• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Dunia pariwisata sejak era 1990 dan seterusnya ditandai dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Dunia pariwisata sejak era 1990 dan seterusnya ditandai dengan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

Dunia pariwisata sejak era 1990 dan seterusnya ditandai dengan munculnya kecenderungan baru yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi arah dan kinerja sektor pariwisata Indonesia pada masa yang akan datang. Perkembangan yang cukup signifikan antara lain terkait dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang dinamis, perubahan orientasi pasar wisatawan, dan dampak pada pergeseran orientasi pengembangan produk baru. Kecenderungan yang terjadi pada sisi pasar wisatawan ditandai dengan adanya pergeseran atau perubahan sosio demografi pada kelompok pasar negara maju maupun negara sedang berkembang. Terciptanya segmen pasar wisatawan baru memberi implikasi pada motivasi, persepsi, tuntutan dan ekspektasi lebih komplek mengenai hakikat melakukan perjalanan wisata.

Keberadaan wisatawan akan semakin bertambah seiring dengan semakin meningkatnya tuntutan, keinginan dan kebutuhan akan kepuasan menikmati berwisata. Pada umumnya tipe wisatawan ini mempunyai latar belakang pendidikan dengan intelektual yang bagus karena memandang perjalanan wisata tidak hanya sekedar bersenang senang tetapi sebagai suatu bentuk akan aktualisasi diri guna mencari suatu kepuasan akan pengalaman dan kebanyakan dari wisatawan tipe ini tidak senang berpergian dengan kelompok besar. Akibat dari ini semua ditandai dengan berubahnya tren pariwisata dari mass

(2)

2  

tourism (pariwisata masal) menjadi special interest tourism (pariwisata minat khusus).

Menurut Weiler and Hall (1992), Special Interest Tourism is travel for people who are going somewhere because they have a particular interest that can be pursued in a particular region or at a particular destination”. Pengertian ini memberikan penjelasan bahwa wisata minat khusus didorong oleh keinginan dari wisatawan yang menginginkan sesuatu kegiatan atau tujuan yang spesifik. Wisata minat khusus bertumpu pada dua hal pokok, yakni: (1) novelty seeking yaitu motivasi pada pencarian terhadap objek dan daya tarik wisata yang unik dan baru, atau terhadap lokasi-lokasi baru yang lebih menantang (2) quality seeking, yaitu motivasi pada pencarian terhadap bentuk-bentuk objek dan daya tarik wisata yang mampu memberikan nilai manfaat, nilai pengkayaan atau pengembangan diri (enriching), nilai tantangan atau petualangan, serta nilai pengetahuan atau wawasan baru.

Potensi objek dan daya tarik wisata yang menjadi basis pengembangan wisata minat khusus dapat berupa aspek alam seperti flora, fauna, fisik geologi, hidrologi, hutan alam atau Taman Nasional maupun kelautan. Wisata minat khusus ini sering dikemas dalam bentuk wisata petualangan, wisata bahari, wisata alam geologi, wisata olah raga khusus. Dalam kegiatan ini wisatawan terlibat secara fisik terhadap kondisi dan tantangan serta berbagai karakteristik alam dengan berbagai keunikan dan hal-hal yang dapat dipelajarinya.

Sebagai salah satu negara yang memiliki biodiversitas tinggi, Indonesia melakukan terobosan baru yang dapat mendukung sektor pariwisata dengan

(3)

3  

memanfaatkan alam yang ada. Sektor kepariwisataan Indonesia dalam lima tahun terakhir memperlihatkan dua sisi yang menarik. Pertama, dari sisi produk, potensi sumber daya pariwisata Indonesia yang sangat besar baik dalam bentuk atraksi alam maupun budaya. Damanik dan Teguh, (2012) menyebutkan bahwa keragaman budaya lokal juga menjadi salah satu daya tarik Indonesia sebagai destinasi wisata global. Kedua, menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2013) dari sisi market adanya peningkatan jumlah wisatawan yang tercatat sebesar 5,5 juta (tahun 2007) dan naik hingga 8,0 juta di tahun 2012 dengan rerata sebesar 7,8%/tahun. Meski demikian rata-rata Length of Stay (LoS) menurun dari 9,02 hari di tahun 2007 menjadi 7,84 hari di tahun 2012.

Seiring dengan dinamika kepariwisataan global yang berdampak pada sektor kepariwisataan nasional tampaknya diperlukan perumusan strategi secara lebih komprehensif. Salah satu sasaran kebijakan pengembangan pariwisata khususnya dari aspek produk perlu dikembangkan wisata baru yang memiliki keunggulan saing dan keunggulan banding dengan produk-produk wisata destinasi lainnya. Lickorish (1997) mengatakan bahwa pengembangan dan pengelolaan produk yang berkualitas akan memberikan nilai daya tarik sendiri bagi potensi pasar wisatawan yang tengah tumbuh pesat dengan karakter yang spesifik.

Alam merupakan salah satu produk wisata yang memiliki daya tarik yang alami (natural tourist attractions). Objek wisata ini dapat berupa laut, pantai, gunung, danau, lembah, bukit, air terjun, hutan dan sungai. Hutan lindung yang umumnya berada dalam kawasan konservasi, merupakan destinasi yang diminati

(4)

4  

oleh wisatawan ekotour karena memiliki keanekaragaman flora dan fauna, fenomena alam yang indah, objek budaya dan sejarah serta kehidupan masyarakat lokal yang unik. Salah satunya adalah kawasan pelestarian alam di Indonesia yaitu Taman Nasional. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.56/Menhut-II/2006 Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam, baik daratan maupun perairan yang mempunyai ekosistem asli dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, budidaya, pariwisata dan rekreasi. Indonesia pada tahun 2014 memiliki 50 Taman Nasional yang tersebar di beberapa pulau besar dan kecil (www.dephut.go.id). Sebaran Taman Nasional di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1

Tabel 1.1 Taman Nasional di Indonesia

Sumatera Jawa Nusa Tenggara

1. Gunung Leuser *)**) 1. Ujung Kulon 1. Bali Barat

2. Siberut *) 2. Kepulauan Seribu 2. Gunung Rinjani

3. Kerinci Seblat **) 3. Gunung Halimun 3. Komodo *)**) 4. Bukit Tigapuluh 4. Gunung Gede Pangrango 4. Manupeu Tanah Daru

5. Bukit Duabelas 5. Karimunjawa 5. Laiwang Wanggameti

6. Berbak ***) 6. Bromo Tengger Semeru 6. Kelimutu

7. Sembilang 7. Meru Betiri

8. Bukit Barisan Selatan **)

8. Baluran

9. Way Kambas 9. Alas Purwo

10. Batang Gadis 10. Gunung Merapi

11. Tesso Nilo 11. Gunung Merbabu

(5)

5  

Lanjutan Tabel 1.1

Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua

1. Gunung Palung 1. Bunaken 1. Manusela

2. Danau Sentarum ***)

2. Bogani Nani Wartabone

2. Aketajawe-Lolobata 3. Betung Kerihun 3. Lore Lindu 3. Teluk Cendrawasih 4. Bukit Baka-Bukit

Raya

4. Taka Bonerate 4. Lorentz 5. Tanjung Putting *) 5. Rawa Aopa

Watumohai

5. Wasur

6. Kutai 6. Wakatobi

7. Kayan Mentarang 7. Kepulauan Togean

8. Sebangau 8.

Bantimurung-Bulusaraung

Keterangan: *)Cagar Biosfer, **) World Heritage Sites, ***) Ramsar Sites Sumber: www.dephut.go.id diakses pada 12 Agustus 2014

Salah satu Taman Nasional yang ditetapkan menjadi Taman Nasional yang mandiri di Indonesia adalah kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang terletak di Pegunungan Tengger dan Pegunungan Jambangan dengan ketinggian antara 750-3.676 mdpl. Areal kawasan konservasi ini seluas 58.000 hektar terdiri atas dataran tinggi yang berlembah dan suasana pegunungan. Kawasan ini mempunyai empat cagar alam yaitu, a) Cagar Alam Laut Pasir, b) Cagar Alam Ranu Pani - Ranu Regulo terletak 14 km dari Gunung Bromo yang masih aktif, di lereng selatan Kaldera, c) Cagar Alam Ranu Kumbolo, Danau Ranu Kumbolo yang dikelilingi oleh bukit-bukit berpuncak bundar, (d) Cagar Alam Ranu Darungan. Puncak tertingginya adalah Gunung Semeru, diikuti oleh Gunung Kepolo, Arcopodo, Jambangan, Bajengan, Ayek-ayek, Kumbolo, Lanang, Iderider, Widodaren, Bromo, Mungal, Batok, dan diakhiri dataran tinggi yang indah pemandangannya di Gunung Penanjakan.

Bromo Tengger Semeru ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional dan Cagar Biosfer/Biosphere Reserve karena beberapa potensi yang dimilikinya yaitu

(6)

6

flora dan fauna langka, ekosistem yang khas, gunung api yang masih aktif, serta fenomena yang unik dan menakjubkan berupa hamparan lautan pasir. Selain itu, terdapat beberapa potensi hidrologi sebagai daerah tangkapan air DAS Brantas dan budaya yang khas dan masih eksis sampai saat ini yaitu adat istiadat suku Tengger. Kondisi ini menyebabkan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menjadi tujuan wisata yang sangat menarik. Daya tarik yang utama bagi wisatawan antara lain adalah Kaldera Tengger dengan Gunung Bromo dan hamparan Laut Pasir yang mengelilinginya, serta pemandangan matahari terbit di Gunung Pananjakan. Tidak jauh dari lokasi Gunung Bromo terdapat obyek wisata alam lain yang tidak kalah menarik namun belum dikembangkan secara optimal sehingga kurang banyak diminati wisatawan yaitu Danau Ranu Pani dan Danau Ranu Regulo.yang terletak di kaki Gunung Semeru di desa Ranu Pani, kecamatan Senduro, kabupaten Lumajang.

Desa Ranu Pani yang berada dalam kawasan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) wilayah Kabupaten Lumajang merupakan desa enclave diharapkan mampu menjunjung tinggi pendekatan konservasi disertai pemberdayaan masyarakat. Keberadaan Gunung Semeru sebagai bagian dari Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru merupakan magnet utama untuk menarik wisatawan, khususnya para penikmat alam dan pecinta pendaki gunung.

Hal ini tidaklah terlalu sulit bagi pemerintah Kabupaten Lumajang untuk mempromosikan desa Ranu Pani sebagai tujuan alternatif untuk berwisata karena sebagian besar wisatawan yang hendak mendaki ke Gunung Semeru dipastikan

(7)

7

akan singgah untuk istirahat sambil menunggu jadwal waktu untuk mendaki. Desa Ranu Pani ini secara langsung berbatasan dengan ekosistem danau Ranu Pani yang saat ini mendapat status perlindungan, karena keunikan dan potensi yang dimiliki sehingga kelestariannya perlu untuk dirawat dan dijaga. Keindahan alam panorama Gunung Semeru dengan aktivitas kepulan asapnya yang terjadi setiap 15 – 20 menit, keindahan alam sekitar danau Ranu Pani dan Ranu Regulo, kehidupan satwa liar khususnya satwa migran burung belibis serta keunikan budaya dan keramahan masyarakat Suku Tengger mempunyai daya tarik tersendiri yang dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata.

Lahan di Desa Ranu Pani sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, masyarakatnya hidup dari bercocok tanam dengan mengandalkan pengairan tadah hujan. Oleh karena itu penduduk suku Tengger di kawasan ini umumnya bertempat tinggal secara berkelompok di bukit-bukit dengan maksud agar lebih dekat dengan lahan pertaniannya. Sistem penanaman dilakukan dengan membuat teras-teras yang sering disebut dengan bangunan terasering dikarenakan kondisi lahan yang curam. Tanah yang subur dan hasil pertanian yang bagus memberikan keuntungan yang cukup bagi mereka, membuat masyarakat lebih senang bercocok tanam daripada menjadi jasa bidang pariwisata.

Desa Ranu Pani memiliki beberapa objek atraksi wisata alam, antara lain dua danau pegunungan yakni Danau Ranu Pani dan Danau Ranu Regulo. Sekeliling desa, terdapat beberapa spot menarik untuk mengamati pemandangan sunrise dan sunset. Pemandangan bentang alam (landscape) berupa lereng-lereng perbukitan dan lembah hijau dengan pemandangan kebun sayur dengan

(8)

8

penanaman model terasering yang mengikuti kontur lahan juga dapat menjadi potensi untuk dikembangkan.

Ditinjau dari aspek budaya, tradisi suku Tengger yang masih asli dan unik berpotensi menjadi atraksi wisata. Menurut sejarah, masyarakat Desa Ranu Pani merupakan keturunan asli masyarakat Jawa yang hidup di era Kerajaan Majapahit.

1.2 Permasalahan

Sebagai salah satu Desa enclave di pegunungan Tengger dengan beragam potensi yang unik, Desa Ranu Pani merupakan desa terakhir atau desa transit yang menjadi salah satu pintu gerbang jalur pendakian ke Gunung Semeru. Desa enclave merupakan desa yang letaknya di kelilingi oleh kawasan hutan. Saat ini wisatawan yang datang bukan saja untuk melakukan pendakian Gunung Semeru, namun juga untuk mengunjungi beberapa daya tarik lainnya seperti Danau Ranu Pani dan Danau Ranu Regulo dengan pemandangan yang sangat indah, serta memiliki keanekaragaman hayati berupa potensi flora dan fauna yang patut dijadikan alternatif wisata. Desa Ranu Pani merupakan gerbang utama wisata pendakian ke Gunung Semeru sehingga banyak wisatawan yang berkunjung baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Akses menuju Desa Ranu Pani dapat dicapai melalui tiga arah, yaitu dari arah Senduro (Kabupaten Lumajang), Tumpang (Kabupaten Malang) dan dari Bromo (Kabupaten Probolinggo). Jalan dari arah Senduro merupakan jalan aspal, setelah memasuki kawasan TNBTS kondisinya rusak, pada musim hujan sangat

(9)

9

sulit untuk dilalui kendaraan. Jalan dari arah Tumpang relatif baik walaupun terlihat beberapa bagian yang rusak. Salah satu rute yang cukup sulit dilalui adalah rute Jemplang-Bantengan yang panjangnya sekitar 1,5 km, karena kondisi jalan sempit serta rawan longsor. Saat ini, untuk menjangkau rute Desa Ranu Pani hanya tersedia jasa transportasi berupa ojek, jeep dan truk, yang tarifnya cukup mahal. Pada tahun 2010, pihak pengelola Taman Nasional mengadakan program betonisasi yang bertujuan untuk memudahkan aksesibilitas menuju Desa Ranu Pani, namun hal ini dirasa belum cukup memadai mengingat minat wisatawan cukup tinggi untuk melakukan aktivitas wisata.

Terbatasnya kreativitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dalam bidang pariwisata padahal ini merupakan sektor yang mengandalkan aspek pelayanan dan personal yang kreatif dan inovatif. Rendahnya potensi SDM Desa Ranu Pani merupakan kendala yang cukup signifikan bagi pengembangan kawasan sebagai tempat wisata. Rendahnya mutu SDM disebabkan karena kurangnya tingkat pendidikan masyarakat Desa Ranu Pani di mana sejumlah 50,40% masih berpendidikan SD, sedangkan 25,06% berpendidikan SLTP/sederajat, 26,01% berpendidikan SLTA/sederajat, 0,33% berpendidikan S1 dan 0,02% berpendidikan S2. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat.

Masih dominannya cara berpikir masyarakat yang memilih untuk hidup sebagai petani dibandingkan hidup sebagai penyedia jasa pariwisata, kurangnya wawasan mereka dalam menjalankan sapta pesona/sadar wisata disebabkan rendahnya minat masyarakat untuk mengikuti pelatihan- pelatihan di bidang

(10)

10

ekowisata. Seringkali wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan alam pegunungan mengalami kesulitan untuk memperoleh informasi akan potensi alam sekitarnya. Minimnya fasilitas berupa ketersediaan warung makan dan minum, hanya sebagian kecil saja warung yang buka serta jam bukanya pun terbatas, makanan yang disajikan bukan makanan hasil olahan khas desa sendiri tetapi hanyalah makanan instan seperti supermie. Selain itu belum ada cendera mata dan pusat oleh oleh khas desa Ranu Pani yang dapat diandalkan untuk menambah tingkat perekonomian masyarakat. Belum adanya kelembagaan yang mandiri dan berwenang untuk mengelola pariwisata secara serius baik dibawah pemerintah maupun swasta. Fasilitas penunjang seperti sinyal komunikasi nirkabel dan sarana kesehatan pun juga terbatas. Untuk permasalahan yang terkait dengan lingkungan, Desa Ranu Pani sering terjadi cuaca ekstrem dan di musim kemarau terjadi kekurangan air bersih.

Upaya menjadikan Desa Ranu Pani sebagai daya tarik wisata minat khusus, mempunyai tujuan strategis di antaranya, pertama mendorong terbentuknya wisata minat khusus dengan memanfaatkan potensi alam menjadi lebih baik sehingga tidak memberikan dampak negative terhadap keanekaragaman hayati kawasan Taman Nasional khususnya ekosistem Ranu Pani–Ranu Regulo. Kedua memberikan alternatif kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat Desa Ranu Pani. Perencanaan dan implementasi program wisata minat khusus memerlukan adanya pemahaman karakter dan jenis wisata suatu destinasi . Sayangnya perencanaan dan pengembangan kepariwisataan di Desa Ranu Pani masih berjalan tanpa arah yang jelas dan perkembangan yang

(11)

11

terjadi saat ini masih jauh dari harapan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah yang menjadi potensi di Desa Ranu Pani untuk dapat dikembangkan sebagai atraksi wisata minat khusus?

2. Bagaimana persepsi dan preferensi masyarakat maupun wisatawan mengenai potensi Desa Ranu Pani untuk dapat dikembangkan sebagai wisata minat khusus?

3. Wisata minat khusus apakah yang dapat dikembangkan di Desa Ranu Pani dan bagaimana model pengembangannya?

4. Strategi apa yang dapat diaplikasikan dalam mengembangkan model wisata minat khusus di Desa Ranu Pani?

 

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi potensi Desa Ranu Pani untuk dikembangkan sebagai atraksi wisata minat khusus.

2. Mendapatkan gambaran tentang persepsi dan preferensi wisatawan serta masyarakat mengenai potensi wisata di Desa Ranu Pani untuk dapat dikembangkan sebagai wisata minat khusus.

3. Menemukan bentuk wisata minat khusus yang dapat dikembangkan di Desa Ranu Pani beserta model pengembangannya.

(12)

12

4. Merumuskan bentuk strategi yang dapat diaplikasikan dalam pengembangan model wisata minat khusus di desa Ranu Pani.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara Teoritis, penelitian ini dapat digunakan untuk panduan model pengembangan wisata minat khusus yang dapat diaplikasikan di Desa Ranu Pani dan diharapkan menjadi salah satu pilar dalam upaya membangun teori pariwisata sesuai dengan konteks lokal.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis dalam kajian manfaat penelitiansebagai berikut.

1. Bagi Pengelola, Pemerintah, dan instansi yang terkait, sebagai bahan kajian yang potensial untuk menyusun strategi, menyelesaikan masalah, dan membuat rekomendasi untuk pengembangan wisata minat khusus. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dan rekomendasi bagi peneliti yang ingin lebih mendalami tentang pengembangann potensi wisata di kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru.

2. Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk mengenal perilaku budaya suku tengger di Desa Ranu Pani.

1.5 Keaslian Penelitian

Beberapa kajian sebelumnya yang terkait dengan pengelolaan Taman Nasional, ekowisata, ataupun kegiatan pariwisata minat khusus pun telah banyak

(13)

13

dikerjakan peneliti sebelumnya, antara lain adalah:

Pertama, Rusita (2007) melakukan Studi Pengembangan Produk Wisata Alam di Kawasan Taman Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat mengkaji analisis pengembangan produk wisata alam di Gunung Palung yang layak dan prospektif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, mengembangkan konsep kemitraan dan partisipatif dengan pihak yang berkepentingan. Hasil penelitian ini digunakan penulis sebagai acuan dalam merancang strategi pengembangan produk wisata minat khusus di desa Ranu Pani.

Kedua, Siswantoro (2012) melakukan penelitian berkaitan dengan “Kajian Daya Dukung Lingkungan Wisata Alam Taman Wisata Alam Grojogan Sewu Kabupaten Karanganyar”. Penelitiannya mengenai daya dukung lingkungan yang didasarkan pada jumlah optimal pengunjung di area wisata dan untuk mengkaji pengembangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wisatawan dalam kawasan konservasi umumnya peduli terhadap isu lingkungan dan konservasi sehingga tidak melebihi daya dukung lingkungan. Kaitan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah dalam pengembangan wisata minat khusus di Desa Ranu Pani agar perlu keberadaan wistawan tidak sampai melebihi daya dukung lingkungan.

Ketiga, penelitian Heryana (2013) dengan judul Analisis Potensi Wisata Paralayang sebagai Pengembangan Wisata Minat Khusus di Gunung Panten Kabupaten Majalengka. Rujukan penelitian tersebut diperlukan untuk menganalisis aspek-aspek potensi wisata serta menjadi arahan bagi pengembangan wisata minat khusus.

(14)

14

Keempat, Donowati (2002) membahas mengenai “Strategi Pengembangan Objek Wisata Minat Khusus Hutan Bunder di Gunung Kidul” menyatakan perlu adanya pemaduan jenis kegiatan, tujuan, pengelolaan yang meliputi: a) wisata pendidikan dipadukan dengan wisata petualangan, b) wisata pendidikan dan ekowisata dipadukan dengan penjelajahan hutan (tracking). Jenis kegiatan tersebut dapat pula digunakan sebagai masukan dalam mengemas produk wisata Desa Ranu Pani.

Kelima, Penelitian Lucyanti (2014) yang berjudul Strategi Pengembangan Objek Wisata Alam Bumi Perkemahan Palutungan Taman Nasional Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Peneliti merujuk penelitian ini karena pertimbangan bahwa lokasi penelitian sama-sama dilakukan pada kawasan Taman Nasional tetapi tidak membahas desa yang berada didalam kawasan. Dengan kesamaan lokasi ini, peneliti memperoleh gambaran yang lebih lengkap bagaimana mengelola potensi wisata pada kawasan Taman Nasional.

Keenam, penelitian Sutiarso (2004), “Ekowisata di Taman NasionalBromo Tengger Semeru Jawa Timur”. Hal-hal yang mendorong untuk mengkaji penelitian ini adalah karena dilakukan pada lokasi yang sama, sehingga potensi, daya dukung dan berbagai karakteristik kawasan yang akan dianalisis peneliti juga sama. Hal ini akan memberikan masukan bagi peneliti, sejauh mana potensi kawasan yang telah dikembangkan, dan bagaimana pengaruh wisata pada aspek- aspek kehidupan masyarakat. Pada penelitian ini yang menarik bahwa masyarakat lokal (suku Tengger) tetap mendapatkan

(15)

15

keuntungan ekonomi langsung dari periwisata di daerahnya dengan cara mengontrol dengan ketat terhadap kepemilikan jasa-jasa pariwisata. Hal ini merupakan kunci utama mereka untuk mendapatkan kesejahteraannya.

Ketujuh, penelitian Surahman (2014) tentang Pengembangan Ekowisata “Javan Rhino Study And Conservation Area” di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten mengungkapkan bahwa potensi ekowisata JRSCA yaitu potensi tumbuhan yang tersebar pada berbagai tipe ekosistem didukung oleh masyarakat sekitar JRSCA dalam pengembangan ekowisata. Penelitian ini menjadi rujukan penulis dalam mengembangkan wisata minat khusus dengan menggali berbagai potensi di kawasan Taman Nasional serta pelibatan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata.

Kedelapan, Purwanto (2014) meneliti mengenai “Kajian Potensi Dan Daya Dukung Taman Wisata Alam Bukit Kelam (TWABK) Untuk Strategi Pengembangan Ekowisata”. Penelitian TWABK memiliki potensi objek dan daya tarik wisata alam yang layak untuk dikembangkan sehingga peneliti mampu mengacu penelitian tersebut guna menyusun strategi pengembangan wisata minat khusus di Desa Ranu Pani.

(16)

16

1.6 Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya yang dijadikan rujukan atau bahan perbandingan dalam penelitian ini sebagaimana tercantum dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Judul Penelitian Sejenis

No Peneliti Judul Metode Hasil

1. Rusita (2007) Studi Pengembangan Produk Wisata Alam di Kawasan Taman Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat Pengambilan responden berdasarkan stratifikasi menurut faktor waktu (hari biasa, akhir minggu dan waktu puncak) sebanyak 210 orang. Pengambilan data responden masyarakat dilakukan dengan multistage atau sampel bertahap ganda (two stages sampling) sebanyak 36 orang. Analisis data menggunakan metoda analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.. Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui berbagai potensi dan kendala dalam mengembangkan

produk wisata alam. Penentuan prioritas produk yang dapat diterapkan

dilakukan dengan analisis AHP.

Objek wisata Air terjun Lubuk Baji termasuk dalam kualitas rendah dan Air Terjun Riam Berasap masuk dalam kategori kualitas tinggi,

keanekaragaman flora dan faunanya baik, indeks penutupan lahannya cukup memuaskan, persepsi dari masayarakat yang mendukung, serta daya dukung kawasan Lubuk Baji sebanyak 19 orang perhari dan Riam Berasap sebanyak 6 orang perhari.

(17)

17

Lanjutan Tabel 1.2

No Peneliti Judul Metode Hasil

2 Siswantoro Hariadi (2012 Kajian Daya Dukung Lingkungan Wisata Alam Taman Wisata Alam Grojogan Sewu Kabupaten Karanganyar Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah (1) penilaian terhadap daya dukung lingkungan; (2)penilaian terhadap persepsi para pelaku wisata (wisatawan serta penyedia sarana dan jasa wisata); (3) identifikasi permasalahan menggunakan matrik SWOT; (4) wawancara mendalam; dan (5)analisisterhadap penentuan strategi kebijakan publik dengan Analytical Hierarchi Process(AHP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya dukung Lingkungan yang efektif adalah sebesar 1.002 wisatawan per hari. Wisatawan umumnya peduli terhadap isu lingkungan dan konservasi. 3 Heryana Rian (2013) Analisis Potensi Wisata Paralayang Sebagai Pengembangan Wisata Minat Khusus di Gunung Panten Kabupaten Majalengka Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, angket dan dokumentasi, sedangkan analisis data menggunakan analisis SWOT.

Gunung Panten cocok  untuk dijadikan wisata  paralayang karena  berdasarkan potensi  fisik yaitu ketinggian,  tempat landing,  kecepatan angin,  cuaca. Namun, Pada  tempat take off belum  memenuhi kriteria  ideal, untuk itu perlu  dilakukannya perbaikan  agar bisa digunakan  untuk kegiatan wisata.  

(18)

18

Lanjutan Tabel 1.2

No Peneliti Judul Metode Hasil

4 Donowati (2002) Strategi Pengembanga n Objek Wisata Minat Khusus Hutan Bunder di Gunung Kidul Pengolahan dan analisis penelitian menggunakan beberapa metode, distribusi frekwensi, analisis zonasi kawasan dan skoring mutu produk wisata

Strategi pengembangan objek wisata minat khusus yaitu (1) pengembangan produk wisata pendidikan dipadukan dengan wisata petualangan, (2) produk wisata pendidikan dan penelitian ekowisata Wanagama dipadukan dengan penjelajahan hutan (tracking dan hiking) hutan Bunder. 5 Silvialucyanti (2014) Strategi  Pengemban gan  Objek Wisata  Alam Bumi  Perkemahan  Palutungan  Taman Nasional  Gunung Ciremai  Kabupaten  Kuningan Provinsi  Jawa Barat  Metode analisis  yang digunakan  adalah analisis daya  dukung fisik  (Cifuentes,1992);  daya dukung sosial‐  psikologis  menggunakan  pendekatan  persepsi  pengunjung dan  masyarakat lokal;  sedangkan daya  dukung ekonomi  berupa gambaran  perekonomian  masyarakat  setempat dan  analisis SWOT. 

Rata‐rata  jumlah  wisatawan yang datang  masih berada di bawah  daya  dukung  efektif,  Daya dukung psikologis‐ sosial pengunjung dalam  kategori “Puas”.Prioritas  pengembangan  Buper  Palutungan  adalah  peningkatan  kerjasama  dengan pihak pengelola,  masyarakat,  dan  pemerintah; 

pengelolaan  dan  pengaturan pengunjung  sesuai  dengan  daya  dukung  fisiknya  pada  musim  puncak  (peak‐

season);  peningkatan  keterlibatan  masyarakat;  penataan  ruang  dan  pengembangan  fasilitas  wisata;  pengelolaan  limbah  sampah  dan  kebersihan;  pengembangan  kompetensi  SDM;  pengawasan  terhadap  gangguan    akibat  kedatangan pengunjung.

(19)

19

Lanjutan Tabel 1.2

No Peneliti Judul Metode Hasil

6 Sutiarso (2004) Ekowisata di Taman NasionalBromo Tengger Semeru Jawa Timur Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, penyebaran angket dan dokumentasi. Analisis data menggunakan metode deskriptif dan analisis SWOT.

Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa pariwisata di Bromo (TNBTS) berakar pada masyarakatnya,yaitu masyarakat Tengger menikmati hasil pariwisata melalui keterlibatan mereka dalam usaha-usaha yang terkait dengan pariwisata

(kepemilikan kuda, jeep, dan homestay).

7 Surahman Ade (2014)

Pengembangan Ekowisata “Javan Rhino Study And Conservation Area” di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten Pengumpulan data penelitian menggunakan metode observasi dan wawancara, sedangkan analisis data menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan analisis SWOT Alternatif strategi pengembangan ekowisata, yaitu mengembangkan atraksi lingkungan, budaya dan lansekap; promosi melalui media internet, televisi dan media cetak; menyelenggarakan kegiatan interpretasi ekowisata untuk pelayanan terhadap wisatawan, pengadaan fasilitas; pengaturan jalur wisata. 8 Purwanto

Sigit (2014) Kajian Potensi dan Daya Dukung Taman Wisata Alam Bukit Kelam UntukStrategi Pengembangan Ekowisata Responden dipilih dengan metodepurposive sampling. Metode analisis: (1) Analisis potensi objek menggunakan sistem nilai skoring dan pembobotan;

TWABK memiliki potensi objek dan daya tarik wisata alam yang

layak untuk dikembangkan. Daya

dukung efektif (ECC) kawasan TWABK untuk ekowisata adalah sebesar 196 orang/hari. Perumusan strategi pengembangan

(20)

20

Lanjutan Tabel 1.2

No Peneliti Judul Metode Hasil

8 (2) Analisis daya dukung, menggunakan rumus yang dimodifikasi Fandeli dan Muhammad (2009). (3) Analisis strategi pengembangan ekowisata menggunakan Matriks SWOT. ekowisata TWABK menghasilkan 9 strategiyaitu : (1) pemantapan kawasan; (2) penyusunan rencana pengelolaan; (3) pengembangan ekowisata sesuai potensi dan daya dukung kawasan; (4) publikasi dan promosi; (5) perlindungan dan pengamanan kawasan; (6) kolaborasi pengelolaan; (7) pendidikan lingkungan dan penyuluhan; (8) pembinaan masyarakat; dan (9) monitoring dan evaluasi dampak ekowisata. 

Sumber: Dari berbagai sumber

Penelitian-penelitian tersebut di atas pada dasarnya berkaitan dengan pengembangan ekowisata di kawasan konservasi yang juga diteliti oleh penulis. Pemanfaatan kawasan Taman Nasional untuk tujuan pariwisata secara finansial dan ideologis dapat didukung sepanjang tidak merusak lingkungan. Hal ini penting untuk mendukung eksistensi kawasan Taman Nasional dan juga eksistensi masyarakat lokal yang tinggal di kawasan tersebut. Fokus kajian penelitian ini lebih ditekankan pada strategi yang dihasilkan berupa Model Pengembangan Wisata Minat Khusus Berbasis Masyarakat yang ditinjau dari aspek potensi alam, budaya maupun SDM dan diperoleh berdasarkan persepsi dan preferensi

(21)

21

masyarakat dan wisatawan serta daya dukung lingkungan berupa daya dukung fisik dan ekologis di Desa Ranu Pani, kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Peneliti ingin mengekspos kawasan ini, karena Desa Ranu Pani yang sebelumnya hanya menjadi tempat persinggahan berpeluang menjadi potensi objek wisata yang cukup menjanjikan dan dapat dinikmati wisatawan serta berdampak peningkatan ekonomi bagi masyarakat lokal.

Gambar

Tabel 1.1 Taman Nasional di Indonesia
Tabel 1.2 Judul Penelitian Sejenis

Referensi

Dokumen terkait

Ancak, kimyasal gübre ve farklı organik gübre uygulamalarının toprak özellikleri ve nar bitkisinin beslenme düzeyi üzerine olan etkisi birlikte

Setelah dilakukan analisis statistik terhadap peubah indeks eritrosit (selisih nilai MCH, MCHC, dan MCV), tidak ditemukan interaksi antara lama waktu tempuh transportasi

Pendidikan Karakter Dalam Budaya Sunda danJepang: Sebuah Kajian Perbandingan, hlm.. Kaitan Pajajaran dengan Orang

Dengan hasil penelitian ini dapat dilihat keakuratan diagnostik potong beku, sitologi imprint intraoperasi, dan gambaran USG pada pasien dengan diagnosa tumor ovarium untuk

Dengan tidak adanya sikat, maka perawatan menjadi mudah dan hampir tidak ada derau.Logika fuzzy digunakan sebagai salah satu metode pengendalian kecepatan motor.Perancangan

Pawito (2013) mendasarkan pada pandangan Rummens (2001) menyatakan bahwa identitas kultural biasanya dirasakan sangat penting oleh warga masyarakat/bangsa

Ada beberapa propinsi yang mempunyai produksi minyak asiri cukup besar adalah Aceh yang menghasilkan minyak pala dan minyak nilam, Sumatera Utara (minyak nilam), Jawa Tengah

Pada program pengabdian kepada masyarakat ini (IbM) dan berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang diuraikan diatas maka yang akan dilakukan adalah untuk