root tersebut.

5.2 Penentuan Lag Optimal

Ketika melakukan regresi data time series menggunakan metode VAR dan kointegrasi, biasanya penting untuk memasukkan nilai lag optimal. Dalam menentukan berapa besar lag

yang optimal untuk digunakan tersebut, terdapat beberapa kriteria seleksi yang dapat diterapkan. Tiga kriteria yang paling populer adalah Akaike Information Criterion (AIC), Hannan-Quinn dan Schwarz' Information Criterion (SIC).

Gabungan ketiga metode kriteria penentuan lag optimal tersebut merupakan cara penentuan lag optimal yang digunakan dalam penelitian ini. Akan tetapi, yang akan digunakan untuk melakukan berbagai tes lebih lanjut adalah metode Akaike dalam analisis VAR.

5.3 Analisis Restricted VAR

Analisis ini dilakukan melalui pengujian signifikansi pengaruh (test joint significance) dari uji-uji pengaruh antar variabel penelitian yang telah ditentukan dalam restriksi matriks (zeros in matrices) analisis VAR, seperti berikut ini:

�-- �-. 0 0

�.- �.. �./ 0

�/- �/. �// 0

�0- �0. �0/ �00

1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1

Gambar 5. Zeros in Matrices untuk Analisis VAR

Berdasarkan zeros in matrices pada Gambar 5, hubungan pengaruh yang akan diuji adalah pengaruh dari masing-masing variabel, konsumsi listrik (EC), pertumbuhan ekonomi

(13)

(GDP) dan pertumbuhan penduduk (PPOP), terhadap variabel emisi gas rumah kaca (CO). uji pengaruh selanjutnya adalah hubungan pengaruh dua arah (bi-directional) antara variabel EC dengan variabel GDP dan pengaruh dari variabel PPOP terhadap variabel EC.

5.4 Analisis Impulse Response Function

Secara umum, impulse response merupakan reaksi suatu sistem dinamik dalam merespon berbagai perubahan eksternal. Lebih lanjut, impulse response menjelaskan reaksi

shock sebuah sistem terhadap suatu fungsi waktu. Sehingga impulse response dapat didefinisikan sebagai suatu model yang menganalisis reaksi pengaruh oleh shock suatu variabel terhadap variabel lain yang akan terjadi di dalam periode waktu data penelitian. Reaksi pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif maupun negatif, tergantung pada teori yang bersangkutan.

Besar shock suatu variabel terhadap respon dari variabel yang dipengaruhi adalah satu dan dua dari besar standar deviasi. Ini ditujukan untuk menentukan apakah sebuah respon pada horizon tertentu significantly different from zero atau tidak.

5.5 Forecast Error Variance Decomposition

Model ini digunakan untuk menginterpretasikan sebuah model VAR ketika model tersebut telah dilakukan. Variance decomposition mengindikasikan banyaknya informasi setiap variabel dalam memberikan pengaruh kepada variabel lainnya di dalam autoregression. Hal ini menentukan berapa banyak forecast error variance yang terdapat pada setiap variabel (dalam bentuk persentase). Hasil tersebut dapat dijelaskan oleh pengaruh shocks variabel eksogen terhadap fluktuasi variabel penelitian lain di beberapa waktu ke depan.

6.

Gambaran Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia dan Perkembangan

Variabel Penelitian

Terdapat empat variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu emisi gas rumah kaca, konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Variabel-variabel tersebut memiliki bentuk perkembangan trend masing-masing meskipun keempatnya memiliki kecenderungan pola kenaikan yang sama, dalam periode tahun 1971 sampai 2011.

(14)

rumah kaca dalam penelitian ini adalah emisi yang dihasilkan oleh pembangkit energi listrik di Indonesia. Pada Gambar 6. di periode awal, dari tahun 1971 sampai 1977, pergerakan intensitas emisi gas rumah kaca cukup stabil dan terkendali di angka yang rendah. Tetapi besar intensitas ini mulai terus meningkat lebih tinggi sampai tahun 1987. Seperti diketahui periode tersebut (1971 sampai 1987) merupakan masa muda negara Indonesia, yang pada saat itu belum lama bergerak dari kemerdekaan dan masih mulai membangun perekonomian. Peningkatan tersebut tidak berhenti begitu saja, emisi karbon terus bertambah bahkan besar porsi intensitasnya sudah sangat tinggi di tahun 1998. Jika dilakukan throwback dari tahun awal penelitian 1971 sampai tahun 1998, pertumbuhan emisi karbon ini tumbuh sangat tinggi yaitu sebesar 1.850 persen dari 5,5 juta metrik ton menjadi 98 juta metrik ton. Meskipun terdapat penurunan di tahun 2000, peningkatan kembali terjadi untuk tahun 2003 dan 2004, bahkan lebih besar daripada emisi karbon tahun 1998 sebelum terjadi penurunan tersebut. Selanjutnya besarnya emisi karbon ini pun tidak terkendali selama periode 2004 sampai 2011, sehingga terus mengalami pertambahan intensitas hingga mencapai jumlah emisi yang paling besar selama periode penelitian.

Gambar 6. Kontras antara Bahan Bakar Input Dominan Energi Listrik versus

Perkembangan Emisi Gas Rumah Kaca

Sumber: Laporan Tahunan dan Statistik PLN 2008-2012 (diolah).

Tingginya peningkatan emisi karbon ini jelas membuktikan bahwa konsumsi listrik masih sangat berpengaruh besar karena sumber energi yang digunakan masih sangat dominan berasal dari bahan bakar fosil. Berdasarkan statistik PLN 2011 (lihat Tabel 1), produksi energi listrik didominasi oleh sumber pembakaran yang berasal dari bahan bakar minyak, batubara dan gas alam. Ini diperkuat dengan status Indonesia yang notabene merupakan salah satu

*85,75% *85,15% *88,55%

*85,40% *90,33%

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

2007 2008 2009 2010 2011

Mi

ll

io

n

s

Total Produksi Listrik dari Bahan Bakar Fosil (mWh)

Emisi Gas Rumah Kaca CO₂ (metrik ton)

(15)

negara yang sedang berkembang, sehingga masih dominan menggunakan sumber energi konvensional tersebut dan belum memaksimalkan penggunaan energi terbarukan. Gambar 6 menggambarkan kontras antara energi listrik dengan emisi gas rumah kaca ini dalam 5 tahun terakhir (periode penelitian). Dapat dilihat bahwa seiring dengan peningkatan dominasi produksi listrik berbahan bakar fosil, intensitas emisi gas rumah kaca juga terus bertambah, serta diiringi dengan peningkatan persentase bauran pemakaian bahan bakar fosil dari total produksi listrik. Jadi jelas dapat disimpulkan bahwa konsumsi listrik yang hampir seluruhnya bersumber dari input produksi berbahan bakar fosil yang menyebabkan bertambah buruknya emisi gas rumah kaca.

Konsumsi energi listrik di Indonesia terus meningkat dari tahun 1971 sampai 2011. Gambar 7 juga menunjukkan fenomena kenaikan konsumsi energi listrik tersebut, dengan setiap antar tahun selama periode penelitiannya terus mengalami pergerakan ke atas. Start

dimulai pada tahun 1971, energi listrik di Indonesia tercatat sebesar 14,46 kilowatt hour (kWh) per kapita dan meningkat menjadi 53,01 kWh per kapita di tahun 1981. Kenaikan yang hampir 300 persen ini diduga karena sedang gencar-gencarnya pembangunan nasional di segala bidang, mengingat umur kemerdekaan Indonesia di tahun terebut masih terbilang muda. Kenaikan konsumsi energi listrik terus berlanjut dengan besar persentase perubahan sekitar lebih dari 200 persen menjadi 180,7 kWh per kapita di tahun 1991. Lalu peningkatan yang sensasional terukir di tahun 1997 dengan peningkatan konsumsi listrik sebesar 273,59 kWh per kapita atau tumbuh sebesar 439,08 persen. Peningkatan tajam periode tersebut berlanjut pada tahun 2003 sampai 2004, pada rentang tahun ini tercatat pergerakan kenaikan yang paling tajam atau pertumbuhan yang paling besar untuk jangka waktu yang pendek. Pergerakan climb-up

ini terus berlanjut sampai dengan tahun 2011 (akhir periode penelitian).

Peningkatan konsumsi listrik ini tidak terlepas dari aktivitas perekonomian yang juga terus meningkat, untuk mewujudkan impian Indonesia menjadi negara maju. Sehingga tak ayal energi listrik, yang merupakan input suatu aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, ikut meningkat seiring dengan meningkatnya berbagai aktivitas perekonomian. Ini dibuktikan oleh kecenderungan peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam Gambar 7. Pertumbuhan ekonomi terus berfluktuasi selama periode tahun 1971 sampai 2011. Fluktuasi ini disebabkan oleh pembangunan ekonomi (melalui shock oleh indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, konsumsi, investasi, neraca perdagangan dan indikator lainnya) yang belum stabil. Di samping itu, fluktuasi ini juga dapat dipengaruhi oleh shock perekonomian global.

(16)

periode tahun penelitian ini. Pertumbuhan ini diduga kuat karena Indonesia memang sedang sangat fokus dalam pembangunan nasional, khususnya perekonomian, melalui program pembangunan lima tahun (Pelita) yang dicanangkan dalam masa orde baru. Tetapi, terjadi penurunan yang lebih besar pada tahun 1975 dibandingkan dengan peningkatan sebelumnya tersebut, yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi turun menjadi 6,18 persen. Lalu terus berfluktuasi secara bergantian naik-turunnya pertumbuhan ekonomi setiap dua tahun sampai tahun 1981. Meskipun demikian, sekilas perekonomian terus menunjukkan angka yang baik. Menurut laporan BPS (2006), revolusi hijau bidang pertanian dan membaiknya harga minyak dunia tercatat sukses mendorong sektor-sektor ekonomi lainnya dan mendorong iklim investasi untuk ikut tumbuh bersamaan di periode fluktuatif tersebut. Keberhasilan itu tidak lama bertahan karena pada tahun 1982 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan yang cukup besar menjadi sebesar 1,1 persen. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya keuntungan negara dari sisi perminyakan dan melambatnya pertumbuhan sektor hulu lainnya serta juga tidak terlepas dari resisi ekonomi global yang terjadi saat itu. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi kembali naik di tahun berikutnya dan kembali turun tajam di tahun 1985 dengan penyebab yang masih sama. Sampai pada tahun 1995 pertumbuhan ekonomi secara rata-rata cukup stabil yang tumbuh sekitar 7,14 persen.

Kunci keberhasilan ini dicapai melalui program Pelita lanjutan yang dirangkum oleh pemerintahan orde baru dalam paket Pelita I sampai Pelita VI. Akan tetapi, dalam periode tahun 1997 sampai 1998, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan drastis yang sangat fenomenal dalam sejarah perekonomian nasional, dengan kondisi ekonomi berada pada angka pertumbuhan yang negatif yaitu minus 13,3 persen. Krisis ekonomi (moneter) yang menerpa negara-negara kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur menjadi penyebab terjadinya fenomena ini. Setelah melalui proses kebangkitan perekonomian dari tahun 1998, pertumbuhan ekonomi perlahan mulai membaik yang tumbuh sebesar 4,92 persen di tahun 2000. Proses ini terus berlanjut sampai akhir periode penelitian di tahun 2011 dengan pergerakan pertumbuhan ekonomi yang berfluktuatif kecil.

(17)

pertambahan penduduknya semakin kecil. Pencapaian ini akan terus dilanjutkan untuk menstabilkan perkembangan penduduk di masa yang akan datang.

Gambar 7. Perkembangan Variabel Emisi Gas Rumah Kaca, Konsumsi Energi Listrik,

Pertumbuhan Ekonomi dan Penduduk di Indonesia, Berdasarkan Indeks Tahun Dasar

2000, Periode Tahun 1971-2011

Sumber: Databank World Bank, 2013 (diolah).

Dalam jangka panjang, perkembangan intensitas emisi karbon yang merupakan emisi gas rumah kaca energi listrik ini mengalami peningkatan yang sangat tajam, dari sebanyak 5,5 juta metrik ton emisi menjadi sebesar 165,1 juta metrik ton dengan pertumbuhannya sebesar 2901,82 persen. Pertambahan emisi yang signifikan ini diakibatkan oleh tumbuhnya konsumsi energi listrik berbahan bakar fosil sebesar 4600,55 persen, yang meningkat dari 1,8 milyar kWh (tahun 1971) menjadi 182 milyar kWh (tahun 2011). Selain itu, peningkatan konsumsi listrik tidak terlepas dari kondisi ekonomi Indonesia yang cukup stabil, ini diperlihatkan dengan rata-rata perekonomian yang tumbuh sebesar 6 persen per tahun dalam periode tahun 1971 sampai 2011. Sedangkan jumlah penduduk, dengan diketahui penduduk berperan sebagai pelaku ekonomi dan seorang konsumen, mengalami peningkatan sebesar 99,6 persen atau hampir meningkat dua kali lipat dalam kurun waktu 41 tahun. Eksistensi ini dibuktikan Gambar 4.2 yang memperlihatkan kecenderungan peningkatan keempat variabel tersebut selama tahun 1971 sampai 2011.

0,00 100,00 200,00 300,00 400,00 500,00

Indeks Emisi CO₂Energi Listrik (Tahun Dasar 2000)

Indeks Konsumsi Energi Listrik (Tahun Dasar 2000)

Indeks Pertumbuhan Ekonomi (Tahun Dasar 2000)

(18)

Pola perkembangan variabel emisi gas rumah kaca, konsumsi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk memiliki kecenderungan trend yang sama, di mana dalam jangka panjang keempat variabel bersangkutan mengalami peningkatan signifikan dari tahun 1971 sampai 2011. Indonesia yang notabene merupakan negara sedang berkembang pastinya terus membangun perekonomian, ini digambarkan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi terus maju (Gambar 7). Peningkatan ini didorong oleh berbagai program pemerintah melalui revolusi hijau, membaiknya harga minyak dunia, tingkat investasi yang tinggi dan program pembangunan lima tahun (Pelita) yang berkelanjutan. Di samping itu, jumlah penduduk terus bertambah banyak dari tahun 1971 sampai tahun 1997. Oleh karena itu, kecenderungan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penduduk ini menyebabkan pemakaian terhadap energi listrik terus meningkat pula. Selanjutnya peningkatan energi listrik yang dominan bersumber dari bahan bakar fosil ini (lihat Tabel 1) akan menyebabkan emisi gas rumah kaca bertambah. Jadi dalam periode 1971 sampai 1997, pola perkembangan upward emisi gas rumah kaca yang paling besar, memiliki keterkaitan dengan pola perkembangan pertumbuhan ekonomi, penduduk dan konsumsi energi listrik. Dengan demikian, fenomena-fenomena ini perlu dibuktikan lebih lanjut secara empiris, melalui analisis time series dan berbagai uji statistik lainnya.

7.

Hasil Analisis dan Uji Statistik

7.1 Uji Unit Root

Setelah dicoba menguji ketiga jenis tes unit root seperti yang telah disebutkan dalam Bab Metode Penelitian, jenis tes yang paling tepat dan baik digunakan dalam penelitian ini adalah tes Kwiatkowski–Phillips–Schmidt–Shin (KPSS). Pemilihan ini tidak terlepas dari pertimbangan hasil stasioneritas variabel yang tepat, rasional dan diyakini tidak mengganggu keseimbangan hasil penelitian nantinya. Tes KPSS 2 merupakan tipe tes KPSS yang digunakan dalam uji unit root karena tren data dari variabel-variabel penelitian tidak dimulai dari nol (trend with drift).

Pada uji unit root (stasioneritas variabel) melalui tes Kwiatkowski–Phillips–Schmidt– Shin (KPSS), pembuktian stasioneritas variabel penelitian diperlihatkan dengan diterimanya

(19)

Tabel 2. Hasil Uji Unit Root melalui Tes KPSS 2

Variabel Test

Statistic

Nilai Kritis Keputusan

5% 10% 5% 10%

at

l

ev

el

PPOP 0,1204 0,146 0,119 Menerima H₀* Menolak H₀

GDP 0,1406 0,146 0,119 Menerima H₀* Menolak H₀

LnEC 0,1421 0,146 0,119 Menerima H₀* Menolak H₀

LnCO 0,1132 0,146 0,119 Menerima H₀* Menerima H₀*

*Stasioneritas variabel dibuktikan dengan diterimanya H0 pada tingkat signifikansi 5% dan/atau 10%

Proses Analisis dengan Software EasyReg International, 2014

Hasil uji terhadap variabel pertumbuhan penduduk (PPOP) mendapatkan bahwa variabel ini stasioner, null-hypothesis diterima karena nilai test statistic (0,1204) lebih kecil dibandingkan nilai kritisnya (0,146). Stasioneritas ini didapat ketika variabel PPOP at level di tingkat signifikansi 5 persen.

Variabel pertumbuhan ekonomi (GDP), melalui tes yang sama, didapatkan stasioner ketika at level dengan tingkat signifikan 5. Hal ini dapat disimpulkan karena nilai statistiknya lebih besar dari nilai kritis di kedua tingkat signifikansi.

Selanjutnya variabel konsumsi listrik (EC) dapat disimpulkan stasioner baik ketika dalam bentuk at level di tingkat signifikansi 5 persen. Hasil uji unit root melalui tes KPSS ini juga menunjukkan bahwa variabel emisi gas rumah kaca (CO) terbukti stasioner ketika variabel dalam bentuk at level di kedua tingkat signifikansi yaitu 5 persen dan 10 persen.

Jadi, hasil uji unit root melalui tes KPSS tipe 2 ini merupakan jenis tes yang hasil stasioneritasnya lebih lanjut digunakan dalam melakukan analisis VAR. Melalui metode ini, stasioneritas keempat variabel terbukti didapatkan ketika variabel dalam kondisi at level. Sehingga semua variabel penelitian dalam kondisi at level merupakan variabel yang akan digunakan untuk analisis VAR dan berbagai tahapan uji selanjutnya.

7.2 Uji Lag Optimal

Pengujian lag optimal untuk analisis VAR ditentukan melalui uji gabungan ketiga metode kriteria penentuan lag optimal, yaitu Akaike Information Criterion (AIC), Hannan-Quinn dan Schwarz' Information Criterion (SIC). Besar lag optimal yang efektif untuk dipilih sebagai input dalam analisis VAR, dapat diketahui melalui hasil pengujian yang terdapat pada

(20)

Tabel 3. Hasil Uji Lag Information Criteria

P Akaike Hannan-Quinn Schwarz

1 -1.48252E+01 -1.44588E+01 -1.38118E+01 2 -1.78897E+01 -1.72776E+01 -1.61835E+01 3 -1.86554E+01 -1.77968E+01 -1.62421E+01 4 -1.93554E+01 -1.82502E+01 -1.62206E+01 5 -1.92509E+01 -1.78998E+01 -1.53800E+01 6 -2.19314E+01 -2.03360E+01 -1.73098E+01

P = 6 6 6

Sample: 1971-2011, Variable: 4

Proses Analisis dengan Software EasyReg International, 2014

Berdasarkan hasil penentuan lag optimal menurut ketiga metode tersebut, lag yang paling optimal dan akan efektif untuk digunakan dalam analisis VAR adalah sebanyak 6 lags

atau p = 6. Jumlah sampel penelitian berjumlah 41 sampel, terdapat 4 variabel penelitian dan

lag optimal sebanyak 6 lags, dengan demikian jumlah derajat bebas menjadi 11 observasi.

7.3 Analisis Restricted VAR

Penelitian ini menggunakan jenis analisis VAR dengan restriksi. Metode ini digunakan karena pengaruh antar variabelnya memiliki dasar teori, sehingga restriksi ini ditentukan dengan melihat ada-tidaknya pengaruh antar suatu variabel dengan didasari teori yang ada. Restriksi koefisien persamaan VAR tersebut dapat dilihat di persamaan 3.1. Estimasi terhadap model VAR dilakukan dengan restriksi persamaan bersangkutan.

Berdasarkan hipotesis yang telah disebutkan, null-hypothesis (H₀) ditolak berarti ada pengaruh oleh variabel x terhadap variabel y, sedangkan null-hypothesis (H₀) diterima bermakna sebaliknya yaitu tidak ada pengaruh oleh variabel x terhadap variabel y. Lag yang digunakan adalah sebanyak 6 lags, yang didasarkan oleh Akaike information criterion (AIC), Hannan-Quinn dan Schwarz information criteria. Sebelum melakukan langkah test joint significance, terlebih dahulu melakukan estimasi OLS, estimasi SUR (sebanyak 10 kali) dan estimasi FIML. Selanjutnya dilakukan test joint significance untuk melihat ada-tidaknya pengaruh antara variabel bersangkutan.

(21)

yang didapat (0,00016) lebih kecil dari 0,05 yang berarti hasilnya signifikan secara statistik. Selanjutnya hasil yang juga menunjukkan pembuktian signifikan secara statistik adalah hasil uji Wald (26,82) yang didapat lebih besar daripada critical value (nilai kritis) yang sebesar 12,59 pada tingkat signifikansi 5 persen dan 10,64 (tingkat signifikansi 10 persen). Sehingga hasil ini membuktikan adanya pengaruh perubahan yang terjadi pada konsumsi energi listrik terhadap intensitas emisi gas rumah kaca, serta didapatkan pula keputusan menolak H₀ yang berarti adanya hubungan pengaruh dan ini terbukti signifikan secara teori. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Lean dan Smyth (2009), penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa satu persen kenaikan pada konsumsi listrik per kapita dapat mempengaruhi meningkatnya emisi karbon (CO₂) per kapita. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Mallia dan Lewis (2012) dalam artikelnya juga menjelaskan tentang besarnya pengaruh konsumsi energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit berbahan bakar fosil (yang merupakan konsumsi energi listrik dominan di Indonesia) terhadap daur hidup intensitas emisi gas rumah kaca.

Tabel 4. Hasil Analisis Restricted VAR

Variabel Uji Uji Wald P-Value

Nilai Kritis

Keputusan 5% 10%

1. LnEC → LnCO 26,82 0,00016 12,59 10,64 Menolak H₀

2. GDP → LnCO 51,55 0,00000 12,59 10,64 Menolak H₀

3. PPOP → LnCO 105,94 0,00000 12,59 10,64 Menolak H₀

4. GDP → LnEC

24,33 0,01834 21,03 18,55 Menolak H₀

LnEC → GDP

5. PPOP → LnEC 19,32 0,00366 12,59 10,64 Menolak H₀

Sample: 1971-2011, Variable: 4, Lags: 6

Proses Analisis dengan Software EasyReg International, 2014

(22)

oleh Idris (2012) dalam artikelnya yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan dengan indeks kualitas lingkungan hidup di Indonesia dan terbukti mengikuti hipotesis kurva U (bukan U terbalik). Selain membuktikan konsistensi uji pengaruh konsumsi listrik terhadap emisi gas rumah kaca, dalam penelitiannya Lean dan Smyth (2009) juga menyimpulkan bahwa elastisitas emisi karbon (CO₂) per kapita berhubungan dengan PDB riil per kapita dalam jangka panjang dan memperlihatkan kesinambungannya dengan hipotesis environmental Kuznets curve (kenaikan emisi karbon disebabkan oleh kenaikan pendapatan).

Hasil uji pengaruh yang dijelaskan berikut ini merupakan pengaruh perubahan pertumbuhan penduduk terhadap intensitas emisi gas rumah kaca. P-value uji ketiga ini lebih kecil dari 0,05 (p-value=0,00000) dan didapat pula hasil uji Wald lebih besar daripada nilai kritis, itu artinya kedua hasil ini terbukti signifikan secara statistik. Hasil test joint significance

memperlihatkan keputusan menolak H₀ yang berarti terdapat hubungan pengaruh dan terbukti signifikan secara teori. Sehingga ini memperlihatkan adanya pengaruh variabel pertumbuhan penduduk terhadap emisi gas rumah kaca energi listrik di Indonesia. Hasil analisis ini konsisten dengan penelitian Yao (2013) yang mendapatkan hasil bahwa jumlah populasi merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan emisi karbon, di mana jika jumlah penduduk meningkat sebesar 1 persen, maka akan menghasilkan perubahan emisi karbon sebesar 0,5285 persen. Zhu dan Peng (2012) juga menguatkan konsistensi ini melalui hasil penelitiannya bahwa perubahan pada tingkat konsumsi dan struktur populasi penduduk merupakan faktor pengaruh utama terhadap emisi karbon, dan juga tingkat konsumsi oleh penduduk dengan emisi karbon berkorelasi secara sempurna.

(23)

bahwa pendapatan dapat mempengaruhi konsumsi listrik secara postiitif. Penelitian ini berujung pada kesimpulan bahwa terdapat hubungan pengaruh bi-directional antara konsumsi listrik dengan pertumbuhan ekonomi di dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Terakhir, berdasarkan hasil test joint significance, p-value yang didapat lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,00366 dan hasil uji Wald yang didapat sebesar 19,32 lebih besar daripada

critical value. Ini memperlihatkan bahwa hasil yang signifikan secara statistik telah terbukti. Selain signifikan secara statistik, hasil ini juga terbukti signifikan secara teori karena didapatkan keputusan hipotesis yang menolak H0. Sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh dari pertumbuhan penduduk terhadap perubahan konsumsi energi listrik. Fenomena ini sesuai dengan hasil penelitian Zaman, et al. (2012) yang membuktikan bahwa determinan konsumsi listrik terkointegrasi oleh penanaman modal asing, pendapatan dan pertumbuhan penduduk. Salah satu hasil pengujiannya adalah jika terjadi peningkatan pertumbuhan penduduk sebesar 1 persen akan menyebabkan konsumsi listrik meningkat sebesar 1,605 persen.

Tetapi terdapat sedikit perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dipaparkan di atas. Perbedaannya terletak pada variabel emisi gas rumah kaca yang berasal dari emisi karbon (CO₂). Dalam penelitian ini, variabel emisi karbon yang digunakan adalah emisi karbon yang berasal dari energi listrik, sedangkan pada penelitian-penelitian sebelumnya yang digunakan adalah variabel emisi karbon secara umum dari keseleruhan sumber energi. Walaupun demikian, secara substansialnya kedua variabel tersebut tetap memiliki kesamaan yang fundamental, yaitu sama-sama merupakan emisi karbon yang menyebabkan emisi gas rumah kaca.

7.4 Analisis Structural VAR

Berdasarkan variable ordering yang telah disusun dalam pembahasan sebelumnya pada metode penelitian dan landasan teoritis dari berbagai sumber penelitian, didapatkan restriksi pengaruh untuk analisis structural VAR (SVAR) sebagai berikut:

(24)

Dilihat dari matriks restriksi SVAR tersebut, dapat diketahui bahwa restriksi b(1), b(3),

b(6) dan b(10) merupakan pengaruh variabel pertumbuhan penduduk (PPOP), pertumbuhan ekonomi (GDP), konsumsi listrik (EC) dan emisi gas rumah kaca terhadap dirinya sendiri (variabel itu sendiri). Ini merupakan pengaruh yang memang lazim dan substansial terjadi. Selain itu, b(3) menunjukkan bahwa variabel GDP dapat dipengaruhi oleh variabel PPOP. Restriksi b(4) dan b(5) memiliki definisi pengaruh yang direaksikan oleh variabel PPOP dan GDP terhadap variabel EC. Selanjutnya b(7), b(8) dan b(9) merupakan wujud pengaruh dari variabel PPOP, GDP dan EC terhadap variabel CO.

Tabel 5. menunjukkan hasil uji pengaruh dari analisis structural VAR. Hampir sama seperti analisis sebelumnya, test joint significance pada restricted VAR, hanya saja pada SVAR

uji pengaruhnya tidak satu per satu antar variabel peubah dan variabel dipengaruhi. Uji pengaruh yang dilakukan adalah pengaruh dari variabel konsumsi energi listrik (EC), pertumbuhan ekonomi (GDP) dan pertumbuhan penduduk (PPOP) terhadap variabel emisi gas rumah kaca (CO). uji pengaruh selanjutnya adalah pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi (GDP) dan pertumbuhan penduduk (PPOP) terhadap variabel konsumsi listrik (EC). Ini dapat diketahui dari hasil penentuan restriksi structural VAR yang diuji sesuai dengan berbagai teori dan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan uji pengaruh dalam penelitian ini.

Tabel 5. Hasil Analisis Structural VAR

Variabel Uji Uji

Wald P-Value

Nilai Kritis

Keputusan 5% 10%

1 LnEC → LnCO

25,53 0,00001 7,81 6,25 Menolak H₀

GDP → LnCO PPOP → LnCO 2 GDP → LnEC

25,93 0,00000 5,99 4,61 Menolak H₀

PPOP → LnEC

Sample: 1971-2011, Variable: 4, Lags: 6

Proses Analisis dengan Software EasyReg International, 2014

(25)

oleh nilai uji Wald yang didapat sebesar 25,53, nilai ini lebih besar dari pada nilai kritisnya, baik pada tingkat signifikan si 5 persen (7,81) maupun 10 persen (6,25). Hasil ini konsisten dengan hasil analisis melalui restricted VAR sebelumnya. Di samping itu, hasil ini juga konsisten dengan artikel Xiangyang dan Guiqui (2011) menggunakan model analisis SVAR dan berstudi kasus di China, mendapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh dari pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi China (salah satu bentuk pertambahan penduduk di China) dapat mempengaruhi emisi gas rumah kaca, dengan pengaruh urbanisasi lebih besar dampaknya dibandingkan pengaruh dari pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut hasil ini juga identik dengan hasil penelitian Lean dan Smyth (2009) yang berkesimpulan bahwa meningkatnya konsumsi listrik per kapita sebesar satu persen dapat mempengaruhi bertambahnya emisi karbon (CO₂) per kapita.

Selanjutnya, uji pengaruh variabel GDP dan PPOP terhadap variabel EC juga memperlihatkan hasil dengan adanya penolakan null-hypothesis pada tingkat signifikansi 5 persen dan 10 persen. Penggunaan uji yang sama melalui p-value dan perbandingan uji Wald

dengan nilai kritis, didapatkan hasil uji pengaruh yang signifikan secara statistik. Sehingga hasil ini menunjukkan adanya respon variabel EC terhadap pengaruh yang diberikan oleh variabel GDP dan PPOP. Berdasarkan penelitian sebelumnya, hasil ini konsisten dengan artikel yang disusun oleh Zeshan dan Ahmed (2013) dengan menggunakan model analisis

SVAR, mendapatkan kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi peningkatan konsumsi energi.

(26)

Tabel 6. Hasil Analisis Structural VAR (2)

Variabel Uji t-value

Nilai t-table

Keputusan 5% 10%

PPOP → GDP 1,2821 1,684 1,303 Menerima H₀

Sample: 1971-2011, Variable: 4, Lags: 6

Proses Analisis dengan Software EasyReg International, 2014

Secara terpisah, hasil uji pengaruh variabel pertumbuhan penduduk (PPOP) terhadap variabel pertumbuhan ekonomi (GDP) diperlihatkan dalam Tabel 6. Berbeda dengan analisis pengaruh sebelumnya, hubungan pengaruh ini dianalisis melalui uji-t dengan membandingkan

t-value dengan nilai t-table. Null-hypothesis ditolak jika t-value lebih besar dibandingkan nilai

t-table. Dapat dilihat pada Tabel 4.5, t-value didapat sebesar 1,2821 lebih kecil dibandingkan nilai t-table, baik pada tingkat signifikansi 5 persen (1,684) dan 10 persen (1,303). Sehingga berdasarkan ketentuan analisis uji-t, dapat disimpulkan bahwa uji pengaruh variabel PPOP terhadap variabel GDP tidak signifikan secara statistik karena H0 diterima atau tidak ditolak. Hasil ini juga signifikan teori dan konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Shaari, et al. (2013) yang mendapatkan kesimpulan bahwa terdapat kontribusi pengaruh dari jumlah penduduk terhadap perubahan pada konsumsi energi dan konsumsi energi memiliki pengaruh terhadap perubahan pertumbuhan ekonomi (PDB), selanjutnya jumlah penduduk juga merupakan sebuah faktor yang dapat mempengaruhi perubahan PDB.

7.5 Pengaruh Konsumsi Energi Listrik terhadap Emisi Gas Rumah Kaca

Gambar impulse response pada Lampiran 5 memperlihatkan respon emisi gas rumah kaca terhadap shock yang diberikan oleh konsumsi energi listrik. Berdasarkan gambar tersebut, tidak terdapat respon emisi gas rumah kaca terhadap konsumsi energi listrik yang berpengaruh positif dan signifikan secara statistik, walaupun pada tahun ke 10 hampir menunjukkan respon pengaruh yang signifikan.

(27)

7.6 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Emisi Gas Rumah Kaca

Respon emisi gas rumah kaca terhadap shock dari perubahan pada pertumbuhan ekonomi ditunjukkan dalam impulse response (lihat Lampiran 5). Pada awalnya di tahun pertama, tidak terdapat respon emisi gas rumah kaca terhadap shock pertumbuhan ekonomi yang signifikan secara statitik. Setelah itu, tahun berikutnya (tahun kedua) menunjukkan respon pengaruh positif dan signifikan, yang menyimpulkan bahwa meningkatnya pertumbuhan ekonomi dapat berpengaruh terhadap meningkatnya intensitas emisi gas rumah kaca.

Akan tetapi respon yang signifikan ini hanya terjadi di tahun kedua saja, sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan di tahun-tahun seterusnya. Hasil ini menunjukkan bahwa shock

dari pertumbuhan ekonomi hanya akan dirasakan di jangka pendek. Seperti diketahui bahwa indikator pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi emisi gas rumah kaca adalah aktivitas industri yang saat ini menggunakan bahan bakar fosil sebagai input energi proses produksinya, khususnya bidang kelistrikan. Sehingga jumlah industri di Indonesia yang masih tergolong sedikit dan share konsumsi listrik untuk industri lebih sedikit dibandingkan dengan listrik untuk penduduk. Selain itu, sama seperti sebelumnya bahwa ada kemungkinan input energi dari sumber terbarukan akan digunakan oleh para pelaku industri di masa mendatang. Jadi respon emisi gas rumah kaca terhadap shock pertumbuhan ekonomi tidak terdapat di jangka panjang atau di tahun ketiga dan begitu pula seterusnya.

7.7 Pengaruh Pertumbuhan Penduduk terhadap Emisi Gas Rumah Kaca

Pada grafik impulse response diperlihatkan respon emisi gas rumah kaca terhadap

shock dari pertumbuhan penduduk. Pergerakan awal di beberapa tahun ke depan, dari tahun pertama sampai tahun ke 11, belum menunjukkan pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap emisi gas rumah kaca yang secara positif dan signifikan secara statistik. Setelah itu, mulai dari dari tahun ke 12 sampai tahun 18 menunjukkan pengaruh secara positif, tetapi pengaruh yang signifikan secara statistik baru dimulai dari tahun ke 19 serta tahun ke 20, dan mungkin seterusnya.

(28)

mulai mengkonsumsi energi khususnya yang menghasilkan emisi gas rumah kaca, seperti menggunakan kendaraan bermotor, mengkonsumsi listrik dalam jumlah yang besar, membuang limbah padat dan lainnya. Jadi shock pertumbuhan penduduk dapat mempengaruhi emisi gas rumah kaca, khususnya di jangka panjang.

7.8 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Konsumsi Energi Listrik

Impulse response menunjukkan respon pertumbuhan ekonomi terhadap shock yang ditimbulkan oleh konsumsi energi listrik. Fenomena responsif dari konsumsi listrik terhadap shock yang diberikan oleh pertumbuhan ekonomi terlihat pada saat permulaan horizon yaitu di tahun pertama. Hanya pada tahun pertama dalam beberapa tahun ke depan yang terdapat pengaruh positif dan signifikan secara statistik, yaitu jika pertumbuhan ekonomi meningkat akan menyebabkan konsumsi listrik meningkat pula.

7.9 Pengaruh Konsumsi Energi Listrik terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Eksistensi pengaruh positif konsumsi listrik terhadap pertumbuhan ekonomi yang signifikan secara statistik terdapat pada tahun ke 7. Sedangkan pada awalnya belum muncul pengaruh yang signifikan maupun yang secara positif, begitu pula untuk beberapa waktu ke depan sampai tahun ke 20.

Secara umum, dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa shock dari konsumsi listrik cenderung tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Ini karena jumlah penduduk diyakini akan terus bertambah, sehingga kebutuhan terhadap energi listrik akan meningkat, lalu akan menyebabkan share daya tersambung listrik untuk rumah tangga menjadi semakin besar dibandingkan share listrik untuk industri dan komersial. Sehingga dalam beberapa periode yang akan datang, konsumsi listrik yang meningkat cenderung tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena peningkatan ini tidak digunakan untuk kepentingan produktif melainkan bersifat kebutuhan konsumtif.

7.10 Pengaruh Pertumbuhan Penduduk terhadap Konsumsi Energi Listrik

(29)

Ini sangat jelas merupakan hasil impulse response yang universal, rasional dan teoritis. Dalam jangka panjang, pertumbuhan penduduk yang semakin lama semakin meningkat memiliki definisi bahwa pertambahan penduduk akan semakin besar, dengan kata lain jumlah penduduk terus mengalami peningkatan lebih besar daripada sebelumnya. Sehingga pola konsumsi dan kebutuhan terhadap listrik akan berubah menjadi lebih tinggi dari sebelumnya. Jadi ini jelas merupakan shock pengaruh yang nyata untuk merangsang konsumsi listrik merespon pengaruh tersebut.

7.11 Pengaruh Pertumbuhan Penduduk terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Respon pertumbuhan ekonomi terhadap shock pertumbuhan penduduk digambarkan dalam gambar impulse response (lihat Lampiran 5). Keberadaan respon ini hanya terjadi di horizon tahun ke 2 dan tahun ke 5, yang terdapat pengaruh positif shock pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi telah signifikan secara statistik. Horizon selain dari kedua tahun tersebut tidak menunjukkan pengaruh positif dan signifikan. Hasil ini sudah jelas karena peran penduduk sebagai pelaku ekonomi, seseorang yang melaksanakan seluruh aktivitas perekonomian. Jadi pastiya shock penduduk dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi.

7.12 Sumber Fluktuasi

a. Fluktuasi Emisi Gas Rumah Kaca

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat pada tahun pertama di masa mendatang, shock

variabel emisi gas rumah kaca dipengaruhi oleh dirinya sendiri sebesar 44 persen, variabel konsumsi energi listrik sebesar 2 persen, pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen dan pertumbuhan penduduk sebesar 48 persen. Pada tahun pertama ini variabel pertumbuhan penduduk merupakan variabel yang memiliki kontribusi pengaruh terbesar dibandingkan variabel lainnya.

Fenomena seperti ini berlanjut sampai 20 tahun mendatang, bahkan kemungkinan untuk di tahun seterusnya. Hal ini diyakini karena jumlah penduduk yang terus bertambah dari tahun ke tahun, walaupun pertumbuhannya perlahan terus menurun. Sehingga penduduk yang semakin bertambah ini diduga mengancam kualitas lingkungan, khususnya emisi gas rumah kaca.

(30)

peran sumber energi dari bahan bakar fosil berkurang. Pernyataan ini didukung oleh catatan Bank Dunia (2013) yang menampilkan jumlah produksi listrik dari renewable sources pada tahun 2000 sebesar 1.280.626.000 kg.oe meningkat menjadi sebesar 2.333.008.000 kg.oe di tahun 2010. Oleh karena itu, kemungkinan angka produksi ini akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang, sehingga akan tidak menyebabkan terjadinya emisi gas rumah kaca.

Tabel 7. Forecast Error Variance Decomposition

Emisi Gas Rumah Kaca Energi Listrik

Horizon (tahun)

Source of Innovation (% contribution in LnCO)

PPOP GDP LnEC LnCO

1 48 7 2 44

3 45 20 1 34

5 46 21 1 32

7 52 18 1 28

9 55 18 1 25

11 57 19 2 23

13 58 18 2 22

15 61 18 1 20

17 66 16 1 17

20 71 14 1 14

Sample: 1971-2011, Variable: 4, Lags: 6

Proses Analisis dengan Software EasyReg International, 2014

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, diprediksikan perubahan intensitas emisi gas rumah kaca lebih dominan dipengaruhi shock yang diberikan oleh variabel pertumbuhan penduduk dibandingkan dengan shock pengaruh dari variabel konsumsi energi listrik dan pertumbuhan ekonomi, selain dipengaruhi oleh variabel emisi itu sendiri.

b. Fluktuasi Konsumsi Energi Listrik

(31)

sampai 3 tahun ke depan. Sebaliknya dalam 5 tahun ke depan, variabel konsumsi listrik dominan dipengaruhi oleh variabel PPOP yang kontribusi shock-nya naik menjadi 45 persen dan pengaruh dari pertumbuhan ekonomi turun menjadi 23 persen.

Tabel 8. Forecast Error Variance Decomposition

Konsumsi Energi Listrik

Horizon (tahun)

Source of Innovation (% contribution in LnEC)

PPOP GDP LnEC LnCO

1 18 30 52 0

3 26 28 46 0

5 45 23 32 0

7 57 18 25 0

9 61 18 21 0

11 61 19 20 0

13 60 20 20 0

15 61 20 19 0

17 66 18 17 0

20 75 13 12 0

Sample: 1971-2011, Variable: 4, Lags: 6

Proses Analisis dengan Software EasyReg International, 2014

Selanjutnya sampai 20 tahun yang akan datang, pertumbuhan penduduk mendominasi

shock pengaruh terhadap perubahan konsumsi listrik, ddengan besar kontribusinya diproyeksikan sebesar tiga perempat dari seluruh shock yang dirasakan variabel EC. Hasil proyeksi tersebut terbilang rasional dan tepat, karena memang konsumsi listrik sangat erat kaitannya dengan penduduk yang merupakan user dari energi listrik. Sehingga jumlah penduduk yang semakin bertambah akan menyebabkan kebutuhan terhadap energi listrik terus meningkat.

c. Fluktuasi Pertumbuhan Ekonomi

(32)

merupakan aktor utama dalam berbagai aktivitas ekonomi. Sehingga baik-buruknya kualitas penduduk, yang dilihat melalui sumberdaya manusianya (human capital), akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara langsung. Jika penduduk dengan human capital yang bagus akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang positif dan meningkat. Sebaliknya, jika penduduk tidak memiliki human capital yang baik akan memperburuk perekonomian dan ekonomi akan tumbuh dengan rendah. Jadi jelas bahwa hasil FEVD variabel pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan variabel pertumbuhan penduduk sebagai variabel yang memiliki kontribusi pengaruh paling besar ini sudah signifikan secara teoritis.

Tabel 9. Forecast Error Variance Decomposition

Pertumbuhan Ekonomi

Horizon (tahun)

Source of Innovation (% contribution in GDP)

PPOP GDP LnEC LnCO

1 20 80 0 0

3 38 61 1 0

5 46 52 2 0

7 45 51 4 0

9 46 51 4 0

11 47 50 4 0

13 48 48 4 0

15 49 48 4 0

17 49 47 4 0

20 51 46 4 0

Sample: 1971-2011, Variable: 4, Lags: 6

Proses Analisis dengan Software EasyReg International, 2014

Jadi berdasarkan hasil analisis sumber flutuasi melalui FEVD di atas, sumber fluktuasi perubahan intensitas emisi gas rumah kaca, konsumsi listrik dan pertumbuhan ekonomi yang paling besar dalam 20 tahun ke depan bersumber dari shock penduduk. Hal ini dikarenakan penduduk merupakan aktor atau pelaku aktivitas perekonomian, sehingga tentu tinggi-rendahnya pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh penduduk. Selain itu yang terkait penelitian ini, penduduk berperan sebagai konsumen energi listrik terbesar dengan dominasi share yang tinggi untuk rumah tangga, oleh karena itu fluktuasi konsumsi listrik dapat dipengaruhi oleh

(33)

maka selanjutnya shock penduduk ini juga dapat mempengaruhi fluktuasi pertambahan emisi gas rumah kaca.

Perlu diperhatikan bahwa bertambahnya penduduk atau meningkatnya pertumbuhan penduduk akan menyebabkan tingginya intensitas emisi gas rumah kaca dan bertambahnya konsumsi listrik di masa mendatang. Jadi Pemerintah Indonesia sudah seharusnya untuk mengurangi jumlah penduduk atau menekan laju pertumbuhannya. Jika hal itu tidak berhasil dilakukan, maka pemerintah harus mewujudkan peningkatan sumberdaya manusia penduduk melalui pendidikan dan berbagai program terkait lainnya. Walaupun alangkah lebih baiknya, pemerintah mengimplementasikan kedua solusi tersebut dalam penyelesaian permasalahan sektor kependudukan, sehingga tercipta keluarga berencana dan keluarga berkualitas.

8.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, terdapat beberapa kesimpulan yang bisa dirangkum dari hasil analisis pengaruh dan berbagai uji statistik terkait, antara lain sebagai berikut:

1. Konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk dapat mempengaruhi perubahan intensitas emisi gas rumah kaca.

2. Pengaruh yang ditimbulkan oleh penduduk terhadap emisi gas rumah kaca merupakan pengaruh yang paling besar dibandingkan dengan pengaruh dari pertumbuhan ekonomi dan konsumsi energi listrik.

3. Tidak terdapat hubungan kausalitas (bi-directional) antara pertumbuhan ekonomi dengan konsumsi energi listrik. Hanya ada hubungan satu arah, yaitu pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi konsumsi energi listrik.

4. Lebih rendahnya konsumsi listrik sektor industri merupakan penyebab tidak adanya perubahan pada pertumbuhan ekonomi. Pemakaian listrik terungkap didominasi oleh rumah tangga, yang digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari bukan untuk produktivitas (secara ekonomi). Oleh karena itu dapat didefinisikan hanya ada hubungan pengaruh satu arah antara konsumsi listrik dan pertumbuhan ekonomi. 5. Uji terhadap variabel penduduk didapatkan bahwa penduduk dapat mempengaruhi

perubahan konsumsi energi listrik.

6. Pertumbuhan penduduk tidak dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. 7. Shock dari konsumsi listrik cenderung tidak berpengaruh terhadap perubahan

Gambar

Tabel 1. Dominasi Produksi Energi Listrik oleh Input Bahan Bakar Fosil
Gambar 1. Emisi Karbon (CO2) dan Konsumsi Energi Listrik di Indonesia, 1971-2011
Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi (PDB Riil) Indonesia, 1971-2011
Gambar 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk di Indonesia, 1971-2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar konsumsi listrik yang dapay dihemat pada rumah tangga serta menciptakan suatu sistem baru yang dapat menghemat konsumsi energi lis-

Pada tahun 2013, 2014, 2015, dan 2016 kelima variabel X Daya Tersambung, PDRB, Jumlah Pelanggan, dan Harga Tarif Listrik berpengaruh secara serentak terhadap variabel Y

Perbandingan Hasil Peramalan Konsumsi Energi Listrik Metode Logika Fuzzy dan Metode Regresi Linear dengan Metode LEAP Hasil Peramalan konsumsi energi listrik Rayon Semarang

Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan konsumsi energi listrik pada sistem kelistrikan Bali jangka pendek bulanan yang berbasis pada Artificial Neural

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh jumlah pelanggan, pendapatan, dan harga listrik terhadap tingkat konsumsi listrik rumah tangga di Indonesia dengan

Proyeksi perencanaan yang dibahas adalah konsumsi energi listrik, Jumlah Pelanggan energi listrik, Rasio Elektrifikasi, Daya Terpasang, Susut atau rugi-rugi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dari konsumsi energi dan kemajuan teknologi intensitas energi bersama dengan rasio penduduk usia kerja +15 yang bekerja

PENUTUP 5.1 Kesimpulan Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa secara aktual terjadi hubungan kecepatan potong terhadap konsumsi energi listrik