~~~
~
H-I
~
k... ~
X KI.
4, ,S~ 1410-?~g~
STurn PENDAHULUAN T AHAP PENGINTIAN DALAM KINETIKA
SEPARASI FASA PADUAN Cu-O.9at%Ti DENGAN
HAMBURAN NEUTRON SUDUT KECIL
S.M. Prasetyo
Puslitbang Iptek Bahan -BAT AN, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang
ABSTRAK
STUDI PENDAHULUAN TAHAP PENGINTIAN DALAM KINETIKA SEPARASI FASA PADUAN Cu-O.9AT% Ti DENGAN HAMBURAN NEUTRON SUDUT KECIL. Telah dilakukan pengamatan presipitat pada cuplikan paduan Cu-O,9%at Ti dengan hamburan neutron
sudut kecil. Cuplikan tersebut di-anil selama 15 men it pada dua temperatur yang berbeda, yaitu 3500 C dan 2500 C. Pengukuran dengan SANS berhasil menampilkan presipitat yang te~adi, bahkan pada tahap sangat awal sekalipun. Dalam makalah ini disajikan teon separasi fasa, dan juga teon pengintian klasik maupun non-klasik. Dari hasil studi awal ini diharapkan dapat dilakukan pengamatan yang saksama terhadap kontinuitas pengintian, sehingga dapat dipilih tahap pengintian yang paling baik pengaruhnya terhadap kualitas paduano
ABSTRACT
A PRELIMINARY STUDY OF NUCLEATION STAGE IN PHASE SEPARATION KINETICS OF Cu-O.9AT% TI BY MEANS OF SMALL ANGLE NEUTRON SCATTERING. Precipitates in Cu-O.9at% Ti alloy samples have been investigated by means of small angle neutron scattering. These samples have been annealed for 15 minutes using two different aging temperatures, namely 3500 C dan 2500 C. SANS measurements showed the occuring precipitates significantly, even at the very early stages. The phase separation theory, and also nucleation theories for both classical and non-classical are presented in this paper. From the result of this preliminary study, it is expected that precise observations on the continuity of nucleations could be done, so that a certain nucleation stage which has the best influence on the quality of the alloy could be chosen.
PENDAHULUAN
mulai dari tahap presipitasi yang masih sangat awal
sampai dengan tahap presipitasi yang sudah sangat
lanjut.
TEORI SEPARASI FASA DALAM PADUAN Cu-Ti
Kinetika reaksi presipitasi terutama ditentukan oleh suatu kondisi tahap awal-nya yang kerapatan jumlah presipitat-nya NV<t) meningkat berdasarkan persamaan
(1)
Presipitat-presipitat
ini merupakan klaster-klaster yang
bentuknya menyerupai bola-bola berjari-jari R yang
ukuran dan distribusinya berdasarkan
fungsi j(R) dengan
radius Terata
yang memenuhi
persamaan
-fRf(R)dR
R=
ff(R)dR
Paduan tembaga-titaniurn
(Cu- Ti) sudah banyak
digunakan dalam berbagai bidang industri yang
memanfaatkan
teknologi tinggi. Hal ini disebabkan
oleh
keunggulannya, baik
konduktivitasnya maupun
kekuatannya.
Konduktivitasnya
yang unggul berasal dari
matrik logamnya, yaitu tembaga,
sedangkan
keunggulan
kekuatannya
diperoleh dari pengerasan
presipitat selama
berlangsungnya
separasi
rasa.
Keberadaan
sebaran
presipitat-presipitat
berukuran sangat kecil (dalam orde beberapa puluh
angstrom),
yang adalah sebagai
rasa ke dua dalam matrik
logam tembaga (Cu) merupakan faktor penguat yang
signifikan. Penyebaran
rasa-rasa
ke dua ini merupakan
fungsi waktu daD temperatur,
sehingga kekuatan
paduan
tembaga-titaniurn ini
sangat ditentukan oleh
struktunnikro presipitatnya, sebagai akibat dari kinetika
pengerasan
presipitat.
Sebagai alat ukur, digunakan spektro-meter
hamburan neutron sudut kecil (SANS), karena
spektrometer ini
mampu mendeteksi keberadaan
presipitat-presipitat dalam paduan tembaga-titanium,
(2)
149
~
p(..!_~!,.I,...,-
TJ.-f
p~
o,d ~
~
F~ p~
c O.~~T~
~
H~
N~
s..J..t
~
S.H.P~
fluktuasinya terdiri daTi model tetes-tetes yang terpisah, yaitu dari tetes pertama menjadi tetes kedua daD seterusnya. Bila spesifikasi energi bebasnya sudah ditentukan, maka distribusi kesetimbangan daTi fluktuasi multifasanya, daD juga penghambat proses pengintiannya dapat diperhitungkan.Teori non-klasik menganggap bahwa proses 5~p3rasi fasanya merupakan fluktuasi rasa tunggal yang di dalamnya berlangsung fluktuasi gelombang secara kontinyu. Untuk teori non- klasik ini digunakan pendekatan melalui teori spinodal, yaitu teori yang menyajikan kinetika dekomposisi tahap awal dalam bentuk evolusi waktu yang berlangsung pada amplitudo daD panjang gelombang yang stabil daTi fluktuasi suatu rasa tunggal.
Teori Pengintian K/asik
Bila larutan padat Cu- Ti yang homogen di-anil
pada daerah metastabil
di dalam daerah antara kelarutan,
maka akan terbentuk klaster-klaster
yang memuat
atom-atom Ti di dalam matrik Cu. Dalam teorl klasik ini
fluktuasi atom-atom
terlarut Ti dipandang sebagai
klaster
berbentuk
tetes atau butir denganjari-jari R, sehingga
Dalam tahap-tahap awal, reaksi presipitasinya disebut tahap pengintian (nucleation), yang pada urnumnya dianggap bahwa rasa induk a daD rasa presipitat P saling berbagi kisi kristal, sehingga tiap dua fasanya menjadi koheren. Tetapi basil penelitian Liu daD
Wagner (1984 ) menunjukkan bahwa selama tahap awal tersebut, harga radius rerata-nya meningkat, sedangkan kondisi superjenuhnya menurun sedikit, Ac, secara lambat. Namun, harga Ac ini sudah cukup untuk mencegah terjadinya pengintian selanjutnya. Berhentinya tahap pengintian ini ditandai dengan tercapainya harga maksimurn N v ( t) .
Setelah melampaui harga maksimurn ini, reaksi presipitasi mencapai tahap pengasaran (coarsening), yaitu klaster-klaster kecil akan larut lagi ke dalam matrik, sehingga klaster-klaster yang besar dapat tumbuh menjadi lebih besar lagi. Selama tahap pengasaran ini berlangsung, harga Ac menurun secara asimptotis menuju harga nolo
Dalam daerah antara kelarutan (miscibility gap) pada diagram rasa, rasa induk a menjadi tidak stabil daD berdekomposisi menjadi larutan padat stabil a' dan rasa presipitat p. Tetapi hila daerah antara kelarutan ini cukup lebar, maka proses dekomposisinya berlangsung dalam
dua tahap, yaitu 41f 3
Volume klaster = -R
3
(3)
a -..a"
+ f3'
-..a'
+ f3
Dari penelitiannya terhadap paduan Cu- Ti dengan
kandungan Ti di antara "" 1 % at. daD 5 % at., (Wagner
et.al., 1988) menampilkan dekomposisi paduan Cu- Ti
dalam bentuk diagram sebagai
berikut,
a-Cu-(
5 at. %) Ti
Bila suatu inti kIaster yang semula hanya berisi
beberapa atom Ti dipandang sebagai satu tetes
makroskopik yang menyatakan
rasa fJ dan berada di
dalam matrik rasa a, maka energi bebasnya juga
dipandang sebagai besaran makroskopik. Tetes dengan
radius R yang regangan-regangan
koherennya terns
meningkat, akan menimbulkan pernbahan harga energi
bebasnya
menurut
persamaan
[4]
AF(R) = (l1.fch
+LV'eI)~R3
+ 47l'R2uaP (4)
3
dengan, ~h adalah peningkatan
energi bebas chemical,
Af 01 adalah peningkatan
energi bebas regangan elastik,
(~f" + ~f ,I ) adalah gaya pendorong
proses pengintian
per unit volume, 0' "I! adalah energi interfacial spesiftk.
Bila ditinjau sebelah
kanan dari persamaan
ini,
bagian pertama dengan faktor ~ menyatakan
kenaikan
energi bebas yang membentuk tetes, sedangkan
bagian
kedua dengan faktor K menyatakan perbesaran tetes
yang membentuk
batas internal fasanya.
Proses pengintian yang terns berlangsung
akan
mengakibatkan pertumbuhan ukuran klaster hingga
mencapai ukuran kritisnya, yang dinyatakan dengan
ukuran jari-jari kritiS[4].
TEOR! PENGINTIAN (NUCLEATION THEORI')
Terdapat dua macarn teori pengintian yang
berbeda, yaitu teori klasik dan teori non-klasik.
Perbedaan ini didasarkan pada cara mengevaluasi
pengaruh energi bebas terhadap distribusi klaster yang
ada di dalarn larutan padat yang tidak uniform.
Dalarn teori klasik dianggap bahwa proses
separasi fasanya merupakan fluktuasi multifasa, karena
St...l.:
P,...J~/...l.._"
T~ P~
~
~
~
F~ P~
c..-O.1,.;fYoT~
~
H
e
,..
N~
5...l.4
~
S.H.P~
Sehingga hanya klaster-klaster yang dapat
mencapai
harga kritis saja, yang disebut inti-inti kritis,
dapat terns tumbuh secara
kontinu. Harga kritis ini hanya
dapat dicapai melalui fluktuasi, karena fluktuasi ini dapat
mengatasi setiap gaya yang menghambat proses
pengintian.
energi bebas dari tiap elemen dV dinyatakan dengan f (c) + K .(V c) 2 , dengan K. sebagai koefisien gradien energi. Dengan menjumlahkan semua elemen energi bebas dari setiap elemen volume dV, akan diperoleh energi bebas dari keseluruhan volume V yang dinyatakan dalam persamaan (7).
Teori bukan klasik yang menggunakan model kontinyu ini didasarkan pada asumsi bahwa energi bebas .f(c) bervariasi secara kontinu terhadap komposisi.
Asumsi berikutnya adalah bahwa kedua rasa (a daD fJ ) saling koheren, sehingga struktur kristal keduanya sarna, daD parameter kisinya juga mirip. Bila parameter kisinya berubah dengan perubahan komposisi, maka syarat koherensinya akan mengalami regangan koherensi yang dikaitkan dengan energi bebas elastik.
TATAKERJA
Teori Pengintian Non-K/asikBila dalam teori klasik dengan model tetesnya dianggap bahwa komposisi klasternya uniform di seluruh tetes, maka dalam teori pengintian non-klasik yang mulai dikembangkan oleh Cahn daD Hilliard (1959) dianggap bahwa larutan padatnya tidak homogen. Selain itu, pada kondisi metastabilnya terdapat fluktuasi-fluktuasi di dalam fasa tunggal dengan diffuse interfaces daD terbentuk suatu komposisi yang tidak uniform, karena komposisinya bervariasi terhadap posisinya di setiap bagian klaster.
Oalam teori non-klasik ini, suatu fluktuasi kritis harus dikarakterisasi oleh paling sedikit dua parameter, yaitu perbesaran spasial yang dinyatakan oleh harga panjang gelombangnya ().), daD variasi komposisi spasialnya. Perubahan energi bebas dinyatakan dengan perubahan dari sistem yang homogen dengan komposisi awal Co yang memiliki energi bebas F 0 menurut persamaan
Cup/ikon
Digunakan pactuM logarn kristal tunggal Cu-O.9%at Ti yang dibeli produk komersial khusus untuk teknologi tinggi, daD dibuat berdasarkan metoda Bridgestone
(6)
Pengukuran
Dilakukan di GKSS -Jennan, dengan SANS yang memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Daya Reaktor 5 MW dengan sumber dingin; Panjang gelombang :2: 2.8 A; Selektor kecepatan dengan putaran baling-baling sebagai monokromator; Resolusi panjang gelombang 11), / ). = 0.1; Panjang kolimator 2 m, 4 m, 8 m, 15.5 m; Jangkau Q: 10-3 ~ Q ~ 0.2 A-I; Jarak detektor ke cuplikan I m ~ d ~ 22 m; Detektor 2 dimensi dengan isian gas 3He, daerah sensitif 55 X 55 cm2, ukuran efektif pixel 0.7 X 0.7 cm2, clan cacah latar 4 cps.
yang menjadi sistem tidak homogen
dengan energi bebas
F menurut
persamaan
F = If(c) + KO(VC)2]dV
(7)
sehingga
diperoleh
perubahan
energi bebas
BASIL DAN PEMBAHASAN
(8)
M = (F-~)
=
= f[f(c)-f(co)
+ K.(VC)2]dV
v
Arti fisis daTi persarnaan (7) adalah, bahwa
larutan padat Cu- Ti dengan
volume V dipandang sebagai
satu sistem yang terdiri alas elemen-elemen
volume dV,
yang energi bebas tiap elemennya
adalah .f(c)dV, dengan
.f(c) adalah energi bebas per unit volume yang
komposisinya c. Komposisi c ini harganya
sarna dengan
c(r), yaitu harga komposisi rerata dalarn elemen volume
dV yang ada di titik r.
Untuk suatu sistem yang tidak uniform, Cahn
dan Hilliard (1959) berasumsi bahwa energi bebas
lokalnya dipengaruhi oleh gradien komposisi V c, yang
ditarnbahkan sebagai energi gradien tunggal. Harga
gradien energi tunggal ini setara dengan (Vcr, sehingga
Garnbar I menunjukkan kurva SANS yang dihasilkan oleh proses anil yang dilakukan terhadap paduan Cu-0.9%at Ti dengan temperatur 2500 C selama 15 menit, karena efek harnburan dari cuplikan basil anil tersebut telah dikurangi dengan efek harnburan pacta kondisi homogennya. lntensitas terkoreksi untuk puncak kurvanyajelas terletak disekitar 5.3 X 10-3 cm-1 .
Garnbar 2 menunjukkan kurva SANS yang dihasilkan oleh proses anil yang dilakukan terhadap paduan Cu-0.9%at Ti dengan temperatur 3500 C selama 15 menit, karena efek harnburan dari cuplikan basil anil tersebut telah dikurangi dengan efek harnburan pada kond~i homogennya. lntensitas terkoreksi untuk puncak kurvanyajelas terletak disekitar 1.3 X 10-2 cm-1 .
Pada studi yang telah dilakukan terhadap paduan yang sarna, Cu-0.9%at Ti, Boerchers[2] pada tahun 1992 menggunakan temperatur anil 350°C. Semula diharapkan akan dapat memenuhi teori non-klasik dengan tahap pengintiannya yang berlangsung kontinu,
,51
~ Pe.."'~t..l..~,-
T~ P~
l)...l ~
~
F~ P~ c..-O.ld1oT~
~
H..,..t"." Ne.-t.- s
l..t ~
S.H.P~
tetapi temyata disimpulkan bahwa kontinuitasnya masihbelum dapat diamati dengan metode pengukuran yang digunakan, yaitu dengan mikroskop elektron transmisi. Sehingga pada studi tersebut disimpulkan bahwa paduan tersebut perlu di-anil paling sedikit selama satu jam, agar presipitat-presipitat yang diharapkan dapat diamati dan dianalisis dengan baik.
lebih teliti terhadap kontinuitas pengintian dapat dilakukan.
KESIMPULAN
Dari basil studi pendahuluan ini dapat diharapkan bahwa tahap pengintian dalam paduan Cu-O.9atU/o Ti akan dapat diamati kontinuitasnya, sehingga
dapat dipilih tahap pengintian yang paling baik pengaruhnya terhadap kualitas paduano
~-~~Jm)lI!QjJ , , ,~~-"'- -~ c-.J)--~~ UCAP AN TERIMAKASIH
1
.
~.~
,..;/'-.,
l' ' }~Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Abarrul Ikram sebagai Kepala Balai Spektrometri di Puslitbang Iptek Bahan, yang telah memberikan dorongan, koreksi, dan saran-saran kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Ucapan terimakasih juga diucapkan kepada Prof. Richard Wagner, Mr. Reinhard Kampmann, dan Mr. Helmut Eckerlebe yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan pengukuran-pengukuran ini.
Gambar 1. Kurva SANS untuk temperatur anil 2500 C selama 15 menit
DAFfARPUSTAKA
~
[1].
~ +-\:-~ . ..~, \-f~-
\J ... i JC'1
i"
[2]
--"";"";"'--"'1"';':Gambar 2. Kurva SANS untuk temperatur anil 3500 C selama 15 menit
Dalam studi pendahuluan terhadap paduan Cu-O.9a~/oTi ini digunakan metoda hamburan neutron sudut kecil. Dari kurva hasil pengukuran tampak jelas bahwa perlakuan anil pada temperatur 350°C, daD juga 250°C selama 15 menit saja sudah dapat menampilkan adanya sebaran presipitat di dalam matrik logam Cu. Dengan demikian dapat diharapkan bahwa pengamatan yang
[4]
BIEHL, K.E., AND WAGNER. R., 1981, Early
Stage Decomposition
in
Cu-Ti
Alloys,
Proceeding International Conference on
Solid-solid Phase Transfonnations, Ed. Aaronson. H.I.,
Pittsburg-USA
BOERCHERS, C., 1992, Elektronenmikroskopie
und
Thermodynamik der
Entmischung von
Kupfer -0.9 at. % Titan, Ph.D Thesis, University of
Hamburg
ECKERLEBE, H, 1985,
Neutronenkleinwinkel-streuexperimente zur
Bestimmung
der
Entmischungskinetik in
Uebersaettigen
Cu-2.9at% Ti
Einkristallen,
Diploma Thesis,
University of Hamburg
WAGNER, R. AND KAMPMANN, R., 1991,
Homogeneous Second Phase Precipitation in
Materials Science and Technology, Ed. Cahn,
R.W., Haasen, P., and Kramer, E.J. Vol. 5,
Chapt.4, Verlag Chemie GmbH, Weinheim.
TANYA-JAWAB
Penanya
: Futichah (P2TBDU-BA TAN)
Puncak-puncak SANS menyatakan sebaran atau ukuran presipitat ?
Mengapa dipilih suhu anil 3500 C clan 2500 C, clan apakah pada suhu-suhu tersebut sudah membentuk rasa ke dua ?
~
p j~t.-l TJ..t
p~
~
~
~
F~ p~
(!"-O.'1,.;t'1oT~
~
H~
N~
s...l..;t
~
S.H.
p~
Jawaban
Posisi puncak SANS menyatakan ukuran presipitat, daD kemiringan kurvanya menyatakan sebaran
presipitat
pada tiap satuan
volume sampel.
Pada dasarnya
memang dipilih suhu anil serendah
mungkin, yang dalam hal ini 2500
C. Suhu 3500
C juga
dipilih sebagai pembanding,
karena hingga saat ini suhu 350°C dianggap sebagai suhu terendah yang
masih bisa membentuk
presipitat. Dengan terbentuknya
puncak pada kurva SANS, berarti rasa ke dua
sudah
terbentuk.
2,
Penanya : Sinthia R. (Fisika IPB -Bogor)
Apakah teknik SANS dapat mengamati
keseluruhan
rasa presipitat yang mungkin muncul pada Cu-O.9a~/o
Ti ( mulai rasa metastabil
sampai
stabil ) daD
bagaimana
caranya ?
Mengapa
yang diinginkan rasa metastabil
yang terbentuk ?
2,
Jawaban