ADSORPSI DIKLOROMETANA PADA ADSORBEN
GRANULAR ACTIVATED CARBON (GAC)
MENGGUNAKAN
SISTEM
BATCH
SKRIPSI
MACHRULIAWATI FAMUJI PUTRI
PROGRAM STUDI S1 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI
Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai refrensi kepustakaan, tetapi harus seizin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Adsorpsi Diklorometana pada Adsorben Granular Activated Carbon (GAC)
Menggunakan Sistem Batch”. Naskah skripsi ini dibuat dengan tujuanmemenuhi persyaratan akademis pendidikan sarjana sains dalam program studi S1 Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.
Penyusunan naskah skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. rer.nat Ganden Supriyanto, M.Sc. selaku dosen pembimbing I dan dosen wali yang telah meluangkan waktu atas bimbingan, saran, nasihat, dan memotivasi dalam penyusunan naskah skripsi ini.
2. Mochamad Zakki Fahmi, M.Si.,P.hD selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu atas bimbingan, saran, dan nasihat dalam penyusunan naskah skripsi ini.
3. Bapak Yanuardi Raharjo, S.Si., M.Sc selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukkan dalam penyusunan naskah skripsi ini.
4. Bapak Dr. Purkan, M.Si selaku dosen penguji II dan Ketua Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga yang telah
memberikan saran dan masukkan dalam penyusunan serta banyak memberikan informasi dan memotivasi dalam penyusunan naskah skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga atas ilmu, bimbingan dan saran yang telah diberikan. 6. Kedua orang tua Ibu Yeti Setiyawati dan Bapak Mujiono serta seluruh keluarga yang telah memberikan semangat, doa, dukungan moral dan materi demi terselesaikanya skripsi ini.
7. Mohamad Husen Nafis atas kerja sama, dukungan, motivasi dan sudah berbagi demi terselesaikannya skripsi ini.
8. Pak Giman, Pak Kamto, Mas Rochadi dan Mbak lik atas saran dan dukungan selama penyusun bekerja di laboratorium.
9. Teman se-bimbingan yang sudah berbagi dalam suka duka demi terselesaikannya skripsi ini.
10.Seluruh teman-teman dari Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian naskah skripsi ini yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.
Penyusun menyadari atas keterbatasan dalam penyelesaian proposal skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat dibutuhkan untuk membangun perbaikan proposal skripsi ini. Semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Surabaya, 17 juli 2016 Penyusun Machruliawati Famuji Putri
vii
Putri, M.F,. 2016, Adsorpsi Diklorometana dengan Karbon Aktif menggunakan Sistem Batch. Skripsi ini dibawah bimbingan Dr. rer.nat
Ganden Supriyanto, M.Sc. dan Mochamad Zakki Fahmi, M.Si., P.hD, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya
ABSTRAK
Diklorometana adalah senyawa volatil yang merupakan salah satu komponen limbah yang dihasilkan dalam industri farmasi, adanya limbah diklorometana melebihi 17220 ppm dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan (Lee et all,. 2005). Adsorpsi diklorometana menggunakan karbon aktif sebagai adsorben merupakan metode yang sederhana, akurat dan selektif. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas metode Adsorpsi dengan karbon aktif menggunakan system Batch dalam mengadsorpsi diklorometana pada perairan. Parameter utama dalam penelitian ini adalah waktu, jumlah adsorben dan pH larutan diklorometana yang akan diadsorpsi oleh karbon aktif. Karakteristik karbon aktif dan kinetika adsorpsi karbon aktif menjadi parameter efektifitas adsorpsi diklorometana pada penelitian ini. Pada kondisi optimum yaitu pada pH larutan 5, massa adsorben 40 mg dan waktu optimum adsorpsi 75 menit karbon aktif dapat mengadsorpsi diklorometana secara optimum dan proses adsorpsi diklorometana dengan karbon aktif ini mengikuti metode Langmuir yang mana karbon aktif memiliki kapasitas adsorpsi maksimum 108, 6956 mg/g dan berdasarkan kinetika adsorpsinya berorde 1,5 dengan nilai konstanta laju reaksinya adalah 8×10-4
(mg/g)/s.
Putri, M.F,. 2016, Adsorption Dichloromethane with Activated Carbon using Batch System. This thesis under the guidance of Dr. rer.nat Ganden Supriyanto, M.Sc. and Mochamad Zakki Fahmi, M.Si., P.hD, Department of Chemistry, Faculty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya
ABSTRACT
Dichloromethane is volatile compounds which is one component of the waste produced in the pharmaceutical industry, the amount of waste that exceeds 17220 ppm dichloromethane may be harmful to the environment and health (Lee et al ,. 2005). Dichloromethane adsorption using activated carbon as adsorbent was proved as a method that is simple, accurate and selective. This study aims to determine the effectiveness of the activated carbon adsorption method using Batch system in dichloromethane adsorb on the water. The main parameters in this study were the time, the amount of adsorbent and dichloromethane solution pH to be adsorbed by activated carbon. Characteristics of activated carbon and activated carbon adsorption kinetics become effective adsorption dichloromethane parameters in this study. At the optimum conditions, that is at pH solution 5, the mass of adsorbent 40 mg and optimum time adsorption 75 minutes, activated carbon can adsorb dichloromethane and adsorption dichloromethane by activated carbon follows the method of Langmuir which activated carbon has a maximum adsorption capacity 108, 6956 mg / g and the adsorption kinetics followed order about 1,5 and a constant value reaction rate is 8 × 10-4 (mg/g)/s.
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diklorometana ... 5
2.2 Penanganan Limbah Diklorometana ... 6
2.3 Adsorpsi ... 8
2.3.1 Adsorpsi isoterm ... 9
2.3.2 Kinetika adsorpsi ... 10
2.3.3 Termodinamika adsorpsi ... 10
2.4 Granular Karbon Aktif ... 11
2.5 Analisis Diklorometana ... 12
2.6 Metode BET ... 13
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 15
3.2.1. Bahan penelitian ... 15
3.2.2. Alat penelitian ... 15
3.3 Diagram Alir Penelitian ... 16
3.4 Prosedur Penelitian ... 17
3.4.1 Pembuatan larutan diklorometana ... 17
3.4.1.1.Pembuatan larutan induk diklorometana ... 17
3.4.1.2.Pembuatan larutan kerja diklorometana ... 17
3.4.1.4.Pembuatan larutan buffer asetat pH 3, 4 dan 5 ... 18
3.4.1.5.Pembuatan larutan buffer fosfat pH 6 dan 7 ... 18
3.4.1.6.Pembuatan larutan induk isopropil alkohol ... 19
3.4.1.7.Pembuatan larutan kerja isopropil alkohol ... 19
3.4.1.8.Pembuatan larutan standar isopropil alkohol ... 20
3.4.1.9. Pembuatan larutan induk trietanolamin ... 20
3.4.1.10.Pembuatan larutan kerja trietanolamin ... 20
3.4.1.11.Pembuatan larutan standar trietanolamin ... 20
3.4.2 Pembuatan kurva standar diklorometana... 21
3.4.3 Preparasi adsorben (Granular karbon aktif) ... 21
3.4.4 Evaluasi adsorpsi granular karbon aktif menggunakan sistem batch ... 22
3.4.4.1.Penetuan waktu optimum ... 22
3.4.4.2.Penetuan pH optimum ... 22
3.4.4.3.Penentuan massa optimum granular karbon aktif ... 23
3.4.4.4.Adsorpsi Isoterm ... 24
3.4.4.5.Kinetika Adsorpsi ... 25
3.4.5 Penentuan parameter adsorpsi ... 25
3.4.5.1.Kapasitas adsorpsi ... 25
3.4.5.2.Adsorpsi isoterm ... 26
3.4.5.3.Kinetika adsorpsi ... 26
3.4.6. Uji inteferensi ... 27
3.4.6.1.Pembuatan kurva standar isopropil alkohol ... 27
3.4.6.2.Adsorpsi diklorometana dengan penambahan larutan Pengganggu isopropil alkohol ... 28
3.4.6.3.Pembuatan kurva standar trietanolamin ... 29
3.4.6.4.Adsorpsi diklorometana dengan penambahan larutan pengganggu trietanolamin ... 29
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Kurva standar diklorometana ... 31
4.2. Aktivasi karbon aktif ... 33
4.2.1. Hasil uji adsorpsi-desorpsi nitrogen ... 33
4.3. Optimasi variable ... 35
4.3.1. Optimasi waktu ... 35
4.3.2. Optimasi pH... 37
4.3.3. Optimasi massa granular karbon aktif ... 38
4.4. Kinetika adsorpsi ... 40
4.5. Adsorpsi isotherm ... 42
4.6. Uji inteferensi ... 45
4.6.1. Kurva standar isopropil alkohol ... 45
4.6.2. Adsorpsi diklorometana dengan penambahan isopropil alkohol ... 46
4.6.3. Kurva standar trietanolamin ... 48
xi BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 52 5.2. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA ... 54 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Judul Tabel Halaman
3.1. Pembuatan larutan buffer asetat dalam pH 3, 4 dan 5 ... 18
3.2. Komposisi larutan buffer fosfat dalam pH 6 dan 7 ... 19
3.3. Perbandingan volume dan konsentrasi DCM dan IPA ... 29
3.4 Perbandingan volume dan konsentrasi DCM dan TEA ... 30
4.1 Data Absorbansi larutan standar diklorometana ... 32
4.2. Data luas permukaan, volume pori dan diameter pori karbon aktif .... 33
4.3. Data regresi, kolerasi dan laju dari grafik hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi ... 36
4.4. Nilai koefisien kolerasi (R2) untuk adsorpsi diklorometana pada karbon aktif ... 41
4.5. Konstanta isoterm untuk adsorpsi diklorometana pada karbon aktif .. 44
4.6. Data Absorbansi larutan standar isopropil alkohol ... 45
4.7. Hasil uji inteferensi diklorometana dengan isopropil alkohol ... 47
4.8. Data Absorbansi larutan standar trietanolamin ... 49
xiii
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Gambar Halaman
2.2. Struktur Diklorometana ... 5 4.1. Kurva standar diklorometana menggunakan spektrofotometer
UV-Vis ... 32 4.2. Profil adsorpsi-desorpsi nitrogen untuk karbon aktif ... 34 4.3. Grafik hubungan antara waktu terhadap kapasitas adsorpsi karbon
aktif pada larutan diklorometana konsentrasi 300 ppm, 400 ppm dan
500 ppm ... 35 4.4. Grafik hubungan antara pH terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif
pada larutan diklorometana dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm
dan 500 ppm ... 38 4.5. Grafik hubungan antara massa GAC terhadap kapasitas adsorpsi
karbon aktif pada larutan diklorometana dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm ... 39 4.6. Grafik hubungan antara waktu terhadap kapasitas adsorpsi
diklorometana pada karbon aktif... 41 4.7. Grafik kinetika orde 1,5 untuk adsorpsi diklorometana pada karbon
aktif ... 42 4.8. Grafik hubungan antara konsentrasi awal terhadap kapasitas
adsorpsi diklorometana pada permukaan karbon aktif ... 43 4.9. Plot Langmuir untuk adsorpsi diklorometana pada karbon aktif ... 44 4.10. Kurva standar isopropil alkohol menggunakan spektrofotometer
UV-Vis ... 46 4.11. Pengaruh isopropil alkohol terhadap kapasitas adsorpsi
diklorometana ... 47 4.12. Kurva standar trietanolamin menggunakan spektrofotometer
UV-Vis ... 49 4.13. Pengaruh trietanolamin terhadap kapasitas adsorpsi diklorometana .. 50
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Lampiran
1. Perhitungan larutan induk, kerja dan standar 2. Perhitungan pembuatan larutan buffer
3. Data hasil pengukuran kurva standar dan optimasi
4. Data hasil pengukuran kinetika adsorpsi dan perhitungan orde 5. Data hasil pengukuran isotherm adsorpsi dan perhitungan model 6. Data hasil pengukuran dan perhitungan uji inteferensi
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Menurut PP No. 74 tahun 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya) adalah limbah yang mengandung bahan pencemar bersifat beracun dan berbahaya. Bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan bahan yang memiliki sifat, konsentrasi, dan jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari, merusak, serta dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahkluk hidup lainnya.
Sering kali yang menjadi masalah di Indonesia adalah keberadaan limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri, salah satu diantaranya adalah industri farmasi, dimana limbah diolah tidak maksimal atau limbah dibuang ke lingkungan dandapat menurunkan kualitas lingkungan. Salah satu limbah yang berbahaya dan beracun yang ada di lingkungan adalah limbah organik.
Kontaminasi air tanah oleh senyawa organik telah diakui sebagai isu penting yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Senyawa tersebut bersifat beracun, karsinogenik, mengiritasi, dan mudah terbakar (Lee, et al., 2005). Senyawa organik volatil (VOC) memiliki dampak bahaya seperti iritasi mata dan tenggorokan, kerusakan hati dan sistem saraf pusat, hal tersebut dapat terjadi karena kontak yang terlalu lama dengan VOC (Das et al., 2004). Senyawa organik terlebih VOC dapat menyebabkan terjadinya penipisan lapisan ozon, pembentukan asap
fotokimia, dan berbahaya untuk manusia (J. Pires et al., 2001). Senyawa organik volatil chlorinated (CVOCs) membentuk sub kelompok VOC yang mengandung klorin seperti diklorometana (DCM) (Bansode et al., 2003).
Diklorometana adalah salah satu senyawa klorin organik volatil (VOC) yang mencemari perairan yang biasanya digunakan sebagai pelarut dalam industri farmasi, yang kemudian dilarutkan dalam air limbah dengan kelarutan jenuh kurang lebih 17.220 mg/L (Lee et al., 2005). Diklorometana (DCM) /CH2Cl2 merupakan senyawa organik yang tidak berwarna dan beraroma manis. (Zeinali et al., 2010). Setelah digunakan oleh industri tentu diklorometana akan dibuang sebagai limbah. Limbah diklorometana yang dibuang baik pada perairan maupun pada tanah akan mengurai membentuk klor, klor yang terbentuk akan menghambat pertumbuhan organisme air, menginduksi kanker pada hewan dan berpotensi karsinogenik bagi manusia (Edwards et al., 1982).
Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh diklorometana beberapa peneliti telah mengembangkan beberapa metode untuk mengurangi dan menghilangkan diklorometana, diantaranya adalah metode adsorpsi dan pervaporasi, dimana masing-masing memiliki efisiensi 90% dan 80% (Shestakova and Sillanpää., 2013).Metode fotoiradiasi TiO2 (Torimoto et al., 1997) dan proses foto Fenton 80% (Rodríguez et al., 2005) juga berperan dalam mengurangi dan menghilangkan diklorometana. Selain itu beberapa peneliti juga mengembangkan metode biologi untuk pengolahan air menggunakan bakteri aerobik dapat menghilangkan diklorometana mencapai 95% (Osuna et al., 2008) dan anaerobik yang dapat menghilangkan diklorometana mencapai 99% (Stromeyer et al,. 1991).
Sedangkan untuk menghilangkan diklorometana dengan metode aerobik dan anaerobik memiliki efisiensi keberhasilan yang cukup tinggi (Chan et al., 2009). Namun dalam skala besar penggunaannya sangatlah kurang efektif dikarenakan senyawa diklorometana sangat toksik dan bakteri yang digunakan bisa mati, selain itu pemeliharaannya pun sangat sulit, biaya operasional untuk pembuatannya yang cukup mahal. Penghapusan diklorometana dari limbah diteliti secara teoritis dalam kisaran konsentrasi 0-10,000 ppm (Diks and Ottengraf., 1991).
Salah satu metode yang paling efektif untuk mengendalikan senyawa organik volatil (VOC) seperti diklorometana adalah menggunakan karbon aktif sebagai adsorben (Ruhil, M. J., 1993). Khan et al, (2010) melakukan pengembangan metode yang lebih sederhana, akurat, dan selektif untuk menghilangkan diklorometana (DCM) yaitu dilakukan dengan menggunakan beberapa granular karbon aktif yaitu coconut granular activated carbon (CGAC),
wood granular activated carbon (WGAC), dengan proses batch (Khan et al., 2010).
Keunggulan menggunakan metode karbon aktif yaitu prosesnya mudah dan karbon aktif yang telah digunakan dapat di desorp agar dapat digunakan adsorpsi kembali. 1.2. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Berapakah waktu optimum, pH optimum larutan dan massa adsorben optimum pada adsorpsi diklorometana oleh granular karbon aktif dalam larutan ?
2. Bagaimana pengaruh senyawa pengganggu (isopropil alkohol dan trietanolamin) pada adsorpsi diklorometana oleh karbon aktif ?
3. Bagaimana karakterisasi adsorpsi diklorometana oleh granular karbon aktif dalam larutan ditinjau dari jenis dan kinetika adsorpsinya ?
4. Apakah metode adsorpsi yang dikembangkan dapat diaplikasikan untuk mereduksi kandungan diklorometana?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitianini adalah :
1. Menentukan waktu optimum, pH optimum larutan diklorometana dan massa adsorben optimum pada adsorpsi diklorometana oleh karbon aktif pada larutan.
2. Mengetahui pengaruh senyawa pengganggu (isopropil alkohol dan trietanolamin) pada adsorpsi diklorometana oleh karbon aktif.
3. Mengetahui karakterisasi adsorpsi diklorometana oleh karbon aktif dalam larutan ditinjau dari jenis dan kinetika adsorpsinya.
4. Mengaplikasikan metode adsorpsi yang dikembangkan untuk mereduksi kandungan diklorometana.
1.4. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh metode untuk menghilangkan diklorometana yang sederhana, akurat, selektif dan murah. Dengan demikian, metode ini diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi kandungan diklorometana.
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diklorometana
Diklorometana (DCM) atau metilena klorida adalah senyawa organik dengan rumus kimia CH2Cl2 (Hsiao et al., 1983). Senyawa ini merupakan senyawa mudah menguap dan beracun yang ditemukan dalam air tanah dan air limbah. Diklorometana merupakan senyawa tak berwarna beraroma manis yang banyak digunakan sebagai pelarut dalam industri farmasi, kimia, tekstil, logam dan industri minyak bumi (Zeinali et al., 2010). Diklorometana dapat menghambat pertumbuhan organisme air, menginduksi kanker pada hewan dan berpotensi karsinogenik bagi manusia (Shestakova and Sillanpää., 2013).
Diklorometana bersifat semi polar sehingga tidak larut sempurna dengan air, tapi dapat larut dengan pelarut organik lainnya. Struktur diklorometana ditunjukkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Struktur Diklorometana
Diklorometana adalah salah satu senyawa organik volatil terklorinasi (CVOCs) yang mencemari perairan (Bansode et al., 2003).
Menurut MSDS (Material Safety Data Sheet) diklorometana memiliki titik didih 39.75°C, titik leleh -96.7°C, berat molekul 84.93 g/mol, dan massa jenis 1.3266 gram/mL. Diklorometana mudah larut dalam pelarut organik seperti metanol, dietil eter dan aseton.
2.2. Penanganan Limbah Diklorometana
Beberapa peneliti mengembangkan metode untuk menangani adanya diklorometana di lingkungan. Beberapa metode yang dikembangkan oleh peneliti diantaranya adalah foto iradiasi TiO2 (Torimoto et al., 1997) dan proses foto-Fenton (Rodríguez et al., 2005) yang menyebabkan dekomposisi diklorometana (Andayani and Sumartono., 2007). Pengolahan secara aerobik (Osuna et al., 2008) dan anaerobik (Stromeyer et al,. 1991), Ozonisasi (Ward et al., 2005) dan oksidasi persulfat (Huang et al., 2005).
Ozonasi dilakukan dengan mengubah diklorometana menjadi
diklorometana padat. Dalam prosesnya ozonasi tidak mengubah nilai pH dalam perairan namun proses ozonasi sangat berbahaya bagi setiap mikroorganisme yang ada di dalam air. Namun proses ozonasi sangatlah kurang efektif dalam proses penghilangan diklorometana yang memiliki kadar rendah dan penggunaannya perlu pengawasan yang sangat ketat sehingga ozonasi dalam penghilangan diklorometana sangat kurang efektif dalam segi keamanan dan proses kerjanya (Ward et al., 2005). Penanganan limbah diklorometana juga dapat dilakukan secara adsorpsi. Karbon aktif dan polimer resin adalah adsorben yang paling sering digunakan dalam pengolahan air limbah (Das et al., 2004; Moreno-Castilla, 2004; Bhatnagar et al., 2013) Adsorpsi diklorometana menggunakan resin polimer hidrofobik
(XAD-1600) tanpa mengubah gugus fungsi. Selain itu adsorpsi diklorometana dapat dilakukan dengan menggunakan resin polimer hidrofilik (XAD-7) dan karbon aktif (DY-GAC) (Lee, et al., 2005).
Adsorpsi diklorometana juga dapat dilakukan dengan menggunakan karbon aktif (GACs) untuk menghilangkan diklorometana (DCM) (Zeinali et al., 2010). Berbagai parameter seperti termodinamika, kinetika, pH, konsentrasi adsorbat, dan ion pengganggu menjadi parameter utama pada metode ini. Proses adsorpsi DCM dengan GAC berlangsung pada kondisi eksotermis (Khan et al., 2010). Diklorometana (DCM) yang telah teradsorp ke dalam karbon aktif dapat dipisahkan dengan proses heating, dimana granular karbon aktif yang telah mengadsorp diklorometana akan dipanaskan pada ruang tertutup. Sehingga, diklorometana yang memiliki titik didih cukup rendah yaitu 39.75°C akan menguap dan akan terkondensasi di dalam ruangan yang tertutup tersebut.
Penanganan diklorometana juga dapat dilakukan secara elektrolisis. Pada penerapan elektrolisis sangat menguntungkan, hal tersebut dikarenakan limbah yang dielektrolisis akan terdekomposisi secara sempurna. Elektrolisispun sangat mudah dalam penerapannya. Namun elektrolisis diklorometana kurang menguntungkan terlebih dalam pemisahan hasil elektrolisis karena terjadi pengendapan bersama antara produk reaksi dengan elektrolit pendukung (Sonoyama et al., 2001). Produk dekomposisi DCM adalah metana yang diproduksi dengan efisiensi 92% (Kotsinaris et al., 1998)
Acoustic cavitation merupakan salah satu metode untuk menghilangkan
memineralisasikan limbah diklorometana. Reaksi dekomposisi berlangsung secara cepat. Tidak ada bahan kimia yang digunakan dalam metode ini (González-García
et al., 2010). Degradasi VOC terjadi di dalam gelembung kavitasi melalui
pembelahan thermolytic obligasi C-Cl sebagai gelembung runtuh (Cheung et al., 1991; Hung and Hoffmann, 1999; Destaillats et al., 2001). Namun metode acoustic
cavitation kurang selektif dan hasil dekomposisi diklorometana sangat sedikit
(Shestakova and Sillanpää,. 2013). 2.3. Adsorpsi
Adsorpsi atau penyerapan adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis (zat terserap, adsorbat) pada permukaannya (Saragih, 2008). Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.
Adsorpsi secara umum merupakan proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya. Definisi lain menyatakan adsorpsi sebagai suatu peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa, di mana molekul dari suatu materi terkumpul pada permukaan bahan pengadsorpsi atau adsorben (Masamune and Smith., 1964). Sedangkan absorpsi merupakan suatu peristiwa penyerapan adsorbat oleh adsorben, sehingga adsorbat tekumpul sampai ke dalam dasar dan permukaan adsorben.
2.3.1. Adsorpsi isoterm
Adsorpsi isoterm merupakan interaksi antara adsorbat dan adsorben yang digunakan untuk menghilangkan polutan organik. Kapasitas adsopsi (q) jumlah adsorbat yang teradsorb atau terikat pada karbon aktif yang dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
qe=[(Co-Ce)]V
W ... (1) Dengan ketentuan qe adalah kapasitas adsorpsi (mg /g), Co adalah konsentrasi analit
sebelum proses adsorpsi (mg/L), Ce adalah konsentrasi analit sesudah proses adsorpsi (mg /L), V adalah volume larutan (L), W adalah massa adsorben (g) (Liu,
et al., 2010).
Model adsorpsi isoterm diklorometana pada permukaan karbon aktif dapat diketahui dengan cara mengaplikasikan persamaan Langmuir dan Freundlich. Model Langmuir didasarkan pada struktur permukaan adsorben yang homogen, dimana semua sisi serapan setara dan serupa. Persamaan Langmuir dapat dituliskan sebagai berikut : Ce qe
=
1 KLqm+
1 qmC
e ... (2) Dengan ketentuan Ce adalah konsentrasi kesetimbangan analit dalam larutan (mg /L). qe adalah jumlah analit yang teradsorb pada saat kesetimbangan (mg/g). KLadalah konstanta adsorpsi Langmuir (L/mg). qm adalah kapasitas adsorpsi maksimum (mg/g). Nilai KL dan qm dapat ditentukan oleh hubungan grafik antara
Model Freundlich menjelaskan bahwa proses adsorpsi terjadi pada permukaan yang herterogen dan kapasitas adsorpsi berhubungan dengan konsentrasi adsorbat. Persamaan umum Freundlich dapat dijelaskan dengan persamaan berikut
log qe= log Kf+1nlog Ce ... (3) Dengan ketentuan Ce adalah konsentrasi analit pada saat kesetimbangan (mg/L), qe adalah kapasitas adsorpsi pada saat kesetimbangan (mg/g), Kf dan 1/n adalah
konstanta Freundlich dan faktor heterogenitas. Kf menunjukkan kapasitas adsorpsi
adsorben. n adalah ukuran penyimpangan linearitas dari adsorpsi. Nilai Kfdan 1/n
dapat diperoleh melalui plot antara log Ce dengan log qe (Zakaria et al., 2009). 2.3.2. Kinetika adsorpsi
Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben dalam fungsi waktu. Pada umumnya untuk menetukan kinetika adsorpsi digunakan orde kinetika adsorpsi dengan menggunakan persamaan berikut
Ce –(n-1) = (n-1) kt + Co –(n-1) ... (4) Dengan ketentuan k adalah konstanta laju adsorpsi, t adalah waktu dan n adalah orde kinetika adsorpsi, Co dan Ce adalah konsentrasi analit sebelum dan sesudah proses adsorpsi. Nilai k diperoleh dari plot antara t dengan Ce (Chrisnandari., 2015).
2.3.3. Termodinamika adsorpsi
Termodinamika adsorpsi dilakukan untuk mengetahui apakah proses adsorpsi berjalan secara spontan atau tidak. Parameter termodinamika seperti
perubahan energi bebas (ΔGo), perubahan entalpi (ΔHo) dan standar perubahan entropi (ΔSo) dihitung dari Persamaan :
∆𝐺°= −𝑅𝑇 𝑙𝑛 𝐾𝑐 ... (5) ∆𝐺°= ∆𝐻°− 𝑇∆𝑆° ... (6)
ln Kc
=
∆S°R-
∆H°RT ... (7) Dengan ketentuan Kc adalah konstanta kesetimbangan termodinamika (L/g) yang nilainya diperoleh dari intersep grafik hubungan qe dengan ln (qe/Ce). R adalahkonstanta gas (8,314 J mol-1 K-1) dan T adalah suhu absolut (K). Nilai ΔHo dan ΔSo diperoleh dari slope dan intersep dari grafik hubungan antara 1/T dengan ln Kc
(Surikumaran et al., 2014). 2.4. Granular Karbon Aktif
Granular karbon aktif (GAC) adalah padatan amorf yang dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi industri dan lingkungan karena luas permukaan internal yang besar dan memilik pori yang berukuran mikropori (diameter < 2nm) dan mesopori diameter 2 – 50 nm (Zeinali et al., 2010). Menurut IUPAC (Internasional Union of Pure and Applied Chemical) ada beberapa klasifikasi pori yaitu mikropori (diameter < 2nm), mesopori diameter 2 – 50 nm, makropori diameter > 50 nm. Karbon aktif bubuk ukuran diameter butirannya kurang dari atau sama dengan 325 mesh. Sedangkan karbon aktif granular ukuran diameter butirannya lebih besar dari 325 mesh (Astuti dan Kurniawan., 2015).
Granular karbon aktif (GAC) digunakan adsorpsi secara rutin sebagai proses pengolahan air limbah dalam industri . Potensi GAC untuk menghilangkan pestisida (Yu et al., 2008). Selain itu adsorpsi pada GAC juga dapat menghilangkan kontaminan organik. (Hernández-Leal et al., 2011).
Karbon aktif adalah adsorben yang paling fleksibel dan umum digunakan karena luas permukaan yang sangat tinggi dan volume mikropori, kapasitas besar adsorpsi, kinetika adsorpsi cepat, dan relatif mudah regenerasi (Prahas et al., 2008). Aktivasi karbon aktif dapat dilakukan dalam dua metode yang berbeda yaitu dengan metode aktivasi fisik dan kimia. Aktivasi dengan metode kimia menggunakan asam fosfat sebagai agen mengaktifkan. Keuntungan dari aktivasi kimia adalah biaya energi yang rendah, karena aktivasi kimia biasanya terjadi pada suhu yang lebih rendah daripada menggunakan aktivasi fisik, dan hasil dari aktivasi kimia lebih tinggi daripada aktivasi fisik (Hu et al., 2001).
2.5. Analisis Diklorometana
Adanya diklorometana dapat dianalisis secara spektrofotometri. Spektrofotometri merupakan metode dalam kimia analitik yang berguna untuk menentukan komposisi baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. (Day., 1986). Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert Beer, bila cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian dipantulkan,dan sebagian lagi dipancarkan. Daerah UV tidak nampak oleh mata, panjang gelombang180 – 380 nm. Daerah Visibel (nampak) terlihat oleh mata, berupa warna, panjang gelombang 380 – 760 nm
Diklorometana dapat dianalisis secara spektrofotometer UV-Vis. Dikarenakan adanya Cl pada diklorometana yang merupakan gugus auksokrom, senyawa diklorometana dapat teranalisa pada spektrofotometer UV-Vis (Gainza., 1986). Sesuai dengan persamaan lambert-beer
A= a.b.c atau A= ε. b. c
Dengan ketentuan A adalah serapan, a adalah absorptivitas (g−1 cm−1), b adalah ketebalan (cm) , c adalah konsentrasi (g l−1), ε adalah absorptivitas molar (M−1 cm−1).
2.6. Metode BET
Metode BET (Brunauer-Emmet-Teller) merupakan metode yang digunakan untuk menentukan luas permukaan suatu padatan berpori, serta ukuran dan volume pori-porinya dengan menggunakan alat autosorb. Prinsip kerjanya berdasarkan proses adsorpsi dan desorpsi gas N2 pada permukaan padatan berpori (Nurhayati., 2008).
Karakteristik struktur pori pada karbon dapat ditentukan dengan adsorpsi nitrogen pada suhu -196 oC oleh Quadrasorb SI. Sebelum pengukuran adsorpsi gas, karbon dipanaskan pada kondisi vakum 200 oC dalam jangka waktu minimal 24 jam. Adsorpsi isoterm nitrogen diukur melalui tekanan relatif (P / Po). Luas permukaan BET ditentukan dengan cara persamaan BET. Pada tekanan relatif ini semua pori-pori diisi dengan gas nitrogen. DFT distribusi ukuran pori semua sampel karbon diperoleh berdasarkan adsorpsi isoterm nitrogen (Prahas et al., 2008).
Luas permukaan pori dapat ditentukan dengan mengekstrapolasi kurva dan menggunakan persamaan BET sebagai berikut :
𝑃 𝑉𝑎𝑑𝑠(𝑃0− 𝑃) = 1 𝑉𝑚𝐶 +𝐶 − 1 𝑉𝑚𝐶 𝑥 𝑃 𝑃0
Dengan ketentuan P adalah tekanan, Vads adalah volume gas yang diadsorpsi pada tekanan P, P0 adalah tekanan jenuh (sekitar 200 – 400 Torr), Vm adalah volume gas yang diadsorpsi pada lapisan monolayer, dan C adalah tetapan BET. Dengan grafik hubungan antara P/P0 dengan [P/Vads (P0-P)] (Nurhayati., 2008).
15 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Penelitian, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2016.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1. Bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah granular karbon aktif (GAC), akuades (H2O), diklorometana murni pro analisis (CH2Cl2), metanol (CH3OH), asam fosfat (H3PO4) natrium asetat (CH3COONa), asam asetat (CH3COOH), dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4), natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4), isopropil alkohol (C3H7OH), trietanolamin (C6H15NO3) dan sampel limbah sintesis yang mengandung diklorometana (CH2Cl2). Bahan kimia yang digunakan memiliki derajat kemurnian pro analisis. Air yang digunakan adalah akuades.
3.2.2. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lemari pendingin (Sanyo), Oven (Philips), pH meter atau pH universal, timbangan analitik, pipet mikro (fisher scientific), spektrofotometer UV-Vis, desikator, pengaduk magnetik dan seperangkat alat gelas yang digunakan di laboratorium kimia.
3.3. Diagram Alir Penelitian
Persiapan alat dan bahan penelitian
Pembuatan larutan
1. Larutan induk diklorometana 1000 ppm 2. Larutan kerja diklorometana 100 ppm 3. Larutan standar diklorometana 10, 20,
30, 40, 50, 60 dan 70 ppm
4. Pembuatan buffer asetat, buffer fosfat dan buffer ammonia
5. Pembuatan Larutan Pengganggu
Penyiapan dan pengaktifan adsorben (granular karbon aktif)
Evaluasi adsorpsi menggunakan sistem batch Spektrofotometer UV-Vis Analisis data Parameter adsorpsi 1. Optimasi - Waktu - pH 2. Kinetika 3. Isoterm 4. Uji Inteferensi 1. Kapasitas adsorpsi 2. Kinetika adsorpsi 3. Adsorpsi isoterm
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Pembuatan larutan diklorometana
3.4.1.1.Pembuatan larutan induk diklorometana 1000 ppm
Larutan induk diklorometana 1000 ppm dibuat dengan melarutkan 0,750 mL diklorometana murni (massa jenis diklorometana 1,33 gram/mL) menggunakan pipet mikro ke dalam 10 mL metanol di dalam gelas beker. Kemudian larutan tersebut dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 1000 mL, dan diencerkan dengan pelarut metanol hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. Perhitungan pembuatan larutan induk diklorometana 1000 ppm tercantum pada lampiran 1.
3.4.1.2.Pembuatan larutan kerja diklorometana 100 ppm
Larutan kerja diklorometana 100 ppm dibuat dengan cara mempipet 10 mL larutan induk diklorometana 1000 ppm dengan menggunakan pipet volum lalu dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan pelarut metanol hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. Perhitungan pembuatan larutan induk diklorometana 100 ppm tercantum pada lampiran 1.
3.4.1.3.Pembuatan larutan standar diklorometana 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 70 ppm
Larutan standar diklorometana 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 70 ppm dibuat dengan cara mempipet berturut – turut 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 mL larutan kerja diklorometana 100 ppm menggunakan pipet volum dan dipindahkan secara
kuantitatif ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan menggunakan metanol hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen.
3.4.1.4.Pembuatan larutan buffer asetat pH 3, 4 dan 5
Larutan buffer asetat pH 5 sebanyak 250 mL dibuat dengan cara mengambil larutan CH3COONa 0,1 M sebanyak 161,4 mL kemudian dipindahkan ke dalam gelas beker 500 mL. setelah itu ditambahkan 88,6 mL larutan CH3COOH 0.1 M dan diaduk menggunakan pengaduk magnetik sambil diukur pH-nya menggunakan pH meter. Bila pH larutan masih di atas 5, maka ditambahkan CH3COOH 0,1 M tetes demi tetes hingga pH larutan menjadi 5 bila pH larutan di bawah 5, maka ditambahkan larutan CH3COONa 0,1 M tetes demi tetes hingga pH larutan menjadi 5. Hal yang sama dilakukan untuk membuat buffer asetat pH 3 dan 4 dengan komposisi larutan pada Tabel 3.1. Perhitungan perbandingan volume larutan untuk membuat larutan buffer asetat tercantum pada lampiran 2.
Tabel 3.1 Komposisi larutan buffer asetat dalam pH 2, 3, 4 dan 5
pH Buffer asetat V CH3COONa (mL) V CH3COOH (mL)
3 4,4 245,6
4 38,1 211,9
5 161,4 88,6
3.4.1.5.Pembuatan larutan buffer fosfat pH 6 dan 7
Larutan buffer fosfat 250 mL pH 7 dibuat dengan cara mencampurkan larutan Na2HPO4 0,1 M sebanyak 87,3 mL dengan larutan 162,7 mL NaH2PO4 0,1 M dalam gelas beker 500 mL. setelah itu campuran diaduk menggunakan pengaduk
magnetik sambil diukur pH-nya menggunakan pH meter. Bila pH larutan masih diatas 7 maka ditambahkan NaH2PO4 0,1 M, tetes demi tetes hingga pH larutan menjadi 7. Bila pH larutan dibawah 7 maka ditambahkan larutan Na2HPO4 0,1 M tetes demi tetes hingga pH larutan menjadi 7. Hal yang sama dilakukan untuk membuat buffer fosfat pH 6 dengan komposisi larutan pada Tabel 3.2. Perhitungan perbandingan volume larutan untuk membuat larutan buffer fosfat tercantum pada lampiran 2.
Tabel 3.2 Komposisi larutan buffer fosfat dalam pH 6 dan 7
pH Buffer fosfat V Na2HPO4 (mL) V NaH2PO4 (mL)
6 12,7 237,3
7 87,3 162,7
3.4.1.6.Pembuatan larutan induk isopropil alkohol 1000 ppm
Larutan induk isopropil alkohol 1000 ppm dibuat dengan melarutkan 1,282 mL isopropil alkohol dengan massa jenis 0,78 gram/mL ke dalam labu ukur 1000 mL, dan diencerkan dengan aquades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. Perhitungan pembuatan larutan induk isopropil alkohol 1000 ppm tercantum pada lampiran 1.
3.4.1.7.Pembuatan larutan kerja 100 ppm isopropil alkohol
Larutan kerja 100 ppm isopropil alkohol dibuat dengan cara mempipet 10 mL larutan induk isopropil alkohol 1000 ppm menggunakan pipet volume dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan menggunakan aquades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen.
3.4.1.8.Pembuatan larutan standar isopropil alkohol 10, 30, 40, 50 dan 60 ppm Larutan standar isopropil alkohol dibuat pada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm. Larutan kerja dibuat dengan cara mempipet berturut-turut 1,0 ; 3,0 ; 4,0 ; 5,0 dan 6,0 mL larutan kerja isopropil alkohol 100 ppm menggunakan pipet volume dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan menggunakan aquades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen.
3.4.1.9. Pembuatan larutan induk trietanolamin 1000 ppm
Larutan induk trietanolamin 1000 ppm dibuat dengan melarutkan 0,893 mL trietanolamin dengan massa jenis 1,12 gram/mL ke dalam labu ukur 1000 mL, dan diencerkan dengan metanol hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. Perhitungan pembuatan larutan induk trietanolamin 1000 ppm tercantum pada lampiran 1.
3.4.1.10.Pembuatan larutan kerja 100 ppm trietanolamin
Larutan kerja 100 ppm trietanolamin dibuat dengan cara mempipet 10 mL larutan induk trietanolamin 1000 ppm menggunakan pipet volume dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan menggunakan metanol hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen.
3.4.1.11.Pembuatan larutan standar trietanolamin 45, 50, 55, 60 dan 70 ppm Larutan standar trietanolamin dibuat pada konsentrasi 45, 50, 55, 60 dan 70 ppm. Larutan kerja dibuat dengan cara mempipet berturut – turut 4,5 ; 5,0 ; 5,5 ; 6,0 dan 7,0 mL larutan kerja trietanolamin 100 ppm menggunakan pipet volume dan
dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan menggunakan metanol hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen. 3.4.2. Pembuatan kurva standar diklorometana
Kurva standar untuk larutan diklorometana dibuat dengan cara menganalisis larutan standar 10, 20, 30, 40, 50, 60, dan 70 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 278 nm dengan pelarut metanol:air (v/v, 55:45). Selanjutnya data yang diperoleh dari analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk membuat kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi diklorometana. Tujuan pembuatan kurva baku ini untuk menentukan konsentrasi larutan kerja diklorometana yang tidak teradsorp pada permukaan granular karbon aktif.
3.4.3. Preparasi adsorben (granular karbon aktif)
Granular karbon aktif (GAC) dipreparasi secara kimia menggunakan aktivator H3PO4. Sebelum diaktivasi menggunakan H3PO4, karbon dihaluskan dan diayak menggunakan pengayak berukuran 20 mesh. Kemudian karbon dicampurkan pada H3PO4 10% (b/v) sampai terendam. Campuran didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam (Darmawan et al., 2009), kemudian disaring dan dipanaskan dengan menggunakan penangas. Kemudian granular karbon aktif didingankan pada suhu ruang dan dicuci dengan akuades hingga sisa H3PO4 hilang, lalu dilakukan uji sisa H3PO4 menggunakan larutan AgNO3 dimana akan terbentuk endapan putih (Ag3PO4) jika masih mengandung H3PO4 pada granular karbon aktif. Selanjutnya granular karbon aktif dikeringkan dalam oven pada suhu 110 oC selama
24 jam (Prahas et al., 2008). Granular karbon aktif (GAC) disimpan dalam desikator untuk digunakan pada prosedur lebih lanjut. Granular karbon aktif yang telah diaktivasi juga dianalisis menggunakam metode BET untuk mengetahui luas permukaan dan ukuran pori pada granular karbon aktif.
3.4.4. Evaluasi adsorpsi granular karbon aktif menggunakan sistem batch
3.4.4.1.Penentuan waktu optimum
Penentuan waktu optimum adsorpsi diklorometana dengan menggunakan granular karbon aktif dilakukan dengan menyiapkan 5 larutan kerja diklorometana dengan konsentrasi 300 ppm masing masing sebanyak 10 mL. Kemudian larutan tersebut dipindahkan ke dalam botol berpenutup, dan pada masing-masing botol ditambahkan granular karbon aktif 40 mg. setelah itu untuk setiap gelas beker dilakukan satu variasi waktu. Variasi waktu yang digunakan adalah 30, 45, 60, 75 dan 90 menit. Adsorpsi dilakukan pada pH 7 dan suhu ruang (30 oC). Setelah dilakukan adsorpsi dengan variasi waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtrat dianalisis menggunakan spektrofotometer Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk membuat grafik hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi. Waktu optimum ditentukan dari titik grafik yang stasioner. Hal ini sama juga dilakukan untuk konsentrasi larutan kerja diklorometana 400 ppm dan 500 ppm.
3.4.4.2.Penentuan pH optimum
Penentuan pH optimum adsorpsi diklorometana pada permukaan granular karbon aktif dilakukan dengan cara menyiapkan 5 seri larutan kerja diklorometana
300 ppm dengan pH yang berbeda-beda yaitu 3, 4, 5, 6 dan 7. Untuk konsentrasi 300 ppm dengan pH 3 dibuat dengan cara memipet 3 mL larutan induk diklorometana 1000 ppm ke dalam labu ukur 10 mL. kemudian ditambahkan larutan buffer asetat pH 3 sebanyak 2 mL, lalu diencerkan dengan akuades hingga tanda batas. Hal yang sama juga dilakukan untuk membuat larutan kerja diklorometana 300 ppm dengan pH 3, 4, 5, 6 dan 7. Setelah itu masing-masing laruatn dipindahkan ke dalam botol berpenutup, dan masing-masing botol ditambahkan dengan granular karbon aktif sebanyak 40 mg. Adsorpsi dilakukan menggunakan waktu optimum yang diperoleh dari prosedur 3.4.4.1 dan pada suhu ruang. Kemudian larutan disaring dan filtrat dianalisis menggunakan spektrofotometer Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk membuat grafik hubungan antara pH dan kapasitas adsorpsi. Nilai pH yang memberikan kapasitas adsorpsi tertinggi digunakan sebagai pH optimum. Perlakuan yang serupa juga dilakukan untuk konsentrasi larutan kerja diklorometana 400 dan 500 ppm.
3.4.4.3.Penentuan massa optimum granular karbon aktif
Penentuan massa optimum granular karbon aktif untuk adsorpsi diklorometana dilakukan dengan menyiapkan 5 larutan kerja diklorometana dengan konsentrasi 300 ppm masing masing sebanyak 10 mL. Kemudian larutan tersebut dipindahkan ke dalam botol berpenutup, dan pada masing-masing botol ditambahkan granular karbon aktif dengan variasi massa 20, 30, 40, 50 dan 60 mg. Adsorpsi dilakukan pada waktu optimum yang diperoleh dari prosedur 3.4.4.1,
pada pH optimum yang diperoleh dari prosedur 3.4.4.2 dan suhu ruang (30 oC). Setelah dilakukan adsorpsi dengan waktu dan pH optimum, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtrat dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk membuat grafik hubungan antara massa granular karbon aktif dan kapasitas adsorpsi. Massa optimum ditentukan dari titik grafik yang stasioner. Hal ini sama juga dilakukan untuk konsentrasi larutan kerja 400 ppm dan 500 ppm.
3.4.4.4.Adsorpsi isoterm
Adsorpsi isoterm diklorometana pada permukaan granular karbon aktif dapat diketahui dengan cara menyiapkan larutan kerja diklorometana dengan konsentrasi 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm dengan pH optimum yang diperoleh dari prosedur 3.4.4.2 masing-masing 10 mL. kemudian masing-masing larutan dipindahkan ke dalam botol berpenutup dan masing-masing botol ditambahkan granular karbon aktif sebanyak 40 mg. kemudian proses adsorpsi dilakukan pada waktu optimum yang diperoleh dari prosedur 3.4.4.1 dan suhu ruang. Setelah itu larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtrat dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofototmeter UV-Vis digunakan untuk membuat kurva hubungan antara kapasitas adsorpsi dengan konsentrasi larutan kerja diklorometana. Setelah itu dapat juga dibuat grafik Langmuir dan Freundlich berdasarkan persamaan (3.3) dan (3.4). Grafik yang memberikan nilai koefisien kolerasi (R2) tertinggi menunjukan bilamana adsorpsi tersebut mengikuti model Langmuir dan Freundlich.
3.4.4.5.Kinetika adsorpsi
Kinetika adsorpsi diklorometana dengan menggunakan granular karbon aktif dapat diketahui dengan cara menyiapkan 5 larutan kerja diklorometana konsentarsi 500 ppm dengan pH 5 masing 10 mL. Kemudian masing-masing larutan dipindahkan ke dalam botol berpenutup dan masing-masing-masing-masing botol berpenutup ditambahkan granular karbon aktif sebanyak 40 mg. Setelah itu untuk setiap botol dilakukan variasi waktu 30, 45, 60, 75 dan 90 menit. Setelah melakukan adsorpsi dengan waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofotometer UV-Vis diolah dan digunakan untuk membuat grafik orde berdasarkan persamaan (3.2). Grafik yang memberikan nilai koefisien kolerasi (R2) tertinggi menunjukkan orde adsorpsi diklorometana pada permukaan granular karbon aktif.
3.4.5. Penentuan parameter adsorpsi 3.4.5.1.Kapasitas adsorpsi
Kapasitas adsopsi (qe) jumlah adsorbat yang teradsorb yang terikat pada granular karbon aktif yang dapat dihitung menggunakan persamaan berikut
qe = V(C0- W- Ce) (3.1) Keterangan :
qe = Kapasitas adsorpsi (mg/g) V = Volume larutan (L)
Ce = Konsentrasi analit sesudah proses adsorpsi (mg/L) W = Massa granular karbon aktif yang digunakan (g) 3.4.5.2.Adsorpsi isoterm
Model adsorpsi isoterm diklorometana pada permukaan granular karbon aktif dapat diketahui dengan cara mengaplikasikan persamaan Langmuir dan Freundlich. Persamaan Langmuir dituliskan sebagai berikut
Ce qe
=
1 qmKl+
Ce qm (3.3)Sedangkan persamaan Freundlich ditulis sebagai berikut
Log q = log KF + (1/n) log Ce (3.4)
Bila isoterm mengikuti metode Langmuir maka dibuat plot antara Ce/qe dengan Ce memberikan hasil yang linier. Sedangkan bila mengikuti model Freundlich maka plot antara qe dengan log Ce menghasilkan hasil yang linier.
Keterangan:
Ce = konsentrasi kesetimbangan analit dalam larutan (mg/L) qe = kapasitas adsorpsi pada saat kesetimbangan (mg/g)
KL = kapasitas adsorpsi Langmuir (L/mg)
qm = kapasitas adsoprsi maksimum (mg/g) KF = konstanta Freundlinch (mg/g) (L/mg)1/n
1/n = faktor heterogenitas 3.4.5.3.Kinetika adsorpsi
Kinetika adsorpsi dapat ditentukan dengan orde dengan persamaan sebagai berikut
Ce –(n-1) = (n-1)kt + Co –(n-1) (3.2) Kemudian dibuat plot antara Ce dengan t untuk masing-masing orde menghasilkan persamaan linier. Orde kinetika adsopsi ditentukan dari nilai koefisien korelasi (R2) yang paling besar.
Keterangan
k = Konstanta laju reaksi t = waktu (s)
n = orde kinetika reaksi
Co = konsentrasi analit sebelum diadsorpsi (mg/L) Ce = konsentrasi analit sesudah diadsorpsi (mg/L)
3.4.6. Uji inteferensi
3.4.6.1.Pembuatan kurva standar isopropil alkohol
Kurva standar untuk larutan isopropil alkohol dibuat dengan cara menganalisis larutan standar 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 220 nm dengan pelarut metanol:air (v/v, 55:45). Selanjutnya data yang diperoleh dari analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk membuat kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi isopropil alkohol. Tujuan pembuatan kurva baku ini untuk menentukan konsentrasi larutan kerja isopropil alkohol yang tidak teradsorp pada permukaan granular karbon aktif.
3.4.6.2.Adsorpsi diklorometana dengan penambahan larutan pengganggu isopropil alkohol
Pemberian larutan pengganggu pada adsorpsi diklorometana dilakukan dengan menyiapkan 4 larutan kerja diklorometana dan isopropil alkohol dengan perbnadingan mol 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 . Untuk perbandingan mol diklorometana dengan isopropil alkohol 1:1 dibuat dengan cara mengambil larutan diklorometana 500 ppm sebanyak 5 mL kemudian dipindahkan ke dalam botol berpenutup. setelah itu ditambahkan 10 mL larutan isopropl alkohol 180 ppm. Selanjutnya adsorpsi dilakukan pada waktu optimum yaitu 75 menit dan pada pH optimum yaitu pada pH 5, dan penambahan massa optimum granular karbon aktif yaitu 40 mg. Setelah dilakukan proses adsorpsi, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtrat dianalisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk membuat hubungan antara perbandingan mol diklorometana dan isopropil alkohol dengan kapasitas adsorpsi. Hal yang sama dilakukan untuk membuat larutan kerja diklorometana dan isopropil alkohol dengan perbnadingan mol 1:2, 1:3 dan 1:4 dengan komposisi larutan pada Tabel 3.3. Perhitungan perbandingan konsentrasi dan volume larutan untuk membuat larutan kerja diklorometana (DCM) dan isoprpil alkohol (IPA) pada uji inteferensi tercantum pada lampiran 1.
Tabel 3.3. perbandingan volume dan konsentrasi DCM dan IPA Perbandingan DCM : IPA Konsentrasi DCM (ppm) Volume DCM (mL) Konsentrasi IPA (ppm) Volume IPA (mL) 1 : 1 500 5 180 10 1 : 2 500 5 360 10 1 : 3 500 5 540 10 1 : 4 500 5 720 10
3.4.6.3.Pembuatan kurva standar trietanolamin
Kurva standar untuk larutan trietanolamin dibuat dengan cara menganalisis larutan standar 45, 50, 55, 60 dan 70 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 268 nm dengan pelarut metanol:air (v/v, 55:45). Selanjutnya data yang diperoleh dari analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk membuat kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi trietanolamin. Tujuan pembuatan kurva baku ini untuk menentukan konsentrasi larutan kerja trietanolamin yang tidak teradsorp pada permukaan granular karbon aktif.
3.4.6.4.Adsorpsi diklorometana dengan penambahan larutan pengganggu trietanolamin
Pemberian larutan pengganggu pada adsorpsi diklorometana dilakukan dengan menyiapkan 4 larutan kerja diklorometana dan trietanolamin dengan perbnadingan mol 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 . Untuk perbandingan mol diklorometana dengan trietanolamin 1:1 dibuat dengan cara mengambil larutan diklorometana 500 ppm sebanyak 5 mL kemudian dipindahkan ke dalam botol berpenutup. setelah itu ditambahkan 20 mL larutan trietanolamin 179 ppm. Selanjutnya adsorpsi dilakukan
pada waktu optimum yaitu 75 menit dan pada pH optimum yaitu pada pH 5, dan penambahan massa optimum granular karbon aktif yaitu 40 mg. Setelah dilakukan proses adsorpsi, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtrat dianalisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Data yang diperoleh dari analisis spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk membuat hubungan antara perbandingan mol diklorometana dan trietanolamin dengan kapasitas adsorpsi. Hal yang sama dilakukan untuk membuat larutan kerja diklorometana dan trietanolamin dengan perbnadingan mol 1:2, 1:3 dan 1:4 dengan komposisi larutan pada Tabel 3.4. Perhitungan perbandingan konsentrasi dan volume larutan untuk membuat larutan kerja diklorometana (DCM) dan trietanolamin (TEA) pada uji inteferensi tercantum pada lampiran 1.
Tabel 3.4. perbandingan volume dan konsentrasi DCM dan TEA Perbandingan DCM : TEA Konsentrasi DCM (ppm) Volume DCM (mL) Konsentrasi TEA (ppm) Volume TEA (mL) 1 : 1 500 5 179 20 1 : 2 500 5 358 20 1 : 3 500 5 537 20 1 : 4 500 5 716 20
31 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Kurva standar diklorometana
Kurva standar diklorometana dibuat dengan menganalisis larutan standar diklorometana dengan variasi konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50, 60, dan 70 ppm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 278 nm. Blanko yang digunakan adalah metanol dan air karena diklorometana bersifat semi polar sehingga hanya larut sebagian di dalam air, maka dari itu perlu dicampurkan metanol agar diklorometana dapat larut sempurna. Hasil yang diperoleh dari pengukuran larutan standar dengan menggunaka spektrofotometer UV-Vis adalah absorbansi. Absorbansi yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi larutan standar. Semakin tinggi konsentrasi larutan standar diklorometana maka semakin tinggi pula absorbansi yang dihasilkan. Data absorbansi diklorometana ditampilkan pada Tabel 4.1 dan kurva standar hubungan antara konsentrasi diklorometana dengan absorbansi ditampilkan pada Gambar 4.1. Tujuan pembuatan kurva standar ini adalah untuk menentukan konsentrasi diklorometana yang tersisa dalam larutan kerja diklorometana setelah proses adsoprsi oleh permukaan karbon aktif. Persamaan regresi linier kurva standar diklorometana adalah y = 0,0009x + 0.0019 dengan koefisien korelasi sebesar R2 = 0,9967.
Tabel 4.1 Data Absorbansi larutan standar diklorometana Konsentrasi larutan diklorometana (ppm) Absorbansi 10 0,012 20 0,020 30 0,028 40 0,036 50 0,046 60 0,057 70 0,065
Gambar 4.1 Kurva standar diklorometana menggunakan spektrofotometer UV-Vis y = 0.0009x + 0.0019 R² = 0.9967 0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050 0.060 0.070 0 10 20 30 40 50 60 70 80 A bsorbansi Konsentrasi diklorometana (ppm)
4.2. Aktivasi karbon aktif
Karbon aktif diperoleh dengan aktivasi kimia menggunakan asam fosfat sebagai agen yang memiliki kompetensi yang tinggi dan dapat mengaktifkan karbon (Teng et al., 1998). Aktivasi atau karbonisasi dilakukan pada suhu tinggi bertujuan agar membebaskan sebagian besar unsur-unsur non karbon, terutama hidrogen, oksigen dan nitrogen dalam bentuk cair dan gas agar meninggalkan kerangka karbon (Rodriguez-Reinoso dan Molina-sabio., 1992). Bahan kimia asam fosfat adalah mineral anorganik yang digunakan sebagai pengaktif melalui proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik. Unsur-unsur mineral dari asam fosfat yang ditambahkan akan meresap ke dalam karbon dan membuka permukaan karbon sehingga volume dan diameter pori bertambah besar (Kurniawan et al., 2014)
4.1. Hasil uji adsorpsi-desorpsi nitrogen
Analisis adsorpsi-desorpsi nitrogen digunakan untuk menentukan luas permukaan, volume pori dan diameter pori. Luas permukaan spesifik karbon aktif dievaluasi menggunakan metode Brunauer-Emmett-Teller (BET), sedangkan volume pori dan diameter pori dievaluasi menggunakan metode Barret-Joyner-Halenda (BJH). Data luas permukaan, volume dan diameter pori dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Data luas permukaan, volume pori dan diameter pori karbon aktif Luas permukaan
(m2/g) Volume pori (cm3/g) Diameter pori (nm)
Profil isoterm adsorpsi-desorpsi nitrogen untuk karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 4.2. Bentuk isoterm adsorpsi-desorpsi nitrogen karbon aktif mengikuti isoterm tipe IV , hal ini dibuktikan dengan adanya hysteresis loop. Terjadinya hysteresis loop disebabkan jumlah gas yang terdesorpsi tidak sama dengan jumlah gas yang teradsorpsi awal. Pada tekanan yang sama, jumlah gas yang tertinggal di permukaan material ketika desorpsi masih lebih banyak dibandingkan ketika adsorpsi. Isoterm tipe IV menunjukkan bahwa material memiliki ukuran mesopori (2 nm – 50nm). Selain itu pada umumnya karbn aktif memiliki luas permukaan berkisar 100 m2/g – 600 m2/g (Apriliani., 2010). Sehingga berdasarkan data luas permukaan dan hasil isoterm memiliki struktur mesopori. Luas permukaan karbon aktif yang semakin besar dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi.
Gambar 4.2 Profil adsorpsi-desorpsi nitrogen untuk karbon aktif 0 20 40 60 80 100 120 140 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Ku an titas T er ser ap (cm 3/g ) Tekanan Relatif (P/PO) GAC Adsorpsi GAC Desorpsi
4.3. Optimasi variabel 4.3.1. Optimasi waktu
Optimasi waktu bertujuan untuk menentukan waktu optimum yang dibutuhkan oleh karbon aktif untuk dapat mengadsorp diklorometana hingga batas maksimum. Optimasi dilakukan muai menit ke 30 hal tersebut dikarenakan pada waktu yang lebih kecil kapasitas adsorpsinya terlalu rendah sehingga proses optimasi waktu langsung dilakukan pada menit ke 30. Grafik hubungan antara waktu dengan besarnya kapasitas adsorpsi (qe) oleh karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Grafik hubungan antara waktu terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif pada larutan diklorometana konsentrasi 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm
Berdasarkan Gambar 4.3 grafik adsorpsi karbon aktif meningkat secara linier seiring dengan bertambahnya waktu kontak yaitu pada selang waktu kurang lebih 60 menit pertama, namun pada diklorometana konsentrasi 300 ppm pada
0 20 40 60 80 100 120 20 40 60 80 100 kap asit as ad so rp si ( m g/g ) t (menit) 500 ppm 400 ppm 300 ppm
menit ke-45 telah mengalami perlambatan kenaikan kapasitas, hal tersebut terjadi karena hampir seluruh analit teradsorp pada waktu tersebut. Kemudian pada diklorometana konsentrasi 400 ppm dan 500 ppm mengalami perlambatan peningkatan kapasitas dari menit ke-60 menuju menit ke-75 karena mulai mengalami fasa jenuh dan mulai mengalami fasa kesetimbangan antara menit ke-75 menuju menit ke-90. Pada tabel 4.3. dapat dilihat bahwa pada konsentrasi 500 ppm laju reaksinya lebih cepat dibandingkan diklorometana konsetrasi 300ppm dan 400 ppm.
Tabel 4.3. Data regresi, kolerasi dan laju dari grafik hubungan antara waktu dan kapasitas adsorpsi
Konsentrasi DCM Persamaan Regresi Kolerasi Laju reaksi (mg/g) /s 300 ppm y = 1,0451x + 29,972 0,788 0,01532 400 ppm y = 0,8342x – 1,1759 0,8342 0,01824 500 ppm y = 0,4259x + 34,843 0,8021 0,02518
Waktu pada fasa kesetimbangan merupakan waktu optimum yang dibutuhkan untuk adsorpsi dengan kapasitas adsorpsi maksimum, dimana analit teradsorp ke seluruh permukaan adsorben sehingga adsorpsinya tetap konstan karena sisi aktif adsorben telah terisi oleh analit. Dari hal tersebut dapat dinyatakan bahwa seiring dengan bertambahnya waktu kontak, sisi aktif adsorben semakin berkurang sehingga menyebabkan penurunan laju adsorpsi dan pada akhirnya akan mencapai keadaan kesetimbangan (Kamel, 2013). Pada grafik diatas dapat dilihat semakin bertambahnya konsentrasi adsorbat, maka semakin meningkat kapasitas adsorpsinya karena jika konsentrasi adsorbat dinaikkan maka terjadi peningkatan jumlah molekul diklorometana yang terikat pada adsorben sehingga kapasitas
adsorpsinya meningkat (Sulistyawati., 2008). Berdasarkan grafik diatas maka digunakan waktu optimum pada 75 menit dimana terjadi keadaan kesetimbangan.
4.3.2. Optimasi pH
pH merupakan variabel penting yang dapat mempengaruhi proses adsorpsi. Adsorpsi dilakukan pada variasi pH 3, 4, 5, 6 dan 7. Variasi pH tersebut digunakan untuk mengetahui pada pH berapa karbon aktif dapat mengadsorp analit secara maksimum. Grafik pengaruh pH terhadap kapasitas adsorpsi diklorometana oleh karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 4.4. Berdasarkan Gambar 4.4, pH 5 memiliki kapasitas adsorpsi paling besar, hal ini menunjukan bahwa adsorpsi maksimum terjadi pada kondisi asam, yaitu pada pH 5. Pada pH yang lebih rendah yaitu pH 3 dan 4 menunjukan nilai kapasitas adsorpsi lebih rendah dari pH 5. Begitu pula pada pH yang lebih tinggi yaitu pH 6 dan 7 memiliki nilai kapasitas adsorpsi yang lebih rendah dari pH 5.
Peningkatan pH atau penurunan pH lebih dari 5 menyebabkan penurunan kapasitas adsorpsi, karena pada pH yang terlalu rendah (asam) yaitu dibawah pH 5, jumlah proton (H+) melimpah, mengakibatkan peluang terjadinya pengikatan adsorbat oleh adsorben yang relatif kecil atau kapasitas adsorpsi menurun (Taty et al., 2003). Selain itu dalam kondisi terlalu asam dapat menyebabkan adsorben menjadi bermuatan positif, sehingga dapat menyebabkan tolakan antara permukaan adsorben dengan adsorbat yang dapat menyebabkan kapasitas adsorpsinya rendah (Nurhasni et al., 2010). Pada pH netral yaitu pada pH 7 kapasitas adsorpsi juga semakin menurun, hal tersebut dikarenakan ion-ion molekul mengalami reaksi
hidrolisis dalam larutan sehingga menjadi tidak stabil dalam bentuk ion molekul semula yang dapat menurunkan kapasitas adsorpsinya (Aprilani., 2010). Sedangkan pada pH basa atau di atas pH 7, jumlah proton (H+) relatif kecil dan menyebabkan peluang terjadinya ion-ion molekul dapat membentuk endapan hidroksida sehingga kapasitas adsorpsinya sukar ditentukan (Cordero et al., 2004). Maka dari itu pada penelitian kali ini tidak dilakukan pada pH basa.
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara pH terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif pada larutan diklorometana dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm
4.3.3. Optimasi massa granular karbon aktif
Optimasi massa bertujuan untuk menentukan massa optimum yang dibutuhkan oleh karbon aktif untuk dapat mengadsorp diklorometana hingga batas maksimum. Massa karbon aktif yang digunakan untuk optimasi massa adalah pada
0 20 40 60 80 100 120 2 3 4 5 6 7 8 kap asit as ad so rp si (m g/g ) pH 500 ppm 400 ppm 300 ppm
rentan 20 mg - 60 mg. Grafik hubungan antara massa dengan besarnya kapasitas adsorpsi oleh karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Grafik hubungan antara massa GAC terhadap kapasitas adsorpsi karbon aktif pada larutan diklorometana dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm
Berdasarkan Gambar 4.5 pada rentan massa karbon aktif 20 mg – 40 mg, semakin bertambahnya massa karbon aktif maka semakin meningkat pula kapasitas adsorpsi diklorometana oleh karbon aktif. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak jumlah adsorben, semakin bertambah pula sisi aktif adsorben. Proses adsorpsi berlangsung pada lapisan permukaan sel adsorben yang bersifat hidrofobik yang berinteraksi dengan molekul adsorbat yang bersifat hidrofobik juga, sehingga interaksi pasif dan relative cepat (Hughes and Poole., 1984). Namun pada rentang massa karbon aktif antara 50 mg – 60 mg mulai konstan dan sedikit ada penurunan, hal tersebut dikarenakan karbon aktif dalam larutan telah lewat jenuh. Hal ini diperkuat oleh Barros et al., (2003) yang menyatakan bahwa pada saat peningkatan
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 20 40 60 80 Kap asit as ad so rp si (m g/g ) massa GAC (mg) 500 ppm 400 ppm 300 ppm
massa adsorben, maka ada peningkatan kapasitas adsorpsi, yang kemudian akan mengalami penurunan kapasitas adsorpsi.
4.4. Kinetika adsorpsi
Kinetika adsorpsi dilakukan untuk mengetahui laju penyerapan adsorbat ke dalam permukaan adsorben. Laju adsorpsi diklorometana pada permukaan karbon aktif diukur sebagai fungsi waktu. Adsorpi dilakukan pada kondisi optimum yaitu pada pH 5 dan dilakukan pada suhu ruang dengan rentang waktu 30 - 90 menit. Konsentrasi diklorometana yang digunakan sebesar 500 ppm. Hasil studi kinetika ditunjukan pada Gambar 4.6. Laju penyerapan diklorometana di awal cukup cepat dan semakin melambat ketika mencapai keadaan setimbang. Hal ini terjadi karena pada fase awal masih banyak permukaan pori atau sisi aktif karbon aktif yang belum terpakai, sehingga molekul diklorometana dapat masuk ke dalam sisi aktif karbon aktif dengan mudah dan cepat. Namun dalam keadaan setimbang sisi aktif kabon aktif kemungkinan telah menjadi jenuh, sehingga adsorpsi berjalan lambat (Surikumaran, 2014). Kapasitas adsorpsi karbon aktif pada saat kesetimbangan yaitu 101,1759 mg/g. Karbon aktif memiliki efisiensi adsorpsi dikorometana 80% - 90%
Gambar 4.6. Grafik hubungan antara waktu terhadap kapasitas adsorpsi diklorometana pada karbon aktif
Orde reaksi digumakan untuk menganalisis kinetika adsorpsi dan hasilnya dapat disajikan dalam Tabel 4.4. Berdasarkan nilai koefisien kolerasi (R2), Adsorpsi diklorometana pada karbon aktif mengikuti kinetika orde 1,5 dengan nilai R2 tertinggi yaitu 0,9296. Kinetika dalam adsorpsi bergantung pada luas permukaan partikel adsorben. Semakin luas permukaan partikel adsorben maka laju akan semakin cepat. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai k (konstanta laju reaksi) yang diperoleh. Nilai k diperoleh dari nilai slope pada grafik yang ditampilkan pada Gambar 4.7. adsorpsi diklorometana pada karbon aktif memiliki nilai k sebesar 8×10-4 (mg/g)/s. Faktor – faktor yang kemungkinan juga mempengaruhi kinetika
adsorpsi adalah perubahan sifat larutan, ukuran partikel adsorben dan suhu (Yusof,
et al., 2010)
Tabel 4.4. Nilai koefisien kolerasi (R2) untuk adsorpsi diklorometana pada karbon aktif Orde 0 0,5 1 1,5 2 R2 0,8817 0,9060 0,9222 0,9296 0,9288 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 20 30 40 50 60 70 80 90 100 kap asit as ad so rp si ( m g/g ) t (menit)
Gambar 4.7. Grafik kinetika orde 1,5 untuk adsorpsi diklorometana pada karbon aktif
4.5. Adsorpsi isoterm
Adsorpsi isoterm dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antar jumlah material teradsorp sebagai fungsi konsentrasi pada suhu konstan. Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mempelajari mekanisme adsorpsi. Adsorpsi fase padat-cair pada umumnya menganut tipe isoterm Freundlich dan Langmuir (Atkins, 1999).
Pada penentuan tipe isoterm, adsorpsi dilakukan pada kondisi optimum yaitu pada pH 5, waktu adsorpsi 75 menit dan pada suhu ruang (30 oC). Konsentrasi larutan kerja diklorometana yang digunakan bervariasi mulai dari 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm. Hasil studi isoterm adsorpsi ditunjukkan pada Gambar 4.8.
y = 0.0008x + 0.0331 R² = 0.9296 0.0000 0.0200 0.0400 0.0600 0.0800 0.1000 0.1200 0 20 40 60 80 100 Ce -0,5 t (min)