• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KERENTANAN BENCANA LETUSAN GUNUNGAPI CEREMAI DI KECAMATAN CILIMUS KABUPATEN KUNINGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KERENTANAN BENCANA LETUSAN GUNUNGAPI CEREMAI DI KECAMATAN CILIMUS KABUPATEN KUNINGAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KERENTANAN BENCANA LETUSAN GUNUNGAPI

CEREMAI DI KECAMATAN CILIMUS KABUPATEN KUNINGAN

1Asep Zaenudin, 2Iwan Setiawan (Penulis Penanggung Jawab), 3Yakub Malik (Penulis Penanggung Jawab)

1Jurusan Pendidikan Geografi, FPIPS UPI, email: azaenudin22@yahoo.co.id 2Jurusan Pendidikan Geografi, FPIPS UPI, email: iwan4671@gmail.com 3Jurusan Pendidikan Geografi, FPIPS UPI, email: yakub_malik@yahoo.co.id

ABSTRAK

Gunung Ceremai merupakan gunungapi aktif tertinggi di Jawa Barat, dan masih berpotensi untuk meletus kembali dengan tipe letusan berupa eksplosif berskala menengah. Oleh karena itu untuk meminimalisir dampak dari bencana tersebut perlu mempersiapkan prosedur mitigasi bencana, menganalisis tingkat kerentanan bencana sangat berkaitan dengan upaya mitigasi yang tepat untuk mengurangi dampak yang akan terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kerentanan fisik bangunan, sosial kependudukan, ekonomi serta tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai di Kecamatan Cilimus. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, kerana data yang digunakan bersumber dari data primer dan data sekunder. Indikator dalam penelitian ini yaitu kerentanan fisik bangunan yang terdiri dari kawasan terbangun, kawasan pertanian dan kepadatan bangunan. Kerentanan sosial kependudukan yang terdiri dari kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, penduduk perempuan, kelompok masyarakat rentan. Kerentanan ekonomi yang terdiri penduduk miskin atau keluarga pra sejahtera dan pekerja di bidang pertanian. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik survey, sedangkan untuk menghitung tingkat kerentanan bencana menggunakan teknik analisis nilai baku dari setiap indikator kerentanan. Hasil penelitian menunjukan kerentanan fisik bangunan, kerentanan sosial kependudukan, kerentanan ekonomi serta tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai di Kecamatan Cilimus termasuk ke dalam klasifikasi sedang dengan nilai baku masing-masin 2,00, 1,97, 2,00, dan 1,99. Namun walaupun tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai temasuk ke dalam klasifikasi sedang, tetap perlu diadakannya sosialisasi tentang kebencanaan serta mitigasi bencana untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan kebencanaan penduduk serta untuk meminimalisir dampak yang mungkin terjadi dari letusan gunungapi ceremai.

(2)

DISASTER VULNERABILITY ANALYSIS OF CEREMAI VOLCANIC ERUPTION IN CILIMUS DISTRICT KUNINGAN REGENCY

ABSTRACT

Ciremai Mountain is is the highest active volcanic activity report in West Java, and still has the potential to erupt again with the type of explosive eruptions of a medium. Therefore, to minimize the impact of such disasters disaster mitigation procedures need to prepare, analyze the level of vulnerability of disaster is very concerned with the proper mitigation efforts to reduce the impact that will occur. The purpose of this research is to know the physical vulnerability of buildings, population, economic and social levels of disaster vulnerability eruption volcanic activity report ceremai in Sub-district of Cilimus. This research uses descriptive method, because the data used are sourced from primary data and secondary data. The indicators in this study i.e. the physical vulnerability of buildings comprising the area woke up, agricultural areas and a density of buildings. Social vulnerability of population density, population growth rate, the population of women, vulnerable groups of people. The economic vulnerability of the population poor or prosperous and prefamily worker in agriculture. Data collection techniques are used namely survey, whereas to calculate the level of disaster vulnerability analysis techniques using the raw value of any indicator of vulnerability. The results showed the vulnerability of physical buildings, social vulnerability of population, economic vulnerability and disaster vulnerability level eruption volcanic activity report ceremai in Sub-district of Cilimus included in the classification of being with a value of raw salt each 2.00, 1.97, 2.00, and 1.99. However, although the level of vulnerability of eruption volcanic activity report ceremai included into the classification of the medium, still need continuous socialization of disaster and disaster mitigation to increase awareness and knowledge of residents of the disaster as well as to minimize the impact that may result from an eruption of volcanic activity report ceremai. Keywords: Mitigation, Vulnerability, Disaster, Volcano, Sub-district of Cilimus.

(3)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar salah satunya adalah letusan gunungapi, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari letak Indonesia yang berada pada jalur gunungapi dunia. Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Indonesia memiliki 13% jumlah gunung api yang ada di dunia yaitu 129 gunungapi, selain itu 60% dari jumlah gunungapi yang tersebar di Indonesia merupakan gunungapi yang memiliki potensi letusan yang cukup besar.

Berdasarkan catatan direktorat vulkanologi Indonesia gunungapi ceremai termasuk kedalam klasifikasi tipe A yang artinya gunungapi ceremai termasuk dalam klasifikasi gunung api yang masih aktif, dengan karakteristik letusan berupa eksplosif berskala menengah. Gunungapi ceremai pernah meletus sebanyak 7 kali sejak tahun 1600 dan terakhir tercatat meletus pada tahun 1937-1938 (24 juni 1937 – 7 januari 1938), ada letusan preatik dari kawah pusat dan letusan celah radial. Kusumadinata (1997) mencantumkan pula peta penyebaran abu tahun 1937-1938 aialah seluas lk 52.500 km2. Periode letusan gunung ceremai sendiri terpendek selama 3 tahun dan terpanjang selama 112 tahun, sehingga saat ini gunungapi ceremai telah beristirahat selama 75 tahun. Berdasarkan data geologi (Situmorang dkk, 1995 dalam suhadi 2007) diketahui bahwa potensi erupsi gunung ceremai terdiri dari awan panas, aliran lava, lontaran batu (pijar), hujan abu lebat, lahar, dan kemungkinan erupsi samping berupa lava, scoria cone atau pembentukan maar. Data geologi menunjukan bahwa sebaran awan panas cukup jauh dan lahar disekitar gunungapi ceremai juga sebarannya luas.

Kecamatan Cilimus merupakan salah satu kecamatan yang berpotensi

terkena dampak dari bencana letusan gunungapi ciremai karena letaknya yang berada pada lereng dan kaki gunungapi ciremai, Kecamatan Cilimus juga merupakan kecamatan yang berada pada jalur aliran lahar hujan dan berpotensi terkena lontaran batu pijar dari letusan gunungapi ceremai. Melihat hal tersebut sudah seharusnya pemerintah dan badan terkait melakukan mitigasi bencana untuk mengurangi risiko bencana yang akan terjadi, seperti yang tecantum dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana untuk menghadapi kemungkinan bencana yang akan datang. Proses mitigasi bencana adalah usaha untuk mengurangi atau menekan nilai risiko bencana, hal yang perlu di perhatikan dalam risiko bencana adalah ancaman, kerentanan dan kapasitas. Salah satu bentuk mitigasi untuk meminimalisir dampak korban letusan gunungapi yaitu dengan mengetahui karakteristik wilayah untuk mengetahui tingkat kerawanan terhadap bencana. Pengukuran tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi sangat berkaitan dengan upaya mitigasi yang tepat sehingga dampak yang ditimbulkan dapat dikurangi.

Penelitian ini menyajikan proses identifikasi tingkat kerentanan becana letusan Gunungapi Ceremai di wilayah penelitian sebagai salah satu upaya mitigasi. Selanjutnya metodologi unyuk menjawab tujuan studi akan dibahas dalam metode penelitian. Hasil temuan akan memberikan gambaran tentang tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai di wilayah penelitian. Pada akhir penulisan, kesimpulan dari penelitian ini akan memberikan rekomendasi terkait upaya mitigasi maupun rekomendasi untuk pihak-pihak terkait. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk 1. Menganalisis kerentanan fisik bangunan di Kecamatan Cilimus, 2. Menganalisis kerentanan sosial kependudukan di Kecamatan Cilimus, 3.

(4)

Menganalsis kerentanan ekonomi di Kecamatan Cilimus, serta 4. Menganalisis tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi ciremai di Kecamatan Cilimus. Ancaman adalah “kondisi bahaya atau kejadian yang memiliki potensi melukai, menyebabkan kematian, merusak harta milik, fasilitas, pertanian, dan lingkungan” (Boli dkk, 2004: 12). Berdasarkan asalnya, ancaman terdiri atas ancaman alami dan ancaman tidak alami. Ancaman alami merupakan yang bersifat meteorologis, geologis, biologis, dan dari luar angkasa. Ancaman tidak alami adalah ancaman yang dibuat manusia atau teknologi, sedangkan Winaryo (2008: 12) mengemukakan ancaman bencana adalah: “Suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. Ancaman merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi risiko bencana di suatu daerah”.

Berdasarkan PP No. 4 tahun 2008 tentang pedoman penyusunan rencana penanggulangan bencana, pengertian bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. “Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster)” (UNDP, 2006: 4).

Menurut United States Agency for

International Development (2009: 10),

yang dimaksud dengan risiko bencana adalah: “Kemungkinan terjadinya kerugian pada suatu daerah akibat kombinasi dari bahaya, kerentanan, dan kapasitas dari daerah yang bersangkutan. Pengertian yang lebih mudah dari risiko adalah besarnya kerugian yang mungkin terjadi (korban jiwa, kerusakan harta, dan

gangguan terhadap kegiatan ekonomi) akibat terjadinya suatu bencana”, sedangkan berdasarkan PP No. 4 tahun 2008 tentang pedoman penyusunan rencana penanggulangan bencana pengertian risiko bencana adalah “potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat”.

Kerentanan adalah sebuah kondisi yang mengurangi kemampuan manusia untuk menyiapkan diri, atau mempelajari kerawanan ataupun bencana. Menurut

United States Agency for International Development (2009: 9) kerentanan adalah

“rangkaian kondisi yang menentukan apakah suatu bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana”, sedangkan Winaryo (2008: 4) mengemukakan bahwa kerentanan / kerawanan adalah: “Suatu keadaan yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia (hasil dari proses-proses fisik sosial, ekonomi, lingkungan) yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat terhadap bencana. Kerentanan dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain kerentanan infastruktur dan kerawanan sosial demografis. Kerentanan infrastruktur menggambarkan kondisi dan jumlah bangunan infrastruktur pada daerah terancam”.

Bersadarkan arahan kebijakan mitigasi bencana perkotaan Indonesia oleh sekretariat BAKORNAS PBP tahun 2002, tingkat kerentanan (vulnerability) perkotaan di Indonesia adalah suatu hal yang penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya ‘bencana alami’ karena bencana baru akan terjadi bila ‘bahaya alam’ terjadi pada “kondisi yang rentan”, seperti yang dikemukakan Awotona (1992: 1-2) “….. Natural

(5)

disasters are the interaction berween

natural hazards and vulnerable

condition”. Tingkat kerentanan dapat

ditinjau dari kerusakan fisik, sosial kependudukan, ekonomi.

METODE PENELITIAN

Secara geografis G. Ceremai terletak pada koordinat 108o20’ – 108o40’ BT dan 6o40’ – 6o58’ LS, sedangkan secara administratif gunungapi ini berada di tiga wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Majalengka, dengan ketinggian 3078 mdpl G. Ceremai merupakan gunung tertinggi yang berada di jawa barat. Kecamatan Cilimus merupakan kecamatan yang berada di Kabupaten Kuningan. Secara geografis Kecamatan Cilimus berada pada koordinat 108o28’05’’ - 108o30’00 BT’’ dan 6o51’08’’ - 6o53’18’’ LS, kecamatan ini mencakup tiga belas desa. Secara administrasi Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan berbatasan dengan beberapa daerah, yaitu: 1. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Mandirancan, 2. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon, 3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cigandamekar, 4. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Jalaksana.

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode deskriptif. Menurut Tika (2005: 6) metode deskriptif adalah “metode yang lebih mengarah pada pengungkapan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang di berikan interprestasi dan analisis”, data yang diperoleh yang diperoleh dalam penelitian ini berdasarkan sumber data primer dalam bentuk dokumentasi foto untuk beberapa indikator dan data sekunder tentang fisik bangunan, sosial kependudukan dan ekonomi, oleh karena itu berdasarkan

beberapa pendapat di atas, maka penulis memilih untuk menggunakan metode analisis deskriptif, karena sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti oleh penulis.

Dalam penelitian ini kerentanan bencana terbagi menjadi 3 aspek kerentanan yaitu: kerentanan fisik bangunan dengan indikator yaitu persentase luasan kawasan terbangun, persendase luasan kawasan pertanian, dan kepadatan bangunan. kerentanan sosial kependudukan dengan indikator yaitu kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, penduduk usia lebih dari 65 tahun dan kurang dari 5 tahun, serta penduduk perempuan. kerentanan ekonomi dengan indikator yaitu persentase penduduk miskin (keluarga pra sejahtera) dan pekerja di bidang pertanian. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis menggunakan nilai indeks risiko kebencanaan, namun dalam hal ini hanya di ambil analisis kerentanannya saja. Analisis nilai indeks risiko kebencanaan ini digunakan untuk mengetahui nilai baku kerentanan indikator.

Untuk menentukan nilai baku indikator penelitian ini menggunakan standarisasi nilai indikator, standarisasi ini dimaksudkan untuk menghasilkan nilai baku, sehingga dapat dilakukan perhitungan matematis dengan indicator yang lain dengan model standarisasi yang digunakan untuk indikator yang nilainya bersesuaian dengan risiko bencana. Dalam penelitian ini menggunakan model standarisasi nilai baku Davison (1997) yaitu dengan formula berikut:

X’ij =

Xij− (X1− 2Si) Si

(Davison, 1997 ∶ 127) Keterangan:

X’ij = Nilai yang sudah dibakukan untuk

(6)

Xij = Nilai yang belum di bakukan

untuk sub indikator i di desa j

X1 = Nilai rata-rata untuk sub indikator

i di Kecamatan Cilimus

Si = Standar deviasi untuk sub

indikator i

Setelah diketahui nilai baku masing-masing indikator selanjutnya menentukan nilai untuk aspek kerentanan dan kerentanan bencana leusan

gunungapi ceremai dalam penelitian ini mengguakan formula berikut:

𝑉 = 𝑋1 + 𝑋2+ 𝑋3 𝑛

(Firmansyah, 1998 ∶ 167) Keterangan:

V = Kerentanan (Vulnerability) X1 = Nilai baku aspek kerentanan atau

indikator kerentanan X1

X2 = Nilai baku aspek kerentanan atau

indikator kerentanan X2

X3 = Nilai baku aspek kerentanan atau

indikator kerentanan X3

n = Jumlah indicator

Setelah diketahui nilai baku kerentanan bencana kemudian untuk menentukan tingkat kerentanan, nilai baku kerentanan diklasifikasikan menjadi tiga kelas (rendah, sedang, tinggi) dengan menggunakan formula (Saputra dan Wiratnawati, 2006: 3) sebagai berikut:

𝑁𝑖 =

𝑁𝑚𝑎𝑘𝑠− 𝑁𝑀𝑖𝑛 𝐽𝑘 Keterangan:

Ni = Nilai interval

NMaks = Nilai maksimum

NMin = Nilai minimum

Jk = Jumlah kelas

Setelah diketahui nilai interval, selanjutnya menyusun interval kelas untuk menentukan klas tingkat

kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai di Kecamatan Cilimus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi di Kecamatan Cilimus adalah hasil akumulasi nilai baku dari setiap aspek kerentanan yaitu kerentanan fisik, kerentanan sosial kependudukan, dan kerentanan sosial. Berikut akan dijabarkan analisis masing-masing aspek kerentanan dan indikatornya di Kecamatan Cilimus.

Kerentanan Fisik Bangunan

Kerentanan fisik bangunan merupakan kerentanan yang dilihat dari aspek fisik bangunan suatu daerah, yaitu yang berkaitan dengan infrastruktur maupun yang benda mati yang akan mengalami kerusakan apabila terjadi, hal ini juga dapat benda, infrastruktur, maupun lahan yang dibuat atau yang dihasilkan oleh aktifitas manusia. Untuk mengetahui tingkat kerentanan fisik bangunan di Kecamatan Cilimus terlebih dahulu harus mengetahui nilai baku dari masing-masing indikator yang termasuk kedalam aspek kerentanan fisik bangunan yaitu persentase luasan kawasan terbangun, persentase luasan kawasan pertanian dan kepadatan bangunan.

(7)

Tabel 1

Kerentanan Fisik Bangunan di Kecamatan Cilimus

No Desa Persentase Luasan Kawasan Terbangun Persentase Luasan Kawasan Pertanian Kepadatan Bangunan Kerentanan Fisik Bangunan Klasifikasi 1. Cilimus 4,29 -0,20 4,80 2,96 Tinggi 2. Caracas 3,12 0,76 3,11 2,33 Sedang 3. Bojong 1,38 2,82 2,54 2,25 Sedang 4. Sampora 1,95 2,24 2,26 2,15 Sedang

5. Bandorasa Wetan 1,55 2,57 1,70 1,94 Sedang

6. Bandorasa Kulon 1,09 3,08 1,70 1,96 Sedang

7. Linggajati 3,49 0,51 2,26 2,09 Sedang 8. Linggasana 2,27 1,72 1,41 1,80 Rendah 9. Linggamekar 1,14 3,04 1,41 1,86 Rendah 10. Linggaindah 1,42 2,80 1,13 1,78 Rendah 11. Setianegara 0,77 2,17 1,13 1,36 Rendah 12. Kaliaren 1,55 2,57 1,41 1,84 Rendah 13. Cibeureum 1,98 1,91 1,13 1,67 Rendah Rata-Rata 2 2 2 2 Sedang

Sumber: Hasil Penelitian 2013

Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat kerentanan fisik bangunan di Kecamatan Cilimus termasuk kedalam kategori sedang. Masih cukup luasnya penggunaan lahan pertanian dan perkebunan menjadi indikator yang perlu di perhatikan karena berhubungan dengan tempat aktivitas kerja penduduk yang sebagian besar bekerja di bidang pertanian yang tentunya rentan terhadap bencana letusan gunungapi. Berkembangnya pemukiman di daerah lereng dan kaki gunung juga perlu menjadi perhatian karena dapat meningkatkan kerentanan suatu wilayah terhadap bencana. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi mengenai bahaya tinggal di daerah yang memiliki potensi bencana khususnya bencana letusan gunungapi, serta sosialisasi mengenai mitigasi bencana perlu di berikan melalui berbagai media agar penduduk yang tinggal di daerah yang berpotensi bencana menyadari resiko dan cara mengatasi dan menghadapi bencana saat bencana itu terjadi. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kerentanan fisik bangunan bencana letusan gunungapi ceremai di

Kecamatan Cilimus secara umun termasuk kedalam klasifikasi sedang dengan nilai baku 2,00. Hasil penelitian dari setiap indikator menunjukan beberapa desa memiliki persentase dan nilai baku yang tinggi untuk setiap indikator. Pertama yaitu indikator persentase luasan kawasan terbangun berhubungan dengan perkembangan sarana dan prasarana dan aktivitas penduduk, nilai baku yang tinggi berada pada Desa Cilimus, Desa Caraca, Desa Linggajati, dan Desa Linggasana, hal ini menunjukan desa-desa tersebut lebih berkembang sarana dan prasarana dan aktivitas penduduk dibandingkan dengan desa lainnya. Kedua indikator persentase luasan kawasan pertanian, dimana hal ini akan berhubungan dengan aktivitas penduduk yang bermata pencaharian di bidang pertanian, dari hasil penelitian hampir semua desa memiliki persentase lebih dari 50% yang artinya sebagian besar penggunaan lahan di setiap desa didominasi dengan penggunaan lahan pertanian dan perkebunan. Dan yang ketiga adalah kepadatan bangunan, kepadatan bangunan di setiap desa.

(8)

Kerentanan Sosial Kependudukan

Kerentanan sosial kependudukan adalah kerentanan yang berkaitan dengan karakteristik penduduk. Untuk mengetahui tingkat kerentanan sosial kependudukan, maka harus diketahui terlebih dahulu nilai baku dari setiap

indikator kerentanan sosial kependudukan yang terdiri atas kepadatan penduduk, penduduk perempuan, penduduk lanjut usia dan dibawah usia lima tahun, dan laju pertumbuhan penduduk. Berikut nilai baku setiap indikator setelah dilakukan perhitungan serta nilai kerentanan sosial kependudukan di Kecamatan Cilimus.

Tabel 2

Kerentanan Sosial Kependudukan di Kecamatan Cilimus

No Desa Kepadatan Penduduk

Laju pertumbuhan penduduk Penduduk Lansia dan Balita Penduduk Perempuan Kerentanan Sosial Kependudukan Klasifikasi 1. Cilimus 4,22 5,13 1,67 1,23 3,06 Tinggi 2. Caracas 2,97 1,53 0,76 0,84 1,53 Rendah 3. Bojong 3,46 1,63 1,37 1,26 1,93 Sedang 4. Sampora 1,95 1,51 1,02 0,92 1,35 Rendah 5. Bandorasa Wetan 2,15 1,59 1,75 1,46 1,74 Rendah 6. Bandorasa Kulon 1,56 2,89 2,56 1,86 2,22 Sedang 7. Linggajati 2,15 1,43 3,25 4,88 2,93 Tinggi 8. Linggasana 1,37 1,81 1,21 2,19 1,65 Rendah 9. Linggamekar 1,37 2,07 1,68 1,84 1,74 Rendah 10. Linggaindah 1,66 1,58 1,38 1,51 1,53 Rendah 11. Setianegara 1,12 1,40 2,96 1,64 1,78 Rendah

(9)

No Desa Kepadatan Penduduk Laju pertumbuhan penduduk Penduduk Lansia dan Balita Penduduk Perempuan Kerentanan Sosial Kependudukan Klasifikasi 12. Kaliaren 1,77 2,24 1,94 2,18 2,03 Sedang 13. Cibeureum 0,25 1,19 4,45 2,67 2,14 Sedang Rata-Rata 2 2 2 1,88 1,97 Sedang

Sumber: Hasil Penelitian 2013

Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat kerentanan sosial kependudukan di Kecamatan Cilimus termasuk dalam kategori sedang. Namun demikian walaupun tingkat kerentanan sosial kependudukan termasuk tetap dapat manimbulkan korban jiwa yang cukup banyak, karena indikator perempuan yang dianggap lebih rentan memiliki persentase yang cukup besar serta indikator penduduk lansia dan balita yang rentan terdahap bencana di beberapa desa memiliki persentase yang cukup tinggi. Sehingga perlu mendapat perioritas yang lebih saat proses evakuasi saat bencana letusan gunungapi terjadi. Laju pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk juga perlu mendapat perhatian yang lebih karena indikator ini juga memiliki pengaruh yang besar terhadap kerentanan, oleh karena itu laju pertumbuhan penduduk dah kepadatan penduduk perlu dikurang guna menekan tingkat kerentanan suatu daerah.

Berdasarkan hasil penelitian tingkat kerentanan sosial kependudukan di Kecamatan Cilimus termasuk kedalan klasifikasi sedang dengan nilai baku 1,97. Berdasarkan setiap indikator dari aspek kerentanan sosial kependudukan ini

beberapa desa memiliki persentase dan nilai beku yang tinggi dibandingkan desa lainnya. Dilihat dari indikator kepadatan penduduk, Kecamatan Cilimus memiliki kepadatan penduduk yang sangat padat hal ini dapat memicu banyaknya korban jiwa apabila terjadi bencana letusan gunungapi ceremai. Indikator laju pertumbuhan penduduk juga perlu diperhatikan karena berhubungan dengan kepadatan dan jumlag penduduk, desa-desa yang memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan desa lainnya, seperti Desa Cilimus, Desa Bandorasa Kulon, dan Desa Kaliaren tentunya hal ini dapat menghambat proses evakuasi saat bencana terjadi. Indikator penduduk lansia dan balita tentunya menjadi perioritas utama saat proses evakuasi dalam hal ini beberapa desa yang memiliki persentase yang lebih tinggi dari desa lainnya yaitu Desa Cibeureum, Desa Setianegara, dan Desa Linggajati. Sedangkan untuk indikator penduduk perempuan setiap desa memiliki persentase yang sama untuk setiap desa di Kecamatan Cilimus. Walau pun tingkat kerentanan sosial kependudukan termasuk kedalan klasifikasi sedang tetap perlu diperhatikan proses evakuasi saat terjadi bencana dan mitigasinya.

(10)

Kerentanan Ekonomi

Tingkat kerentanan ekonomi adalah hasil akumulasi dari setiap nilai beku indikator yang termasuk kedalam kerentanan ekonomi, maka terlebih dahulu perlu diketahui nilai baku dari masing-masing

indikator yang terdiri dari persentase pekerja di bidang pertanian dan persentase penduduk miskin (keluarga pra sejahtera). Berikut nilai baku setiap indikator setelah dilakukan perhitungan serta nilai kerentanan ekonomi di Kecamatan Cilimus.

Tabel 3

Kerentanan Ekonomi di Kecamatan Cilimus

No Desa Persentase Pekerja di

Bidang Pertanian Persentase Penduduk Miskin (Keluarga Pra Sejahtera) Kerentanan Ekonomi Klasifikasi 1. Cilimus 0,43 0,61 0,52 Rendah 2. Caracas 0,40 2,92 1,66 Sedang 3. Bojong 1,94 0,72 1,33 Rendah 4. Sampora 1,55 1,89 1,72 Sedang

5. Bandorasa Wetan 1,59 1,25 1,42 Sedang

6. Bandorasa Kulon 2,75 3,38 3,07 Tinggi

7. Linggajati 3,03 1,46 2,25 Tinggi 8. Linggasana 0,52 3,91 2,22 Sedang 9. Linggamekar 2,07 0,96 1,52 Sedang 10. Linggaindah 2,96 2,73 2,85 Tinggi 11. Setianegara 3,32 1,91 2,62 Tinggi 12. Kaliaren 2,52 2,63 2,58 Tinggi 13. Cibeureum 2,93 1,63 2,28 Tinggi Rata-Rata 2 2 2 Sedang

(11)

Tabel 3 menunjukan bahwa tingkat kerentanan ekonomi di Kecamatan cilimus termasuk kedalam kategori sedang. Dilihat dari indikator persentase pekerja di bidang pertanian penduduk di Kecamatan Cilimus masih tergolong tinggi yang merupakan pekerjaan yang memiliki resiko tinggi terkena dampak langsung apabila terjadu bencana letusan gunungapi, sementara itu dari indikator persentase penduduk miskin atau keluarga pra sejahtera walupun termasuk rendah namun tetap diperlukan adanya sosialisasi mengenai pengetahuan kebencanaan sebagai usaha untuk menekan tingkat kerentanan.

Berdasarkan Hasil Penelitian tingkat kerentanan ekonomi di Kecamatan Cilimus berdasarkan hasil penelitian termasuk kedalam klasifikasi sedang dengan nilai baku 2,00.Dilihat dari indikator persentase pekerja di bidang pertanian sebagian besar desa-desa di

Kecamatan Cilimus cukup tinggi, beberapa desa memiliki persentase yang tinggi dibandingkan dengan desa lainnya yaitu Desa Setianegara, Desa Linggajati, Desa Linggaindah, Desa Cibeureum, Desa Bandorasa Wetan, dan Desa Kaliaren.Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan korban jiwa yang cukup tinggi karena cukup banyaknya pekerja di bidang pertaniandi beberapa desa di Kecamatan Cilimus. Persentase penduduk miskin (keluarga pra sejahtera) di Kecamatan Cilimus termasuk rendah hanya beberapa desa yang menunjukan persentase yang lebih tinggi dari desa lainnya yaitu Desa Caracas, Desa Bandorasa Kulon, dan Linggasana, karena kecenderungan penduduk miskin (keluarga pra sejahtera) yang kurang dalam mendapat pendidikan formal maka sosialisasi tentang kebencanaan dan mitigasi harus intensif diberikan untuk menekan tigkat kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai.

(12)

Tingkat Kerentanan Bencana Letusan Gunungapi Ceremai di Kecamatan Cilimus

Setelah diketahui nilai baku dari setiap aspek kerentanan bencana letusan gunungapi yaitu aspek kerentanan fisik bangunan, aspek kerentanan social kependudukan, dan aspek kerentanan ekonomi, kemudian untuk mendapatkan nilai baku untuk tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai yaitu

dengan mengakumulasikan setiap nilai baku dari aspek kerentanan tersebut. Berikut formula yang digunakan:

𝑉 = 𝑋1+ 𝑋2+ 𝑋3 𝑛

(Firmansyah, 1998 ∶ 167)

Berikut nilai baku setiap aspek kerentanan dan nilai baku kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai di Kecamatan Cilimus setelah dilakukan perhitungan.

Tabel 4

Kerentanan Fisik Bangunan di Kecamatan Cilimus

No Desa Fisik Bangunan Sosial Kependudukan Ekonomi Kerentanan Bencana Klasifikasi 1. Cilimus 2,96 3,06 0,52 2,18 Sedang 2. Caracas 2,33 1,53 1,66 1,84 Rendah 3. Bojong 2,25 1,93 1,33 1,84 Rendah 4. Sampora 2,15 1,35 1,72 1,74 Rendah

5. Bandorasa Wetan 1,94 1,74 1,42 1,70 Rendah

6. Bandorasa Kulon 1,96 2,22 3,07 2,42 Tinggi

7. Linggajati 2,09 2,93 2,25 2,42 Tinggi 8. Linggasana 1,80 1,65 2,22 1,89 Rendah 9. Linggamekar 1,86 1,74 1,52 1,71 Rendah 10. Linggaindah 1,78 1,53 2,85 2,05 Sedang 11. Setianegara 1,36 1,78 2,62 1,92 Rendah 12. Kaliaren 1,84 2,03 2,58 2,15 Sedang 13. Cibeureum 1,67 2,14 2,28 2,03 Sedang Rata-Rata 2 1,97 2 1,99 Sedang

Sumber: Hasil Penelitian 2013

Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai di Kecamatan Cilimus termasuk kedalam kategori sedang. Kerentanan sosial menjadi perhatian utama karena kepadatan penduduk dan laju pertumbuhan penduduk yang menjadi faktor utama dalam kerentanan, karena padatnya penduduk dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat menimbulkan korban jiwa yang besar. Kecamatan Cilimus yang memiliki karakteristik pegunungan dan udara yang sejuk serta berkembangnya beberapa objek tujuan wisata menjadi daya tarik tersendiri untuk memikat penduduk untuk menetap. Selain

itu masih banyaknya penggunaan lahan sebagai lahan pertanian serta pekerja di bidang pertanian itu juga perlu menjadi perhatian, perlu adanya sosialisasi tentang pengetahuan kebencanaan dan mitigasi bencana untuk menekan kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai di Kecamatan Cilimus.

Berdasarkan hasil penelitian, setelah diketahui nilai baku setiap aspek kerentanan yaitu fisik, sosial kependudukan, dan ekonomi maka diperoleh tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai di Kecamatan Cilimus. Tingkat kerentanan becana

(13)

letusan gunungapi di Kecamatan Cilimus termasuk ke dalam klasifikasi sedang dengan nilai baku 1,99. Kerentanan fisik yang menjadi perhatian adalah desa-desa yang berada di dekat dan pusat kecamatan, kerana dipusat kecamatan inilah berkembang sarana dan prasarana dan aktifitas penduduk untuk memenuhi

kebutuhannya. Selain itu juga masih luasnya penggunaan lahan untuk pertanian berhubungan dengan banyaknya penduduk yang bermata pencaharian di bidang pertanian perlu menjadi perhatian juga karena rentan terhadap bencana letusan gunungapi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian sebelumnya, maka dapat disimpulkan hasil analisis mengenai setiap aspek kerentanan dan kerentanan bencana letusan gunungapi di Kecamatan Cilimus adalah sebagai berikut.

Kerentanan fisik bangunan di Kecamatan Cilimus dari hasil analisis termasuk kedalam klasifikasi sedang. Berdasarkan analisis setiap indikator kerentanan fisik bangunan yaitu persentase kawasan terbangun, persentase kawasan pertanian, dan kepadatan bangunan, masih luasnya lahan pertanian menjadi salah satu perhatian karena masih banyak penduduk yang bermata pemcaharian di bidang pertanian. Hal ini

membutuhkan sosialisasi tentang kebencanaan untuk penduduk yang bermata pencaharian di bidang pertanian maupun non pertanian. Kawasan terbangun dan kepadatan bangunan lebih mengarah ke daerah atau desa-desa yang mendekati maupun pusat kecamatan.

Kerentanan sosial kependudukan di Kecamatan Cilimus dari hasil analisis termasuk kedalam klasifikasi sedang. Berdasarkan hasil analisis dalam kerentanan sosial kependudukan, kepadatan penduduk yang tergolong sangat padat sangat rentan terhadap bencana mengingat akan mengganggu proses evakuasi saat bencana terjadi apabila tidak terkendali dan terjadi kepanikan, serta laju pertumbuhan penduduk yang perlu diperhatikan apabila

(14)

laju pertumbuhan penduduk semakin tinggi, hal ini dapat meningkatkan kerentanan bencana suatu wilayah. Kelompok masyarakat rentan juga perlu diperhatiakan saat bencana terjadi yaitu panduduk yang berusia dibawah 5 tahun dan penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun serta penduduk perempuan harus tetap diperioritaskan untuk dibantu dalam proses evakuasi bencana berlangsung.

Kerentanan ekonomi di Kecamatan Cilimus dari hasil analisis juga termasuk kedalam klasifikasi sedang. Berdasarkan hasil analsisis tingginya jumlah penduduk yang bermata pencaharian di bidang pertanian akan memberikan dampak terhadap tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi, sedangkan penduduk miskin atau keluarga pra sejahtera tidak terlalu banyak.

Berdasarkan hasil analisis semua aspek kerentanan yaitu fisik, sosial kependudukan, dan ekonomi tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai di Kecamatan Cilimus termasuk kedalam klasifikasi sedang. Hal ini menunjukan apabila bencana letusan gunungapi terjadi akan menimbulkan dampak yang berkisaran sedang, walaupun kerentanan bencana letusan gunungapi di Kecamatan Cilimus termasuk kedalam klasifikasi sedang tetap perlu menjadi perhatian agar tidak menimbulakan korban dan kerugian yang besar dengan melakukan sosialisasi tentang kebencanaan dan prosedur mitigasi bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2010). Rencana

Nasional Penanggulangan

Bencana. Jakarta: BNPB.

Boli, Y. dkk. (2004). Panduan

Penanganan Risiko Bencana

Berbasis Masyarakat. Kupang:

Forum Kesiapan dan Penanganan Bencana.

Davison, R.A. dan Shah H.C. (1997). An

Urban Earthquake Disaster Risk

Index. Stanford: Stanford

Unifersity.

Firmansyah. (1998). Identifikasi Resiko

Bencana Gempa Bumi dan

Aplikasinya terhadap Penataan Ruang di Kotamadya Daerah

Tingkat II Bandung. Tesis

Magister pada Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung: Tidak diterbitkan. K. Kusumadinata. (1979). Data Dasar

Gunungapi Indonesia. Bandung:

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Presiden Republik Indonesia. (2007).

Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 24 Tahun 2007

tentang Penanggulangan

bencana. Jakarta: Presiden

Republik Indonesia.

Suhadi, Deddy. (2007). Evaluasi

Kawasan Rawan Bencana

Gunungapi Ciremai. Bandung:

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Tika, M.P. (2005). Metode Penelitian

Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.

United Nations Development Programme. (2006). Pengurangan Risiko

Bencana. Jakarta: Perum

Percetakan RI.

United States Agency for International Development. (2009).

Pengurangan Risiko Bencana.

Jakarta: Perum Percetakan RI. Winaryo, dkk. 2007. Penyusunan Profil

(Hazard, Vulnerability, Risk)

Pemetaan Wilayah Rawan

Bencana dan Penyusunan

Rencana Aksi, Yogyakarta:

Gambar

Tabel  3  menunjukan  bahwa  tingkat  kerentanan  ekonomi  di  Kecamatan  cilimus  termasuk  kedalam  kategori  sedang

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip kerja alat pendeteksi logam ini ialah pada saat konveyor yang berjalan mem- bawa atau melewatkan bahan makanan pada daerah kerja sensor, maka sensor akan

Metode yang digunakan penulis dalam pengembangan aplikasi edugame inimenggunakan metodologi iterasi yang membagi tugas dalam 6 tahap yaitu survey sistem, analisis,

PDF processed with CutePDF evaluation

Undang – undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Undang – undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Undang – undang Nomor 29 Tahun 2004

Sebagaimana dalam Alkitab yang dipedomani oleh jemaat Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di desa Banjar Agung, mengenai halal dan haram dalam doktrin makanan dan

Algoritma Genetika II dengan MAPE sebesar 0,2286%, sementara pada data daily high metode terbaik adalah Algoritma Genetika Adaptif II dengan MAPE sebesar 0,2190%.. Metode AG

Dengan adanya penggunaan intellectual capital tersebut, diharapkan akan meningkatkan penjualan serta menggunakan sumber daya perusahaan secara efisien dan ekonomis yang

Avtor Končan o potrebi po komunikaciji v Potrebi po dialogu med davčnimi inšpektorji in zavezanci oziroma svetovalci v časopisu Finance, 06.06.1997 piše, da je v interesu