• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA MIKROSEISMIK PADA KAWASAN JALUR SESAR KALIGARANG DESA BENDAN DUWUR KECAMATAN GAJAHMUNGKUR SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DATA MIKROSEISMIK PADA KAWASAN JALUR SESAR KALIGARANG DESA BENDAN DUWUR KECAMATAN GAJAHMUNGKUR SEMARANG"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS DATA MIKROSEISMIK PADA KAWASAN JALUR

SESAR KALIGARANG DESA BENDAN DUWUR

KECAMATAN GAJAHMUNGKUR SEMARANG

Skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Fisika

oleh

Akhmad Riki Fadilah

4211416011

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v MOTTO

Lakukan jika itu benar, pikirkan jika itu salah sebelum di tinggalkan

Dimana ada kesulitan, disitu ada kemudahan

PERSEMBAHAN Orang tuaku tercinta Bapak Tasmadi dan Ibu Waskinah

(6)

vi PRAKATA

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Data Mikroseismik Pada Kawasan Jalur Sesar Kaligarang Desa Bendan Duwur Kecamatan Gajahmungkur Semarang”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang

2. Dr. Sugianto, M.Si., Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang 3. Dr. Suharto Linuwih, M.Si., Ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Negeri Semarang

4. Dr. Mahardika Prasetya Aji, M.Si., Koordinator Prodi Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang

5. Prof. Dr. Sutikno, S.T., M.T, Selaku dosen wali yang telah membimbing dan memberikan nasehat selama studi di jurusan fisika UNNES.

6. Prof. Dr. Supriyadi, M.Si., Pembimbing yang telah membimbing dengan penuh kesabaran serta memberikan motivasi, bimbingan, dan dalam penyusunan skripsi ini

7. Dr. Khumaedi, M.Si, selaku penguji I yang telah membimbing dan memberikan koreksi dalam penyusunan skripsi ini

8. Dr. Drs. M. Aryono Adhi, M.Si, selaku Penguji II yang telah membimbing dan memberikan koreksi dalam penyusunan skripsi ini 9. Teknisi LaboratoriumFisika: Rodhotul Muttaqin, S.Si., Natalia Erna S.,

S.Pd., dan Wasi Sakti Wiwit Prayitno, S.Pd yang telah membantu jalannya penelitian

(7)

vii

10. Bapak, Ibu, serta saudara – saudaraku yang selalu memberikan semangat, dorongan dan motivasi

11. Teman-teman Fisika 2016 atas motivasi dan dukungan selama menjalani perkuliahan dan penelitian.

12. Geoscience Indonesia Services (GIS) yang telah membantu dan memfasilitasi selama perbaikan (revisi).

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan karena keterbatasan yang dimiliki penulis. Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan dapat dijadikan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

Semarang, 29 September 2020

(8)

viii ABSTRAK

Fadilah, A. R,. 2020. Analisis Data Mikroseismik Pada Kawasan Jalur Sesar Kaligarang Desa Bendan Duwur Kecamatan Gajahmungkur Semarang. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing utama Prof. Dr. Supriyadi, M.Si.

Kata kunci: Sesar Kaligarang, Mikroseismik, Kecamatan Gajahmungur

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak diantara tiga lempeng tektonik dunia, sehingga indonesia memiliki tingkat seismisitas yang tinggi. Selain menyebabkan gempabumi, aktivitas lempeng tektonik juga mempengaruhi sesar lokal yang berada di daratan. Sumber-sumber gempa yang terjadi di Pulau Jawa, khususnya kota Semarang, lebih banyak berasal dari sesar-sesar aktif di Pulau Jawa. Salah satu sesar aktif yang memberikan dampak yang cukup besar bagi kota Semarang adalah sesar kaligarang. Kecamatan Gajahmugkur termasuk daerah yang rawan terhadap bencana, dikarenakan morfologinya yang berbukit-bukit serta terdapat dugaan bentangan sesar Kaligarang yang membentang dari utara ke selatan membuat daerah tersebut menjadi rawan akan adanya bencana alam.

Penelitian ini bertujuan untuk menginterpretasikan keberadaan jalur sesar menggunakan data mikroseismik melalui model penampang seismik pada kawasan sesar Kaligarang Kecamatan Gajahmungkur.

Hasil penelitian berdasarkan kurva H/V menunjukan nilai frekuensi predominan yang dihasilkan pada lokasi penelitian berkisar 20,39 Hz – 39, 91 Hz. Dikarenakan frekuensi yang dihasilkan >20 Hz maka ketebalan lapisan sedimen yang didapatkan sangat tipis dan dangkal. Sedangkan hasil analisis penampang seismik yang dibuat 3 lintasan di kawasan Sesar Kaligarang menginterpretasikan kedalaman lapisan sedimen berkisar 2 m - 5 m. Dari ketiga lintasan penampang seismik tersebut, tidak mengindikasikan adanya keberadaan jalur sesar. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi diantaranya bentangan dari pengambilan data tidak mencangkup wilayah yang luas sehingga ketebalan lapisan sedimen yang terbaca masih dalam struktur lapisan yang sama. Kemungkinan yang kedua mengenai raw data yang dihasilkan oleh alat (seismometer Vibralog MAE) menunjukan adanya ketidaksebandingan antara sinyal komponen horizontal dengan spektrum komponen vertikalnya,

(9)

ix DAFTAR PUSTAKA PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii PERNYATAAN ... iii LEMBAR PENGESAHAN ... iv MOTTO ... v PRAKATA ... vi ABSTRAK ... viii DAFTAR PUSTAKA ... ix DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Batasan Masalah ... 5 1.4 Tujuan Penelitian ... 5 1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Gempa bumi ... 6

2.1.1 Parameter Sumber Gempabumi ... 6

2.2 Sesar ... 7

2.2.1. Sesar naik (Reserve fault) ... 7

2.2.2. Sesar Normal (Normal fault) ... 8

2.2.3. Sesar mendatar (Strike-slip fault) ... 8

2.3 Gelombang Seismik ... 9

2.4 Mikrotremor ... 12

2.5 Metode HVSR ... 13

2.6 Penampang Seismik ... 17

2.7 Geologi Regional ... 19

BAB 3 METODE PENELITIAN... 20

3.1 Lokasi Penelitian ... 20

(10)

x

3.2.2 Bahan Penelitian ... 22

3.3 Metode Penelitian ... 23

3.3.1 Tahap Pembuatan Desain Survei ... 23

3.3.2 Tahap Pengambilan data ... 24

3.3.3 Teknik Analisis Data ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Model Penampang Seismik ... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

A. KESIMPULAN ... 36

B. SARAN ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN 1 ... 41

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi tanah berdasarkan nilai frekuensi predominan (Kanai & Tanaka, 1961) ... 16 Tabel 3.1 Persyaratan teknis survei mikroseismik di lapangan (SESAME, 2004). ... 25

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Lempeng Tektonik Indonesia (Al-Farisi, 2015) ... 1

Gambar 1.2 (a) Peta geologi daerah Semarang dan sekitarnya (disederhanakan dari Peta Geologi Lembar Magelang dan Semarang, Thanden drr.,1996). Sedangkan Gambar 1.2 (b) Peta geologi lokasi penelitian ... 3

Gambar 2.1 Reverse Fault sebagai hasil dari gaya tegasan kompresional, dimana bagian hangingwall bergerak relatif kebagian atas dibandingakan footwallnya (Noor, 2014) ... 8

Gambar 2.2 Sesar / Patahan Normal yang disebabkan oleh gaya tegasan tensional horisontal, dimana hangingwall bergerah kebagian bawah dari footwall (Noor, 2014) ... 8

Gambar 2.3 Strike Slip Fault adalah patahan yang pergerakan relatifnya berarah horisontal mengikuti arah patahan (Noor, 2014). ... 9

Gambar 2.4. Perambatan Gelombang P (Hidayati, 2010) ... 10

Gambar 2.5. Perambatan Gelombang S (Hidayati, 2010) ... 11

Gambar 2.6. Perambatan Gelombang Reyleigh (Hidayati, 2010) ... 11

Gambar 2.7. Perambatan gelombang Love (Hidayati, 2010) ... 12

Gambar 2.8 Penggambaran metode HVSR (Nakamura, 2008) ... 14

Gambar 2.9 Model cekungan yang berisi material sedimen (Syafira, 2019) ... 14

Gambar 2.10. Sketsa model geologi bawah permukaan dua lapis dan respon spektralnya (Wibowo, Juwita, Denny, & Yosafat, 2018) ... 18

Gambar 3.1. Posisi titik pengambilan data mikroseismik. ... 20

Gambar 3.2 Desain survei penelitian di kawasan jalur Sesar Kaligarang. ... 24

Gambar 3.3. (a) Kurva H/V sebagai fungsi frekuensi dan faktor amplifikasi ... 27

Gambar 3.4. Sayatan jalur penampang seismik ... 28

Gambar 3.5. Lintasan penampang seismik pada daerah penelitian ... 28

Gambar 4.2 Model penampang seismik lintasan pertama ... 32

Gambar 4.3 Model penampang seismik lintasan kedua ... 33

Gambar 4.4 Model penampang seismik lintasan ketiga... 34

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak diantara tiga lempeng tektonik dunia yaitu, Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Selain itu juga terdapat lempeng kecil seperti lempeng Caroline dan lempeng Filipina di sekitar Sulawesi dan Maluku seperti yang terlihat pada Gambar 1.1. Interaksi antar lempeng tektonik menyebabkan tingkat seismisitas wilayah Indonesia tinggi, karena sewaktu-waktu lempeng-lempeng ini dapat bergeser dan menimbulkan gempa bumi atau terjadi tumbukan antar lempeng tektonik yang bahkan dapat menimbulkan bencana tsunami (Abadiyasari & Madlazim, 2017).

Gambar 1.1 Peta Lempeng Tektonik Indonesia (Al-Farisi, 2015) Berdasarkan Gambar 1.1, zona selatan Pulau Jawa memiliki tingkat kerawanan gempa bumi yang cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan zona selatan Pulau Jawa masuk pada zona subduksi lempeng Indo-Australia-Eurasia

(14)

2

yang terdapat aktivitas tumbukan. Selain menyebabkan gempabumi, aktivitas lempeng tektonik juga mempengaruhi sesar lokal yang berada di daratan. Sumber-sumber gempa yang terjadi di Pulau Jawa, khususnya Kota Semarang, lebih banyak berasal dari sesar-sesar aktif di Pulau Jawa. Sesar-sesar aktif yang dapat memberikan dampak yang cukup besar bagi kota Semarang dan sekitarnya adalah Sesar Opak (Yogyakarta), Sesar Lasem, Sesar Pati, dan Sesar Kaligarang (Partono et al., 2015).

Jika salah satu dari sesar itu mengalami pergeseran maka akan mempengaruhi pergeseran sesar-sesar yang lain yang dapat menimbulkan sesar-sesar minor. Aktifitas sesar-sesar ini dapat menimbulkan gempa bumi yang merusak. Berdasarkan katalog gempa bumi di wilayah Semarang, terdapat beberapa peristiwa kejadian gempa dengan episenter yang berada pada sesar-sesar aktif tersebut. Kota Semarang pada tahun 1856 pernah diguncang gempa dengan intensitas mencapai VII – VIII MMI, dan gempa tersebut memiliki kekuatan diatas 5 SR (Untung et al., 1985). Gempa yang terakhir terjadi pada tanggal 17 Februari 2014 di Desa Sumogawe, Kabupaten Semarang yang terjadi akibat aktifitas patahan di wilayah tersebut, dengan arah sesar Barat laut – tenggara dari lokasi kerusakan. Gempabumi ini menghasilkan goncangan cukup kuat dengan intensitas II – IV MMI dan menimbulkan kerusakan pada beberapa bangunan (PVMBG, 2014). Kota Semarang yang mempunyai luas wilayah 373,7 𝑘𝑚2 mempunyai daerah yang rawan terhadap bencana diantaranya Kecamatan Gajahmungkur. Daerah tersebut termasuk daerah yang rawan terhadap bencana, dikarenakan morfologi daerah tersebut yang berbukit-bukit sehingga jika terjadi gempa yang cukup besar akan berdampak pada pergerakan tanah yang dapat menyebabkan longsor (BPBD, 2019).

(15)

3

(a) (b)

Gambar 1.2 (a) Peta geologi daerah Semarang dan sekitarnya (disederhanakan dari Peta Geologi Lembar Magelang dan Semarang, Thanden drr.,1996). Sedangkan Gambar 1.2 (b) Peta geologi lokasi penelitian

Berdasarkan Gambar 1.2 (b) keadaan geologi di sebagian Kecamatan Gajahmmungkur ataupun daerah lokasi penelitian terdiri dari empat formasi batuan, Formasi Damar, endapan aluvial, Formasi Kalibeng, dan Formasi Kerek. Selain itu pada Kecamatan Gajahmungkur juga terdapat dugaan bentangan sesar yang membentang dari utara ke selatan. Sehingga dugaan sesar ini dapat dikaitkan dengan rawannya bencana alam yang terjadi pada Kecamatan Gajahmungkur tersebut. Berdasarkan ulasan yang telah disampaikan di atas, adanya dugaan beberapa sesar yang dapat memicu terjadinya bencana berupa gempa bumi akan menjadi ancaman tersendiri bagi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Sementara penelitian yang membahas tentang sesar pada daerah tersebut masih terbatas .

Penelitian yang dapat dilakukan untuk menginterpretasikan kemungkinan keberadaan jalur sesar adalah dengan mengkaji persebaran ketebalan lapisan sedimen yang dapat ditentukan melalui parameter frekuensi predominan (F0) dan Vs30. Nilai f0, diperoleh dari dari hasil analisis pengukuran sinyal mikrotremor menggunakan metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR). Metode HVSR membandingkan antara komponen vertikal dari sinyal

(16)

4

dengan komponen horizontal dari sinyal yang diperoleh dari pengukuran sinyal mikrotremor (Nakamura, 1989).

Penampang seismik kurva H/V direpresentasikan berdasarkan hubungan antara parameter H/V dengan ketebalan lapisan sedimen, dimana ketebalan lapisan sedimen diperoleh dari perhitungan frekuensi predominan (f0) dengan kecepatan gelombang geser pada kedalaman 30 m (Vs30), sehingga spektrum dalam domain frekuensi dapat diubah dalam domain kedalaman untuk merepresentasikan ketebalan lapisan sedimen dan faktor amplifikasi di titik pengukuran (Wibowo, Darmawan, & Patimah, 2018).

Minimnya informasi mengenai keberadaan jalur sesar pada Kecamatan Gajahmungkur, maka perlu dilakukan peneltian terkait dengan identifikasi keberadaan jalur sesar yang diduga menjadi penyebab tingginya tingkat kebencanaan di Kecamatan Gajahmungkur. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko bahaya gempa bumi, yang diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan Pemerintah Daerah Semarang dalam mengatur tata ruang dan wilayah guna pengembangan dan pembangunan yang akan dilakukan ke depannya. Dan penelitian ini juga diharapkan dapat menambah referensi mengenai interpretasi keberadaan jalur sesar di wilayah Kecamatan Gajahmungkur.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana merepresentasikan keberadaan jalur sesar menggunakan data mikroseismik?

2. Bagaimana keadaan penampang seismik pada kawasan sesar Kecamatan Gajahmungkur?

(17)

5

1.3 Batasan Masalah

Pada penelitian ini perlu dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut : 1. Lokasi penelitian dilakukan didesa Bendan Duwur Kecamatan

Gajahmungkur.

2. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang telah didapatkan dari lokasi penelitian sebanyak 12 titik.

3. Pengambilan data mikrotremor menggunakan seismometer tipe vibralog MAE dan pengambilan data mengacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh SESAME European Research Project.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi keberadaan jalur sesar menggunakan data mikroseismik melalui model penampang seismik pada kawasan sesar Kecamatan Gajahmungkur

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, manfaat dari penelitian ini diantaranya:

1. Memberikan informasi dan gambaran mengenai keberadaan jalur sesar yang terletak di Kecamatan Gajahmungkur.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran dan meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana gempa bumi yang kemungkinan terjadi akibat aktivitas sesar yang berada pada kawasan tersebut.

3. Dapat menjadi bahan tinjauan bagi Pemerintah Daerah Semarang dalam mendesain tata ruang dan dasar pembangunan infrastruktur guna mengurangi dampak kerusakan akibat gempa bumi di daerah Semarang. 4. Sebagai bahan acuan maupun referensi bagi penelitian selanjutnya.

(18)

6 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gempa bumi

Gempa bumi merupakan sebuah peristiwa berguncangnya bumi dikarenakan pergerakan/pergeseran lempeng tektonik yang disebut sebagai gempa tektonik maupun aktifitas dari gunung berapi yang disebut sebagai gempa vulkanik. Pergerakan tiba‐tiba dari lapisan batuan di dalam bumi menghasilkan energi yang dipancarkan berupa gelombang gempa bumi ataupun gelombang sismik (Utomo & Purba, 2019). Permukaan bumi terdiri atas beberapa lempeng tektonik yang merupakan bagian dari litosfer padat atau segmen keras kerak bumi. Lempeng tektonik ini mengapung di atas astenosfer yang cair dan panas, sehingga lempeng tektonik dapat bergerak bebas dan saling berinteraksi. Interaksi tersebut menghasilkan getaran yang disebut dengan gempa bumi. Selain pergerakan lempeng, terdapat juga patahan pada permukaan bumi yang dapat menyebabkan terjadinya gempa bumi. Patahan atau retakan tersebut disebut dengan istilah sesar/fault (Buanawati, Wibowo, & Denny, 2018).

2.1.1 Parameter Sumber Gempabumi

Beberapa parameter dasar gempabumi yang mempengaruhi terjadinya gempabumi (Setiawati, 2016) :

a. Hiposenter, yaitu tempat terjadinya gempabumi atau pergeseran tanah di dalam bumi.

b. Episenter, yaitu titik yang diproyeksikan tepat berada di atas hiposenter pada permukaan bumi.

c. Batuan dasar, yaitu tanah keras tempat mulai bekerjanya gaya gempa.

d. Percepatan tanah, yaitu percepatan pada permukaan bumi akibat gempabumi.

(19)

7

e. Faktor amplifikasi, yaitu faktor pembesaran percepatan gempabumi yang terjadi pada permukaan tanah akibat jenis tanah tertentu. f. Skala gempa, yaitu ukuran kekuatan gempa yang dapat diukur secara

kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kekuatan gempabumi secara kuantitatif dilakukan dengan Skala Richter yang umumnya dikenal sebagai pengukuran magnitudo gempabumi.

2.2 Sesar

Sesar (fault) merupakan retakan atau sistem retakan pada batuan yang telah mengalami pergerakan. Apabila retakan pada batuan belum bergerak atau bergeser maka disebut sebagai kekar (joint). Suatu sesar dapat berupa bidang sesar atau rekahan tunggal, tetapi lebih sering membentuk jalur atau garis yang membentuk suatu zona sesar. Zona sesar merupakan kumpulan beberapa sesar penyerta yang mengikuti atau berkaitan dengan sesar utama (Supartoyo et al., 2019).

Sesar di bagi menjadi beberapa jenis/tipe, tergantung pada arah relatif pergeserannya. Selama patahan/sesar dianggap sebagai suatu bidang datar, maka konsep jurus dan kemiringan juga dapat dipakai, maka dapat disimpulkan bahwa jurus dan kemiringan dari suatu bidang sesar dapat diukur dan ditentukan. Terdapat 3 kelompok sesar utama, yaitu sesar naik, sesar normal dan sesar mendatar (Noor, 2014)

2.2.1. Sesar naik (Reserve fault)

Sesar naik (Reserve fault) adalah patahan hasil dari gaya tegasan kompresional horisontal pada batuan yang bersifat retas, dimana “hangingwall block” berpindah relatif kearah atas terhadap “footwall block”. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.1.

(20)

8

Gambar 2.1 Reverse Fault sebagai hasil dari gaya tegasan kompresional, dimana bagian hangingwall bergerak relatif kebagian atas dibandingakan footwallnya (Noor, 2014)

2.2.2. Sesar Normal (Normal fault)

Sesar Normal (Normal fault) adalah patahan yang terjadi karena gaya tegasan tensional horisontal pada batuan yang bersifat retas dimana “hangingwall block” telah mengalami pergeseran relatif ke arah bagian bawah terhadap “footwall block” seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Sesar / Patahan Normal yang disebabkan oleh gaya tegasan tensional horisontal, dimana hangingwall bergerah kebagian bawah dari footwall (Noor, 2014)

2.2.3. Sesar mendatar (Strike-slip fault)

Sesar mendatar (Strike-slip fault) dalah patahan yang pergerakan relatifnya berarah horisontal mengikuti arah patahan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Patahan jenis ini berasal dari tegasan geser yang bekerja di dalam kerak bumi. Patahan jenis “strike slip fault” dapat

(21)

9

dibagi menjadi 2 tergantung pada sifat pergerakannya. Dengan mengamati pada salah satu sisi bidang patahan dan dengan melihat kearah bidang patahan yang berlawanan, maka jika bidang pada salah satu sisi bergerak kearah kiri kita sebut sebagai patahan “left-lateral strike-slip fault”. Jika bidang patahan pada sisi lainnya bergerak ke arah kanan, maka kita namakan sebagai “right-lateral strike-slip fault”. Contoh patahan jenis “strike slip fault” yang sangat terkenal adalah patahan “San Andreas” di California dengan panjang mencapai lebih dari 600 km.

Gambar 2.3 Strike Slip Fault adalah patahan yang pergerakan relatifnya berarah horisontal mengikuti arah patahan (Noor, 2014). 2.3 Gelombang Seismik

Gelombang seismik adalah gelombang akustik yang menjalar pada partikel batuan dan merambat dengan memanfaatkan sifat elastisitas batuan tanpa merubah masa batuan tersebut (Linda, Lepong, & Djayus, 2019). Energi yang dibawa gelombang seismik merambat di bumi melalui berbagai jenis gelombang (P, SH, SV, Rayleigh, Love, Stoneley) yang dapat mengalami refleksi, refraksi, difraksi dan terkonversi dari satu jenis ke jenis lainnya (Fabien-Ouellet & Richard, 2014). Berdasarkan medium perambatanya gelombang seismik dibagi menjadi dua macam, ada yang merambat melalui interior bumi yang disebut body wave dan ada juga yang merambat melalui permukaan bumi yang disebut surface wave. Body wave dibedakan menjadi

(22)

10

dua berdasarkan arah getarnya yaitu gelombang P (Longitudinal) dan gelombang S (transversal). Sedangkan surface wave terdiri atas Raleigh wave (ground roll) dan Love wave (Telford et al., 1976)

Gelombang Primer atau gelombang kompresi merupakan gelombang badan (body wave) yang memiliki kecepatan paling tinggi dari gelombang S. Gelombang ini merupakan gelombang longitudinal yang memiliki gerak partikel searah dengan arah rambatnya. Gelombang ini terjadi karena adanya tekanan. Karena memiliki kecepatan tinggi gelombang ini memiliki waktu tiba terlebih dahulu dari pada gelombang S. Kecepatan gelombang P (VP) adalah ±5 – 7 km/s di kerak bumi, > 8 km/s di dalam mantel dan inti bumi, ±1,5 km/s di dalam air, dan ± 0,3 km/s di udara (Hidayati, 2010). Arah rambat gelombang P diilustrasikan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Perambatan Gelombang P (Hidayati, 2010)

Gelombang S atau gelombang transversal (Shear wave) adalah salah satu gelombang badan (body wave) yang memiliki gerak partikel tegak lurus terhadap arah rambatnya serta waktu tibanya setelah gelombang P. Gelombang ini tidak dapat merambat pada fluida, sehingga pada inti bumi bagian luar tidak dapat terdeteksi sedangkan pada inti bumi bagian dalam mampu dilewat i. Kecepatan gelombang S (VS) adalah ± 3 – 4 km/s di kerak bumi, > 4,5 km/s di dalam mantel bumi, dan 2,5 – 3,0 km/s di dalam inti bumi (Hidayati, 2010). Arah rambat gelombang S diilustrasikan pada Gambar 2.5.

(23)

11

Gambar 2.5. Perambatan Gelombang S (Hidayati, 2010)

Gelombang Rayleigh merupakan jenis gelombang permukaan yang memiliki kecepatan (𝑉𝑅) adalah ± 2,0 – 4,2 km/s di dalam bumi. Gelombang Reyleigh merupakan gelombang permukaan yang orbit gerakannya elips tegak lurus dengan permukaan dan arah penjalarannya. Gelombang jenis ini adalah gelombang permukaan yang terjadi akibat adanya interferensi antara gelombang tekan dengan gelombang geser secara konstruktif. (Hidayati, 2010). Arah rambat gelombang Reyleigh diilustrasikan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Perambatan Gelombang Reyleigh (Hidayati, 2010) Gelombang Love merupakan gelombang transversal, kecepatan gelombang ini di permukaan bumi (𝑉𝐿) adalah ± 2,0 – 4,4 km/s (Hidayati, 2010). Arah rambat gelombang Love diilustrasikan pada Gambar 2.7.

(24)

12

Gambar 2.7. Perambatan gelombang Love (Hidayati, 2010) 2.4 Mikrotremor

Mikroseismik atau mikrotremor merupakan metode seismik yang masuk kedalam kategori seismik pasif yang merekam langsung getaran bersumber dari alam, seperti aktivitas gunung api, ombak, meteorologi, perkotaan (aktifitas manusia), pergerakan fluida, dan lain sebagainya tanpa memerlukan sumber pemicu getaran. Metode ini biasanya digunakan pada kegiatan eksplorasi, pengembangan maupun memonitoring wilayah eksploitasi hidrokarbon, pertambangan, geotermal, dan geoteknik (Putra, Utama, & Jaya, 2015).

Mikroseismik merupakan metode geofisika yang dapat menggambarkan tingkat kerentanan lapisan tanah permukaan terhadap deformasi saat terjadi suatu gempa bumi (Nakamura, 2008). Zona lemah dapat diprediksi melalui kerentanan lapisan tanah saat terjadi gempa bumi dan rekahan tanah akibat gempa bumi (Daryono, 2011). Kerawanan gempa dan potensi longsor dapat diketahui berdasarkan frekuensi natural dan amplifikasi batuan sehingga dapat ditentukan nilai kerawanan gempa, percepatan tanah maksimum dan ketebalan lapisan lapuk. Nilai frekuensi natural dan amplifikasi batuan dapat ditentukan dengan metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR).

(25)

13

Kegunaan dari survei mikrotremor di antaranya (Putri, Purwanto, & Widodo 2017):

a. Untuk mengklasifikasikan jenis tanah berdasarkan nilai frekuensi predominan untuk tiap jenis tanah.

b. Mikrotremor tidak hanya digunakan sebagai alat untuk mengantisipasi sifat gerakan gempa bumi tetapi juga untuk membuktikan koefisien gaya yang telah ditetapkan dalam perencanaan bangunan tahan gempa.

c. Menjelaskan struktur bawah permukaan tanah di tempat lokasi penelitian mikrotremor.

2.5 Metode HVSR

Metode analisis HVSR pertama kali dikembangkan oleh Nakamura pada tahun 1989. Metode HVSR digunakan untuk menghitung rasio spektrum komponen horizontal terhadap komponen vertikal dalam satu stasiun pengukuran seperti yang di tunjukkan pada Gambar 2.8 (Benjumea et al., 2016). Hasil analisis HVSR menunjukan suatu puncak spektrum pada frekuensi predominan yang disebabkan oleh resonansi gelombang S (Nakamura, 1989). Metode ini salah satu metode yang termudah dan dapat diandalkan untuk menggambarkan keadaan lapisan bawah permukaan pada daerah tersebut (Akkaya & Ozvan, 2019). Herak (2008) juga menjelaskan bahwa nilai frekuensi natural dan amplifikasi pada permukaan suatu daerah berkaitan dengan parameter fisik bawah permukaan daerah tersebut. Teknik ini telah terbukti baik secara teoritis maupun eksperimental dalam menggambarkan struktur geologi dengan impedansi yang kontras melalui pendekatan frekuensi predominan (f0) berdasarkan puncak rasio H/V (Perron et al., 2018)

(26)

14

Gambar 2.8 Penggambaran metode HVSR (Nakamura, 2008) Energi mikrotremor sebagian besar bersumber dari gelombang Rayleigh, dan site effect amplification terjadi akibat keberadaan lapisan tanah lunak yang menempati setengah cekungan dari batuan dasar. Dalam kondisi ini ada empat komponen gerakan tanah yang terlibat, yaitu komponen gerak horizontal dan vertikal di batuan dasar dan komponen gerak horizontal dan vertikal di permukaan seperti pada Gambar 2.9 (Lermo & Chávez-García, 1993).

Gambar 2.9 Model cekungan yang berisi material sedimen (Syafira, 2019) Faktor amplifikasi gerakan horizontal dan vertikal pada permukaan tanah sedimen berdasarkan pada gerakan seismik di permukaan tanah yang bersentuhan langsung dengan batuan dasar di area cekungan yang

(27)

15

dilambangkan dengan 𝑇𝐻 dan 𝑇𝑉 (Nakamura, 2000). Besarnya faktor amplifikasi horizontal 𝑇𝐻 adalah:

𝑇𝐻 = 𝑆𝐻𝑆

𝑆𝐻𝐵 (2.1)

dengan 𝑆𝐻𝑆 adalah spektrum dari komponen gerak horizontal di permukaan tanah dan 𝑆𝐻𝐵 adalah spektrum dari komponen gerak horizontal pada dasar lapisan tanah. Besarnya faktor amplifikasi vertikal 𝑇𝑉 adalaah :

𝑇𝑉 = 𝑆𝑉𝑆

𝑆𝑉𝐵 (2.2)

dengan 𝑆𝑉𝑆 adalah spektrum dari komponen gerak vertikal di permukaan tanah dan 𝑆𝑉𝐵 adalah spektrum dari komponen gerak vertikal pada dasar lapisan tanah. Data mikrotremor tersusun atas beberapa jenis gelombang, tetapi yang utama adalah gelombang Rayleigh yang merambat pada lapisan sedimen di atas batuan dasar. Pengaruh dari gelombang Rayleigh pada rekaman mikrotremor besarnya sama untuk komponen vertikal dan horizontal saat rentang frekuensi (0,2 - 20,0) Hz, karena dalam range µm atau kecil sehingga rasio spektrum antara komponen horizontal dan vertikal di batuan dasar mendekati:

𝑆𝐻𝐵

𝑆𝑉𝐵 = 1 (2.3)

Karena rasio spektrum antara komponen horizontal dan vertikal di batuan dasar mendekati nilai satu, maka gangguan yang terekam pada permukaan lapisan tanah akibat efek dari gelombang Rayleigh dapat dihilangkan, sehingga hanya ada pengaruh yang disebabkan oleh struktur geologi lokal atau site effect (𝑇𝑆𝐼𝑇𝐸). 𝑇𝑆𝐼𝑇𝐸 menunjukkan menunjukkan faktoramplifikasi akibat pengaruh site effect pada lokasi tertentu (Yulistiani, 2017).. Berdasarkan persamaan (2.1), (2.2), dan (2.3) didapatkan besarnya 𝑇𝑆𝐼𝑇𝐸 sebagai:

(28)

16 𝑇𝑆𝐼𝑇𝐸 = 𝑇𝐻 𝑇𝑉= 𝑆𝐻𝑆 𝑆𝑉𝑆 (2.4) Sehingga, 𝐻𝑉𝑆𝑅 = 𝑇𝑆𝐼𝑇𝐸 = √(𝑆𝑁𝑜𝑟𝑡ℎ−𝑆𝑜𝑢𝑡ℎ)2+(𝑆𝐸𝑎𝑠𝑡−𝑊𝑒𝑠𝑡)2 𝑆𝑉𝑆 (2.5)

Persamaan (2.5) ini yang mendasari perhitungan dalam metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) pada pengukuran mikrotremor. Hasil dari kurva HVSR adalah frekuensi natural dan amplifikasi, dimana frekuensi natural adalah frekuensi dominan yang terdapat pada daerah tersebut dan amplifikasi adalah besarnya penguatan gelombang pada saat melalui medium tertentu. Nilai frekuensi natural dapat merepresentasikan jenis tanah berdasarkan tabel klasifikasi tanah yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi tanah berdasarkan nilai frekuensi predominan (Kanai & Tanaka, 1961)

Klasifikasi Tanah Frekuensi Predominan (Hz) Klasifikasi Deskripsi Tipe Jenis

Tipe I Jenis I <2,5 Batuan aluvial yang terbentuk dari

sedimentasi delta, top soil, lumpur dengan kedalaman 30 meter atau lebih. Ketebalan sedimen pada permukaan sangat tebal. Tipe II

Tipe III Jenis I 2,5-4 Batuan aluvial dengan ketebalan sedimen >5 meter. Terdiri dari sandy gravel, sandy hard clay, loam.

Ketebalan sedimen pada permukaan dikategorikan tebal, yaitu 10 sampai 30 meter.

Tipe IV Jenis I 4-10 Batuan aluvial dengan ketebalan sedimen 5 meter. Terdiri dari sandy gravel, sandy hard clay, loam.

Ketebalan sedimen pada permukaan dikategorikan menengah, yaitu 5 sampai 10 meter Jenis II

6,7-20 Batuan tersier atau berumur lebih tua. Terdiri dari batuan hard sandy, gravel.

Ketebalan sedimen permukaan sangat tipis, didominasi oleh batuan keras.

(29)

17

2.6 Penampang Seismik

Kurva H/V merupakan kurva yang merepresentasikan kondisi geologi setempat berdasarkan respon dinamis getaran alami di permukaan dan bawah permukaan (Buanawati, Wibowo, & Denny, 2018). Selain parameter-parameter yang dihasilkan dari kurva H/V seperti frekuensi predominan dan faktor amplifikasi, kurva H/V juga dapat dimanfaatkan sebagai input utama pembuatan penampang seismik. Kondisi bawah permukaan daerah penelitian dimodelkan dengan media dua lapis sederhana dengan litologi berupa sedimen (tanah lunak) yang mempunyai ketebalan tertentu dapat dikaitkan dengan kecepatan gelombang geser (𝑉𝑠) untuk menentukan ketebalan lapisan sedimen di daerah penelitian (Khalil, Anukwu, & Nordin 2020). Frekuensi resonansi (𝑓𝑟) dapat ditulis dengan persamaan berikut (Wibowo et al, 2018) :

𝑓𝑟 = 𝑛Vs

𝜆 (2.6)

Frekuensi resonansi yang berkaitan dengan ketebalan sedimen lunak terjadi pada fundamental mode (n=1) dan akan berulang pada setiap kelipatan ganjil dari λ/4, sehingga persamaan dapat dituliskan sebagai :

𝑓𝑟 = Vs

𝜆 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑓0 = Vs

4𝐻 (2.7)

dengan 𝑓0 adalah frekuensi predominan, Hadalah kedalaman dan 𝑉𝑠 adalah kecepatan gelombang geser. Maka persamaan untuk menentukan kedalaman lapisan dapat ditentukan menggunakan persamaan sebagai

𝑓0 = 4𝐻

Vs (2.8)

𝐻 = Vs

(30)

18

Berdasarkan persamaan (2.9), ketebalan lapisan sedimen bawah permukaan berkaitan langsung dengan nilai frekuensi. Spektrum penampang seismik menggambarkan lapisan bawah permukaan berdasarkan parameter frekuensi dan Amplifikasi, frekuensi rendah dengan amplifikasi yang tinggi merepresentasikan lapisan batuan pada daerah tersebut lunak dan tebal, sedangkan frekuensi tinggi dengan amplifikasi rendah merepresentasikan lapisan batuan pada daerah tersebut padat dan tipis (Akkaya & Ozvan, 2019). Dengan mengetahui nilai 𝑉𝑠 pada lokasi penelitian maka dapat diketahui kedalaman setiap lapisan. Bila setiap spektrum dalam satu lintasan pengamatan disejajarkan secara vertikal akan terbentuk penampang menyerupai penampang seismik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11, dimana puncak pada penampang kurva menunjukan batas antara lapisannya (Wibowo et al, 2018).

Gambar 2.10. Sketsa model geologi bawah permukaan dua lapis dan respon spektralnya (Wibowo et al, 2018).

(31)

19

2.7 Geologi Regional

Lokasi penelitian terletak pada Kecamatan Gajahmungkur, morfologi di daerah tersebut berupa perbukitan dengan kemiringan yang bervariasi. Keadaan geologi di sebagian Kecamatan Gajahmmungkur ataupun daerah lokasi penelitian terdiri dari empat formasi batuan, Formasi Damar, endapan aluvial, Formasi Kalibeng, dan Formasi Kerek seperti pada gambar.

1. Formasi Aluvium

Formasi aluvium merupakan formasi termuda yang berumur kuarter. Formasi ini terdiri atas kerakal, pasir, lanau, dan lempung sepanjang sungai yang besar dan dataran pantai. Formasi Aluvium berupa endapan-endapan serta berhubungan dengan aluvium rombakan bahan vulkanik gunung api.

2. Formasi Damar

Batuannya terdiri dari batupasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik.

3. Formasi Kalibeng

Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. 4. Formasi Kerek

Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi volkanik dan batu gamping (Widiarso, Pudjihardjo, & Prabowo, 2012)

(32)

36 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan interepretasi dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

Berdasarkan penampang seismik yang dibuat 3 lintasan di kawasan jalur Sesar Kaligarang, penampang seismik tersebut menginterpretasikan kedalaman lapisan sedimen berkisar 2 m - 5 m. Tidak adanya perbedaan kedalaman lapisan sedimen disetiap titiknya maka dari ketiga lintasan penampang seismik tersebut tidak dapat mengindikasikan adanya jalur sesar. Hal ini terjadi karena ada beberapa kemungkinan diantaranya bentangan dari pengambilan data yang tidak mencangkup luas wilayah, sehingga ketebalan lapisan sedimen yang terbaca masih dalam struktur lapisan yang sama. Kemungkinan yang kedua mengenai raw data yang dihasilkan oleh alat (seismometer Vibralog MAE) menunjukan adanya ketidaksebandingan antara sinyal komponen horizontal dengan spektrum komponen vertikalnya, Sehingga paramater-parameter yang dihasilkan pada metode HVSR akan mempengaruhi proses analisis berikutnya.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Sebaiknya penelitian dilakukan pada malam hari karena lokasi pengambilan data yang berdekatan dengan jalan raya dan tempat pengambilan data sebaiknya tidak dibawah pohon untuk menghindari banyaknya noise yang disebabkan lalu lintas kendaraan dan angin yang kencang.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan metode mikroseismik dengan bentangan titik pengambilan data yang lebih luas.

3. Perlu dilakukan penelitian menggunakan metode geofisika lain untuk membandingkan dan menarik kesimpulan terkait struktur bawah permukaan serta identifikasi keberadaan jalur sesar tersebut.

(33)

37

DAFTAR PUSTAKA

Abadiyasari, F., & Madlazim. 2017. Analisis Sinyal Seismik Gempa Bumi di 6 Stasiun Indonesia dengan Menggunakan Software PQL II. Jurnal Inovasi Fisika Indonesia (IFI). 6(1): 13 – 15

Akkaya, I., & Ozvan, A. 2019. Site characterization in the Van settlement (EasternTurkey) usingsurface waves and HVSR microtremor methods. Journal of Applied Geophysics. Vol(160): 157-170.

Al-Farisi, M. 2015. Analisa Resiko Keruntuhan Jacket Platform dengan Pendekatan Pushover Non-linear Akibat Beban Gempa. Skripsi jurusan Teknik Kelautan FTK Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang. 2019. Data Informasi Bencana Gempa Kota Semarang: BPPD.

Benjumea, B., Macau, A., Gabas, A., & Figueras, S. 2016. Characterizat ion of A Complex Near-surface Structure using Well Logging and Passive Seismic Measurements. Solid Earth. 7(1): 685-701,

Buanawati, S. G, Wibowo, N. B, & Darmawan, D. 2018. Analisis Mikroseismik Pada Kawasan Jalur Sesar Kecamatan Bagelen Kabupaten Purwerejo. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains UNY. 2(1): 2-9

Daryono. 2011. Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor pada Setiap Satuan Bentuklahan di Zona Graben Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi Program Pascasarjana Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada.

Fabien-Ouellet, G., & Richard, F. 2014. Using all seismic arrivals in shallow seismic investigations. Journal of Applied Geophysics. 106(1): 31-42

Herak, M. 2008. Model HVSR-A Mat lab Tool to Model Horizontal to Vertical Spectral Ratio of Ambient Noise. Computers and Geosciences. 34 (1): 1514-1526.

Hidayati, S. 2010. Pengenalan Seismologi Gunung Api. Bandung: Diklat Pelaksana Pemula Pengamat Gunungapi Baru, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Kanai, K. & T. Tanaka. 1961. On Microtremors. VIII, Bull. Earth . Res. Inst., University of Tokyo, Japan

(34)

38

Khalil, A. E., Anukwu, G. C., & Nordin, M. N. M. 2020. Testing the horizontal to vertical spectral ratio technique as a tool for utility detection. Journal of Applied Geophysics. Vol(173).

Lermo, J., & Chávez-García, F. J. 1993. Site Effect Evaluation Using Spectral Ratios with Only One Station. America: Bulletin of Seismological Society of America. 83(5): 1574-1594.

Linda, F.N., Lepong, P., & Djayus. 2019. Interpretasi kecepatan gelombang seismik Refraksi tomografi dalam penentuan litologi Bawah permukaan di desa bhuana jaya (studi Kasus : pt. Khotai makmur insan abadi). Jurnal Geosains Kutai Basin. 2(2): 12-20

Nakamura, Y. 1989. A Method for Dynamic Characterist ic Est imat ion of Subsurface using Micro tremor on The Ground Surface. Q.R. of RTRI. 30(1) : 25-33.

Nakamura, Y. 2000. Clear Identification of Fundamental Idea of Nakamura’s Technique and Its Application. The 12nd Word Conference on Earthquake Engineering. Tokyo, Japan.

Nakamura, Y. 2008. On The H/V Spectrum. The 14th World Conference on Earthquake Engineering. Beijing, China.

Noor, D. 2014. Pengantar Geologi Edisi 1. Yogyakarta : Deepublish

Partono, W., Irsyam, M., Wardani, S.P.R., & Maarif, S. 2015. Persepsi Pengembangan Peta Rawan Gempa Kota Semarang melalui Penelitian Hazard Gempa Deterministik. Jurnal Teknik Universitas Diponegoro. 36(1): 24-31

Perron, V., Gelis, C., Froment, B., Hollender, F., Bard, P. Y., Cultrera, G., & Cushing, E.M. 2018. Can broad-band earthquake site responses be predicted by the ambient noise spectral ratio? Insight from observations at two sedimentary basins. Geophys. J. Int. (2018) 215,1442–1454

Putra, T. M. K., Utama, W., & Jaya, M. S. 2015. Aplikasi Ensemble Emprical Mode Decompositiom (EEMD) Pada Sinyal Mikroseismik Untuk Identifikasi Dinamika Hidrotermal Bawah Permukaan, Studi kasus daerah potensi geotermal gunung Lamongan Jawa Timur. Jurnal Geosaintek. 1(1): 53-63

Putri, A., Purwanto, M.S., & Widodo, A. 2017. Identifikasi Percepatan Tanah Maksimum (PGA) dan Kerentanan Tanah Mengunakan Metode Mikrotremor di Jalur Sesar Kendeng. Jurnal Geosaintis ITS. 3(2): 107-114.

(35)

39

PVMBG. 2014. Peta Kawasan Rawan Bencana Gerakan Tanah Kota Semarang. Bandung.

SESAME. 2004. Guiddeliens for the Implementation of the H/V Spectral Ratio Technique on Ambient Vibrations.Europe: SESAME European Research Project.

Stanko, D., Markusic, S., Strelec, S., & Gazdek, M. 2017. HVSR analysis of seismic site effects and soil-structure resonance in Varaždin city (North Croatia). Soill Dynamics and Earthquake Engineering. Vol (92): 666–677

Supartoyo., Suntoko, H., Bondan, A., & Alhakim, E.E. 2019. Analisis Morfotektonik dan Pemetaan Geologi pada Identifikasi Sesar Permukaan di daerah Plampang, Pulau Ngali dan Pulau Rakit, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir. 21(1): 45-52

Syafira, Z. N. 2019. Monitoring Kestabilan Tanah Kelurahan Sukorejo Menggunakan Metode Mikroseismik. Skripsi Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang.

Telford, M.W., Geldart, L.P., Sheriff, R.E, & Keys, D.A. 1976. Applied geophysics, New York: Cambridge University Press.

USGS. The Modified Mercalli Intensity Scale. http://earthquake.usgs.gov/learn/ topics/mercalli.php. Diakses: 3 Maret 2020.

Untung, S. M., Arnold, E. P., Soetadi, R., & Kertapati, E. K. 1985. Southeast Asia Association of Seismology and Earthquake Engineering – SEASEE. Series on Seismology, Vol. V. Indonesia.

Utomo, D. P., & B. Purba. 2019. Penerapan Datamining pada Data Gempa Bumi Terhadap Potensi Tsunami di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Riset Information Science (SENARIS), Medan: September 2019, Hal:846-853

Widiarso, D. A., Pudjihardjo, H., & Prabowo, W. 2012. Potensi Air Tanah Daerah Kampus Undip Tembalang. TEKNIK, 33(2): 95-99.

Wibowo, N. B., Darmawan, D., & Patimah S., 2018 Analsis Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Ground Profiles Vs di Kecamatan Prambanan dan Kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten. Kurvatek. 3(1): 83-90.

Wibowo, N. B., Sembri, J. N., Darmawan, D., Sumardi, Y., Afriliani, F., & Mahmudah, S. 2018. Intepretasi Ketebalan Lapisan Sedimen Berdasarkan Penampang Seismik Kurva H/V di Kota Pacitan – Jawa Timur. Buletin BMKG Wilayah II. 8(8): 21-30.

(36)

40

Yulistiani. 2017. Potensi Likuifaksi Berdasarkan Nilai Ground Shear Strain (GSS) di Kecamatan Prambanan dan Kecamatan Gantiwarnno Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Skripsi Prodi Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Gambar

Gambar 1.1  Peta Lempeng Tektonik Indonesia (Al-Farisi, 2015)
Gambar  1.2  (a)  Peta  geologi  daerah  Semarang  dan  sekitarnya  (disederhanakan  dari  Peta  Geologi  Lembar  Magelang  dan  Semarang,  Thanden  drr.,1996)
Gambar  2.1  Reverse  Fault  sebagai  hasil  dari  gaya  tegasan  kompresional,  dimana  bagian  hangingwall  bergerak  relatif  kebagian atas dibandingakan footwallnya (Noor, 2014)
Gambar  2.3    Strike  Slip  Fault  adalah  patahan  yang  pergerakan  relatifnya berarah horisontal mengikuti arah patahan (Noor, 2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait