• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KARAKTER VEGETATIF DAN SITOLOGI PADA BEBERAPA PLASMA NUTFAH PISANG (MUSA SP.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KARAKTER VEGETATIF DAN SITOLOGI PADA BEBERAPA PLASMA NUTFAH PISANG (MUSA SP.)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

16 ANALISIS KARAKTER VEGETATIF DAN SITOLOGI PADA BEBERAPA PLASMA

NUTFAH PISANG (MUSA SP.)

Okti Hanayanti1* & Rr. Mustika Pramudya A1 1

StafPengajar Program Studi Agroteknologi Politeknik Banjarnegara E-mail : okti.hanayanti@gmail.com

Received date: 4/7/2014, Revised date: 22/9/2014, Accepted date: 3/11/2014

ABSTRACT

Studies on characters of plants are required to indentification and collect the germ plasm. In the present study four banana germ plasm accessions gebyar, rajanangka, mas kirana and rajalawe were examined. The objective was to charachterize the vegetative character and to reveal the ploidy based cytology character (chromosome numbers and stomata anatomy). Some vegetative character can be specialized as a phenotypic marker of banana. Especially in Gebyar accession where the leaves have a purplish red spots and red veins. Petiole canal leaf and blotches at the petiole base is also a reference for the determination of the genome. Straight petiole canal leaf and sparse blotching showed that Gebyar tend to M.balbisiana (B genome). While open petiole canal and large blotches tend to M. acuminata (A genome) as shown in mas kirana. Rajanangka and rajalawe have open petiole canal and sparse blotching so it is possible both are the result of M.acuminata and M.balbisiana crossing namely M. paradisiaca (AB Genome). Chromosome analysis revealed different ploidies: diploid and triploid, with chromosome number 2n=22 for mas kirana, and 2n=33 for gebyar, raja nangka and rajalawe. Accession with triploidy had bigger stomatas. The stomatas were located on the upper and lower surfaces of leaves.

Keywords : banana, charachterization, cytology, germplasm, rajalawe

PENDAHULUAN

Pisang sebagai buah tropis yang berasal dari Asia Tenggara mempunyai peranan yang sangat penting dalam percaturan buah internasional, pisang dapat digunakan sebagai model genom setelah tanaman arabidopsis (Megia, 2005). Kandungan gizi pisang juga cukup lengkap terdiri dari air, karbohidrat, protein, lemak dan vitamin A, B1, B2 dan C (Imam dan Akter, 2011). Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka dan makanan ternak ruminansia (Mathius, 2001). Ekstrak batang pisang juga diketahui memiliki anti haemostatic yang dapat mengurangi pendarahan dan penggumpalan darah (Suwitaningtyas, 2009; Weremfo, Adinortey dan Pappoe, 2011).

Kabupaten Banjarnegara memiliki varietas unggul pisang, yaitu Pisang Rajalawe. Pisang ini memiliki karakteristik unggul antara lain memiliki buah besar, rasa manis-asam, produksi tinggi, kadar gula buah matang rendah dan kadar pati tinggi sehingga sangat cocok dijadikan pisang olahan sebagai bahan kripik (Bahri et al., 2009).

Selain Rajalawe, varietas Mas Kirana juga banyak dikembangkan di Banjarnegara. Varietas Mas Kirana mempunyai beberapa keunggulan, antara lain ukuran buah yang sesuai untuk dikonsumsi setelah makan, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Hal ini menyebabkan buah pisang Mas Kirana menjadi pilihan konsumen, terutama dari segi penampilan, ukuran buah, tekstur dan rasa daging buah (Prahardini et al., 2010).

Pisang Rajalawe diklaim merupakan varietas unggul hasil sambung bonggol pisang varietas Rajanangka dan varietas Gebyar (Sugeng R, 20 November 2011 komunikasi pribadi) karena tingkat kemiripannya. Untuk mengetahui tingkat kemiripan atau kecocokan karakter varietas tersebut maka diperlukan analisis terhadap karakter masing-masing. Penggunaan analisis ini secara umum memberikan gambaran seberapa besar kemiripan pola pengelompokan masing-masing. Hal itu dapat diketahui dengan melakukan karakterisasi atau identifikasi sifat masing-masing tanaman. Identifikasi

(2)

17 tanaman pisang sangat penting untuk memilih tipe yang tepat yang potensi pasarnya bagus dan mengetahui informasi mengenai hama dan penyakit tanaman (Daniels, 1995). Selain itu karakterisasi pisang ini merupakan suatu tindakan agar sumber plasma nutfah dapat terpelihara dan lestari (Samsurianto, 2009).

Pisang termasuk dalam tanaman budidaya yang merupakan keturunan dari Musa acuminata yang diploid dan tumbuh liar. Genom yang disumbangkan diberi simbol A. Sedangkan Musa balbisiana memiliki genom baru dengan simbol B. Persilangan alami antara Musa acuminata dengan Musa balbisiana menyebabkan bervariasinya jenis-jenis pisang. Pengaruh genom B terutama terlihat pada kandungan tepung pada buah yang lebih tinggi. Secara umum, genom A menyumbang karakter ke arah buah meja (banana), sementara genom B ke arah buah pisang olah atau masak (plantain). Hibrida atau hasil persilangan antara Musa acuminata dengan Musa balbisiana ini dikenal sebagai Musa paradisiaca. Di antara genus Musa juga terdapat tanaman pisang abaka (M textiles) dengan jumlah kromosom 2n=20 (Samsurianto, 2009).

Karakterisasi pada sifat genetik, morfologi, anatomi dan agronomi tanaman juga penting dilakukan agar menghindari terjadinya duplikasi pada koleksi plasma nutfah (Anggarini, 2004). Karakterisasi pada tingkat seluler atau karakter sitologi juga diamati sebagai salah satu faktor pembeda untuk identifikasi pada tumbuhan.

Karakter tersebut antara lain adalah jumlah kromosom dan anatomi stomata. Jumlah kromosom pada tumbuhan dapat berbeda dari satu spesies ke spesies yang lain. Stomata juga sering digunakan sebagai penanda untuk tingkat ploidi tanaman, semakin tinggi ploidi tanaman maka ukuran stomata akan semakin besar (Damayanti, 2007). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakterisasi sifat vegetatif dan karakter sitologi beberapa plasma nutfah pisang (Musa sp.).

BAHAN DAN METODE

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat aksesi plasma nutfah pisang yang terdiri dari Gebyar, Rajanangka, Mas Kirana dan Rajalawe koleksi kebun plasma nutfah Politeknik Banjarnegara.

Adapun bahan kimia yang digunakan yaitu : hydroxyquinolin asam asetat, HCl, etanol, aceto orcein. Penelitian ini meliputi dua kegiatan yaitu karakterisasi sifat vegetatif dan analisis sitologi yang terdiri dari analisis kromosom dan pengamatan anatomi stomata.

A. Karakterisasi Tanaman

Pengamatan dilakukan terhadap 23 karakter vegetatif tanaman pisang menggunakan panduan deskriptor pisang (IPGRI, 1996). Karakter yang diamati meliputi 14 karakter batang semu dan petiola yaitu tipe pertumbuhan tanaman, warna batang semu, penampilan batang semu, warna dasar batang semu, pigmentasi batang semu, warna getah, bercak di dasar petiola, warna bercak, bentuk kanal, margin petiola, tipe sayap, warna margin petiola, tepi margin petiola, lebar margin petiola. 9 karakter daun meliputi warna permukaan atas daun, penampilan permukaan atas daun, lilin pada permukaan bawah daun, titik sisip, bentuk dasar pangkal daun, gelombang daun, warna dorsal tulang daun, warna ventral tulang daun, warna permukaan daun menggulung.

B. Analisis Jumlah Kromosom

Analisis jumlah kromosom dilakukan dengan menggunakan metode squash yang diaplikasi dari Sastrosumardjo (2006) dengan beberapa modifikasi. Akar dipotong sepanjang 1 cm dari ujung akar dan segera dimasukkan ke dalam larutan 0.002 M 0.8 hydroksiquinolin, disimpan selama 90 menit pada suhu 4 ˚C. Kemudian akar dicuci dengan air, lalu direndam dalam asam asetat 45% selama 10 menit. Selanjutnya akar dipindahkan ke dalam larutan HCl 4N : asam asetat 45% (3:1) selama 2 menit. Pewarnaan preparat dilakukan dengan menggunakan 2% orcein selama 3 jam di atas gelas objek, kemudian ditutup, dipanaskan dan ditekan. Kemudian dilakukan pengamatan di bawah mikroskop pada perbesaran 1000x. Dari setiap individu tanaman dipilih beberapa sel terpilih yaitu sel yang menunjukkan fase metafase, tidak terjadi tumpang tindih antar sel maupun antar kromosom. Pada fase tersebut kromosom tampak menyebar, sehingga memudahkan dalam pengamatan.

(3)

18 C. Anatomi Stomata

Pengamatan anatomi stomata dilakukan dengan membuat sayatan pada permukaan atas daun dan permukaan bawah daun setipis mungkin. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Karakter anatomi yang diamati adalah bentuk dan kerapatan stomata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakterisasi Sifat Vegetatif Tanaman

Berdasarkan descriptor dari IPGRI, karakter vegetatif pada batang semu dan petiola ke empat aksesi, aksesi Gebyar dan Rajanangka memiliki kemiripan yang paling dekat. Menurut Rozyandra (2004), kesamaan karakter dapat dikatakan merupakan pencerminan susunan genom di dalamnya. Jadi semakin ada kemiripan karakter, semakin besar adanya kesamaan genom. Sedangkan karakter pada Rajalawe dan Mas Kirana sangat berbeda dibandingkan dengan varietas lainnya, dilihat dari tipe pertumbuhan tanaman, bentuk lekuk tangkai daun dan bercak luas pada batang.

Tabel 1. Karakterisasi pada batang semu dan petiola

No Karakter Gebyar R.nangka Mas kirana R.lawe

1 Tipe pertumbuhan Merunduk Merunduk Tegak Agak tegak

2 Warna batang semu Hijau merah Hijau merah Hijau merah Hijau 3 Penampilan batang

semu

Kusam (berlilin) Kusam (berlilin) Mengkilat (tanpa lilin)

Kusam (berlilin) 4 Warna dasar batang

semu

Hijau kream Pink-ungu Hijau terang

5 Pigmentasi batang semu

Pink ungu Pink ungu Pink ungu Hijau

6 Warna getah Berair Berair Berair Berair

7 Bercak di dasar petiole

Jarang Jarang Luas Jarang

8 Warna bercak Coklat hitam hitam Coklat gelap Hitam 9 Bentuk lekuk tangkai daun Terbuka dengan margin menyebar Lebar dengan margin tegak Terbuka dengan margin menyebar Lurus dengan margin tegak 10 Margin petiole Bersayap dan

merekat pada batang semu Bersayap dan bergelombang Bersayap dan tidak merekat pada batang semu Tidak bersayap dan merekat pada batang semu

11 Tipe sayap Kering kering kering -

12 Warna margin petiole Pink-ungu kemerahan Pink-ungu kemerahan Pink-ungu kemerahan Hijau 13 Tepi margin petiole Dengan garis

warna Dengan garis warna Dengan garis warna Tanpa garis warna 14 Lebar margin petiole >1 ≤1 >1 >1

Simmonds (1959), menyatakan bahwa jelas tidaknya bercak atau ada tidaknya bercak pada batang semu menjadi salah satu penanda fenotipe yang menentukan genom tanaman pisang. Adanya bercak dan tampak jelas menunjukkan kecenderungan sifat-sifat M. accuminata dan sebaliknya pada M. balbisiana. Pembeda lain adalah pada tipe lekuk tangkai daun pada daun ketiga. Semakin menutup akan menunjukkan kecenderungan pada M. balbisiana dan terbuka mengarah pada M. accuminata.

Lebih lanjut Rabi’ah et al., (2010) menyampaikan bahwa beberapa karakter vegetatif seperti bentuk lekuk tangkai daun, pigmen batang, pangkal daun, tangkai daun, warna tulang daun bawah, tepian tangkai daun dan beberapa karakter vegetatif anakan berkorelasi dengan penentuan genom.

Rajalawe memiliki warna batang hijau tanpa semburat warna lain, bercak jarang dan tidak memiliki sayap pada petiole, tipe lekuk tangkai daunnya juga berbeda yaitu lurus dengan tepi tegak sedangkan aksesi lain terbuka dan lebar (Gambar 1d). Karakter tersebut bisa menjadi penanda

(4)

19 fenotipik walaupun tanaman belum berbuah. Karakter tipe pertumbuhan tanaman antara lain ditentukan juga oleh besarnya helai daun yang ditopang. Helai daun yang lebih kecil biasanya memiliki tipe pertumbuhan tanaman tegak seperti pada Mas Kirana.

Gambar 1. Tipe lekuk pada tangkai daun a. gebyar ;b. rajanangka ;c. mas kirana; d rajalawe Berdasarkan karakter tersebut Rajalawe diduga memiliki kecenderungan pada M.balbisiana (genom B). Hal tersebut juga diperkuat bahwa tipe buah yang dihasilkan Rajalawe merupakan pisang olahan yang baik digunakan untuk keripik (Bahri et al., 2009). Diketahui pisang dengan genom B menyumbang karakter buah pisang olahan (plantain) dan genom A menyumbang karakter buah meja (banana).

Karakter pada Mas Kirana menunjukkan kecenderungan pada M. accuminata. Mas Kirana menghasilkan tipe buah meja (Prahardini, 2010), tipe pertumbuhan tegak, bentuk lekuk daun terbuka dan bercak di dasar petiole yang luas (Gambar 2).

Gambar 2. Karakter petiole pada a. gebyar ;b. rajanangka; c. mas kirana ;d. Rajalawe

Karakter pada daun terlihat lebih beragam. Terdapat dugaan bahwa karakter pada daun pisang memiliki morfologi yang lebih beragam yang dapat membedakan satu aksesi dengan aksesi lainnya dengan lebih baik (Rozyandra, 2004).

Karakterisasi pada daun empat aksesi menunjukkan bahwa daun aksesi Gebyar memiliki bercak besar merah keunguan dan tulang daun merah ungu, hal ini menjadi pembeda dibandingkan aksesi lain. Mas Kirana juga memiliki bentuk pangkal daun meruncing dengan warna mengkilat pada permukaan bawah daun (tanpa lilin). Rajanangka memiliki permukaan atas daun hijau medium yang sangat bergelombang (Tabel 2).

(5)

20 Tabel 2. Karakterisasi pada daun

No Karakter Gebyar R.nangka Mas kirana R.lawe

1 Warna permukaan atas daun

Hijau gelap dengan bercak besar merah keunguan

Hijau medium Hijau dengan sedikit bercak

Hijau gelap

2 Permukaan atas daun

Kusam Kusam Kusam Kusam

3 Lilin pada

permukaan bawah daun

Sangat berlilin Cukup berlilin Tidak ada lilin Sedikit lilin

4 Titik sisip Asimetri Asimetri Asimetri Asimetri

5 Bentuk pangkal daun

Dua sisi bulat Dua sisi bulat Satu sisi bulat, sisi lain runcing

Dua sisi bulat

6 Gelombang daun Sdkt bergrs Sgt gelombang Sdkt bergrs Sdkt bergrs 7 Warna dorsal

tulang daun

Pink ungu Hijau Hijau Hijau terang

8 Warna ventral tulang daun

Hijau Hijau Hijau Hijau

9 Warna daun menggulung

Hijau Hijau Hijau Hijau

B. Analisis Jumlah Kromosom

Hasil pengamatan jumlah kromosom pada sel somatik terhadap 4 plasma nutfah pisang adalah 22 dan 33 (Gambar 3). Jumlah kromosom untuk varietas Gebyar, Rajanangka dan Rajalawe adalah triploid 2n=33, sedangkan Mas Kirana adalah diploid 2n=22.

Gambar 3. Pengamatan jumlah kromosom pada a. gebyar (33); b. rajanangka (33); c. mas kirana (22); d. rajalawe (33)

C. Anatomi Stomata

Hasil penelitian yang diperoleh dari sayatan permukaan atas dan bawah daun pisang terdiri dari sel-sel epidermis berbentuk heksagonal dan stomata berbentuk ginjal bertipe anomositik dengan letak berderet beraturan. Pengamatan anatomi stomata pada 4 aksesi plasma nutfah pisang dapat dilihat pada Gambar 4. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ukuran stomata pada aksesi Mas Kirana lebih kecil dibandingkan ukuran stomata aksesi yang lain (perbesaran 1000x). Ukuran stomata merupakan salah satu penduga tingkat ploidi. Damayanti (2007), melaporkan bahwa ukuran dan panjang stomata pada pisang bisa menunjukkan tingkat ploidi.

(6)

21 Gambar 4. Pengamatan anatomi stomata a. gebyar; b. rajanangka;c. mas kirana; d. Rajalawe

Berbeda dengan analisa kerapatan stomata per varietas menunjukkan bahwa Mas Kirana memiliki kerapatan stomata yang hampir sama dibandingkan Rajalawe yaitu 18,6/bidang pandang dan 18,2/bidang pandang. Gebyar dan Rajanangka memiliki kerapatan stomata yang hampir sama pula yaitu 20/bidang pandang dan 20,4/bidang pandang. Hal tersebut menunjukkan bahwa kerapatan stomata belum bisa dijadikan indikator untuk tingkat ploidi. Kerapatan stomata sangat dipengaruhi oleh jumlah CO2 dalam udara sehingga sulit dijadikan indikator tingkat ploidi.

KESIMPULAN

Beberapa karakter vegetatif bisa menjadi penanda fenotipik khusus sebagai identifikasi tanaman pisang. Terutama pada Gebyar dimana daunnya memiliki bercak merah keunguan dan tulang daun berwarna merah. Bentuk lekuk tangkai daun dan bercak di dasar petiola juga menjadi acuan bagi penentuan genom. Bentuk lekuk tangkai daun semakin menutup dan jarangnya bercak pada dasar petiola menunjukkan bahwa pisang Rajalawe cenderung pada M.balbisiana (genom B). sedangkan bentuk lekuk yang membuka dan bercak yang jelas cenderung dekat pada M. accuminata (genom A) seperti terlihat pada Mas Kirana. Rajanangka dan Rajalawe memiliki bentuk lekuk terbuka namun bercak jarang sehingga dimungkinkan keduanya merupakan hasil persilangan M.accumiata dan M.balbisiana yaitu M. paradisiaca (genom AB). Perbedaan genom dari masing-masing aksesi menunjukkan Mas Kirana memiliki jumlah kromosom 2n=22 dibandingkan tiga varietas lainnya sebesar 2n=33. Mas Kirana juga memiliki ukuran stomata yang lebih kecil dibandingkan varietas lainnya. Penentuan genom dan analisa hubungan kekerabatan dilakukan setelah pengamatan generatif. DAFTAR PUSTAKA

Anggarini C. 2004. Analisis Keragaman dan Hubungan Kekerabatan serta Korelasi antar Karakter pada 20 Genotipa Pisang (Musa sp) berdasarkan Penanda Fenotipa. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Bahri S et al., 2009. Pendampingan penerapan teknologi intensifikasi, diversifikasi, dan kelembagaan usaha tani di kabupaten banjarnegara. BPTP Jawa Tengah.

Damayanti F. 2007. Analisis jumlah kromosom dan anatomi stomata pada beberapa plasma nutfah pisang (Musa sp.) asal kalimantan timur. J. Bioscientiae Vol 4 (2).

Daniels J. 1995. Illustrated Guide to The Identification of Banana Varieties in The South Pasific. ACIAR, Australia.

Imam M Z, Akter S. 2011. Musa paradisiaca L. and Musa sapientum L.: A Phytochemical and Pharmacological Review. Journal of Applied Pharmaceutical Science.1 (5), 14-20.

(7)

22 Mathius I W.; Wina, E.; Yulistiani, D.; Pusatuti, W.; Supriyati, K. 2001. Pakan imbuhan batang pisang untuk ternak ruminansia; kandungan nutrien dan prospek pemanfaatannya. Prosiding seminar nasional pengembangan teknologi pertanian: Teknologi pertanian berbasis sumberdaya lokal dan ramah lingkungan dalam menunjang otonomi daerah. Mataram, 30-31 Oct Megia R. 2005. Ulasan: Musa sebagai Model Genom. Hayati, Desember 2005, hlm. 167-170 Vol. 12, No. 4.

Megia R. 2005. Ulasan: Musa sebagai Model Genom. Hayati, Desember 2005, hlm. 167-170 Vol. 12, No. 4.

Prahardini PER, Yuniarti, Krismawati A. 2010. Karakterisasi Varietas Unggul Pisang Mas Kirana dan Agung Semeru di Kabupaten Lumajang. Buletin Plasma Nutfah (16) : 2.

Robi’ah HR, Sobir, Surahman M. 2005. Analisis Pembandingan Pola Keanekaragaman Pisang Introduksi berdasarkan Penanda Fenotipik dengan Penanda RAPD dan Pendugaan Korelasi antara Keduanya terhadap Komposisi Genomiknya. Buletin Agron (33) : 3.

Rozyandra C. 2004. Analisis Keragaman Pisang (Musa sp.) Asal Lampung. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Samsurianto. 2009. Analisa Jumlah Kromosom dan Hubungan Kekerabatan berdasarkan Penanda Fenotipe antar Karakter pada Beberapa Plasma Nutfah Pisang (Musa sp.) Asal Kalimantan Timur. J. Bioprospek (6):1.

Simmonds NW. 1959. Bananas. Longmands, London.

Suwitaningtiyas R. 2009. Efektivitas Getah Batang Pisang (Musa paradisiaca l.) dan Lidah Buaya (Aloe vera l.) sebagai Penyembuh Luka pada Tikus Putih (Rattus novergicus strin wistar). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang.

Weremfo A, Adinortey MB, Pappoe ANM. 2011. Haemostatic Effect of the Stem Juice of Musa paradisiaca L.(Musaceae) in Guinea Pigs. J. Advances in Biological Research 5 (4) : 190-192.

Gambar

Tabel 1. Karakterisasi pada batang semu dan petiola
Gambar 1. Tipe lekuk pada tangkai daun a. gebyar ;b. rajanangka ;c. mas kirana; d rajalawe   Berdasarkan  karakter  tersebut  Rajalawe  diduga  memiliki  kecenderungan  pada  M.balbisiana  (genom B)
Gambar 3. Pengamatan jumlah kromosom pada a. gebyar (33); b. rajanangka (33); c. mas kirana (22);

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini berjudul analisis keragaman dan hubungan kekerabatan serta korelasi antar karakter pada 20 genotipa pisang berdasarkan penanda fenotipa.. Pada kesempatan

Seluruh aksesi plasma nutfah kapas yang dikarakterisasi, memiliki deskripsi morfologi yang berbeda, meski ada kesamaan pada beberapa karakter antar spesies yang berbeda..

Karakter Perawakan Warna batang Permukaan Batang Warna getah 1 Pisang Barlian Tegak Merah-Ungu Kusam Seperti air 2 Pisang Agung Talun Sedang Hijau-Merah Licin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua karakter kualitatif yang diamati (tipe tumbuh, bentuk daun, warna daun, jumlah bunga tiap nodus, posisi tangkai bunga, sudut

Seluruh aksesi plasma nutfah kapas yang dikarakterisasi, memiliki deskripsi morfologi yang berbeda, meski ada kesamaan pada beberapa karakter antar spesies yang berbeda..

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,