• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

GUBERNUR BALI

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 53 TAHUN 2012

TENTANG

POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI PADA RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Menimbang : a. bahwa bidang kesehatan merupakan urusan wajib daerah sehingga pemerintah daerah bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyelenggaraan pembangunan

kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan di daerah;

b. bahwa Rumah Sakit Indera Provinsi Bali sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat memiliki peran strategis dalam mempercepat derajat kesehatan masyarakat sehingga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan bermutu dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat;

c. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a dan huruf b dalam penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah perlu membuat suatu Pola Tata Kelola Rumah Sakit;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pola Tata Kelola Rumah Sakit Indera Provinsi Bali;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah–daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

(2)

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

6. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

10. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063;

11. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

(3)

12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488) sebagimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 83,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4652);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502), sebagaimana telah dibuah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5340);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik RI Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4502); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang

Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;

18. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855);

(4)

19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);

22. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

23. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 28 Tahun 2004 tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik;

24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006;

25. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal;

26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah; 27. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007

tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;

28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya;

29. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.05/2009 tentang Penghapusan Piutang Badan Layanan Umum;

30. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

(5)

31. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit;

32. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws);

33. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 631/Menkes/ SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff By Laws) di Rumah Sakit;

34. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:1045/Menkes/ Per/XXI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di lingkungan Departemen Kesehatan;

35. Keputusan Menteri Kesehatan tanggal 9 Mei 2008 Nomor 456/Menkes/SK/V/ 2008 tentang Penetapan Kelas

Rumah Sakit Indera Milik Pemerintah Provinsi Bali;

36. Keputusan Menteri Kesehatan tanggal 16 Maret 2009 Nomor HK.07.06/III/886/2009 tentang Pemberian Izin Penyelenggaraan Rumah Sakit Khusus dengan nama Rumah Sakit Indera Provinsi Bali Jalan Maruti No: 10 Denpasar Provinsi Bali;

37. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

129/Menkses/PER/IV/2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;

38. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 12);

39. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2011 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 4);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR BALI TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Bali.

(6)

daerah dan unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Bali.

4. Rumah Sakit adalah Rumah Sakit Khusus Milik Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Rumah Sakit Indera Provinsi Bali.

5. Direktur adalah Direktur Rumah Sakit Khusus Daerah yang selanjutnya disebut Direktur Rumah Sakit Indera Provinsi Bali.

6. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

7. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, yang selanjutnya disingkat PPK-BLUD adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan flaksibiltas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.

8. Fleksibilitas adalah keleluasaan pengelolaan keuangan/ barang Rumah Sakit pada batas-batas tertentu yang dapat dikecualikan dari ketentuan yang berlaku umum.

9. Pejabat Pengelola Rumah Sakit adalah Direktur Rumah Sakit yang bertanggungjawab terhadap operasional Rumah Sakit yang terdiri atas Direktur pejabat keuangan dan pejabat teknis yang sebutannya disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku pada Rumah Sakit.

10. Pendapatan adalah semua penerimaan dalam bentuk kas dan tagihan Rumah Sakit yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode anggaran bersangkutan yang tidak perlu dibayar kembali.

11. Belanja adalah semua pengeluaran dari rekening kas yang mengurangi ekuitas dan lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh BLUD.

12. Biaya adalah sejumlah pengeluaran yang mengurangi ekuitas dana lancar untuk memperoleh barang dan/atau jasa untuk keperluan operasional Rumah Sakit.

13. Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis yang dapat meningkatkan kemampuan Rumah Sakit dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 14. Basis akrual adalah bisnis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas ditrima atau dibayar.

15. Rekening Kas Rumah Sakit adalah rekening tempat penyimpanan uang Rumah Sakit yang dibuka oleh Direktur Rumah Sakit pada bank umum untuk menampung seluruh penerimaan pendapatan dan pembayaran pengeluaran Rumah Sakit.

(7)

16. Rencana Bisnis dan Anggaran Rumah Sakit, yang selanjutnya disingkat RBA adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran tahunan yang berisi program, kegiatan, target kinerja dan anggaran Rumah Sakit.

17. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat DPA- Rumah Sakit adalah dokumen yang memuat pendapatan dan biaya, proyeksi arus kas, jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang akan dihasilkan dan digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh Rumah Sakit.

18. Rencana Strategis Bisnis Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat Renstra Bisnis Rumah Sakit adalah dokumen lima tahunan yang memuat visi, misi, program strategis, pengukuran pencapaian kinerja dan arah kebijakan operasional Rumah Sakit.

19. Standar Pelayanan Minimal adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimal yang diberikan oleh Rumah Sakit kepada masyarakat.

20. Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.

21. Sistim Pengendalian Internal (SPI) adalah perangkat Rumah Sakit yang bertugas melakukan pengawasan dan pengendalian internal dalam rangka membantu pimpinan Rumah Sakit untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan pengaruh lingkungan sosial sekitarnyadalam menyelenggarakan bisnis sehat.

22. Dewan Pengawas Rumah Sakit yang selanjutnya disebut Dewan Pengawas adalah organ yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Rumah Sakit.

23. Nilai omset adalah jumlah seluruh pendapatan operasional yang diterima oleh Rumah Sakit yang berasal dari barang dan/atau jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat hasil kerja Rumah Sakit dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya.

24. Nilai aset adalah jumlah aktiva yang tercantum dalam neraca Rumah Sakit pada akhir suatu tahun buku tertentu, dan merupakan bagian dari aset pemerintah daerah yang tidak terpisahkan.

25. Tarif adalah imbalan atas barang dan/atau jasa yang diberikan oleh Rumah Sakit termasuk imbal hasil yang wajar dari investasi dana, dapat bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan.

26. Komite medik adalah perangkat Rumah Sakit untuk menerapkan tata kelola klinis (clinical governance) agar staf medis dirumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis. 27. Staf medis adalah dokter, dokter spesialis di rumah sakit. 28. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

29. Peraturan internal Rumah Sakit (hospital bylaws) adalah aturan dasar yan mengatur tata cara penyelenggaraan

(8)

rumah sakit meliputi peraturan internal korporasi dan peraturan internal staf medis.

30. Peraturan internal korporasi (corporate bylaws) adalah aturan yang mengatur agar tata kelola korporasi (corporate governance) terselenggara dengan baik melalui pengaturan hubungan antara pemilik, pengelola, dan komite medik di rumah sakit.

31. Peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) adalah aturan yang mengatur tata kelola klinis (clinical governance) untuk menjaga profesionalisme staf medis di rumah sakit.

32. Kewenangan klinis (clinical privilege) adalah hak khusus seorang staf medis untuk melakukan sekelompok pelayanan medis tertentu dalam lingkungan rumah sakit untuk suatu periode tertentu yang dilaksanakan berdasarkan penugasan klinis (clinical appointment).

33. Penugasan klinis (clinical appointment) adalah penugasan kepala/direktur rumah sakit kepada seorang staf medis untuk melakukan sekelompok pelayanan medis di rumah sakit tersebut berdasarkan daftar kewenangan klinis yang telah ditetapkan baginya.

34. Kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf medis untuk menentukan kelayakan diberikan kewenangan klinis (clinical privilege).

35. Rekredensial adalah proses reevaluasi terhadap staf medis yang telah memiliki kewenangan klinis (clinical privilege) untuk menetukan kelayakan pemberian kewenangan klinis tersebut.

36. Audit medis adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis.

37. Mitra bestari (peer group) adalah sekelompok staf medis dengan reputasi dan kompetensi profesi yang baik untuk menelaah segala hal yang terkait dengan profesi medis.

BAB II

PRINSIP TATA KELOLA Pasal 2

(1) Pola Tata Kelola merupakan peraturan internal rumah sakit, yang didalamnya memuat:

a. struktur organisasi; b. prosedur kerja;

c. pengelompokan fungsi-fungsi logis; dan d. pengelolaan sumber daya manusia.

(2) Pola Tata Kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. transparansi; b. akuntabilitas;

c. responsibilitas; dan d. independensi.

(9)

Pasal 3

(1) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, menggambarkan posisi jabatan, pembagian tugas, fungsi, tanggung jawab, kewenangan dan hak dalam organisasi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(2) Prosedur kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, menggambarkan hubungan dan mekanisme kerja antar posisi jabatan dan fungsi dalam organisasi.

(3) Pengelompokan fungsi logis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c, menggambarkan pembagian yang jelas dan rasional antara fungsi pelayanan dan fungsi pendukung yang sesuai dengan prinsip pengendalian intern dalam rangka efektifitas pencapaian organisasi.

(4) Pengelolaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d, merupakan pengaturan dan kebijakan yang jelas mengenai sumber daya manusia yang berorientasi pada pemenuhan secara kuantitatif/kompeten untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi secara efisien, efektif, dan produktif.

Pasal 4

(1) Transparansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, merupakan asas keterbukaan yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi agar informasi secara langsung dapat diterima bagi yang membutuhkan sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan.

(2) Akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem yang dipercayakan pada Rumah Sakit agar pengelolaannya dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.

(3) Responsibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, merupakan kesesuaian atau kepatuhan di dalam pengelolaan organisasi terhadap bisnis yang sehat serta perundang-undangan.

(4) Independensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d, merupakan kemandirian pengelolaan organisasi secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip bisnis yang sehat. (5) Akuntabilitas sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (2)

huruf b diwujudkan dalam perencanaan, evaluasi dan laporan/pertanggungjawaban dalam sistem pengelolaan keuangan, hubungan kerja dalam organisasi, manajemen SDM, pengelolaan aset, dan manajemen pelayanan.

(10)

Pasal 6

Gambar dan arti yang tersirat dalam Logo Rumah Sakit adalah sebagai berikut:

(1) Logo Atau lambang berbentuk segi lima dengan warna biru melambangkan Pancasila.

(2) Didalam segi lima terdapat tulisan-tulisan yang merupakan unsur-unsur sebagai berikut:

a. bintang kuning emas bersegi lima melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa

b. candi adalah Candi Pahlawan Margarana yang menggambarkan jiwa kepahlawanan

c. candi bentar merupakan lambang Keagamaan yang agung dari masyarakat Bali

d. padi dan kapas melambangkan kemakmuran

e. globe melambangkan wawasan yang bersifat internasional f. palang hijau melambangkan kesehatan

g. jumlah padi 28 biji dan kapas 2 tangkai disisi lingkaran melambangkan tanggal 28 bulan 2 (Februari) yang merupakan hari lahirnya Rumah Sakit Indera Provinsi Bali yaitu 28 Februari 2003

h. 2 (dua) garis tepi merah putih terhubung antara sudut dalam segi lima melambangkan jiwa yang nasionalis dan gerak yang dinamis

(3) Ketentuan warna: a. dasar lambang: biru b. bintang : kuning emas c. padi : kuning

d. kapas : putih dan hijau

e. candi, candi bentar : merah bata pinggiran hitam f. dasar tulisan : merah

g. tulisan : putih (4) Arti warna:

a. warna dasar biru : mengandung arti toleransi b. warna kuning : mengandung arti luhur/agung c. warna merah : mengandung arti keperwiraan d. warna putih : mengandung arti suci

e. warna hijau : mengandung arti kesuburan BAB III

POLA TATA KELOLA KORPORASI Bagian Kesatu

NAMA DAN LOGO Pasal 5

(11)

Bagian Kedua

VISI, MISI, NILAI-NILAI, FILOSOFI DAN MOTTO Pasal 7

Visi :

Menjadi pusat pelayanan dan rujukan kesehatan indera yang prima bagi masyarakat Bali dan sekitarnya untuk mewujudkan Bali yang maju, aman, damai dan sejahtera.

Pasal 8 Misi :

(1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan indera secara paripurna, bermutu, merata, efektif, efesien dan akuntabel.

(2) Menyelenggarakan pendidikan dan latihan ketrampilan dibidang kesehatan indera.

(3) Menyelenggarakan penelitian kesehatan indera dalam rangka mendukung jejaring pendidikan dibidang kesehatan indera.

Pasal 9 Nilai-nilai :

Sikap kerja pegawai Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas didasarkan atas nilai-nilai kerjasama, keterbukaan, bertanggung jawab dan tulus iklas.

Pasal 10 Filosofi :

Rumah Sakit adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang dilandasi paham Tat Twam Asi.

Pasal 11 Motto :

CERDAS, dan masing-masing huruf dalam kata CERDAS memiliki makna dan arti seperti :

(1) C = Cepat, merupakan keakuratan waktu dan standar pelayanan yang telah ditetapkan.

(2) E = Empati, adanya rasa kepedulian terhadap sesama dan lingkungan.

(12)

Pasal 13

Rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat 12 merupakan unit pelaksana teknis pemerintah daerah Provinsi Bali, dibidang pelayanan kesehatan indera.

Bagian Keempat

TUJUAN, TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT Pasal 14

Tujuan Rumah Sakit adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang meliputi pelayanan kesehatan indera penglihatan/mata, indera pendengaran/THT, dan indera peraba kulit kelamin yang didasarkan kepada nilai-nilai kemanusiaan, etika dan profesionalisme, manfaat, keadilan, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien serta mempunyai fungsi sosial.

Pasal 15

Tugas pokok Rumah Sakit adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan indera dengan upaya penyembuhan, pemulihan, peningkatan, pencegahan, pelayanan rujukan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, penelitian, dan pengembangan serta pengabdian masyarakat.

Pasal 16

Fungsi Rumah Sakit dalam menunaikan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 adalah mengenai:

(1) Perumusan kebijakan teknis di bidang pelayanan kesehatan indera;

(2) Pelayanan penunjang dalam menyelenggarakan pemerintah (3) R = Ramah, adalah sifat santun harus diberikan dalam setiap

pelaksanaan pelayanan.

(4) D = Dinamis, adalah penyesuaian terhadap perkembangan situasi dan kondisi dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan.

(5) A = Akuntabel, adalah merupakan pertanggung jawaban secara terukur dalam pelaksanaan tugas-tugas baik secara kuantitas serta kualitas dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

(6) S = Senyum, adalah merupakan cerminan sifat ramah tamah sebagai petugas dalam memberikan pelayanan.

Bagian Ketiga

KEDUDUKAN RUMAH SAKIT Pasal 12

Rumah Sakit Indera Provinsi Bali berkedudukan sebagai Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah dan merupakan unsur pendukung atas tugas Gubernur di bidang pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan indera.

(13)

daerah di bidang pelayanan kesehatan indera;

(3) Penyusunan rencana dan program, monitoring, evaluasi dan pelaporan di bidang pelayanan kesehatan indera;

(4) Pelayanan medis;

(5) Pelayanan penunjang medis dan non medis; (6) Pelayanan keperawatan;

(7) Pelayanan rujukan;

(8) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan;

(9) Pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta pengabdian masyarakat;

(10) Pengelolaan keuangan dan akutansi; dan

(11) Pengelolaan urusan kepegawaian, hukum, hubungan masyarakat, organisasi dan tatalaksana, serta rumah tangga, perlengkapan dan umum.

Bagian Kelima

KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH Pasal 17

Pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap: (1) Kelangsungan hidup Rumah Sakit;

(2) Keterjangkauan masyarakat terhadap Rumah Sakit; dan (3) Menuntut kerugian.

Pasal 18 Kewenangan pemerintah daerah adalah:

(1) Menetapkan peraturan tentang Pola Tata Kelola dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit beserta perubahannya; (2) Mengangkat dan menetapkan Dewan Pengawas sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku;

(3) Memberhentikan Pejabat Pengelola dan Dewan Pengawas karena sesuatu hal yang menurut peraturannya membolehkan untuk diberhentikan;

(4) Menyetujui dan mengesahkan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA); dan

(5) Memberikan sanksi kepada pegawai yang melanggar ketentuan yang berlaku dan memberikan penghargaan kepada pegawai yang berprestasi.

Pasal 19 Tanggung jawab pemerintah daerah:

(1) Pemerintah bertanggung jawab menutup defisit anggaran rumah sakit yang bukan karena kesalahan dalam pengelolaan dan setelah diaudit secara independen.

(2) Pemerintah bertanggung gugat atas terjadinya kerugian pihak lain, termasuk pasien, akibat kelalaian dan atau kesalahan dalam pengelolaan rumah sakit.

(3) Pemerintah bertanggung gugat atas terjadinya kerugian pihak lain termasuk pasien, akibat kelalaian dan atau kesalahan pengelolaan Rumah Sakit.

(14)

Bagian Keenam STRUKTUR ORGANISASI

Pasal 20

(1) Susunan organisasi Rumah Sakit, terdiri dari: a. Direktur;

b. Wakil Direktur; c. Bidang;

d. Bagian; e. Seksi;

f. Sub Bagian; dan

g. Kelompok Jabatan Fungsional. (2) Wakil Direktur terdiri dari:

a. Wakil Direktur Pelayanan; dan

b. Wakil Direktur Administrasi Sumber Daya.

Wakil Direktur berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur.

(3) Wakil Direktur Pelayanan, terdiri dari: a. Bidang Pelayanan Medik;

b. Bidang Perawatan; dan c. Bidang Penunjang Medik.

Bidang dipimpin Kepala Bidang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Wakil Direktur.

(4) Bidang Pelayanan Medik terdiri dari:

a. seksi Pelayanan Medik Rawat Jalan; dan b. seksi Pelayanan Medik Rawat Inap.

Seksi dipimpin Kepala Seksi berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala bidang.

(5) Bidang Perawatan terdiri dari:

a. seksi Perawatan Rawat Jalan; dan b. seksi Perawatan Rawat Inap.

Seksi dipimpin Kepala Seksi berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala bidang.

(6) Bidang Penunjang Medik terdiri dari:

a. seksi Pemeliharaan Sarana Kesehatan; dan b. seksi Diagnostik, Farmasi dan Gizi.

Seksi dipimpin Kepala Seksi berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala bidang.

(7) Wakil Direktur Sumber Daya terdiri dari: a. bagian Bina Program;

b. bagian Keuangan; dan c. bagian Tata Usaha.

Bagian dipimpin Kepala Bagian berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Wakil Direktur.

(8) Bagian Bina Program terdiri dari:

a. sub Bagian Perencanaan dan Pengembangan Rumah Sakit; dan b. sub Bagian Pengolahan Data dan Sistem Informasi Manajemen

Rumah Sakit.

Sub Bagian dipimpin Kepala Sub Bagian berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Bagian.

(9) Bagian Keuangan terdiri dari: a. sub Bagian Pendapatan; dan b. sub Bagian Perbendaharaan.

Sub Bagian dipimpin Kepala Sub Bagian berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Bagian.

(15)

(10) Bagian Tata Usaha terdiri dari: a. sub Bagian Umum; dan b. sub Bagian Kepegawaian.

Sub Bagian dipimpin Kepala Sub Bagian berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Bagian.

STRUKTUR ORGANISASI

RS INDERA DALAM RANGKA PENERAPAN BLUD

BAB IV

DEWAN PENGAWAS Pasal 21

(1) Rumah sakit yang memiliki realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan operasional atau nilai aset menurut neraca yang memenuhi syarat minimal, dapat dibentuk dewan pengawas.

(2) Jumlah anggota dewan pengawas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebanyak 3 (tiga) orang atau 5 (lima) orang dan seorang diantara dewan pengawas ditetapkan sebagai ketua dewan pengawas.

(3) Syarat minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

(4) Dewan pengawas dibentuk dengan Keputusan Gubernur atas usulan Direktur Rumah Sakit.

Pasal 22

(16)

terhadap pengelolaan rumah sakit yang dilakukan oleh pejabat pengelola sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Dewan pengawas berkewajiban:

a. memberikan pendapat dan saran kepada Gubernur mengenai Rencana Bisnis Anggaran yang diusulkan oleh pejabat pengelola; b. mengikuti perkembangan kegiatan rumah sakit dan memberikan pendapat serta saran kepada Gubernur mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan rumah sakit; c. melaporkan kepada Gubernur tentang kinerja rumah sakit;

d. memberikan nasehat kepada pejabat pengelola dalam melaksanakan pengelolaan rumah sakit;

e. melakukan evaluasi dan penilaian kinerja baik keuangan maupun non keuangan serta memberikan saran dan catatan penting untuk ditindak lanjuti oleh pejabat pengelola rumah sakit; dan

f. memonitor tindak lanjut hasil evaluasi dan penilaian kinerja. (3) Dewan pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) kepada Gubernur secara berkala paling sedikit 1 (Satu) kali dalam 1 (Satu) tahun dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Pasal 23

(1) Anggota dewan pengawas dapat terdiri dari unsur-unsur: a. pejabat SKPD yang berkaitan dengan kegiatan rumah sakit; b. pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah;

dan

c. tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan rumah sakit.

(2) Pengangkatan dewan pengawas tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan pejabat pengelola rumah sakit.

(3) Kriteria yang dapat diusulkan menjadi dewan pengawas yaitu: a. memiliki dedikasi dan memahami masalah-masalah yang

berkaitan dengan kegiatan rumah sakit serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya;

b. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi anggota direksi atau komisaris atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu badan usaha pailit atau orang yang tidak pernah melakukan tindak pidana yang merugikan daerah; dan

c. mempunyai kompetensi dalam bidang manajemen keuangan, sumber daya manusia dan mempunyai komitmen terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik.

Pasal 24

(1) Masa jabatan dewan pengawas ditetapkan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

(2) Anggota dewan pengawas dapat diberhentikan sebelum waktunya oleh Gubernur.

(3) Pemberhentian anggota dewan pengawas sebelum waktunya sebagaimana dimana dimaksud ayat (2) apabila:

(17)

b. tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan;

c. terlibat dalam tindakan yang merugikan rumah sakit atau; dan d. dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan tindak

pidana dan / atau kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya melaksanakan pengawasan atas rumah sakit.

Pasal 25

(1) Gubernur dapat mengangkat sekretaris dewan pengawas untuk mendukung kelancaran tugas dewan pengawas.

(2) Sekretaris dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan anggota dewan pengawas.

Pasal 26

Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan dewan pengawas dan sekretaris dewan pengawas dibebankan pada rumah sakit dan dimuat dalam Rencana Bisnis Anggaran.

BAB V

PEJABAT PENGELOLA RUMAH SAKIT Komposisi Pengelola Pejabat Rumah Sakit

Pasal 27

(1) Pejabat pengelola rumah sakit terdiri atas: a. Direktur;

b. Pejabat Keuangan; dan c. Pejabat Teknis.

(2) Sebutan Direktur, Pejabat Keuangan, dan Pejabat Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku di rumah sakit.

Pasal 28

(1) Pengangkatan dalam jabatan dan penempatan pejabat pengelola rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) ditetapkan berdasarkan kompetensi dan kebutuhan praktek bisnis yang sehat.

(2) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh pengelola rumah sakit berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.

(3) Kebutuhan praktek bisnis yang sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kepentingan rumah sakit untuk meningkatkan kinerja keuangan dan non keuangan berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik.

Pasal 29

(1) Pejabat pengelola rumah sakit diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur.

(2) Direktur bertanggungjawab terhadap Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

(18)

(3) Pejabat keuangan dan pejabat teknis rumah sakit bertanggungjawab kepada Direktur.

Pasal 30

(1) Direktur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) huruf a mempunyai tugas dan kewajiban:

a. memimpin, mengarahkan, membina, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan kegiatan rumah sakit;

b. menyusun Renstra bisnis rumah sakit; c. menyiapkan Rencana Bisnis Anggaran;

d. mengusulkan calon pejabat pengelola keuangan dan pejabat teknis kepada Gubernur sesuai dengan ketentuan;

e. menetapkan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan rumah sakit selain pejabat yang telah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

f. menyampaikan dan mempertanggungjawabkan kinerja operasional serta keuangan rumah sakit kepada Gubernur.

(2) Direktur rumah sakit dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai fungsi sebagai penanggungjawab umum operasional dan keuangan rumah sakit.

Pasal 31

(1) Pejabat keuangan rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) huruf b mempunyai tugas dan kewajiban:

a. mengkoordinasikan penyusunan Rencana Bisnis Anggaran; b. menyiapkan DPA rumah sakit;

c. melakukan pengelolaan pendapatan dan biaya; d. menyelenggarakan pengelolaan kas;

e. melakukan pengelolaan hutang piutang;

f. menyusun kebijakan pengelolaan barang aset tetap dan investasi;

g. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan h. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan

keuangan.

(2) Pejabat keuangan rumah sakit dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana dimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai fungsi sebagai penanggungjawab keuangan rumah sakit.

Pasal 32

(1) Pejabat teknis rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) huruf c mempunyai tugas dan kewajiban:

a. menyusun perencanaan teknis di bidangnya;

b. melaksanakan kegiatan teknis sesuai dengan Rencana Bisnis Anggaran; dan

c. mempertanggungjawabkan kinerja operasional dibidangnya. (2) Pejabat teknis rumah sakit dalam melaksanakan tugas dan

kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mempunyai fungsi sebagai penangungjawab teknis dibidangnya masing-masing.

(3) Tanggungjawab teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan mutu stanilisasi, administrasi peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

(19)

Pasal 33

(1) Pejabat pengelola dan pegawai rumah sakit dapat berasal dari Pegawai Negeri (PNS) dan atau non PNS yang profesional sesuai dengan kebutuhan.

(2) Pejabat pengelola dan pegawai rumah sakit yang berasal dari non PNS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperkerjakan secara tetap atau berdasarkan kontrak.

(3) Pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai rumah sakit yang berasal dari PNS disesuaikan dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Pengangkatan dan pemberhentian pegawai rumah sakit yang berasal dari non PNS dilakukan berdasarkan pada prinsip efisiensi, ekonomis, produktif dalam meningkatkan pelayanan.

Pasal 34

(1) Direktur rumah sakit merupakan pejabat pengguna anggaran/ barang daerah.

(2) Dalam hal Direktur sebagaimana dalam ayat (1) berasal dari non PNS pejabat keuangan rumah sakit wajib dari PNS yang merupakan pejabat pengguna anggaran/barang daerah.

Pasal 35

Pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai rumah sakit yang berasal dari non PNS diatur lebih lanjut dengan keputusan Gubernur. BAB VI Bagian Kesembilan Kelompok Fungsi Paragraf Kesatu Fungsi Pelayanan Pasal 36

(1) Untuk menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan kesehatan dibentuk installasi sesuai dengan kebutuhan Rumah Sakit.

(2) Setiap penyusunan dan tata kerja rumah sakit harus didasarkan pada penerapan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan cross functional approach secara vertical dan horizontal baik dilingkungannya serta dengan installasi lain sesuai dengan tugas masing-masing.

Pasal 37

(1) Pembentukan installasi ditetapkan dengan Keputusan Direktur. (2) Installasi dipimpin oleh Kepala Installasi.

(3) Kepala Installasi dalam tugasnya dibantu oleh tenaga fungsional dan atau tenaga non fungsional.

(20)

Pasal 38

Pembentukan dan perubahan installasi didasarkan atas analisis organisasi dan kebutuhan.

Paragraf Kedua Fungsi Pendukung

Bagian Kesepuluh

Sistim Pengendalian Intern (SPI) Pasal 39

Guna membantu Pejabat Pengelola dalam bidang pengawasan internal dan monitoring dibentuk Sistim Pengendalian Intern (SPI).

Pasal 40

(1) Sistim Pengendalian Intern (SPI) adalah perangkat rumah sakit yang bertugas melakukan pengawasan dan pengendalian internal dalam rangka membantu Direktur untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan pengaruh lingkungan sosial sekitarnya (social responscibility) dalam menyelenggarakan bisnis yang sehat sehingga pelayanan secara keseluruhan dapat dilaksanakan secara optimal.

(2) Sistim Pengendalian Intern (SPI) berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur.

(3) Sistim Pengendalian Intern (SPI) dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan Direktur.

Pasal 41

Segala biaya yang timbul untuk pelaksanaan ini dibebankan pada pihak Rumah Sakit.

Bagian Kesebelas KOMITE-KOMITE

Pasal 42

Guna membantu Pejabat Pengelola dalam mengawal mutu pelayanan kesehatan berbasis keselamatan pasien maka perlu dibentuk komite-komite yang merupakan wadah professional dan memiliki otoritas dalam organisasi staf medis serta dalam rangka mengembangkan pelayanan keperawatan, program pendidikan, pelatihan serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.

Pasal 43

Pembentukan dan perubahan komite-komite: (1) Pembentukan Komite Medik; dan

(21)

Bagian Kedua belas PROSEDUR KERJA

Pasal 46

Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan satuan organisasi dilingkungan Rumah Sakit wajib menerapkan prinsip dasar tata kelola Rumah Sakit yang terdiri dari transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan kesetaraan/kewajaran.

Pasal 47

Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengawasi bawahannya dan apabila terjadi penyimpangan wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 48

Setiap pimpinan satuan organisasi bertanggung jawab untuk memimpin, mengkordinasikan bawahannya dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.

Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengikuti, mematuhi petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan serta menyampaikan laporan berkala pada waktunya.

Pasal 50

Setiap laporan yang diterima oleh setiap pimpinan satuan organisasi dari bawahan wajib di olah dan dipergunakan sebagai bahan perubahan untuk menyusun laporan lebih lanjut serta dapat dipergunakan untuk memberikan petunjuk kepada bawahannya.

Pasal 44

Komite-komite sebagaimana dimaksud pada pasal 43 merupakan badan non struktural yang berada dibawah serta bertanggung jawab kepada Direktur.

Pasal 45

Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas komite dibebankan pada pihak rumah sakit

Pasal 49

Pasal 51

Direktur, Wakil Direktur, Kepala Bidang, Kepala Bagian, Kepala Seksi, Kepala Sub Bagian, Kepala Installasi wajib menyampaikan laporan berkala kepada atasannya.

Pasal 52

(22)

BAB VII REMUNERASI

Pasal 55

(1) Pejabat pengelola rumah sakit, dewan pengawas, sekretaris dewan pengawas dan pegawai rumah sakit dapat diberikan remunerasi sesuai dengan tingkat tanggungjawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan.

(2) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji, tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun.

(3) Remunerasi bagi dewan pengawas dan sekretaris dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam bentuk honorarium.

(4) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk rumah sakit ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan usulan yang disampaikan oleh Direktur melalui sekretaris daerah.

Pasal 56

(1) Penetapan remunerasi Direktur, mempertimbangkan faktor-faktor yang berdasarkan:

a. ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola rumah sakit, tingkat pelayanan serta produktivitas;

b. pertimbangan persamaannya dengan industri pelayanan sejenis;

c. kemampuan pendapatan rumah sakit; dan

d. kinerja operasional rumah sakit yang ditetapkan oleh Gubernur dengan mempertimbangkan antara lain indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat bagi masyarakat. lengkap dengan semua lampirannya disampaikan pula kepada satuan organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.

Pasal 53

Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan satuan organisasi dibantu oleh kepala satuan organisasi dibawahnya dan dalam rangka pemberian bimbingan dan pembinaan kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat berkala.

Bagian Keempat belas TUJUAN PENGELOLAAN

Pasal 54

Pengelolaan sumber daya manusia merupakan pengaturan dan kebijakan yang jelas mengenai sumber daya manusia yang berorientasi pada pemenuhan secara kuantitatif dan kualitatif untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi secara efisien.

(23)

(2) Remunerasi pejabat keuangan dan pejabat teknis ditetapkan paling banyak sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari remunerasi Direktur rumah sakit.

Pasal 57

Honorarium dewan pengawas ditetapkan sebagai berikut:

a. honorarium ketua dewan pengawas paling banyak sebesar 40% (empat puluh persen) dari gaji Direktur rumah sakit;

b. honorarium anggota dewan pengawas paling banyak sebesar 36% (tiga puluh enam persen) dari gaji Direktur rumah sakit; dan

c. honorarium sekretaris dewan pengawas paling banyak sebesar 15% (lima belas persen) dari gaji Direktur rumah sakit.

Pasal 58

(1) Remunerasi bagi pejabat pengelola dan pegawai rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2), dapat dihitung berdasarkan indikator penilaian :

a. pengalaman dan masa kerja (basic index);

b. keterampilan, ilmu pengetahuan dan perilaku (competency index);

c. resiko kerja (risk index);

d. tingkat kegawatdaruratan (position index); dan e. hasil/capaian kinerja (performance index).

(2) Bagi pejabat pengelola dan pegawai rumah sakit yang berstatus PNS, gaji pokok dan tunjangan mengikuti peraturan perundang-undangan tentang gaji dan tunjangan PNS serta dapat diberikan tambahan penghasilan sesuai remunerasi yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4).

Pasal 59

(1) Pejabat pengelola, dewan pengawas dan sekretaris dewan pengawas yang diberhentikan sementara dari jabatannya memperoleh penghasilan sebesar 50% (lima puluh persen) dari remunerasi/honorarium bulan terakhir yang berlaku sejak tanggal diberhentikan sampai dengan ditetapkannya keputusan definitif tentang jabatan yang bersangkutan.

(2) Bagi pejabat pengelola berstatus PNS yang diberhentikan sementara dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memperoleh penghasilan sebesar 50% (lima puluh persen) dari remunerasi bulan terakhir di rumah sakit sejak tanggal diberhentikan atau sebesar gaji PNS berdasarkan surat keputusan pangkat terakhir.

BAB VIII

STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) Pasal 60

(1) Untuk menjamin ketersediaan keterjangkauan dan kualitas pelayanan umum yang diberikan oleh rumah sakit, Gubernur

(24)

menetapkan standar pelayanan minimal rumah sakit dengan peraturan Gubernur.

(2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diusulkan oleh Direktur rumah sakit.

(3) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.

Pasal 61

(1) Standar pelayanan minimal harus memenuhi, persyaratan: a. fokus pada jenis pelayanan;

b. terukur;

c. dapat dicapai;

d. relevan dan dapat diandalkan; dan e. tepat waktu.

(2) Fokus pada jenis pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi rumah sakit.

(3) Terukur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

(4) Dapat dicapai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan kegiatan nyata, dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya.

(5) Relevan dan dapat diandalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi rumah sakit.

(6) Tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan.

BAB IX TARIF LAYANAN

Pasal 62

(1) Rumah sakit dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan barang dan/atau jasa layanan yang diberikan. (2) Imbalan atas barang dan/atau jasa layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya satuan per unit layanan atau hasil per unit investasi dana.

(3) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk imbal hasil yang wajar dari investasi dana dan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan.

(4) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis layanan rumah sakit yang bersangkutan.

(25)

Pasal 63

(1) Tarif layanan rumah sakit diusulkan oleh Direktur rumah sakit kepada Gubernur melalui sekretaris daerah.

(2) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan Gubernur dan disampaikan kepada pimpinan DPRD.

(3) Penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud pada pasal 62 ayat (3), mempertimbangkan kontinuitas dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat, serta kompetisi yang sehat. (4) Gubernur dalam menetapkan besaran tarif sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), dapat membentuk tim.

(5) Pembentukan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh Gubernur yang keanggotaannya dapat berasal dari:

a. pembina teknis; b. pembina keuangan;

c. unsur perguruan tinggi,dan d. lembaga profesi.

Pasal 64

(1) Peraturan Gubernur mengenai tarif layanan rumah sakit dapat dilakukan perubahan sesuai kebutuhan dan perkembangan keadaan.

(2) Perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan secara keseluruhan maupun per unit layanan.

(3) Proses perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), berpedoman pada ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

BAB X

PENDAPATAN DAN BIAYA RUMAH SAKIT Bagian Kesatu

Pendapatan Pasal 65

Pendapatan rumah sakit dapat bersumber dari: a. jasa layanan;

b. hibah;

c. hasil kerjasama dengan pihak lain;

d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; e. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan f. lain-lain pendapatan rumah sakit yang sah.

Pasal 66

(1) Pendapatan rumah sakit yang bersumber dari jasa layanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 huruf a, berupa imbalan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat.

(26)

(2) Pendapatan rumah sakit yang bersumber dari hibah sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 huruf b, dapat berupa hibah terikat dan hibah tidak terikat.

(3) Hasil kerjasama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 huruf c, dapat berupa perolehan dari kerjasama operasional, sewa menyewa dan usaha lainnya yang mendukung tugas dan fungsi rumah sakit.

(4) Pendapatan rumah sakit yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 huruf d, berupa pendapatan yang berasal dari otorisasi kredit anggaran pemerintah daerah bukan dari kegiatan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(5) Pendapatan rumah sakit yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 huruf e, dapat berupa pendapatan yang berasal dari pemerintah dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan dan lain-lain.

(6) Rumah sakit dalam melaksanakan anggaran dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), proses pengelolaan keuangan diselenggarakan secara terpisah berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(7) Lain-lain pendapatan rumah sakit yang sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 huruf f, antara lain :

a. hasil penjualan kekayaan yang tidak dipisahkan; b. hasil pemanfaatan kekayaan;

c. jasa giro;

d. pendapatan bunga;

e. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang; f. komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh rumah sakit; dan

g. hasil investasi.

Pasal 67

(1) Seluruh pendapatan rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 kecuali yang berasal dari hibah terikat, dapat dikelola langsung untuk membiayai pengeluaran rumah sakit sesuai Rencana Bisnis dan Anggaran.

(2) Hibah terikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperlakukan sesuai peruntukannya.

(3) Seluruh pendapatan rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, dilaksanakan melalui rekening kas rumah sakit dan dicatat dalam kode rekening kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dengan obyek pendapatan rumah sakit.

(4) Seluruh pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah setiap triwulan.

(27)

Bagian Kedua Biaya Pasal 68

(1) Biaya rumah sakit merupakan biaya operasional dan biaya non operasional.

(2) Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup seluruh biaya yang menjadi beban rumah sakit dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi.

(3) Biaya non operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup seluruh biaya yang menjadi beban rumah sakit dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi.

(4) Biaya rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dialokasikan untuk membiayai program peningkatan pelayanan, kegiatan pelayanan dan kegiatan pendukung pelayanan.

(5) Pembiayaan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dialokasikan sesuai dengan kelompok, jenis, program dan kegiatan.

Pasal 69

(1) Biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2), terdiri dari:

a. biaya pelayanan; dan

b. biaya umum dan administrasi.

(2) Biaya pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup seluruh biaya operasional yang berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan.

(3) Biaya umum dan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup seluruh biaya operasional yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan.

(4) Biaya pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri dari:

a. biaya pegawai; b. biaya bahan;

c. biaya jasa pelayanan; d. biaya pemeliharaan;

e. biaya barang dan jasa; dan f. biaya pelayanan lain-lain.

(5) Biaya umum dan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terdiri dari :

a. biaya pegawai;

b. biaya administrasi kantor; c. biaya pemeliharaan;

d. biaya barang dan jasa; e. biaya promosi; dan

f. biaya umum dan administrasi lain-lain. Pasal 70

Biaya non operasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 ayat (3), terdiri dari:

a. biaya bunga;

(28)

c. biaya kerugian penjualan aset tetap; d. biaya kerugian penurunan nilai; dan e. biaya non operasional lain-lain.

Pasal 71

(1) Seluruh pengeluaran biaya rumah sakit yang bersumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah setiap triwulan.

(2) Seluruh pengeluaran biaya rumah sakit yang bersumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Pengesahan yang dilampiri dengan Surat Pernyataan Tanggungjawab (SPTJ).

Pasal 72

(1) Pengeluaran biaya rumah sakit diberikan fleksibilitas dengan mempertimbangkan volume kegiatan pelayanan.

(2) Fleksibilitas pengeluaran biaya rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pengeluaran biaya yang disesuaikan dan signifikan dengan perubahan pendapatan dalam ambang batas Rencana Bisnis dan Anggaran yang telah ditetapkan secara definif.

(3) Fleksibiltas pengeluaran biaya rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya berlaku untuk biaya rumah sakit yang berasal dari pendapatan selain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan hibah terikat.

(4) Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, rumah sakit mengajukan usulan tambahan anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Pasal 73

(1) Ambang batas Rencana Bisnis dan Anggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 72 ayat (2), ditetapkan dengan besaran presentase.

(2) Besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional rumah sakit.

(3) Besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dalam Rencana Bisnis dan Anggaran dan Dokumejn Pelaksanaan Anggaran rumah sakit oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.

(4) Persentase ambang batas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan kebutuhan yang dapat diprediksi, dapat dicapai, terukur, rasional dan dapat dipertanggungjawabkan.

(29)

BAB XI

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Bagian Kesatu

Perencanaan Pasal 74

(1) Rumah sakit menyusun Renstra Bisnis rumah sakit.

(2) Renstra bisnis rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup pernyataan visi misi, program strategis, pengukuran pencapaian kinerja, rencana pencapaian lima tahunan dan proyeksi keuangan lima tahunan rumah sakit. (3) Visi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat suatu

gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan cita yang ingin diwujudkan.

(4) Misi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana sesuai dengan bidangnya dan berhasil dengan baik.

(5) Program strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat program yang berisi proses kegiatan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai sampai dengan kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul. (6) Pengukuran pencapaian kinerja sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), memuat pengukuran yang dilakukan dengan menggambarkan pencapaian hasil kegiatan dengan disertai analisis dan faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi tercapainya kinerja.

(7) Rencana pencapaian lima tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat rencana capaian kinerja pelayanan tahunan selama 5 (lima) tahun.

(8) Proyeksi keuangan lima tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat perkiraan capaian kinerja keuangan tahunan selama 5 (lima) tahun).

Pasal 75

Renstra bisnis rumah sakit sebagaimana dimaksud Pasal 74 ayat (1), dipergunakan sebagai dasar penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran dan evaluasi kinerja.

Bagian Kedua Penganggaran

Pasal 76

(1) Rumah sakit menyusun Rencana Bisnis dan Anggara tahunan yang berpedoman kepada renstra bisnis rumah sakit.

(2) Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan prinsip anggaran berbasis kinerja, perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanan, kebutuhan pendanaan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain,

(30)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber-sumber pendapatan rumah sakit lainnya.

Pasal 77

Rencana Bisnis dan Anggara merupakan penjabaran lebih lanjut dari program dan kegiatan rumah sakit dengan berpedoman pada pengelolaan keuangan rumah sakit.

Pasal 78

(1) Rencana Bisnis dan Anggara sebagaimaan dimaksud dalam Pasal 76, memuat:

a. kinerja tahun berjalan; b. asumsi makro dan mikro; c. target kinerja;

d. analisis dan perkiraan biaya satuan; e. perkiraan harga;

f. anggaran pendapatan dan biaya; g. besaran persentase ambang batas; h. prognosa laporan keuangan;

i. perkiraan maju (forward estimate);

j. rencana pengeluaran investasi/modal; dan

k. ringkasan pendapatan dan biaya untuk konsolidasi dengan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(2) Rencana Bisnis dan Anggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai dengan usulan program, kegiatan, standar pelayanan minimal dan biaya dari keluaran yang akan dihasilkan.

Pasal 79

(1) Kinerja tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf a, meliputi:

a. hasil kegiatan usaha;

b. faktor yang mempengaruhi kinerja;

c. perbandingan Rencana Bisnis dan Anggara tahun berjalan dengan realisasi;

d. laporan keuangan tahun berjalan; dan

e. hal-hal lain yang perlu ditindak lanjuti sehubungan dengan pencapaian kinerja tahun berjalan.

(2) Asumsi makro dan mikro sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf b, antara lain:

a. tingkat inflasi;

b. pertumbuhan ekonomi; c. nilai kurs;

d. tarif; dan

e. volume pelayanan.

(3) Target kinerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1), antara lain:

a. perkiraan pencapaian kinerja pelayanan; dan

b. perkiraan keuangan pada tahun yang direncanakan

(4) Analisis dan perkiraan biaya satuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf d, merupakan perkiraan biaya

(31)

per unit penyediaa barang dan/atau jasa pelayanan yang diberikan, setelah memperhitungkan seluruh komponen biaya dan volume barang dan/atau jasa yang akan dihasilkan.

(5) Perkiraan harga sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf e, merupakan estimasi harga jual produk barang dan/atau jasa setelah memperhitungkan biaya persatuan dan tingkat margin yang ditentukan seperti tercermin dari tarif layanan.

(6) Anggaran pendapatan dan biaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf f, merupakan rencana anggaran untuk seluruh kegiatan tahunan yang dinyatakan dalam satuan uang yang tercermin dari rencana pendapatan dan biaya.

(7) Besaran persentase ambang batas sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf g, merupakan besaran persentase perubahan anggaran bersumber dari pendapatan operasional yang diperkenankan dan ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional rumah sakit.

(8) Prognosa laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf h, merupakan perkiraan realisasi keuangan tahun berjalan seperti tercermin pada laporan operasional, neraca, dan laporan arus kas.

(9) Perkiraan maju (forward estimate) sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf i, merupakan perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.

(10) Rencana pengeluaran investasi/modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf j, merupakan rencana pengeluaran dana untuk memperoleh aset tetap.

(11) Ringkasan pendapatan dan biaya untuk konsolidasi dengan Rencana Kerja dan Anggran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf k, merupakan ringkasan pendapatan dan biaya dalam Rencana Bisnis dan Anggaran yang disesuaikan dengan format Rencana Kerja dan Anggran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 80

(1) Untuk rumah sakit, Rencana Bisnis dan Anggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (2) Rencana Bisnis dan Anggaran sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dipersamakan sebagai Rencana Kerja dan rumah sakit. Pasal 81

(1) Rencana Bisnis dan Anggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 ayat (1), disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.

(32)

(2) Rencana Kerja dan Anggaran rumah sakit beserta Rencana Bisnis dan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.

Pasal 82

Rencana Bisnis Anggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 ayat (1) atau Rencana Kerja dan Anggaran rumah sakit beserta Rencana Bisnis Anggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 ayat (2), oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah disampaikan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk dilakukan penelahaan.

Pasal 83

Rencana Bisnis dan Anggaran yang telah dilakukan penelahaan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 82, disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah untuk dituangkan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 84

(1) Setelah Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, Direktur rumah sakit melakukan penyesuaian terhadap Rencana Bisnis Anggaran untuk ditetapkan menjadi Rencana Bisnis Anggaran definitif.

(2) Rencana Bisnis dan Anggaran definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipakai sebagai dasar penyusnan Dokumen Pelaksanaan Anggaran rumah sakit untuk diajukan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.

BAB XII

PELAKSANAAN ANGGARAN Bagian Kesatu

Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rumah Sakit Pasal 85

(1) Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 84 ayat (2), mencakup antara lain: a. pendapatan dan biaya;

b. proyeksi arus kas; dan

c. jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang akan dihasilkan.

(2) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mengesahkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rumah Sakit sebagai dasar pelaksanaan anggaran.

(3) Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rumah Sakit berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(4) Dalam hal Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum disahkan oleh

(33)

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, Rumah Sakit dapat melakukan pengeluaran uang setinggi-tingginya sebesar angka Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rumah Sakit tahun sebelumnya.

Pasal 86

(1) Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rumah Sakit telah disahkan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 85 ayat (2), menjadi dasar penarikan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(2) Penarikan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk belanja pegawai, belanja modal, barang dan/atau jasa, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Penarikan dana untuk belanja barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebesar selisih (mismatch) jumlah kas yang tersedia ditambah dengan aliran kas masuk yang diharapkan dengan jumlah pengeluaran yang diproyeksikan, dengan memperhatikan anggaran kas yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rumah Sakit.

Pasal 87

(1) Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rumah Sakit menjadi lampiran perjanjian kinerja yang ditandatangani oleh Gubernur dengan Direktur rumah sakit.

(2) Perjanjian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan manifestasi hubungan kerja antara Gubernur dan Direktur rumah sakit, yang dituangkan dalam perjanjian kinerja (contractual performance agreement).

(3) Dalam perjanjian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menugaskan Direktur rumah sakit untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum dan berhak mengelola dana sesuai yang tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rumah Sakit.

(4) Perjanjian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain memuat kesanggupan untuk meningkatkan:

a. kinerja pelayanan bagi masyarakat; b. kinerja keuangan; dan

c. manfaat bagi masyarakat.

Bagian Kedua Pengelolaan Kas

Pasal 88

Transaksi penerimaan dan pengeluaran kas yang dananya bersumber sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, dilaksanakan melalui rekening kas rumah sakit.

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan gubernur Bali Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali (Berita Daerah9. Provinsi Bali Tahun

Sedangkan untuk mencari besarnya pengaruh metode Discovery dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII MTsN Kanigoro

Memerintahkan amar putusan Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang mengabulkan permohonan pengujian Undang- Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Perubahan

Layanan Paket Pelatihan adalah layanan pelatihan yang diberikan oleh UPTD Bapelkesmas sebagai penyelenggara pelatihan secara keseluruhan mulai dari akomodasi,

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Daerah

Sementara itu, terkait dengan desakan untuk segera menjerat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Abdul Muhaimin Iskandar dalam kasus dugaan suap pencairan

(4) Bantuan Sosial Perbaikan Sarana dan Prasarana Perekonomian Rumah Masyarakat dan Fasilitas Umum akibat Bencana/Musibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 95 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah