• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU SEBAGAI PENAMBAH NUTRISI UNTUK PERTUMBUHAN BIBIT SENGON (Falcataria moluccana) Jl. Pakuan P.O.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU SEBAGAI PENAMBAH NUTRISI UNTUK PERTUMBUHAN BIBIT SENGON (Falcataria moluccana) Jl. Pakuan P.O."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU

SEBAGAI PENAMBAH NUTRISI UNTUK PERTUMBUHAN BIBIT SENGON (Falcataria moluccana)

Hana Islamiati Bilallian1), S.Y. Srie Rahayu2)dan Yulianti Bramasto3) 1,2)

Program Studi Biologi, FMIPA Universitas Pakuan, Jl. Pakuan P.O. Box 452, Bogor

3)

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, Jl. Pakuan Ciheuleut P.O.Box 105, Bogor

ABSTRAK

Pengembangan pembudidayaan sengon memerlukan ketersediaan bibit yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi. Pertumbuhan bibit yang baik membutuhkan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhannya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan, yaitu dengan penambahan pupuk organik yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, dan meningkatkan ketersediaan unsur hara. Limbah cair tahu dapat dijadikan sebagai pupuk organik karena mengandung bahan organik dan unsur hara sehingga limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penambah nutrisi untuk pertumbuhan sengon. Berdasarkan hasil penelitian pemberian limbah cair tahu berbeda nyata terhadap tinggi dan indeks vigor sedangkan diameter batang, indeks mutu bibit serta biomassa tidak berbeda nyata.

Kata Kunci : Sengon, Limbah Cair Tahu, Pertumbuhan, Nutrisi.

1. PENDAHULUAN

Industri tahu di Indonesia mengalami kesulitan dalam mengelola limbahnya. Sebagian besar pengusaha industri tahu membuang limbah cairnya ke selokan atau ke sungai tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Hal ini tentu saja merugikan lingkungan. Menurut Kaswinarni (2007), industri tahu memerlukan suatu pengolahan ataupun pemanfaatan limbah yang bertujuan untuk mengurangi resiko pencemaran lingkungan seperti pencemaran air. Menurut Farida (2007), kandungan unsur kimia dalam 100 ml limbah cair tahu adalah air sebanyak 4,9 gram, protein 17,4 gram, kalsium 19 miligram, fosfor 29 miligram, dan zat besi 4 miligram. Limbah cair tahu juga mengandung karbohidrat, lemak, besi, serta nitrogen dan kalium yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Sediaoetomo (1999), limbah cair tahu merupakan hasil sampingan dari industri pembuatan tahu yang belum banyak dimanfaatkan selama ini. Setelah ditelusuri lebih lanjut limbah cair tahu mengandung

zat-zat seperti protein, kalori, lemak, dan karbohidrat. Bahan-bahan organik tersebut dapat didaur ulang oleh mikroba, sehingga dapat menjadi unsur hara potensial untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Sengon (Falcataria moluccana)

merupakan tanaman fast growing, yaitu tanaman yang memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, masa panen yang pendek, teknik budidaya yang relatif mudah, produktivitas tinggi, dan memberikan manfaat sebagai tanaman produksi, karena kayunya yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, diantaranya sebagai bahan konstruksi ringan, kayu lapis, papanblok, papan lamina dan papan partikel. (Anggraeni, 2010).

Pengembangan pembudidayaan sengon memerlukan ketersediaan bibit yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi. Pertumbuhan bibit yang baik membutuhkan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhannya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan, yaitu dengan penambahan pupuk organik yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, dan meningkatkan ketersediaan unsur hara

(2)

(Sastrahihajat dan Soemarno, 1991). Limbah cair tahu dapat dijadikan sebagai pupuk organik karena mengandung bahan organik dan unsur hara sehingga limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penambah nutrisi untuk pertumbuhan sengon.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan limbah cair tahu sebagai penambah nutrisi untuk pertumbuhan sengon yang merupakan salah satu tanaman kehutanan, dengan melihat konsentrasi pemberian limbah cair tahu yang paling efektif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Industri Tahu

2.1.1. Proses Pembuatan Tahu

Proses pembuatan tahu terdiri atas beberapa tahapa yaitu perendaman, penggilingan, pemasakan, penyaringan, penggumpalan, pencetakan atau pengerasan dan pemotongan. Proses pembuatan tahu menghasilkan limbah padat berupa ampas tahu dan limbah cair. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih (whey), sedangkan sumber limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan proses, pemasakan dan larutan bekas rendaman kedelai (Said dan Heru, 1999).

2.1.2. Limbah Cair Industri Tahu

Limbah cair industri tahu memiliki beban pencemar yang tinggi. Pencemaran limbah cair industri tahu berasal dari bekas pencucian kedelai, perendaman kedelai, air bekas pembuatan tahu dan air bekas perendaman tahu. Air limbah tersebut mengandung bahan organik, dan apabila langsung dibuang ke badan air penerima, tanpa adanya proses pengolahan maka akan menimbulkan pencemaran, seperti menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap dan berkurangnya oksigen yang

terlarut dalam air sehingga mengakibatkan organisme yang hidup di dalam air terganggu karena kehidupannya tergantung pada lingkungan sekitarnya. Pencemaran yang dilakukan terus menerus akan mengakibatkan matinya organisme yang ada dalam air, mengingat air berubah kondisinya menjadi anaerob (Astuti dkk., 2007).

2.2. Sifat dan Kandungan Limbah Cair Tahu

2.2.1 Sifat Limbah Cair Tahu

Menurut Sarwono dkk (2004), sifat limbah cair dari pengolahan tahu antara lain sebagai berikut:

1. Limbah cair mengandung zat-zat organik terlarut yang cenderung membusuk jika dibiarkan tergenang sampai beberapa hari di tempat terbuka. 2. Suhu air tahu rata-rata berkisar antara 40-60o C, suhu ini lebih tinggi dibandingkan suhu rata-rata air lingkungan. Pembuangan secara langsung tanpa proses, dapat membahayakan kelestarian lingkungan hidup.

3. Air limbah tahu bersifat asam karena proses penggumpalan sari kedelai membutuhkan bahan penolong yang bersifat asam. Keasaman limbah dapat membunuh mikroba.

2.2.2. Kandungan Limbah Cair Tahu

Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik yang tinggi terutama protein dan asam-asam amino. Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), dan TSS (Total Suspended Solid) yang tinggi (Husin, 2003).

Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah industri cair tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik tersebut dapat berupa protein, karbohidrat dan

(3)

lemak.Senyawa protein memiliki jumlah yang paling besar yaitu mencapai 40%-60%, karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10%. Bertambah lama bahan-bahan organik dalam limbah cair tahu, maka volumenya semakin meningkat (Sugiharto, 1994). Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah tahu adalah gas nitrogen (N2). Oksigen (O2), Hidrogen Sulfida (H2S), Amonia (NH3), Karbondioksida (CO2) dan Metana (CH4).Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan (Herlambang, 2002).

2.3. Deskripsi Sengon (Falcataria moluccana)

Sengon merupakan tanaman asli Indonesia, Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Australia (Soerianegara dan Lemmens, 1993). Tegakan alam sengon di Indonesia ditemukan tersebar di bagian timur (Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua) dan di perkebunan di Jawa (Martawijaya dkk, 1989).

2.3.1. Biologi Sengon (Falcataria

moluccana)

Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, tidak bersekat-sekat dan berukuran panjang 10-13 cm dan lebar 2 cm. Setiap polong buah berisi 15-20 biji. Biji sengon berbentuk pipih, lonjong, tidak bersayap, berukuran panjang 6 mm. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda dengan panjang sekitar 23-30 cm. Bunga sengon tersusun dalam malai berukuran panjang 12 mm, berwarna putih kekuningan dan sedikit berbulu, berbentuk seperti saluran atau lonceng. Bunganya biseksual, terdiri dari bunga jantan dan bunga betina (Santoso, 1992).

2.3.2. Tempat Tumbuh dan

Penyebaran

Pohon sengon dapat tumbuh mulai dari pantai sampai daerah dengan ketinggian 1600 m di atas permukaan laut (dpl). Pohon sengon banyak ditanam di

daerah tropis, akan tetapi pohon sengon tersebut dapat beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembab dengan curah hujan 200-2700 mm/tahun serta bulan kering sampai 4 bulan (Hidayat, 2002).

2.4. Pertumbuhan

Pertumbuhan tanaman didefinisikan sebagai pertambahan ukuran yang dapat diketahui dengan adanya pertambahan panjang, diameter, dan luas bagian tanaman (Harjadi, 1933). Pertumbuhan berlangsung karena peristiwa perubahan air, CO2, garam-garam anorganik menjadi bahan-bahan organik.

2.5. Nutrisi

Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000).

3. BAHAN dan METODE

PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2016. Penelitian dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan dan Stasiun Penelitian Nagrak, Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bak kecambah, polybag, pinset, gelas ukur, derigen, gembor, corong, caliper, penggaris, analitical balance (timbangan analitik), oven, seeding net dan kamera.

Bahan yang digunakan adalah benih sengon (Falcataria moluccana), tanah dan pasir perbandingan 1:1 dan 2:1 sebagai media tanam, dan limbah cair tahu yang diperoleh dari industri tahu di kampung Cibalagung RT 01 RW 05 Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat.

(4)

3.3. Metode Kerja

3.3.1. Pengambilan Sampel Limbah Cair Tahu

Pengambilan sampel limbah cair tahu di Kampung Cibalagung RT 01/05 Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat.

3.3.2. Perlakuan Pendahuluan

Benih sengon ditabur dengan cara mendidihkan air terlebih dahulu, kemudian benih sengon dimasukkan ke dalam air yang telah mendidih tersebut, lalu didiamkan selama 24 jam.

3.3.3. Persiapan Media Tanam

1. Persiapan Media Tanam Untuk Penaburan

Media tanam yang sering digunakan

adalah tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1 yang telah diayak dan disterilisasi. Sterilisasi dilakukan dengan cara pengukusan selama kurang lebih satu jam. Setelah sterilisasi selesai, media tersebut didiamkan terlebih dahulu. Jika suhu atau media sudah tidak panas lagi, benih sengon sudah bisa ditabur.

2. Persiapan Media Tanam Untuk Penyapihan

Media tanam untuk penaburan yaitu campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 2:1. Persiapannya tanpa melakukan sterilisasi terlebih dahulu namun tetap dilakukan proses pengayakan.

3.3.4. Penaburan Benih Pada Bak Kecambah

Benih yang ditabur yaitu sebanyak 1200 benih. Satu bak kecambah berisi 100 benih.

3.3.5. Penyapihan Bibit dan Pemberian Limbah Cair Tahu

Bibit sengon yang telah berumur 1 bulan di persemaian, kemudian dipindahkan ke dalam polybag. Pemberian limbah cair tahu diberikan pada saat umur bibit dua bulan setelah penyapihan.

Pemberian limbah cair tahu dilakukan dengan frekuensi waktu satu minggu sekali, dua minggu sekali, dan 3 minggu sekali dengan konsentrasi yang diujikan.

3.2.6. Pembuatan Konsentrasi Limbah Cair Tahu

Setiap konsentrasi limbah cair tahu diberikan masing-masing untuk 40 tanaman dan dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Konsentrasi 0% (Kontrol), hanya

menggunakan air sebanyak 4000 ml. 2. Konsentrasi 10%, dengan mencampur

400 ml limbah cair tahu dan air sebanyak 3600 ml.

3. Konsentrasi 20%, dengan mencampur 800 ml limbah cair tahu dan air sebanyak 3200 ml.

4. Konsentrasi 30%, dengan mencampur 1200 ml limbah cair tahu dan air sebanyak 2800 ml.

3.2.7. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan bertujuan untuk membebaskan tanaman dari tanaman pengganggu, dan untuk mencegah datangnya hama dan penyakit yang biasanya menjadikan rumput atau gulma lain sebagai tempat persembunyiannya.

3.2.8. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial, dengan dua faktor yaitu faktor konsentrasi pemberian limbah cair tahu (A), dan faktor waktu (B). Faktor A terdiri dari 4 Konsentrasi yaitu 0% (A0),10% (A1), 20% (A2), 30% (A3). Faktor B terdiri dari tiga, yaitu satu minggu sekali (B1), dua minggu sekali (B2) dan tiga minggusekali (B3).

3.2.9. Parameter Pengamatan

Parameter yang diamati meliputi tinggi bibit, diameter batang, indeks vigor, indeks mutu bibit, dan biomassa.

Perhitungan nilai Indeks Vigor dilakukan dengan menggunakan rumus Rahardjo & Soedarsono (1987) yaitu :

(5)

Indeks Vigor =

Rata −rata panjang akar + Rata −rata panjang batang DB

Keterangan : DB = Derajat bebas

Perhitungan Nilai Indeks Mutu Bibit (IMB) dilakukan dengan menggunakan rumus Dickson (Kurniaty.,dkk, 2010) yaitu: IMB =T BKT D + BKA BKB Keterangan :

IMB : Indeks mutu bibit BKT : Berat kering total (gram) T : Tinggi (cm)

D : Diameter (mm)

BKB : Berat kering batang (g) BKA : Berat kering akar (g)

Pengukuran Biomassa dilakukan dengan menggunakan rumus Berat Kering Total yang dinyatakan dalam satuan gram (Heriyanto., dan Siregar, 2004).

BKT = BKB + BKA Keterangan :

BKT = Berat Kering Total

BKB = Berat Kering Batang (gram) BKA = Berat Kering Akar (gram)

3.2.10. Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan Analisis varians (ANOVA). Selanjutnya untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Lanjut Duncan, dengan menggunakan SPSS 16.0.

4. HASIL dan PEMBAHASAN

4.1. Tinggi Bibit Sengon

Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan yang nyata pertumbuhan tinggi bibit sengon pada umur 4 bulan dengan berbagai konsentrasi pemberian limbah cair tahu, sedangkan pada faktor frekuensi penyiraman menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil Uji Duncan Rata-rata tinggi

Bibit Sengon Faktor A dan B

Konsentrasi (Faktor A) Duncan

Kontrol 7,356 a 10% 8,077 b 20% 8,547 c 30% 8,180 a Penyiraman (Faktor B) 1 Minggu 8,049 a 2 Minggu 8,150 a 3 Minggu 7,921 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan pada selang kepercayaan 95%.

Adanya perbedaan yang nyata dari berbagai konsentrasi , disebabkan limbah cair tahu mengandung Kalsium, Fosfor, dan Nitrogen. Keseluruhan unsur yang diserap saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga penyiraman dengan menggunakan limbah cair tahu dapat mendukung pertumbuhan tinggi bibit sengon.

Menurut Pranata (2004), limbah cair tahu mengandung unsur hara nitrogen yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan tinggi batang. Fosfor yang berperan dalam metabolisme energi pada tanaman, dan kalium berperan sebagai pengaktif dalam sejumlah enzim yang diperlukan untuk membentuk pati dan protein.

Tinggi bibit sengon tertinggi pada faktor konsentrasi pemberian limbah cair tahu yaitu konsentrasi 20%, hal ini disebabkan oleh nutrisi dan pH yang terkandung pada limbah cair tahu. Berdasarkan hasil analisis pH limbah cair tahu adalah 3,6. Nilai pH limbah cair tahu yang masam yaitu < 7 menyebabkan tanah menjadi masam sehingga pertumbuhan terganggu. Tanaman Sengon dapat tumbuh dengan baik dengan kemasaman tanah sekitar pH 6-7 (Hidayat, 2002). Tinggi bibit sengon terendah pada faktor konsentrasi yaitu pada kontrol. Pada faktor frekuensi tinggi bibit sengon tertinggi

(6)

adalah dengan pemberian limbah cair tahu setiap 2 minggu sekali, sedangkan terendah setiap 3 minggu sekali. Persentase perbandingan antara tinggi bibit sengon tertinggi dan terendah pada faktor konsentrasi yaitu 53,84%, dan pada faktor frekuensi 50,71%.

4.2. Diameter Bibit Sengon

Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa, antara faktor konsentrasi (A) dan faktor frekuensi penyiraman (B) tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan diameter batang bibit sengon pada umur 4 bulan (Tabel 2). Hal ini disebabkan unsur hara yang terkandung dalam limbah cair tahu seperti hara Nitrogen, Fosfor dan Kalium diserap dalam jumlah yang sedikit, sehingga menyebabkan pertumbuhan diameter batang bibit sengon tidak optimal. Sedangkan unsur-unsur tersebut sangat diperlukan oleh tanaman untuk pembentukan atau pertumbuhan organ batang.

Tabel 2. Hasil Uji Duncan Rata-rata

Diameter Bibit Sengon Faktor A dan B

Konsentrasi (Faktor A) Rata-rata

Kontrol 1,128 a 10% 1,357 a 20% 1,203 a 30% 1,207 a Penyiraman (Faktor B) 1 Minggu 1,180 a 2 Minggu 1,176 a 3 Minggu 1,315 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan pada selang kepercayaan 95%.

Bibit sengon dengan diameter tertinggi pada faktor konsentrasi adalah 10%, sedangkan terendah adalah kontrol.Bibit sengon dengan diameter tertinggi pada faktor frekuensi adalah

frekuensi penyiraman setiap 3 minggu sekali, sedangkan terendah setiap 2 minggu sekali. Perbandingan persentase diameter bibit sengon tertinggi dengan terendah pada faktor konsentrasi sebesar 54,65%, dan pada faktor frekuensi sebesar 52,82%.

4.3. Indeks Vigor Bibit

Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan yang nyata indeks vigor bibit sengon pada umur 4 bulan dengan berbagai konsentrasi sedangkan pada frekuensi menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil Uji Duncan Rata-rata

Indeks Vigor Bibit Sengon Faktor A dan B

Konsentrasi (Faktor A) Rata-rat

Kontrol 1,996 a 10% 1,898 a 20% 2,147 b 30% 2,390 c Penyiraman (Faktor B) 1 Minggu 2,117 a 2 Minggu 2,097 a 3 Minggu 2,109 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan pada selang kepercayaan 95%.

Bibit sengon dengan indeks vigor tertinggi pada faktor konsentrasi adalah 30%, hal ini menunjukkan bibit sengon memiliki viabilitas yang lebih tinggi. Bibit sengon dengan indeks vigor terendah pada faktor konsentrasi adalah 10%/. Bibit sengon dengan indeks vigor tertinggi pada faktor frekuensi adalah setiap 3 minggu sekali, sedangkan terendah setiap 2 minggu sekali. Perbandingan persentase indeks vigor bibit sengon tertinggi dengan terendah pada faktor konsentrasi sebesar 55,84%, dan pada faktor frekuensi sebesar 50,23%.

(7)

4.4. Indeks Mutu Bibit (IMB)

Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa, antara faktor konsentrasi (A) dan faktor frekuensi penyiraman (B) tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan diameter batang bibit sengon pada umur 4 bulan (Tabel 4).

Tabel 4. Hasil Uji Duncan Rata-rata

Indeks Mutu Bibit Sengon Faktor A dan B

Konsentrasi (Faktor A) Duncan

Kontrol 0,022 a 10% 0,015 a 20% 0,018 a 30% 0,021 a Penyiraman (Faktor B) 1 Minggu 0,020 a 2 Minggu 0,018 a 3 Minggu 0,020 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan pada selang kepercayaan 95%.

Indeks mutu bibit tertinggi pada faktor konsentrasi adalah kontrol, sedangkan terendah adalah 10%. Bibit sengon dengan indeks vigor tertinggi pada faktor frekuensi adalah setiap 1 dan 3 minggu sekali, sedangkan terendah setiap 2 minggu sekali. Perbandingan persentase indeks mutu bibit sengon tertinggi dengan terendah pada faktor konsentrasi sebesar 59,45%, dan pada faktor frekuensi sebesar 52,63%.

Nilai indeks mutu bibit dalam penelitian ini tidak memenuhi syarat untuk tanaman yang siap ditanam di lapangan, karena menurut Hendromono (2003), jika indeks mutu bibit yang didapat > 0,09 maka tanaman tersebut mempunyai tingkat ketahanan yang tinggi saat dipindahkan ke lapangan. Hal ini disebabkan umur bibit yang masih muda yaitu empat bulan, yang batang dan akarnya belum tumbuh secara

sempurna sehingga bibit belum siap ketika akan ditanam di lapangan

4.5. Biomassa Bibit Sengon

Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa, antara faktor konsentrasi (A) dan faktor frekuensi penyiraman (B) tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan biomassa bibit sengon pada umur 4 bulan (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil Uji Duncan Rata-rata

Biomassa Bibit Sengon Faktor A dan B

Konsentrasi (Faktor A) Duncan

Kontrol 0,244 a 10% 0,190 a 20% 0,245 a 30% 0,272 a Penyiraman (Faktor B) 1 Minggu 0,263 a 2 Minggu 0,219 a 3 Minggu 0,230 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan pada selang kepercayaan 95%.

Bibit sengon dengan biomassa atau berat kering total (BKT) tertinggi pada faktor konsentrasi adalah 30%, hal ini disebabkan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan terserap dengan baik oleh akar sehingga tidak menghambat proses fotosintesis dan aktivitas hidup seperti respirasi serta pembentukan sel dan jaringan. Bibit sengon dengan biomassa atau berat kering total (BKT) terendah pada faktor konsentrasi adalah 10%. Bibit sengon dengan biomassa tertinggi pada faktor frekuensi adalah setiap 1 minggu sekali, sedangkan terendah setiap 2 minggu sekali. Perbandingan persentase indeks mutu bibit sengon tertinggi dengan terendah pada faktor konsentrasi sebesar 93,47%, dan pada faktor frekuensi sebesar 54,56%.

(8)

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Pemberian limbah cair tahu memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan indeks vigor bibit sengon, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter batang, indeks mutu bibit dan biomassa atau berat kering total (BKT).

2. Konsentrasi yang paling efektif sebagai penambah nutrisi untuk meningkatkan pertumbuhan bibit sengon sampai umur 4 bulan yaitu konsentrasi 30% .

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan hingga bibit sengon siap tanam di lapangan yaitu umur 5 hingga 6 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, H. 2003.Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed – BED. Tesis.Diakses pada 6 Januari

2015.

Andi, Martawijaya. Kartasujana, I., Mandang, Y. I., Prawira, S. A. dan Kadir, K. 1989. Atlas Kayu Indonesia. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Indonesia.

Anggraeni, I. 2010. Pengendalian Karat

Tumor Pada Sengon. Penyakit

Karat Tumor pada Sengon. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.

Astuti, A. D., Wicaksono, W., dan Nurwini, A. R. 2007. Pengolahan Air Limbah Tahu Menggunakan Bioreaktor Anaerob-Aerob Bermedia Karbon Aktif dengan Variasi Waktu Tinggal. Dalam R. Agung Tuhu., H. S. Winata. 2010.

Jurnal Teknik Lingkungan Ilmiah Teknik Lingkungan. 2 (2): 19-20.

Farida, A., M. Edwar., Aga. K. 2007. Pembuatan Kompos Dari Ampas Tahu Dengan Activator STARDEC.Jurnal Teknik Kimia. 15(3): 2-3.

Harjadi, M.M.Sri Setyati. 1993. Pengantar

Agronomi. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Heriyanto NM, Siregar CA. 2004. Pengaruh pemberian serbuk arang terhadap pertumbuhan bibit

Acacia mangium Willd. di

Persemaian. J Penelitian

Hutandan Konservasi Alam

1(1):80-83.

Hidayat, J. 2002. Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen dalam Informasi Singkat Benih. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. Herlambang, A., 2002. Teknologi

Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (BPPT) dan Bapedal. Samarinda.

Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Kurniaty R, Budiman B, Suartana M. 2010. Pengaruh media dan naungan terhadap mutu bibit suren Vol. 03 Desember 2012 Viabilitas Benih dan Pertumbuhan Awal Bibit Akasia Krasikarpa 195 (Toona Sureni Merr.). J Penelitian Hutan Tanaman 7 (2):79.

Said, N. I dan Heru, D. W. 1999. Teknologi Pengolahan Air Limbah Tahu-Tempe Dengan Proses Biofilter Anaerob dan Aerob. Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Santoso, H. B. 1992. Budidaya Sengon.

(9)

Sarwono. 2004. Membuat Aneka Tahu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sastrahidayat, I. R dan Soemarno. 1991.

Budidaya Tanaman Tropika.

Usaha Nasional. Surabaya.

Sediaoetomo, Achmad, D. 1999. Ilmu Gizi

Untuk Mahasiswa dan Profesi.

Jilid II. Dian Rakyat. Jakarta. Soenarjo. 2000. Pengertian Nutrisi

Menurut Beberapa Ahli dan Jenis-jenis Nutrisi. Http//unimus.ac.id.

Diakses pada 22 januari 2016.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. S. Y. Srie Rahayu, M.Si. dan Ibu Dr. Yulianti Bramasto, M. Si. Selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan berupa saran serta arahannya dalam menyusun jurnal ini. Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan (BP2TPTH) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian. Para teknisi di Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan (BP2TPTH), Ibu Dina Agustina, S.Si., Bapak Suherman dan Emuy Supardi, yang telah banyak membantu selama penelitian.

Gambar

Tabel 1. Hasil Uji Duncan Rata-rata tinggi  Bibit Sengon Faktor A dan B
Tabel  2.  Hasil  Uji  Duncan  Rata-rata  Diameter Bibit Sengon Faktor A  dan B
Tabel  4.  Hasil  Uji  Duncan  Rata-rata  Indeks  Mutu  Bibit  Sengon  Faktor A dan B

Referensi

Dokumen terkait

Penulis juga berharap adanya laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya penulis sendiri dan bagi teman-teman mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi,

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam

POKJA PEMBANGUNAN RUANG KELAS MAN SUMBEROTO KABUPATEN MALANG.. Jalan Raya Sepanjang

[r]

o Anatomi fisiologi organ- organ system perkemihan pada manusia o Fungsi organ- organ system perkemihan

Dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam dan perlindungan lingkungan hidup maka kewenangan kepala daerah yang tertuang dalam UU 32 tahun 2004 tentang

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh perhatian orang tua dan tingkat pendapatan orang tua terhadap hasil belajar ekonomi siswa kelas XI di SMA

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan peneli- tian, hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) Pengaruh intensitas