• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI EVALUASI MUTU COOKIES GARUT YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI EVALUASI MUTU COOKIES GARUT YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI MUTU COOKIES GARUT YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT)

UNTUK IBU HAMIL

Oleh:

STEISIANASARI MILEIVA F24102082

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

UNTUK IBU HAMIL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

STEISIANASARI MILEIVA F24102082

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

EVALUASI MUTU COOKIES GARUT YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT)

UNTUK IBU HAMIL SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

STEISIANASARI MILEIVA F24102082

Dilahirkan pada tanggal 8 November 1984 di Jakarta

Tanggal lulus : 11 Desember 2006

Menyetujui, Bogor, Januari 2007

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

(4)

Kusnandar, MSc. 2006.

RINGKASAN

Kehidupan manusia dimulai sejak dalam kandungan ibunya. Selama kehamilan terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi, sehingga sering terjadi defisiensi gizi. Beberapa defisiensi gizi yang sering terjadi adalah kurang energi dan protein, anemia gizi besi, kekurangan vitamin A, defisiensi iodium, seng, dan asam folat. Apabila itu terjadi, ibu beresiko melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), neural tube defects, dan kecacatan. Hal tersebut menghambat peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Salah satu cara pencegahan adalah pelaksanaan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk ibu hamil. Pada program PMT South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, diberikan makanan tambahan yang telah difortifikasi zat-zat gizi yang penting bagi ibu hamil. Salah satu makanan tambahan yang diberikan adalah cookies garut yang difortifikasi dengan zat besi (Fe), seng (Zn), iodium (I), vitamin A, vitamin C, dan asam folat. Mengingat pentingnya kecukupan gizi ibu hamil, maka dilakukan evaluasi mutu cookies.

Penelitian yang dilakukan meliputi evaluasi karakteristik fungsional (kandungan gizi), organoleptik, serta umur simpan dari Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF). Hasil analisis kandungan gizi Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF) berturut-turut adalah: kadar protein 7.01% (CNF) dan 6.69% (CF); kadar lemak 20.49% (CNF) dan 20.54% (CF); kadar serat kasar 2.49% (CNF) dan 2.02% (CF); kadar karbohidrat 66.09% (CNF) dan 67.08% (CF); nilai energi 486.71/100 gram (CNF) dan 488.04 kkal/100 gram (CF); kadar vitamin A 114.02 RE (CNF) dan 314.33 RE (CF); kadar asam folat 23.41 μg (CNF) dan 66.72 μg (CF); kadar vitamin C 1.02 mg (CNF) dan 46.39 mg CF); kadar besi 4.41 mg (CNF) dan 15.04 mg (CF); kadar seng 1.71 mg (CNF) dan 11.17 mg (CF); dan kadar iodium 20.86 μg (CNF) dan 36.79 μg (CF).

Beberapa kadar zat gizi belum sepenuhnya memenuhi persyaratan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) biskuit; yaitu protein (minimum 9%), karbohidrat (minimum 70%), dan serat kasar (maksimum 0.5%). Demikian pula target kadar protein dan energi yang ingin dicapai oleh program PMT, yaitu 14.06% dan 562.50 kkal/100 gram belum terpenuhi. Persentase kehilangan fortifikan dari jumlah penambahan yang seharusnya masih cukup tinggi, yaitu 73.27% (vitamin A), 93.93% (asam folat), 51.68% dan 52.18% (vitamin C), 65.35% dan 49.87% (besi), 38.29% dan 38.69% (seng), dan 84.48% (iodium).

Selain analisis kandungan gizi, juga ditelaah kontribusi cookies dan paket fortifikasi (cookies dan susu) per harinya terhadap pemenuhan kebutuhan gizi tambahan ibu hamil. Konsumsi ± 56 gram cookies per hari belum mencukupi kebutuhan gizi tambahan untuk ibu hamil. Beberapa kekurangan dapat dipenuhi dan bahkan dilampaui dari konsumsi susu, tetapi kekurangan asam folat masih sangat besar. Diperlukan peningkatan jumlah fortifikasi asam folat sekitar 4.7 kali

(5)

pangan yang difortifikasi. Namun, berdasarkan uji preferensi diketahui bahwa tidak ada preferensi yang signifikan terhadap CNF atau CF (α = 0.05). Uji segitiga memberikan hasil yang mendukung dengan menyatakan tidak ada perbedaan yang nyata antara CNF dan CF (α = 0.05). Selanjutnya, kesukaan ibu hamil berkisar antara netral sampai suka dan tidak ada perbedaan yang nyata (α = 0.05) antara skor kesukaan terhadap warna, tekstur, dan rasa CNF dan CF. Disimpulkan bahwa jumlah dan jenis fortifikan tidak menyebabkan penyimpangan sensori CF. Kesukaan terhadap ketiga perisa yang diaplikasikan (susu, keju, dan coklat) juga tidak berbeda nyata (α = 0.05).

Penentuan umur simpan dilakukan dengan pendekatan kadar air kritis karena atribut utama cookies adalah tekstur (kerenyahan). CNF dan CF memiliki kadar air yang rendah, yaitu 2.73% dan 2.35%; kadar air kritis 5.66% dan 5.49%; kadar air kesetimbangan pada kelembaban relatif kesetimbangan 32.9%, 44.7%, 64.9%, 76.9%, 85.0%, dan 93.6% adalah berturut-turut (CNF, CF): (3.10% dan 3.17%), (4.98% dan 4.77%), (5.78% dan 5.26%), (8.72% dan 8.06%), (12.74% dan 11.92%), dan (19.32% dan 19.41%). Setelah itu dibuat kurva sorpsi isothermis CNF dan CF yang menghubungkan antara kadar air kesetimbangan dan aktivitas airnya. Berdasarkan perhitungan Mean Relative Determination (MRD), model matematis menggambarkan kurva sorpsi isothermis dengan tepat adalah Henderson. Nilai slope kurva sorpsi isothermis (b) ditentukan pada daerah linear yaitu diantara daerah kadar air awal dan kadar air kritis. Nilai slope yang diperoleh yaitu 0.0967 untuk CNF dan 0.0944 untuk CF.

Luas permukaan kemasan yang diuji adalah sebesar 0.0523 m2. Bobot kering CNF adalah 113.42 gram, sedangkan CF sebesar 112.32. Rasio antara luas permukaan kemasan dan bobot kering produk CNF dan CF masing-masing adalah 4.61 x 10-4 dan 4.66 x 10-4. Nilai k/x kemasan cookies yang diuji adalah 0.0107 gH2O/hari/m2.mmHg. Hasil perhitungan umur simpan dengan persamaan Labuza

semakin menurun seiring dengan peningkatan kelembaban relatif (RH) ruang penyimpanan. Pada RH 70%, 75%, dan 80%, umur simpan CNF berturut-turut adalah 500, 409, dan 339 hari; sedangkan CF 527, 429, dan 354 hari. Hasil umur simpan yang cukup panjang sesuai untuk produk pangan kering seperti cookies. Fortifikasi vitamin dan mineral tidak memberikan banyak perbedaan antara umur simpan CNF dan CF yang ditentukan dengan pendekatan kadar air kritis.

(6)

Penulis dilahirkan di Jakarta, 8 November 1984 dan merupakan anak pertama dari pasangan Eduard Namaken Sembiring dan Anastasia Ninta Karina Bangun. Pendidikan formal ditempuh penulis di SD Budi Mulia Bogor, SLTP Budi Mulia Bogor, SMU Regina Pacis Bogor, dan berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB). Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) (2002-2006), staf Divisi Profesi di Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA) (2004), Ketua IPB Debating Community (IDC) (2004-2005), staf Divisi Human Resources Development di UKM International Association of Students in Agriculture and Related Sciences (IAAS) (2005-2006), anggota Lektor Santo Dominikus dan Koor Santa Lucia di Gereja Katedral Bogor.

Beberapa prestasi yang telah diraih penulis adalah juara pertama dalam The 3rd National Students’ Paper Competition on Food Issues (2004), mempresentasikan makalah dengan judul “Aloe vera: An Impressive Functional Food” pada 11th Tri-University International Joint Seminar and Symposium, Chiang Mai University-Thailand (2004), menerima Goodwill Leadership Development Scholarship Program (2005-2006), bersama dua sahabatnya meraih penghargaan setara emas dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XIX untuk kategori Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (2006), meraih Juara I Mahasiswa Berprestasi IPB (2006), dan masuk dalam jajaran 15 finalis Mahasiswa Berprestasi tingkat Nasional (2006).

Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Mutu Cookies Garut yang Digunakan pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Ibu Hamil” di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. Penelitian yang dilakukan tergabung dalam kegiatan Feeding Program SEAFAST Center IPB.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyelesaian skripsi terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah kekuatan-Nya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang terus menempa keuletan penulis. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis selama perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada: 1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. sebagai dosen pembimbing akademik yang

penuh kasih sayang dan selalu memacu semangat penulis untuk berprestasi dalam hard skill dan soft skill.

2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. sebagai dosen pembimbing skripsi, atas ilmu dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi.

3. Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS. sebagai koordinator Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Ibu Hamil dan dosen penguji, atas dukungan selama penelitian dan kesediannya meluangkan waktu serta memberikan masukan-masukan yang membangun selama sidang.

4. South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center atas kesempatan untuk terlibat dalam Program PMT Ibu Hamil dan pendanaan yang diberikan untuk penelitian ini.

5. Tim Program PMT Ibu Hamil atas bantuan teknis dan non teknis yang diberikan selama pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian skripsi.

6. Seluruh dosen, staf, dan teknisi laboratorium di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memperkaya pengetahuan dan memperlancar studi penulis.

7. Papa, Mama, Adik, dan seluruh keluarga atas doa, ketulusan kasih, dan ilmu-ilmu kehidupan yang diberikan sehingga penulis menjadi manusia yang lebih baik.

8. Karen Puspasari dan Fenni Rusli atas penerimaan yang hangat serta kebersamaan dalam suka dan duka. Memiliki sahabat yang penuh inspirasi seperti kalian adalah sebuah anugerah. Demikian pula Alexander Atmajaya atas persahabatan yang membangun.

(8)

9. Octavianus Indrabowo Vidi P. atas kenangan yang selalu hidup dan menjadi bekal perjuangan penulis.

10.Herold, Inggrid, Joanna, dan Prasna atas keberadaannya sehingga penulis dapat berbagi canda tawa dan keluh kesah. Kalian telah memperindah kehidupan penulis selama kuliah.

11.Marlyna dan Yulizar. Terima kasih banyak atas bantuan dan pengertiannya selama ini. Penulis bersyukur memiliki kalian sebagai teman sebimbingan. 12.Seluruh teman-teman ITP 39 atas bantuan dan dukungan selama ini. Keunikan

pribadi kalian telah mewarnai hari-hari penulis. Demikian pula kepada teman-teman di Perwira 45, penulis akan merindukan hari-hari kebersamaan kita. 13.Para panelis yang telah bersedia meluangkan waktu dan pemikiran untuk

memberikan penilaian organoleptik.

14.Yayasan Goodwill International atas dukungan materi, pelatihan-pelatihan kepemimpinan, dan komunitas yang memotivasi.

15.Seluruh teman-teman seperjuangan di KEMAKI, IDC, IAAS, PMKRI, HIMITEPA, Food Chat Club, Lektor Santo Dominikus; atas kerja sama, semangat, kritik dan saran yang diberikan sehingga memperkaya kepribadian penulis.

16.Setiap individu dan institusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas kesediaannya membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dengan berbagai cara.

Bogor, Desember 2006

(9)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ……….. DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... i iii vi vii viii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...………... B. Tujuan ....……… C. Manfaat ...………

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Periode Kehamilan ...……….. 1. Keistimewaan Periode Kehamilan ………. 2. Gizi dan Kebutuhan Gizi Ibu Hamil ……….. 3. Masalah Gizi Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia …… B. Program Pemberian Makanan Tambahan ... 1. Beberapa Program PMT ………. 2. Program PMT SEAFAST Center ………... C. Cookies ...

1. Proses Pembuatan Cookies …... 2. Fortifikasi Cookies ... D. Mutu Cookies ...……….. 1. Karakteristik Fungsional ……… 2. Karakteristik Psikologi ………... 3. Karakteristik Umur Simpan ………... III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan …………...………... B. Alat. ... C. Metode Penelitian ... 1 3 3 4 4 5 7 9 9 10 11 12 15 17 17 17 18 25 26 26

(10)

1. Analisis Proksimat ... a. Kadar Air ... b. Kadar Abu ... c. Kadar Protein ... d. Kadar Lemak ... e. Kadar Karbohidrat ... f. Kadar Serat Kasar ... 2. Analisis Fortifikan ...

a. Kadar Vitamin A ………

b. Kadar Asam Askorbat ………

c. Kadar Asam Folat ………..

d. Kadar Besi ……….. e. Kadar Seng ………... f. Kadar Iodium ………. 3. Uji Organoleptik ... a. Uji Preferensi …….……… b. Uji Segitiga ……….……… c. Uji Hedonik ……..……….. d. Uji Ranking ..………..

4. Penentuan Umur Simpan (pendekatan kadar air kritis).. a. Penentuan Atribut Utama Cookies ………...

b. Seleksi Panelis ……….………...

c. Penentuan Kadar Air Kritis ……… d. Penentuan Kurva Sorpsi Isothermis ……..………. e. Penentuan Model Sorpsi Isothermis ………...

f. Uji Ketepatan Model ………..

g. Penentuan Permeabilitas Kemasan ………

h. Perhitungan Umur Simpan ……….

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Fungsional (Sifat Kimia) Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF) …………. 1. Nilai Proksimat, Serat Kasar, dan Energi ………..

26 26 28 28 29 29 29 30 30 31 32 32 33 33 34 34 34 35 35 36 36 36 37 37 38 38 39 39 41 41

(11)

2. Kadar Fortifikan ……… 3. Kontribusi Konsumsi Cookies Terhadap Kebutuhan

Gizi Tambahan Ibu Hamil ………. 4. Informasi Nilai Gizi CNF dan CF... B. Karakteristik Organoleptik CNF dan CF ………... 1. Preferensi CNF dan CF ... 2. Perbedaan CNF dan CF ... 3. Hedonik CNF dan CF ... 4. Perisa Cookies ... C. Karakteristik Umur Simpan CNF dan CF ………..

1. Atribut Utama Cookies ……….. 2. Kadar Air Awal dan Kadar Air Kritis ... 3. Kadar Air Kesetimbangan dan Kurva Sorpsi

Isothermis ... 4. Model Matematis yang Tepat ... 5. Variabel Umur Simpan Lainnya ... 6. Umur Simpan CNF dan CF ...

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... B. Saran ... 46 41 51 54 56 56 57 57 60 62 62 63 65 68 70 71 73 74 DAFTAR PUSTAKA ……… 76 LAMPIRAN ………... 81

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-rata yang Dianjurkan

untuk Ibu Hamil (19-29) tahun (per orang per hari) ... 4

Tabel 2. Jumlah Penambahan Fortifikan ... 11

Tabel 3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 ... 12

Tabel 4. Kehilangan Beberapa Mikronutrien Labil pada Biskuit ... 16

Tabel 5. Hasil Analisis Proksimat dan Nilai Energi CNF dan CF .... 41

Tabel 6. Hasil Analisis Kadar Fortifikan CNF, CF, dan Persentase Kehilangan Kadar CF ... 46

Tabel 7. Kontribusi Zat Gizi Cookies dan Cookies + Susu terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gizi Tambahan Ibu Hamil per Hari ... 52

Tabel 8. Informasi Nilai Gizi CNF dan CF ... 55

Tabel 9. Hasil Uji Preferensi CNF dan CF ... 56

Tabel 10. Hasil Pengukuran Kerenyahan Cookies dengan Texture Analyzer ... 65

Tabel 11. Kadar Air Kesetimbangan CNF dan CF dan Waktu Pencapaiannya di Beberapa RH Penyimpanan ... 66

Tabel 12. Persamaan Kurva Sorpsi Isothermis CNF ... 68

Tabel 13. Persamaan Kurva Sorpsi Isothermis CF ... 68

Tabel 14. Hasil Perhitungan Nilai MRD Model Persamaan ... 69 Tabel 15. Umur Simpan CNF dan CF di Beberapa RH Penyimpanan 71

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Perkembangan Janin Selama Periode Kehamilan ... 4

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Promina Arrowroot Cookies di Industri Mitra ... 14

Gambar 3. Kurva Sorpsi Isothermis Secara Umum ... 20

Gambar 4. Cookies Garut dan Kemasannya ... 25

Gambar 5. Diagram Alir Penelitian ……… 27

Gambar 6. Hasil Uji Hedonik Per Atribut CNF dan CF ... 57

Gambar 7. Hasil Uji Hedonik Perisa Cookies Garut ... 61

Gambar 8. Hasil Uji Ranking Perisa Cookies Garut ... 61

Gambar 9. Hasil Survei Atribut Utama Cookies ……… 63

Gambar 10. Skor Rata-rata Uji Organoleptik Kerenyahan CNF dan CF ... 64

Gambar 11. Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil Percobaan ... 67

Gambar 12. Kurva Sorpsi Isothermis CF Hasil Percobaan ... 67

Gambar 13. Perbandingan Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil Percobaan dan dari Model-model Persamaan ... 69 Gambar 14. Perbandingan Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil

Percobaan dan dari Model-model Persamaan ...

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Formulir Uji Preferensi dan Uji Segitiga CNF dan CF ... 81

Lampiran 2. Jumlah Minimum Penilaian yang Diperlukan untuk Menyatakan Signifikansi pada Dua Level Probabilitas untuk Uji Preferensi Berpasangan (Two-Tailed, P = ½) (Lawless dan Heymann, 1999) ... 82

Lampiran 3. Jumlah Minimal dari Jawaban Benar dalam Uji Segitiga (Meilgaard et al., 1999) ... 83

Lampiran 4. Kuesioner Atribut Utama dari Produk Cookies/Biskuit ... 84

Lampiran 5. Formulir Multiple Comparison Test Kerenyahan Cookies ….…... 85

Lampiran 6. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Air CNF dan CF ……… 86

Lampiran 7. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Abu CNF dan CF ……... 86

Lampiran 8. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Protein CNF dan CF ….. 87

Lampiran 9. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Lemak CNF dan CF ... 87

Lampiran 10. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Karbohidrat CNF dan CF ……... 88

Lampiran 11. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Serat Kasar CNF dan CF... 88

Lampiran 12. Hasil Uji Paired-Samples T Test Nilai Kalori CNF dan CF ... 89

Lampiran 13. Perhitungan Penambahan Fortifikan yang Dilakukan Industri Mitra (dari data per kg adonan menjadi per 100 g cookies) ... 90

Lampiran 14. Rekapitulasi Data Uji Hedonik Atribut Warna Cookies ... 92

Lampiran 15. Rekapitulasi Data Uji Hedonik Atribut Tekstur Cookies ... 93

Lampiran 16. Rekapitulasi Data Uji Hedonik Atribut Rasa Cookies ... 94

Lampiran 17. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Warna Cookies ... 95

Lampiran 18. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Tekstur Cookies ... 95 Lampiran 19. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Rasa

(15)

Cookies ... 96 Lampiran 20. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Skor Kesukaan

Perisa Cookies ... 97 Lampiran 21. Hasil Uji Friedman Perisa Cookies ……….. 97 Lampiran 22. Rekapitulasi Data Hasil Survei Atribut Utama Cookies ... 98 Lampiran 23. Hasil Friedman Test Atribut Utama Cookies ………....…... 99 Lampiran 24. Rekapitulasi Data Seleksi Panelis ... 100 Lampiran 25. Rekapitulasi Data Multiple Comparison Test CNF ... 101 Lampiran 26. Rekapitulasi Data Multiple Comparison Test CF ... 101 Lampiran 27. Modifikasi Model-model Sorpsi Isothermis dari Persamaan

Non Linear Menjadi Persamaan Linear ... 102 Lampiran 28. Kadar Air Kesetimbangan dari Model-model Persamaan .... 103 Lampiran 29. Penentuan WVTR dan k/x ... 104

(16)

A. Latar Belakang

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset suatu negara yang perlu terus ditingkatkan kualitasnya. Kehidupan manusia dimulai di rahim ibunya, maka upaya peningkatan kualitas SDM seharusnya dimulai sedini mungkin yaitu sejak periode kehamilan. Menurut Jalal dan Atmojo (1998), jika kesehatan dan status gizi ibu hamil baik, maka janin yang dikandungnya juga akan baik dan keselamatan ibu sewaktu kehamilan akan terjamin. Sebaliknya, ketidakcukupan asupan zat gizi selama periode kehamilan akan menurunkan kesehatan ibu hamil dan cenderung akan melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Pada tahun 2002, sebanyak 411000 atau 9% bayi di Indonesia lahir dengan kondisi BBLR, dengan asumsi sebanyak 22% tidak terdata (UNICEF dan WHO, 2004). Dampak BBLR pada anak dapat menurunkan kecerdasan dan imunitas, mengganggu pertumbuhan, meningkatkan ancaman berbagai penyakit degeneratif, dan kematian; sehingga menghambat peningkatan kualitas SDM Indonesia (Departemen Kesehatan, 2003).

Masalah gizi ibu hamil yang paling banyak dijumpai di Indonesia adalah anemia. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 40% pada tahun 2001 (Departemen Kesehatan, 2003). Penyebab utama anemia adalah karena defisiensi zat besi. Anemia Gizi Besi (AGB) juga disebabkan oleh rendahnya asupan vitamin C yang diperlukan untuk meningkatkan penyerapan zat besi. Kondisi AGB pada ibu hamil juga dapat mengakibatkan bayi BBLR (Almatsier, 2002). Suplementasi besi dan vitamin A secara bersama-sama telah diketahui dapat menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil (Tanumihardjo, 2002). Lebih lanjut, retardasi pertumbuhan pada ibu yang beresiko melahirkan bayi BBLR dapat diturunkan oleh suplementasi seng. Defisiensi iodium pada ibu hamil pun dapat mengakibatkan retardasi mental pada fetus. Selain itu, defisiensi asam folat pada awal kehamilan dapat mengakibatkan neural tube defect yang mempengaruhi perkembangan otak calon anak (Sizer dan Whitney, 2000).

(17)

Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk ibu hamil adalah salah satu cara untuk meningkatkan status gizi ibu hamil. Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center bekerja sama dengan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melaksanakan program PMT untuk ibu hamil. Melalui program ini, diberikan makanan tambahan yang telah difortifikasi zat-zat gizi yang penting bagi ibu hamil. Salah satu makanan tambahan yang diberikan adalah produk cookies garut yang telah difortifikasi dengan zat besi (Fe), seng (Zn), iodium (I), vitamin A, vitamin C, dan asam folat. Mengingat pentingnya kecukupan gizi ibu hamil, maka perlu dilakukan evaluasi mutu produk cookies tersebut.

Cookies merupakan salah satu jenis produk pangan kering yang sudah populer di pasaran. Berbagai penelitian telah melakukan substitusi tepung terigu dengan bahan-bahan lokal. Pemanfaatan bahan-bahan lokal tersebut sejalan dengan program diversifikasi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Cookies yang digunakan terbuat dari tepung terigu yang disubstitusi dengan pati garut. Proses pembuatan cookies melibatkan tahap pemanggangan dalam oven dengan suhu relatif tinggi sehingga dapat terjadi destruksi beberapa zat gizi yang labil terhadap pemanasan, terutama vitamin larut air (Manley, 2001). Oleh karena itu, diperlukan analisis kandungan zat gizi dari produk akhir untuk mengetahui retensi dari fortifikan.

Produk baru yang akan dijual ke pasar memerlukan studi preferensi dan penerimaan konsumen (Meilgaard et al., 1999). Produk cookies garut fortifikasi ini tergolong produk baru untuk konsumsi ibu hamil. Oleh karena itu, diperlukan studi organoleptik berupa uji preferensi dan penerimaan dari ibu hamil.

Waktu atau tanggal kadaluwarsa ditentukan berdasarkan umur simpan produk. Umur simpan produk pangan merupakan parameter ketahanan produk selama penyimpanan. Penentuan umur simpan cookies dapat dilakukan dengan metode akselerasi (Accelerated Shelf Life Testing) sebagai alternatif dari metode konvensional (Extended Storage Studies). Sebagai

(18)

produk pangan kering, cookies tergolong tidak mudah rusak (non perishable) dan mempunyai umur simpan yang relatif panjang (Floros, 1993). Kadar air yang rendah menyebabkan cookies rentan terhadap perubahan uap air yang dapat mempengaruhi karakteristik kerenyahan. Umur simpan berdasarkan laju perubahan kadar air dapat ditentukan dengan pendekatan kadar air kritis menggunakan persamaan Labuza (Labuza, 1982).

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu cookies garut yang digunakan dalam program pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil; meliputi perbedaan karakteristik fungsional, organoleptik, dan umur simpan Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF). Sasaran yang ingin dicapai adalah diperolehnya hasil evaluasi mutu dari CNF dan CF.

C. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran nyata tentang mutu cookies garut yang digunakan pada program PMT untuk ibu hamil sehingga dapat dievaluasi kontribusi produk tersebut dalam upaya peningkatan status kesehatan kelompok target.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Periode Kehamilan

1. Keistimewaan Periode Kehamilan

Perkembangan janin selama kehamilan diuraikan oleh Soekardjo (1995) sebagai berikut: calon bayi disebut embrio sampai usia kehamilan 12 minggu. Pada bulan pertama sekelompok sel dengan cepat membentuk struktur yang akan menjadi bayi. Sampai minggu ke-5 dan ke-6 embrio tidak lebih besar dari sebutir padi, tetapi telah mempunyai susunan pusat syaraf yang kuat dan jantungnya telah berdenyut. Pada minggu ke-6 telah terbentuk kepala dan leher, serta otak telah mulai berdenyut. Pada minggu ke-8 usus sudah hampir terbentuk sempurna dan semua organ bagian dalam telah mulai muncul. Selanjutnya, pada akhir minggu ke-8, semua bagian dalam telah terbentuk. Pada minggu ke-9 jenis kelaminnya telah dapat dikenali; hidung, mulut, serta mata telah terlihat. Dalam minggu-minggu pertama ini embrio amat rawan terhadap alkohol, obat-obatan, dan infeksi. Pada minggu ke-10 embrio sudah berbentuk makhluk dan pada minggu ke-12 sudah bisa disebut janin. Pada minggu ke-12 semua organ dalamnya telah berfungsi dan jantungnya sudah memompa darah ke seluruh tubuh. Kini bayi telah lengkap terbentuk dan tinggal mematangkan diri menunggu saat kelahiran.

(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) Keterangan: tidak dalam ukuran yang sebenarnya.

(a) = 6 minggu (b) = 7 minggu (c) = 8 minggu (d) = 9 minggu (e) = 10 minggu (f) = 12 minggu (g) = 14 minggu

(20)

Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) yang diacu oleh Almatsier (2002) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi. Pengeluaran energi tergantung dari ukuran, komposisi tubuh, dan tingkat aktivitas yang dilakukan. Pada ibu hamil, kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan jaringan-jaringan baru. Selama hamil, perempuan memerlukan tambahan energi untuk pertumbuhan janin, plasenta, dan jaringan tambahan lainnya. Ibu hamil memerlukan energi yang lebih dari makanan, sekitar 300 kalori lebih banyak daripada wanita yang tidak hamil. Energi lebih itu hanya diperlukan selama tiga bulan kedua dan ketiga dari kehamilan. Apabila ibu hamil berusia 19-29 tahun, maka angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per hari adalah seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-rata yang Dianjurkan untuk Ibu Hamil (19-29 tahun) (per orang per hari)

Kriteria AKG Ibu Non Hamil AKG Ibu Hamil (trimester 2 dan 3)

Energi 1900 kkal 2200 kkal

Karbohidrat 300 g 330 g Lemak 55 g 60.5 g Protein 50 g 67 g Vitamin A 500 RE 800 RE Asam Folat 400 µg 600 µg Vitamin C 75 mg 85 mg Besi 26 mg 35 dan 39 mg Seng 9.3 mg 13.5 dan 19.1 mg Iodium 150 µg 200 µg (LIPI, 2004)

2. Gizi dan Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

Kata gizi berasal dari bahasa Arab ghidza, yang berarti makanan. Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Almatsier, 2002). Zat gizi dapat diperoleh

(21)

melalui konsumsi makanan. Semua bahan yang dapat dijadikan makanan, umum disebut sebagai pangan. Selanjutnya, menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2002), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dapat dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.

Beberapa vitamin dan mineral yang penting dalam masa kehamilan, antara lain adalah vitamin A, vitamin C, asam folat, zat besi, seng, dan iodium. Menurut Sizer dan Whitney (2000), berkaitan dengan kehamilan, vitamin A dalam bentuk retinol diperlukan untuk perkembangan janin dalam kandungan. Telah diketahui bahwa hewan betina dengan status vitamin A rendah mampu hamil akan tetapi mengalami keguguran atau kesukaran dalam melahirkan (Almatsier, 2002).

Defisiensi besi terutama menyerang golongan rentan, seperti anak-anak, remaja, ibu hamil, dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah. Zat besi diperlukan untuk mengikat oksigen yang diperlukan untuk energi metabolisme sel, pembentukan sel-sel baru, asam amino, hormon-hormon, dan neurotransmiter. Terbatasnya asupan oksigen akan menghambat energi metabolisme sel. Umumnya, penyerapan besi dari makanan hanya sebesar 10-15%, tetapi saat kebutuhan besi meningkat seperti pada kehamilan, penyerapan besi pun meningkat (Almatsier, 2002).

Vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen, meningkatkan daya tahan terhadap infeksi, mencegah pembentukan nitrosamin yang bersifat karsinogenik, dan absorpsi besi dalam bentuk nonhaem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Kolagen adalah protein yang menjadi dasar pembentukan jaringan penghubung; pembentukan jaringan ini juga diperlukan oleh fetus (Sizer dan Whitney, 2000).

Folat membantu sintesis DNA yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel baru. Berkaitan dengan kehamilan, kekurangan folat dapat mengubah morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat membelah, seperti serviks rahim. Menurut Sizer dan Whitney (2000), kekurangan asam folat pada ibu hamil terutama dapat menyebabkan neural tube defects pada anak yang dilahirkan. Neural tube defects menyebabkan kerusakan tulang belakang,

(22)

retardasi mental, kerusakan otak, dan kematian anak tidak lama setelah kelahiran. Kekurangan asam folat selama kehamilan dapat berakibat buruk karena peran utamanya dalam metabolisme asam nukleat dan juga akan mempengaruhi replikasi DNA dan aktivitas mitosis. Lebih lanjut, diketahui bahwa panas dari pemasakan dan proses oksidasi yang terjadi selama penyimpanan merusak sebanyak setengah dari kandungan folat dalam makanan.

Defisiensi seng dapat terjadi pada ibu hamil. Kekurangan seng mengganggu fungsi tiroid, memperlambat energi metabolisme tubuh, dan menghilangkan nafsu makan. Hal tersebut sangat tidak diinginkan pada ibu hamil yang memerlukan energi metabolisme dan asupan makanan yang cukup untuk aktivitas dirinya dan janinnya. Seng adalah kofaktor enzim sehingga berperan dalam sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida, asam nukleat, dan kolagen. Kekurangan seng yang terjadi pada masa kehamilan tikus telah memberikan efek pada pertumbuhan fetus, yaitu secara umum terjadi kesalahan pembentukan pada hampir semua organ. Apabila kekurangan terjadi pada pertengahan periode kehamilan (6-14 hari) maka fetus berukuran kecil (Winick, 1976 yang dikutip oleh Dhopeshwarkar, 1983).

Gejala kekurangan iodium pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir dalam keadaan cacat mental yang permanen serta hambatan pertumbuhan yang dikenal sebagai kretinisme. Menurut Almatsier (2002), hal tersebut dapat dicegah apabila kekurangan iodium tersebut terdeteksi dan diobati pada enam bulan pertama kehamilan. Apabila hal tersebut tidak berhasil dilakukan, anak yang lahir akan memiliki IQ (Intelligent Quotient) sekitar 20, sehingga kemampuan belajarnya rendah.

3. Masalah Gizi Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia

Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi berdasarkan zat gizinya, dibedakan menjadi dua macam, yaitu masalah gizi makro dan masalah gizi mikro. Salah satu contoh masalah gizi makro yang

(23)

seringkali dihadapi negara berkembang adalah kombinasi kurang energi dan protein (Almatsier, 2002). Masalah gizi mikro yaitu kekurangan vitamin dan mineral, antara lain: anemia gizi besi, kekurangan vitamin A, defisiensi iodium, seng, dan asam folat.

Menurut data Departemen Kesehatan (2003), prevalensi ibu hamil yang menderita kurang energi kronis adalah 16.7%, sedangkan yang menderita anemia mencapai 40.1%. Pada beberapa daerah tertentu seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua, prevalensi anemia ibu hamil bahkan mencapai lebih dari 80%. Kedua kondisi ibu hamil tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang menurut Departemen Kesehatan (2004) mencapai 350000 bayi setiap tahunnya.

BBLR adalah berat badan lahir yang kurang dari 2500 gram; kondisi tersebut dapat terjadi karena kelahiran prematur (usia kandungan belum mencapai 9 bulan) atau karena kegagalan pertumbuhan dalam uterus (Sizer dan Whitney, 2000). Bayi BBLR mempunyai risiko lebih tinggi untuk meninggal dalam lima tahun pertama kehidupan. Lebih lanjut, mereka yang dapat bertahan hidup dalam lima tahun pertama akan mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami hambatan dalam kehidupan jangka panjangnya.

Ibu hamil yang menderita AGB mempunyai risiko meninggal dalam proses persalinan 3.6 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang tidak menderita AGB (Departemen Kesehatan, 2004) yang terutama disebabkan oleh pendarahan. Berdasarkan laporan dari Asian Development Bank (2004), angka kematian ibu hamil di Indonesia sudah mencapai 307 orang setiap 100000 kelahiran. Selanjutnya, setiap 1000 kelahiran, 35 bayi meninggal dunia.

Meski dalam jumlah terminimum sekalipun, keterbatasan zat gizi sel pada saat terjadinya proses pembuahan janin dapat berakibat pada kelahiran prematur dan efek negatif jangka panjang pada kesehatan janin. Penelitian pada hewan uji membuktikan adanya korelasi antara kelahiran prematur dengan kekurangan gizi sebelum kehamilan dimulai (Challis et al., 2001 yang dikutip oleh Andonotopo dan Arifin, 2005). Apabila kehamilan terjadi

(24)

prematur, paru-paru dan organ-organ penting hanya memiliki kemampuan minimum untuk berkembang dalam rahim guna mempersiapkan kehidupan di luar rahim nantinya, sehingga lebih rentan terhadap kematian.

B. Program Pemberian Makanan Tambahan

Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) merupakan alternatif strategi perbaikan status gizi masyarakat yang umumnya dilakukan untuk kelompok populasi tertentu, misalnya: kelompok ibu hamil, ibu menyusui, anak Bawah Lima Tahun (Balita), anak sekolah, maupun kelompok mahasiswa perguruan tinggi. Program PMT ini menggunakan pendekatan berbasis pangan (food based approach). Strategi lainnya yang juga pernah dilakukan di Indonesia adalah program suplementasi besi (supplement based approach) melalui program Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Pada program ini, setiap ibu hamil mendapatkan 1 tablet besi yang mengandung 60 mg besi elemental dan 250 μg asam folat untuk jangka waktu 90 hari (Kodyat et al., 1998).

1. Beberapa Program PMT

Beberapa program PMT sudah pernah dilakukan, diantaranya pada tahun 1995, Nutritional Intervention Research Unit of the Medical Research Council (Unit Penelitian Intervensi Gizi dari Dewan Penelitian Kesehatan) bekerjasama dengan industri pangan untuk mengembangkan biskuit yang difortifikasi dengan zat besi, iodium, dan vitamin A. Biskuit tersebut diberikan setiap hari selama satu tahun kepada anak-anak sekolah di area KwaZulu-Natal untuk mengatasi defisiensi gizi mereka (Limson, 2001). World Feeding Program (WFP) telah bekerja sama dengan PT Bank Internasional Tbk. melaksanakan program pemberian biskuit bergizi (School Feeding Program). Pada tahun 2005, WFP School Feeding Program menjangkau 586000 anak sekolah dasar di Indonesia. Kepada mereka diberikan biskuit yang diperkaya dengan sembilan vitamin dan empat mineral, memenuhi sekitar 50% dari kebutuhan gizi anak per hari (Anonima, 2006).

Pada tahun 1998, United Nations Children’s Fund (UNICEF) menginisiasi program PMT untuk ibu hamil di daerah pengungsian di

(25)

Tanzania Barat. Program tersebut bertujuan untuk mengurangi prevalensi BBLR dan meningkatkan kualitas bayi yang dilahirkan (Anonimb, 1999). Women, Infant, and Children’s program (WIC) di Amerika Serikat memberikan bantuan penyediaan makanan tambahan, pendidikan gizi, dan membuat referensi pemilihan makanan bergizi berdasarkan penyaringan dan kajian kondisi kesehatan. Program tersebut telah berhasil mereduksi kelahiran yang negatif (termasuk BBLR), mengurangi kematian bayi, dan menghemat biaya perawatan setelah kelahiran (Anonimc, 2000).

Di Indonesia, program PMT bagi ibu hamil sebelumnya telah ada melalui Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) pada tahun 1998. Program ini merupakan program pemulihan bagi ibu hamil dan menyusui yang menderita Kurang Energi Protein (KEP) untuk kelompok miskin akibat krisis ekonomi. PMT diberikan dalam bentuk makanan kudapan atau makanan biasa dengan porsi 600-700 kkal/hari dan 15-20 gram protein per hari selama 90 hari makan.

2. Program PMT SEAFAST Center

Program PMT yang merupakan agenda dari Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center melibatkan 250 ibu hamil sebagai target dan 70 ibu hamil sebagai kontrol. Para ibu hamil tersebut dijaring dari 17 desa yang berlokasi di Kabupaten Bogor (Kecamatan Leuwiliang, Leuwisadeng, dan Ciampea). Penyaringan dilakukan terhadap ibu hamil yang memiliki status kesehatan rendah dan berekonomi lemah. Pelaksana program ini adalah tim khusus dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan serta Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Tujuan program adalah meningkatkan status gizi ibu dan kualitas anak yang dilahirkan. Kualitas anak tersebut berkaitan erat dengan lancarnya upaya peningkatan kualitas SDM.

Pelaksanaan program PMT adalah sejak usia kehamilan sekitar 3 bulan sampai anaknya dilahirkan. Jenis makanan yang diberikan adalah susu bubuk, cookies garut, dan bihun instan. Makanan tersebut telah difortifikasi vitamin dan mineral yang diperlukan untuk kesehatan ibu hamil dan bayi yang dikandung. Selain itu, diproduksi juga produk makanan yang tidak

(26)

difortifikasi untuk diberikan pada kelompok placebo. Ada pula kelompok kontrol yaitu ibu hamil yang tidak diberi makanan tambahan. Hal tersebut dilakukan untuk melihat perbedaan dampak pemberian makanan tambahan. Ketiga makanan tersebut diproduksi oleh industri mitra yang telah bersedia bekerjasama, yaitu PT. Gizindo Primanusantara (cookies dan susu) dan PT. Bogasari Flour Mills (bihun instan).

Setiap target (ibu hamil) diberi satu paket setiap minggu untuk dikonsumsi setiap hari. Kombinasi paket adalah susu bubuk dan cookies garut atau susu bubuk dan bihun instan. Sumbangan energi dan protein yang diharapkan dari setiap paket adalah 525 kalori dan 15 gram protein. Produk makanan tambahan dianalisis untuk mendapat konfirmasi tentang kandungan gizinya, terutama zat-zat gizi yang sengaja ditambahkan sebagai fortifikan. Selain itu, dilakukan juga analisis kesukaan dan umur simpan produk-produk tersebut.

Khusus untuk cookies yang merupakan obyek penelitian ini, target energi dan protein yang ingin dicapai adalah 562.5 kkal dan 14.06 gram per 100 gram cookies. Jumlah penambahan fortifikan disajikan pada Tabel 2. Penambahan fortifikan mengacu pada Sayuti (2002) dan dibandingkan juga dengan informasi jumlah penambahan dari industri mitra.

Tabel 2. Jumlah Penambahan Fortifikan Zat Gizi Sayuti (2002)

(per 100 gram cookies)

Industri mitra (per 1 kg adonan) Vitamin A 1176 RE 0.16 g Asam Folat 1100 μg 0.97 g Vitamin C 96 mg 0.011 g Besi (Fe) 43.4 mg 0.30 g Seng (Zn) 18.1 mg 0.45 g Iodium (I) 237 μg 0.004 g C. Cookies

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) ‘Mutu dan Cara Uji Biskuit’ (SNI 01-2973-1992), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung

(27)

terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, cracker, cookies, dan wafer. Cookies adalah jenis biskuit dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat (Manley, 2000).

Berdasarkan pemahaman tersebut, syarat mutu cookies di Indonesia mengacu pada syarat mutu biskuit. Syarat mutu biskuit yang berlaku saat ini adalah berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti tercantum dalam Tabel 3. Ciri khas cookies adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air rendah (kurang dari 5%) sehingga bertekstur renyah; apabila dikemas akan terlindung dari kelembaban dan memiliki umur simpan yang lama (Brown, 2000).

Tabel 3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

Kriteria Uji Syarat

Energi (kkal/100 gram) Minimum 400

Air (%) Maksimum 5

Protein (%) Minimum 9

Lemak (%) Minimum 9.5

Karbohidrat (%) Minimum 70

Abu (%) Maksimum 1.5

Serat Kasar (%) Maksimum 0.5

Logam Berbahaya Negatif

Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

(BSN, 1992)

1. Proses Pembuatan Cookies

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies terbagi dalam dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan-bahan yang berfungsi sebagai pengikat adalah tepung, susu, dan putih telur. Sedangkan bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah gula, lemak, leavening agent (baking powder), dan kuning telur (Matz dan Matz, 1978).

(28)

Cookies garut (arrowroot cookies) yang diproduksi oleh industri mitra program PMT SEAFAST Center terbuat dari tepung terigu, pati garut, bubuk susu, sirup fruktosa, shortening nabati, mentega, ammonium bikarbonat, natrium bikarbonat, pengemulsi (lesitin kedelai), dan perisa (coklat, susu, atau keju). Produk cookies yang difortifikasi secara khusus melibatkan penambahan premix mineral, premix vitamin, dan DHA (Docosa Hexanoic Acid).

Pemanfaatan garut sebagai pensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan produk pangan akan mendukung pemberdayaan pangan lokal. Pati garut sudah pernah diaplikasikan sebagai bahan pensubstitusi dalam pembuatan mi instan (Naryanto dan Kumalaningsih, 1999). Pati garut merupakan salah satu bentuk karbohidrat alami yang paling murni dan memiliki kekentalan yang tinggi. Menurut Pudjono (1998) yang diacu oleh Indrasti (2004), pati garut mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: mudah larut dan mudah dicerna sehingga cocok untuk bahan makanan bayi dan orang sakit, suhu awal gelatinisasi 70oC, dan mudah mengembang jika terkena air panas dengan daya mengembang 54%.

Proses pembuatan cookies meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan adonan, pencetakan, dan pemanggangan adonan. Pembuatan adonan diawali dengan proses pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Menurut Manley (2000), metode dasar pencampuran adonan adalah metode krim (creaming method) dan metode all in. Pada metode krim, bahan baku dicampur secara bertahap. Pertama adalah pencampuran lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan perisa, kemudian susu dan bahan kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Penambahan tepung dilakukan pada bagian paling akhir. Metode ini baik untuk cookies karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan (Matz dan Matz, 1978). Sesuai dengan namanya, metode all in dilakukan dengan pencampuran seluruh bahan lalu diaduk sampai membentuk adonan.

Adonan yang telah dicetak selanjutnya ditata dalam loyang yang telah diolesi dengan lemak lalu dipanggang dalam oven. Pengolesan lemak berfungsi untuk mencegah lengketnya cookies pada loyang setelah

(29)

dipanggang. Adonan dipanggang dengan suhu ±176.7ºC (350ºF) selama ±10 menit. Suhu dan lama waktu pemanggangan mempengaruhi kadar air cookies. Matz dan Matz (1978) menerangkan bahwa semakin sedikit jumlah gula dan lemak yang digunakan, suhu pemanggangan dapat dibuat lebih tinggi (177-204ºC). Setelah dipanggang, cookies harus segera didinginkan untuk mengurangi pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak. Pembuatan cookies disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 2.

Bahan – bahan cookies

Penimbangan ↓

Pencampuran (secara bertahap*) ↓ Pengadonan ↓ Pengistirahatan ↓ Pencetakan ↓ Pemanggangan ↓ Pendinginan ↓ Pengemasan ↓

Cookies dalam kemasan

* Tahap I : gula, shortening nabati, mentega, lesithin kedelai

Tahap II : bubuk susu, ammonium bikarbonat, natrium bikarbonat, perisa Tahap III : premix vitamin dan mineral

Tahap IV : tepung terigu dan pati garut

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Promina Arrowroot Cookies di Industri Mitra Program PMT Ibu Hamil

(30)

2. Fortifikasi Cookies

Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi pada bahan pangan atau makanan dengan level penambahan lebih tinggi daripada zat-zat gizi yang ditemukan di bahan pangan aslinya atau pangan pembandingnya (Lotfi dan Merx, 1996). Perbaikan gizi dengan fortifikasi, khususnya pada terigu didukung oleh pemerintah Indonesia dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.632/MENKES/SK/VI/1998 tentang Fortifikasi Tepung Terigu.

Proses fortifikasi melibatkan pencampuran. Metode pencampuran yang dikembangkan untuk produk cookies, roti, dan pasta adalah pelarutan dalam air, dimana air tersebut digunakan dalam pembentukan adonan (Lotfi dan Merx, 1996). Cookies Fortifikasi (CF) difortifikasi dengan vitamin A, vitamin C, asam folat, besi, seng, dan iodium. Beberapa faktor penting dalam pemilihan fortifikan yaitu: (a) fortifikan tidak mempengaruhi produk akhir, dalam hal sifat sensoris; (b) tidak bereaksi dengan bahan-bahan lain; (c) tidak mengganggu selama proses; (d) layak secara ekonomi; dan (e) masih tersedia setelah proses selesai (Lachance dan Bauernfeind dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991).

Persyaratan bahan makanan yang dapat dijadikan pembawa (carrier) zat gizi tertentu yang difortifikasikan antara lain: (1) dikonsumsi secara umum oleh masyarakat sasaran, (2) dikonsumsi dalam jumlah yang relatif konstan sepanjang tahun, (3) diproduksi secara terpusat agar memudahkan proses fortifikasi dan pengawasannya (Lachance dan Bauernfeind dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991). Pada awalnya, bahan makanan yang dipilih adalah golongan makanan pokok seperti produk-produk sereal. Selanjutnya, terjadi diversifikasi makanan pembawa yang terdiri dari bahan makanan tambahan diantaranya garam, gula, minuman, dan bumbu masakan seperti kecap dan saus. Dalam program PMT untuk ibu hamil ini alternatif makanan pembawa difortifikasi diperluas kepada makanan kudapan berupa cookies sehingga menjadi kudapan yang bergizi.

Fortifikasi cookies dinilai layak dilakukan selama diperhitungkan kehilangan yang terjadi karena pemanggangan dan penyimpanan. Lebih lanjut

(31)

dinyatakan bahwa fortifikasi vitamin A, asam folat, besi, dan seng layak dilakukan secara teknis pada produk cookies (Bauernfeind dan Deritter dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991).

Namun, tidak seluruh vitamin yang dicampurkan dalam adonan cookies akan terdapat di produk akhir. Hal tersebut terutama karena pembuatan cookies melibatkan tahap pemanggangan dengan suhu tinggi. Mineral-mineral yang difortifikasi tidak akan mengalami kerusakan maupun pengurangan, tetapi vitamin adalah zat gizi yang umumnya bersifat labil. Menurut Manley (2001), vitamin B1 dan vitamin C adalah vitamin yang paling labil terhadap

pemanasan. Kehilangan beberapa zat gizi karena pemanggangan biskuit dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kehilangan Beberapa Mikronutrien Labil pada Biskuit Zat Gizi Rata-rata Potensi Kehilangan (%)

Vitamin B1 (Thiamine) 32 Vitamin B3 (Niacin) 5 Vitamin A 18 Vitamin B12 10 Vitamin C 60 Vitamin E 27 Asam Folat 7 (Manley, 2001)

Suatu program PMT untuk anak-anak sekolah yang dilaksanakan di negara Chile memberikan biskuit yang difortifikasi 6% konsentrat besi haem. Konsumsi biskuit tersebut berhasil meningkatkan nilai feritin dalam serum secara signifikan. Biskuit yang difortifikasi memiliki bioavailibilitas besi dan karaktersitik organoleptik yang baik sehingga menjadi alternatif yang menjanjikan untuk memerangi defisiensi besi (Limson, 2001). Fardha (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian suplemen biskuit multigizi ibu hamil terhadap pertumbuhan linier dan perkembangan anak usia bawah tiga tahun di Kabupaten Bogor. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian suplemen biskuit multigizi yang difortifikasi vitamin A, besi, seng, dan iodium mulai trimester kedua kehamilan sampai kelahiran berpengaruh

(32)

positif nyata terhadap pertumbuhan linier, perkembangan mental, dan perkembangan motorik anak bawah usia tiga tahun.

D. Mutu Cookies

Menurut Juran (1989), mutu adalah fitness for use (cocok atau layak untuk digunakan). Hal tersebut berarti suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Muhandri dan Kadarisman (2005) menyimpulkan bahwa mutu adalah kesesuaian serangkaian karakteristik produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan produsen berdasarkan syarat, kebutuhan, dan keinginan konsumen. Beberapa karakteristik yang menentukan mutu cookies adalah karakteristik fungsional, psikologi, dan umur simpan.

1. Karakteristik Fungsional

Karakteristik fungsional produk pangan dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu: (1) sifat fisika (morfologi, reologi, sifat termal, dan sifat spektral), (2) sifat kimia (komposisi kimia, senyawa kimia aktif, bahan kimia tambahan, dan bahan kimia pengolahan), dan (3) sifat mikrobiologi (mikroba alami, kontaminan, patogen, dan pembusuk) (Muhandri dan Kadarisman, 2005). Penelitian ini fokus pada komposisi kimia sehingga mencakup kandungan gizi cookies. Syarat kandungan gizi cookies mengacu pada SNI 01-2973-1992. Menurut Manley (2001), cookies dikenal sebagai sumber energi, dimana kontribusi terbesar berasal dari kadar karbohidrat dan lemak.

2. Karakteristik Psikologi

Karakteristik psikologi yang mendasar pada produk-produk pangan adalah sifat organoleptik (visual, aroma, rasa, tekstur). Konsumen mengenal cookies sebagai produk yang renyah dan cenderung manis (Brown, 2000). Ada dua pendekatan utama untuk menguji mutu organoleptik konsumen terhadap suatu produk pangan, yaitu: pengukuran preferensi dan pengukuran penerimaan/kesukaan (Lawless dan Heymann, 1999). Tingkat kesukaan dan

(33)

preferensi konsumen akan tetap baik, jika produk cookies yang difortifikasi tidak mengalami perubahan mutu organoleptik ke arah yang tidak disukai. 3. Karakteristik Umur Simpan

Sesuai namanya, karakteristik umur simpan merupakan masa dimana produk pangan masih memenuhi kepuasan konsumen. Floros (1993) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam suatu kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu. National Food Processor Association mendefinisikan umur simpan dengan pemahaman bahwa suatu produk dianggap berada pada kisaran umur simpannya bilamana kualitas produk tersebut secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan. Menurut Brown (2000), cookies merupakan produk pangan yang memiliki umur simpan relatif lama.

a. Kerusakan Produk Cookies

Cookies memiliki kadar air rendah sehingga teksturnya menjadi renyah. Salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan produk pangan dengan kadar air rendah adalah perubahan kadar air produk. Lebih lanjut, Arpah (2001) menyatakan bahwa pada produk makanan jenis biskuit, kerusakannya lebih sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur.

Robertson (1993) mengelompokkan produk pangan menjadi dua kelompok dalam hubungannya dengan perubahan kadar air selama penyimpanan, yaitu produk pangan yang menyerap uap air dan produk pangan yang mengalami kehilangan kandungan air. Makanan kering termasuk cookies mengalami kerusakan apabila menyerap uap air yang berlebihan.

b. Aktivitas Air

Istilah aktivitas air (aw) digunakan untuk menjabarkan air yang tidak

terikat atau bebas dalam sistem dan dapat menunjang reaksi biologis atau kimiawi. Air dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air lebih sukar digunakan untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolitik (Syarief dan Halid, 1993).

(34)

Menurut Purnomo (1995), bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi. Hasil penelitian Zabik (1979) yang dikutip dalam Arpah (2001) menyatakan bahwa cookies yang diuji menunjukkan penurunan sifat tekstur dengan meningkatnya aw.

c. Kadar Air Kesetimbangan

Kadar air kesetimbangan suatu bahan didefinisikan sebagai tingkat kadar air dari bahan tersebut setelah berada pada suatu kondisi lingkungannya dalam periode waktu yang lama (Brooker et al., 1982). Sedangkan menurut Heldman dan Singh (1981), kadar air kesetimbangan suatu bahan adalah kadar air bahan tersebut saat tekanan uap air dari bahan tersebut dalam kondisi seimbang dengan lingkungannya, sedangkan kelembaban relatif pada saat terjadinya kadar air kesetimbangan tersebut disebut kelembaban relatif kesetimbangan (RHs).

Brooker et al. (1982), menyatakan bahwa kadar air kesetimbangan berguna untuk menentukan bertambah atau berkurangnya kadar air bahan pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Jika kelembaban relatif udara lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif bahan maka bahan akan menyerap air (adsorpsi). Sebaliknya, jika kelembaban relatif udara lebih rendah dibandingkan kelembaban relatif bahan maka bahan akan menguapkan airnya (desorpsi).

d. Kurva Sorpsi Isothermis

Aktivitas menyerap air (adsorpsi) dan melepaskan air yang dikandung (desorpsi) pada bahan makanan dapat digambarkan dalam sebuah kurva sorpsi isothermis. Kurva ini menunjukkan hubungan antara kadar air bahan pangan dengan kelembaban relatif seimbang ruang penyimpanan (RHs) atau aktivitas air (aw) pada suhu tertentu (Syarief dan Halid, 1993). Hubungan antara

besarnya RHs atau aw dan kadar air bahan pangan pada suhu konstan

(35)

Gambar 3. Kurva Sorpsi Isothermis Secara Umum (deMan, 1989). Kurva sorpsi isothermis dapat dibagi menjadi beberapa bagian tergantung dari keadaan air dalam bahan pangan tersebut. Daerah A menyatakan adsorpsi bersifat satu lapis molekul air (monolayer), daerah B menyatakan terjadinya penambahan lapisan-lapisan di atas satu lapis molekul air (multilayer), dan pada daerah C mulai terjadi kondensasi air pada pori-pori bahan (kondensasi kapiler) (Syarief dan Halid, 1993).

deMan (1989) menjelaskan bahwa pada umumnya kurva sorpsi isothermis bahan pangan berbentuk sigmoid (menyerupai huruf S). Keadaan tidak berhimpit antara kurva adsorpsi dan desorpsi disebut sebagai fenomena histeresis. Fenomena ini diperlihatkan oleh perbedaan nilai-nilai kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari proses adsorpsi dan desorpsi. Besarnya histeresis dan bentuk kurva sangat beragam tergantung pada beberapa faktor seperti sifat alami bahan pangan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi/adsorpsi dan tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi/adsorpsi (Fennema, 1996). Secara singkat oleh Winarno (2002) dikatakan bentuk kurva ini khas untuk setiap bahan pangan. e. Model Persamaan Sorpsi Isothermis

Model matematika mengenai sorpsi isothermis telah banyak dikemukakan oleh para ahli baik secara teoritis maupun empiris (Chirife dan Iglesias, 1978; Van den Berg dan Bruin, 1981). Namun, model-model

(36)

matematika yang dikembangkan pada umumnya tidak dapat mencakup keseluruhan kurva sorpsi isothermis dan hanya dapat memprediksi kurva sorpsi isothermis pada salah satu dari ketiga daerah sorpsi isothermis.

Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini menurut Chirife dan Iglesias (1978) merupakan salah satu persamaan yang paling banyak digunakan pada kebanyakan bahan pangan, terutama biji-bijian. Bentuk persamaan tersebut (Chirife dan Iglesias, 1978) adalah seperti di bawah ini, dimana variabel M adalah kadar air kesetimbangan, sedangkan K dan n adalah konstanta.

1 – aw = exp (-KMen)

Selanjutnya, Caurie dari hasil percobaannya mendapatkan model yang dapat berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang aw 0.0 sampai

0.85. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut dengan P(1) dan P(2) merupakan konstanta (Chirife dan Iglesias, 1978).

ln Me = ln P(1) – P(2)aw

Hasley mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer (Chirife dan Iglesias, 1978). Persamaan tersebut dapat digunakan untuk bahan makanan dengan kelembaban relatif antara 10 – 81%. Model persamaan Hasley seperti di bawah ini, dengan P(1) dan P(2) adalah konstanta.

aw = exp       − ) 2 ( ) ( ) 1 ( P Me P

Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada RH 0% sampai dengan 85% dan sesuai bagi kurva sorpsi isothermis yang berbentuk sigmoid (Chirife dan Iglesias, 1978). Model persamaan Oswin tersebut adalah seperti di bawah ini. P(1) dan P(2) merupakan konstanta.

(37)

Me= P(1)

(

)

) 2 ( 1 P aw aw       −

Lebih lanjut, Chen Clayton juga telah membuat model matematika yang berlaku untuk bahan pangan pada semua nilai aktivitas air. Persamaan tersebut adalah seperti di bawah ini: (P(1) dan (2) adalah konstanta)

aw = exp

(

)

      − Me P P ) 2 ( exp ) 1 ( f. Kemasan

Produk pangan kering harus dilindungi terhadap masuknya uap air. Umumnya produk-produk ini dikemas dalam kemasan yang mempunyai permeabilitas uap air yang rendah untuk mencegah produk melunak atau menjadi basah (Syarief et al., 1989). Permeabilitas uap air kemasan adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu sebagai akibat perbedaan unit tekanan uap air antara permukaan produk pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu (Robertson, 1993). Penentuan permeabilitas uap air kemasan dilakukan dengan suhu yang konstan untuk menghindari peningkatan ukuran pori-pori plastik.

Jenis kemasan yang digunakan untuk produk cookies garut adalah OPP25/VMPET12/CPP30. Untuk kepentingan pelabelan digunakan plastik OPP, yaitu polipropilen yang telah mengalami proses peregangan secara silang. Menurut Syarief et al., (1989), untuk memperbaiki sifat-sifatnya, polipropilen dapat dimodifikasi menjadi Oriented Polyproylene (OPP) jika dalam proses pembuatannya ditarik satu arah atau BOPP (Biaxially Oriented Polypropylene) jika ditarik dari dua arah. OPP bersifat tahan terhadap suhu tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak; tetapi rapuh terhadap suhu rendah. OPP digunakan untuk produk-produk yang memerlukan sifat perintang terhadap uap air tinggi (Robertson, 1993).

(38)

Kemasan di atas dilaminasi dengan PET. Polietilen (PET) banyak digunakan dalam laminasi untuk meningkatkan daya tahan kemasan terhadap kikisan dan sobekan sehingga banyak digunakan sebagai kantung-kantung makanan yang memerlukan perlindungan (Syarief et al., 1989). Salah satu sifat yang paling penting dari polietilen adalah permeabilitasnya yang rendah terhadap uap air.

Film plastik yang dimetalisasi adalah CPP (Cast Polypropylene). Penggunaan CPP sebagai bahan kemasan terbatas karena daya tahan sobek CPP rendah. CPP tidak disarankan untuk mengemas produk yang berat dan tajam kecuali dilapisi oleh bahan yang lebih kuat dan lebih tahan sobek (Roberston, 1993). Penggunaan plastik ini sesuai untuk mengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti panggang karena ketahanan terhadap uap air dan gas lebih baik dan kemasan ini tidak meneruskan cahaya serta menghambat masuknya oksigen (Brown, 2000).

g. Metode Akselerasi

Sistem penentuan umur simpan secara konvensional (Extended Storage Studies) membutuhkan waktu yang lama karena dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya sampai mencapai mutu kadaluwarsa. Floros (1993) menyatakan bahwa umur simpan produk pangan dapat ditetapkan dengan metode akselerasi atau Accelerated Storage Studies (ASS). Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif singkat, tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. ASS diterapkan pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif (RH), suhu, atau intensitas cahaya, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungannya (Floros, 1993).

Salah satu metode akselerasi yang diterapkan pada produk pangan kering adalah pendekatan kadar air kritis. Pada metode ini kondisi lingkungan penyimpanan memiliki kelembaban relatif (relative humidity) yang ekstrim. Produk pangan kering yang disimpan akan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Persamaan matematika adalah alat bantu yang digunakan pada metode ini. Pada dasarnya persamaan-persamaan ini adalah deskripsi

(39)

kuantitatif dari sistem yang terdiri dari produk, bahan pengemas, dan lingkungan (Arpah, 2001).

Dalam monograf penentuan kadaluwarsa produk pangan, Arpah (2001) menyatakan bahwa model Labuza (1982) dapat mengintegrasikan unsur permeabilitas kemasan, berat kering produk, luas pengemas, perbedaan tekanan uap air atau aw dan kurva sorpsi isothermis dengan baik. Menurut

Labuza (1982), bila perubahan air mempengaruhi mutu makanan maka dengan mengetahui pola penyerapan airnya dan menetapkan nilai kadar air kritisnya, umur simpan dapat ditentukan dengan pendekatan yang menggunakan persamaan Labuza.

(40)

A. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF) yang diproduksi oleh industri mitra dari program Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Cookies dan kemasannya terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4.Cookies Garut dan Kemasannya

Bahan-bahan untuk analisis kimia adalah HgO, K2SO4, H2SO4, NaOH,

Na2S2O3, H3BO3, HCl, indikator metil merah dan metil biru, indikator

fenolftalein, asam oksalat, heksana, alkohol, kertas saring, etanol, KOH, petroleum eter, dietil eter, air suling HPLC grade, Na2SO4 anhidrat, gas

nitrogen, metanol, larutan standar vitamin A, K3PO3, asetonitril, KH2PO4,

standar asam folat, air demineral, asam asetat, asam metafosfat, standar asam askorbat, natrium bikarbonat, 2.6-dikloroindofenol, larutan besi standar (Fe2(SO4)3(NH4)2SO4.24H2O), larutan seng standar (ZnSO4.7H2O), HNO3,

Na2CO3 anhidrat, KClO4, dan standar iodium.

Bahan-bahan untuk analisis organoleptik adalah sukrosa, biskuit, konsentrat flavor, dan plastik. Bahan-bahan untuk penentuan umur simpan adalah garam MgCl2.6H2O, K2CO3, NaNO2, NaCl, KCl, dan KNO3, K2SO4,

(41)

B. Alat

Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, cawan aluminium dan porselin, oven, tanur, pemanas Kjeldahl, alat destilasi, alat ekstraksi soxhlet, hot plate, pendingin balik, stirer, vortex, milipore, High Performance Liquid Chromatography (HPLC), sentrifuse, filter 0.45 μm, pompa vakum, buret, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), ruang dan peralatan pengujian organoleptik, desikator, texture analyzer, pengelim plastik, inkubator, dan peralatan gelas untuk keperluan analisis.

C. Metode Penelitian

Pengujian karakteristik mutu yang dilakukan meliputi pengujian karakteristik fungsional (sifat kimia), karakteristik psikologi (sifat organoleptik), dan karakteristik umur simpan. Tahap-tahap penelitian yang dilakukan meliputi: (1) analisis proksimat, (2) analisis fortifikan, (3) analisis organoleptik, dan (4) penentuan umur simpan. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 5.

Hasil analisis proksimat, kadar serat kasar, nilai energi, dan uji hedonik atribut cookies diuji secara statistik dengan uji t untuk mengetahui perbedaan rata-rata CNF dan CF. Uji t yang digunakan adalah Paired-Samples T Test. Menurut Budi (2004), pengujian tersebut dilakukan untuk dua sampel dengan subyek yang sama namun mengalami dua perlakuan yang berbeda. Dalam hal ini, perbedaan perlakuan adalah ada tidaknya fortifikasi.

1. Analisis Proksimat a. Kadar Air (AOAC, 1984)

Kadar air ditentukan dengan menggunakan metode oven. Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan aluminium yang telah dikeringkan dalam oven dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam. Cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang kemudian dikeringkan kembali

Gambar

Gambar 1. Perkembangan  Janin Selama Periode Kehamilan (Soekardjo, 1995)
Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-rata yang Dianjurkan untuk Ibu               Hamil (19-29 tahun) (per orang per hari)
Tabel 2. Jumlah Penambahan Fortifikan   Zat Gizi  Sayuti (2002)
Tabel 3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tentunya masih banyak cara yang dapat ditelusuri, namun perubahan metode belajar, diikuti penggunaan media dan perangkat modern serta mencari seorang teman belajar merupakan awalan

PPPPTK Bahasa sebagai lembaga yang berada dalam naungan Depdiknas mempunyai visi yaitu terwujudnya PPPPTK Bahasa sebagai lembaga pengembangan dan pemberdayaan PPPPTK Bahasa

Pada Penulisan Ilmiah ini menjelaskan tentang berbagai macam informasi yang terdapat dalam CD Interaktif Informasi Perguruan Tinggi Negeri di Pulau Jawa dengan menggunakan

 Diagnosis: Risk for Decreased cardiac Tissue perfusion (00200) Definition: risk for a decrease in cardiac (coronary) circulation.

Dari hasil pengamatan ukuran panjang cucut lanjaman di 4 lokasi pendaratan ikan (Pelabuhan ratu, Cilacap, Kedonganan, dan Tanjung Luar) dalam tahun 2001 sampai dengan 2004,

Menurut Peraturan PSSI (2010: 2) wasit atau asisten wasit adalah seorang yang telah memiliki sertifikat sebagai seorang wasit dan mempunyai kemampuan memimpin sebuah

Produk wisata yang baik seharusnya menghasilkan citra yang baik juga terhadap wisatawan berkunjung ke lokasi daya tarik wisata Situ Bagendit, tetapi kenyataannya produk

Hasil penelitian mengenai komite audit sesuai dengan penelitian Suaryana, A (2005) yang berpendapat bahwa kualitas laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang memiliki komite audit