Potensi Penggunaan Pupuk Mikroba
secara Terpadu Pada Kedelai
Rasti Saraswati
Balai Penelitian Tanah, Bogor
PENDAHULUAN
Upaya peningkatan produksi kedelai oleh pemerintah terus dilakukan melalui program intensifikasi, ekstensifikasi, dan rehabilitasi dalam perspektif sistem usahatani menuju peningkatan pendapatan. Data menunjukkan sebagian lahan yang dapat dikembangkan untuk usahatani didominasi oleh lahan marjinal yang diketahui memiliki masalah keharaan. Salah satu upaya pemecahan masalah keharaan untuk perbaikan produktivitas lahan adalah penggunaan pupuk mikroba, yang berperan penting meningkatkan kualitas tanah. Pengelolaan sistem produksi kedelai secara terpadu, intensif, dan ramah lingkungan melalui aplikasi pupuk mikroba, bioaktivator perombak bahan organik in situ, pupuk kimia secara berimbang, dan biopestisida diharap-kan dapat meningkatkan ketersediaan hara dan kandungan bahan organik tanah.
Pemeliharaan kesuburan tanaman dengan memperhatikan aspek kesehatan tanah merupakan hal yang paling penting dalam sistem pertanian berkelanjutan. Penggunaan pupuk mikroba, khususnya Rhizobium, sangat penting bagi budi daya kedelai untuk meningkatkan efisiensi pemupukan N. Demikian pula halnya dengan pupuk mikroba pelarut fosfat untuk meningkatkan efisiensi pemupukan P, khususnya di tanah Ultisol yang kahat P. Pupuk mikroba penghasil hormon tumbuh dan anti patogen perlu digunakan untuk memperbaiki pertumbuhan dan perlindungan tanaman. Untuk meningkatkan ketahanan hidupnya dalam tanah, mikroba memerlukan humus atau bahan organik tanah sebagai sumber makanan. Sumber hara, khususnya K, dapat berasal dari kompos jerami pertanaman sebelumnya atau serasah jagung dan atau sarasah kedelai dengan bantuan mikroba perombak bahan organik. Karena itu, pemanfaatan sisa-sisa tanaman merupakan strategi yang paling tepat dalam pengelolaan hara secara terpadu untuk keberlanjutan produktivitas tanah.
Dalam budi daya kedelai, khususnya di lahan kering, penggunaan pupuk kimia perlu dibarengi dengan pupuk mikroba. Penggunaan Rhizobium yang tidak tepat seringkali memberikan manfaat dan hasil yang tidak konsisten. Salah satu penyebabnya adalah kualitas pupuk mikroba yang digunakan tidak memenuhi syarat. Karenanya, pemahaman terhadap proses kerja dan manfaat pupuk mikroba untuk memperbaiki kualitas tanah dan
meningkat-kan meningkat-kandungan bahan organik tanah dengan tindameningkat-kan pengkayaan mikroba tanah diperlukan bagi pengguna teknologi (petani).
PENGARUH PENGELOLAAN TANAH TERHADAP
AKTIVITAS MIKROBA
Pengelolaan tanah mempengaruhi komunitas populasi dan aktivitas mikroba dalam proses perombakan bahan organik selama musim tanam. Perubahan fisik dan kimia tanah akibat pengolahan tanah akan mem-pengaruhi lingkungan tanah yang mendukung pertumbuhan atau meng-hambat perkembangan populasi mikroba (Kennedy and Papendick 1995), dan bahkan berpengaruh terhadap dominasi spesies mikroba dan ke-anekaragamannya (Kennedy and Smith 1995). Kerusakan lahan, termasuk pemiskinan bahan organik tanah, akan mempengaruhi fungsi mikroba (Gochenauer 1981; Boddy et al. 1988; Christensen 1989), sehingga me-nyebabkan terjadinya perubahan yang cepat pada struktur komunitas mikroba (Peterson and Klug 1994). Membiarkan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa pada permukaan tanah dapat menghasilkan konsentrasi senyawa karbon organik larut yang akan meningkatkan populasi mikroba tanah (Alvarez et al. 1998). Mikroba tanah yang aktif merupakan dasar transformasi dan proses siklus hara untuk melanjutkan kehidupan, melalui berbagai proses biokimia dalam tanah dan mineralisasi hara yang berdampak terhadap kesuburan dan produktivitas tanah (Kennedy and Gewin 1997).
Pemberian pupuk sintetis menguntungkan bagi komunitas mikroba heterotrofik, berupa perbaikan struktur tanah, sehingga meningkatkan ketersediaan hara dan kandungan humus (Beauchamp and Hume 1997). Transformasi beberapa pupuk kimia di dalam tanah bergantung pada mikroba tanah, seperti nitrifikasi pupuk amonia, produksi enzim fosfatase yang mengkatalisis hidrolisis pupuk P, dan produksi enzim urease yang mengkatalisis hidrolisis pupuk urea untuk memproduksi amonium karbonat. Namun demikian, pupuk sintetis juga dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan mikroba, khususnya pada daerah yang dekat dengan partikel pupuk granul, meningkatkan konsentrasi garam dalam larutan tanah yang menyebabkan ketidakseimbangan hara, pH rendah, pH tinggi, atau nitrit tinggi.
Pemberian bahan organik yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah memberikan dampak positif terhadap aktivitas berbagai enzim hidrolase yang kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya biomassa mikroba (Garcia et al. 1994). Menurut Ladd (1985), setelah 10 tahun penambahan bahan organik, siklus biokimia N (aktivitas urease dan protease-BAA), P (phosphatase) dan karbon (ß-glucosidase)
dapat direaktivasi, sehingga kesuburan tanah meningkat. Penambahan substrat karbon ke dalam tanah meningkatkan aktivitas dan populasi mikroba.
Pemberian pupuk mikroba penyubur tanah, khususnya Rhizobium, pada tanaman kedelai penting artinya bagi upaya peningkatan dan keberlanjutan sistem produksi. Selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, penggunaan pupuk mikroba yang sesuai dengan kondisi tanah juga akan meningkatkan efisiensi pemupukan dan mengurangi pencemaran lingkungan.
Penggunaan mikroba perombak bahan organik bertujuan untuk mem-percepat dekomposisi sisa-sisa tanaman pada lahan pertanian. Hal ini merupakan salah satu strategi dalam mempertahankan dan meningkatkan kualitas tanah, untuk menghindari imobilisasi hara dan pengaruh alelopati (Martin et al. 1990). Dekomposisi sisa-sisa tanaman juga dapat menghilang-kan substrat patogen, yang amenghilang-kan berdampak positif terhadap kesehatan tanaman pada musim berikutnya (Cook 1986; Elliott and Papendick 1986). Pada saat mikroba tanah merombak bahan organik, sebagian besar karbon dilepaskan sebagai CO2 atau diinkorporasi ke dalam biomas, sebagian kecil karbon diubah secara biokemis, dan sisanya dalam tanah sebagai bahan organik tanah.
EFEKTIVITAS PUPUK MIKROBA
Penggunaan sarana produksi yang dapat diperbarui dalam sistem pertanian berkelanjutan berperan penting bagi upaya optimalisasi keuntungan ekologi dan minimalisasi risiko lingkungan. Dalam kaitan ini, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memelihara kesehatan dan kualitas tanah melalui proses biologi. Pupuk mikroba adalah sarana produksi yang dapat diper-barui secara alamiah.
Penggunaan Pupuk Mikroba Multiguna (PMMg) Rhizo-plus dalam pengembangan kedelai di 24 provinsi dengan luas areal 273.013 ha dapat menekan kebutuhan pupuk N hingga 100% dan pupuk P hingga 50% dari yang direkomendasikan. Hasil penelitian menunjukkan, aplikasi Rhizo-plus pada tanaman kedelai di 30 kabupaten di 9 propinsi pada tahun 1997/98 mampu meningkatkan hasil rata-rata 0,5 t/ha atau 50% lebih tinggi dibanding-kan dengan tanpa Rhizo-plus (Saraswati 1999; Simanungkalit and Saraswati 1999). Pada tahun 2003, aplikasi Rhizo-plus pada tanaman kedelai di beberapa lokasi lahan sawah seluas 25 ha mampu memberikan hasil rata-rata 2,3 t/ha (Tabel 1).
Pada tanah Ultisol yang belum pernah ditanami kedelai, aplikasi Pupuk Mikroba Pelarut Fosfat (PMPF) pada pertanaman kedelai menekan jumlah pemakaian pupuk SP36 hingga 60% (53 kg/ha). Tanpa aplikasi PMPF, tanaman kedelai memerlukan pupuk SP36 sebanyak 125 kg/ha. Apabila pupuk P diberikan dengan takaran yang rendah, aplikasi PMPF menaikkan hasil kedelai. Penggunaan PMPF tidak meningkatkan hasil kedelai jika pupuk P diaplikasikan dengan takaran tinggi. Artinya, pemberian PMPF dapat menghemat penggunaan pupuk P.
Pada petak demonstrasi di 12 lokasi lahan bukaan baru di Lambale, Kabupaten Muna, Propinsi Sulawesi Tenggara, penggunaan PMPF yang dikombinasikan dengan urea 100 kg/ha, SP36 50 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha meningkatkan hasil kedelai sebesar 13%. Apabila penggunaan pupuk urea, SP36, dan KCl dikurangi 50%, peningkatan hasil kedelai yang mendapat perlakuan PMPF mencapai 28%. Data ini membuktikan bahwa penggunaan PMPF dapat menekan penggunaan pupuk kimia sehingga akan mengurangi pencemaran lingkungan.
Penggunaan bakteri diazotrof endofitik penghasil hormon tumbuh dan anti patogen dan Nematoda Patogen Serangga (NPS) pada kedelai mampu memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan kesehatan tanaman. Aplikasi Nodulin, BioReg-NPS, dan bahan organik yang dipadukan dengan pupuk dengan takaran setengah rekomendasi (0 N-50 P-37,5 K) pada tanah Ultisol (Lampung) mampu meningkatkan hasil kedelai dan tidak berbeda nyata dengan pemberian pupuk kimia sesuai rekomendasi (Tabel 2). Namun, penggunaan pupuk kimia dengan takaran setengah rekomendasi yang dibarengi dengan aplikasi pupuk mikroba meningkatkan kesehatan tanaman yang ditunjukkan oleh banyaknya jumlah polong sehat dan sedikitnya jumlah polong rusak (Tabel 3). Hal ini membuktikan bahwa peng-gunaan pupuk mikroba secara terpadu dengan pupuk organik diperlukan untuk menekan kebutuhan pupuk dan pestisida kimia.
Potensi pupuk mikroba pada kedelai belum sepenuhnya dimanfaatkan, terutama karena belum adanya penyuluhan manfaatnya dan belum ada
Tabel 1. Hasil kedelai dengan penggunaan Rhizo-plus di 11 kabupaten di lima provinsi pada tahun 2003.
Lokasi pengujian Hasil (t/ha)
Jawa Barat (Lemah Abang, dua lokasi) 2,8
DIY (Bantul, satu lokasi) 2,0
Jatim (Jombang, lima lokasi) 2,4
Sulawesi Selatan (Sopeng, satu lokasi) 1,8
Tabel 3. Pengaruh aplikasi BioReg-NPS terhadap kerusakan tanaman kedelai di tanah masam Podzolik Merah Kuning, Lampung, MT 2004.
Perlakuan Jumlah Jumlah Penggerek Pengisap
polong sehat/ polong rusak/ polong polong
100 batang 100 batang
Takaran pupuk rekomendasi (50 kg urea, 100 kg SP36,
75 kg KCl per ha) + pestisida 222 228 208 13
0 kg urea, 50 kg SP36, 37.5 kg KCl /ha + Nodulin +
BioReg-NPS 246 197 184 13
Tanpa urea + Nodulin + P-alam + PMPF + Kompos
Bio-MTM + BioReg-NPS 222 234 224 11
Tabel 2. Pengaruh aplikasi pupuk mikroba secara terpadu terhadap hasil kedelai pada lahan kering masam, Tegineneng, Lampung, MT 2004.
Hasil Serapan hara (mg/tanaman)
Perlakuan biji kering
(t/ha) N P K
Takaran pupuk rekomendasi 1,45 a 60,79 b 5,19 cd 50,16 a
(50 kg urea, 100 kg SP36, 75 kg/ha KCl ) + pestisida
Takaran pupuk rekomendasi + 1,57 a 87,99 a 6,80 ab 57,59 a
+ BioReg-NPS 0 kg urea, 50 kg SP36, 1,64 a 48,29 d 6,04 bc 49,50 a 37.5 kg KCl /ha + Nodulin + BioReg-NPS 0 kg urea + Nodulin + 1,61 a 50,66 cd 7,16 a 41,30 b P-alam + PMPF + kompos bio + BioReg-NPS
Angka dalam yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT
sistem baku mutu serta pengawasannya untuk berbagai pupuk mikroba yang beredar dewasa ini di pasaran. Pupuk mikroba, dalam pengembangan-nya memerlukan kebijakan khusus, diintegrasikan dengan program pemerintah sehingga mitra swasta dan pengguna (petani) tertarik untuk memanfaatkannya. Agar pemanfaatan pupuk mikroba berdampak pada peningkatan pendapatan usahatani, khususnya di lahan marjinal, maka teknologi pupuk mikroba yang dianjurkan harus sudah teruji dengan efisiensi yang tinggi. Pupuk mikroba memerlukan penanganan yang khusus karena mengandung organisme hidup. Cara pengirimannya kepada
Gambar 2. Keragaan tanaman kedelai (80 HST) yang diberi Nodulin, BioReg-NPS, dan kompos bio pada lahan kering masam, Tegineneng, Lampung.
Gambar 1. Pertumbuhan kedelai yang diberi Nodulin dan BioReg-NPS (44 HST) pada lahan kering masam, Tegineneng, Lampung.
pengguna (petani) dan cara penyimpanannya merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan, sehingga dalam pemanfaatannya diperlukan penyuluhan oleh lembaga pertanian terkait.
PERKIRAAN KEUNTUNGAN PENGGUNAAN
PUPUK MIKROBA PADA USAHATANI KEDELAI
Analisis usahatani menunjukkan bahwa pemanfaatan pupuk mikroba secara terpadu dengan pupuk organik pada pertanaman kedelai meningkatkan keuntungan sebesar Rp. 575.000/ha (Tabel 4).
PENUTUP
Pemeliharaan kesehatan dan kesuburan tanah merupakan aspek yang paling penting dalam sistem pertanian berkelanjutan. Dalam hal ini, peng-gunaan pupuk mikroba dan pupuk organik sangat diperlukan.
Pemanfaatan pupuk mikroba di samping pupuk organik dalam pengelolaan hara tanaman tampaknya merupakan suatu keharusan dalam usahatani kedelai dan sudah terbukti dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, meningkatkan efisiensi pemupukan N, P, dan K, serta meningkatkan efisiensi perombakan bahan organik di dalam tanah. Hal ini akan berdampak positif terhadap kelestarian lingkungan.
Penggunaan pupuk mikroba yang dipadukan dengan pupuk organik dan pupuk kimia (setengah takaran rekomendasi pupuk P dan K, tanpa pupuk N) disarankan dalam program pengembangan kedelai pada lahan kering masam yang diketahui miskin unsur hara, bahan organik, dan mikroba tanah.
Tabel 4. Analisis usahatani kedelai dengan penggunaan pupuk mikroba.
Pupuk sintetik Pupuk
mikroba-50-100-75 pupuk
organik-pupuk sintetis
Benih 40 kg/ha 240.000 240.000
Pupuk urea 50 kg/ha 125.000 0
SP36 100 kg/ha (P-alam) 250.000 100.000 KCl 100 kg/ha 250.000 100.000 Kompos Bio 0 500.000 Pupuk mikroba 0 100.000 Pestisida kimia 800.000 0 Biopestisida 0 500.000 Jumlah 1.665.000 1.540.000 Tenaga kerja 3.000.000 3.500.000
Total biaya produksi 4.665.000 5.040.000
Penerimaan
Hasil biji kering(ton/ha) 1,7 2,0
Nilai jual (Rp. 3500) 5.950.000 7.000.000
Pendapatan bersih 1.285.000 1.960.000
DAFTAR PUSTAKA
Alvarez, C.R., R. Alvarez, M.S. Grigera, and R.S. Lavado. 1998. Associations between organic matter fractions and the active soil microbial biomass. Soil Biol. and Biochem. 27:229-240.
Beauchamp E.G., and D.J. Hume. 1997. Agricultural soil manipulation. In: J.D. van Elsas, J.T. Trevors, and E.M.H. Wellington (Eds.). Modern soil microbiology. New York. Marcel Dekker. p. 643-663
Boddy, L., R. Watling, and A.J.E. Lyon. 1988. Fungi and ecological disturbance. Section B. Proc. Royal Soc. Edinburg. Vol. 94, 187 p.
Cook R.J. 1986. Plant health and the sustainability of agriculture, with special reference to disease control by beneficial microorganisms. Biol. Agric. Hort. 3:211-232.
Christensen, M. 1989. A view of fungal ecology. Mycologia 81:1-19.
Elliott, L.F., and R.I. Papendick 1986. Crop residue management for improved soil productivity. Biol. Agric. Hort. 3:131-142.
Garcia, C., T. Hernandez, F. Costa, and B. Ceccanti. 1994. Biochemical parameters in soils regenerated by the addition of organic wastes. Wastes Management and Res. 12:457-466.
Gochenauer, S.E. 1981. Responses of soil faunal communities to disturbance. In: D.T. Wieklow and G.C. J.D. van Elsas, J.T. Trevors, and E.M.H. Wellington (Eds.). The fungal community: its organization and role in the ecosystem. New York, Marcel Dekker. p. 459-479.
Kennedy A.C., and R.I. Papendick. 1995. Microbial characteristics of soil quality. J. Soil Water Conserv. 50:243-248.
Kennedy, A.C. and K.L.Smith. 1995. Soil microbial diversity and the sustainability of agricultural soils. Plant and Soil. 170:78-86.
Kennedy, A.C. and V.L. Gewin. 1997. Soil microbial diversity: Present and future considerations. Soil Sci. 162:607-617.
Ladd, J.N. 1985. Soil enzymes. In: D. Vaughan and R.E. Malcolm (Eds.), Soil organic matter and biological activity. The Hague, Netherlands, Nijhoff & Junk.
Peterson, S.O. and M.J. Klug. 1994. Effects of tillage, storage, and incubation temperature on the phospholipid fatty acid profile of a soil microbial community. Applied and Environmental Microbiology. 60:2421-2430. Saraswati, R. 1999. Teknologi pupuk mikroba mulriguna menunjang keberlanjutan sistem produksi kedelai. J. Mikrobiol. Indon. (4):1:1-9. Simanungkalit, R.D.M, and R. Saraswati. 1999. Application of biotechnology on biofertilizer production in Indonesia. Prosiding Seminar of Sustainable Agriculture and Alternative Solution for Food Crisis. PAU-IPB. Bogor.