• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adsorpsi dan Regenerasi Karbon Aktif Batu Bara dan Tempurung Kelapa terhadap Zat Warna Anionik Congo Red

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Adsorpsi dan Regenerasi Karbon Aktif Batu Bara dan Tempurung Kelapa terhadap Zat Warna Anionik Congo Red"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Adsorpsi dan Regenerasi Karbon Aktif Batu Bara dan Tempurung Kelapa

terhadap Zat Warna Anionik Congo Red

Maryam Afifah, Setyo S. Moersidik, Cindy Rianti Priadi

Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail: maryamafifah02@gmail.com

Abstrak

Zat warna merupakan polutan dalam limbah industri tekstil yang berdampak terhadap estetika, kesehatan, dan lingkungan, salah satunya adalah zat warna anionik Congo Red yang bersifat karsinogen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi optimum dalam menyisihkan zat warna anionik Congo Red dengan metode adsorpsi menggunakan karbon aktif batu bara dan tempurung kelapa serta regenerasi dan perencanaan aplikasinya di lapangan. Metode penelitian yang digunakan adalah shaked batch dengan variasi kondisi pH, dosis adsorben, dan waktu kontak menggunakan Two Level Factorial Design. Hasil penelitian memperlihatkan efisiensi penghilangan zat warna optimum oleh karbon aktif tempurung kelapa pada kondisi pH 2,2, dosis adsorben 5,5 gram, dan waktu kontak 45 menit dan batu bara pada kondisi pH 3,8, dosis adsorben 5,5 gram, dan waktu kontak 100 menit sama, yaitu sebesar 74,67%. Efisiensi regenerasi dengan larutan aseton 60% adalah sebesar 58,06% untuk karbon aktif tempurung kelapa, dan 77,42% untuk karbon aktif batu bara. Adsorpsi Congo Red menggunakan kedua jenis karbon aktif ini dapat mencapai efisiensi optimum yang sama dengan variasi kombinasi yang berbeda, namun efisiensi regenerasi kedua karbon aktif ini berbeda satu sama lain. Perencanaan aplikasi metode ini di lapangan berdasarkan hasil penelitian dapat berupa unit adsorpsi dengan metode mixing dalam instalasi dua susunan seri menggunakan karbon aktif batu bara.

Kata Kunci : adsorpsi, limbah tekstil, zat warna anionik, karbon aktif batu bara, karbon aktif tempurung kelapa

Coconut Shell and Coal Based Activated Carbon Adsorption and Regeneration toward Congo Red Anionic Dye

Abstract

The dye is a pollutant in the textile industry wastewater that adversely affect the aesthetic, health, and environmental qualities, one of which is anionic dyes Congo Red which is a carcinogen. The purpose of this study is to determine the optimum conditions designated to remove anionic dye Congo Red by adsorption with coconut shell and coal activated carbon, along with its regeneration and application. The method used is a shaked batch with variations for conditions of pH, adsorbent dosage and contact time using Two Level Factorial Design. The results showed the optimum efficiency of the dye removal by both coconut shell with condition of pH 2,2, 5,5 gram of adsorbent dosage and 45 minutes of contact time and by coal based activated carbon with condition of pH 3,8, 5,5 gram of adsorbent dosage, and 100 minutes of contact time were the same by 74.67%. The regeneration efficiencies with acetone 60% are achieved by 58.06% for coconut shell based activated carbon, and 77.42% for the coal one. Adsorption of Congo Red using both types of activated carbon can achieve the same optimum efficiency with different variations combination. However, the efficiency of both activated carbon regenerations are different one from another. This method could be applied based on this research results with a mixing adsorption unit in a double series plant using coal based activated carbon.

(2)

Keyword: adsorption, textile wastewater, anionic dye, coal based activated carbon, coconut shell based activated carbon

1. Pendahuluan

Limbah industri tekstil mengandung berbagai jenis pencemar, salah satu yang signifikan adalah kandungan warna. Penyisihan warna dari limbah biasanya lebih dikaitkan terhadap aspek estetika, namun selain kepentingan terhadap aspek tersebut, polutan ini memiliki dampak yang buruk terhadap lingkungan dan kesehatan makhluk hidup di dalamnya. Pewarna biasanya memiliki struktur molekul sintetik dan aromatik kompleks yang membuatnya lebih stabil dan tidakbiodegradable, sehingga menambah kesulitan dalam pengolahan polutannya (Kaur et al., 2012). Salah satu metode pengolahan yang signifikan dalam menyisihkan zat warna adalah metode adsorpsi.

Komponen utama dalam metode adsorpsi adalah adsorben dan adsorbat. Adsorben yang paling umum digunakan adalah karbon aktif. Saat ini, sebagian besar karbon aktif yang beredar di pasaran terbuat dari batu bara dan tempurung kelapa. Perbedaan bahan baku akan mempengaruhi karakteristik dan kemampuan adsorpsi karbon aktif. Selain adsorben, jenis adsorbat juga akan berpengaruh, dalam hal ini adalah limbah yang mengandung zat warna yang dapat diklasifikasikan menjadi anionik dan kationik berdasarkan muatannya (Al-Degs et al., 2007). Salah satu zat warna anionik yang banyak digunakan adalah Congo Red. Namun, zat warna Congo Red ini memiliki kandungan yang dapat bermetabolisasi menjadi produk karsinogen (Mittal, Mittal, Malviya, & Gupta, 2009), sehingga dibutuhkan penelitian untuk mencegah pencemaran lingkungan oleh zat warna ini.

Setiap adsorben memiliki kapasitas adsorpsi dimana tercapainya titik jenuh dalam melakukan adsorpsi, sehingga diperlukan penggantian adsorben baru. Solusi lain selain pergantian adsorben adalah regenerasi untuk memperbaharui kapasitas adsorpsi suatu adsorben. Regenerasi biasanya lebih murah daripada penggantian adsorben (Lu et al., 2009). Penelitian adsorbsi dapat dilengkapi dengan penelitian regenerasinya agar dapat diketahui besar perubahan kapasitas adsorpsi suatu adsorben setelah regenerasi. Penelitian mengenai regenerasi karbon aktif

(3)

yang telah jenuh oleh zat warna, khususnya zat warna Congo Red, akan sangat bermanfaat dalam bidang pengolahan limbah warna mengingat masih jarangnya penelitian mengenai hal tersebut.

Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi optimum dalam menyisihkan zat warna anionik Congo Red dengan metode adsorpsi menggunakan karbon aktif batu bara dan tempurung kelapa serta regenerasi dan perencanaan aplikasinya di lapangan.

2. Tinjauan Teoritis

2.1 Zat Warna Anionik - Congo Red

Zat warna anionik bergantung pada ion negatif. Ion negatif pada zat warna anionikakan cenderung berikatan dengan muatan H+, sehingga zat warna ini akan bersifat asam. Salah satu zat warna anionik yang banyak digunakan di industri tekstil adalah Congo Red.

Tabel 1. Karakteristik zat warna Congo Red

Parameter Nilai

Berat molekul (g/mol)a 696.66 Luas permukaan molekul (A2) 577.6

Lebar (nm) 2.62 Kedalaman (nm) 0.74 Ketebalan (nm) 0.43 λmax (nm) 499 pH (units) 3.0-5.0 COD (mg/l) 746 per 1000 mg/l larutan CR

Sumber :(Yaneva & Georgieva, 2012), (Lorenc-Grabowska & Gryglewicz, 2007), dan (Isik & Sponza, 2003)

2.2 Adsorpsi zat warna pada limbah cair

Adsorpsi adalah proses dimana molekul dalam satu fase cenderung terkonsentrasi pada permukaan fase lainnya (Sawyer et al., 1994). Proses adsorpsi dapat terjadi akibat keberadaan ketidakseimbangan gaya pada permukaan dari fase cair atau padat. Ketidakseimbangan gaya ini cenderung untuk menarik dan menahan molekul yang berkontak dengan permukaan.

Adsorbat dan adsorben adalah dua komponen utama yang saling berinteraksi satu sama lain dalam proses adsorpsi. Kondisi dari masing-masing komponen inilah yang akan mempengaruhi hasil dari proses adsorpsi yang terjadi. Adsorbat adalah substansi dalam bentuk cair atau gas yang terkonsentrasi pada permukaan adsorben. Adsorben memiliki pori di

(4)

permukaannya, sehingga proses adsorpsi dapat terjadi pada dinding-dinding pori atau lokasi tertentu pada partikel tersebut.

Adsorpsi pada pengolahan limbah cair dilakukan untuk menghilangkan material terlarut dan tersuspensi yang masih tersisa setelah pengolahan biologis (Tchobanoglous, Burton, & Stensel, 2003).Salah satu material yang memerlukan pengolahan lanjutan dengan metode adsorpsi adalah zat warna.Beberapa faktor adsorpsi memiliki efek signifikan terhadap proses adsorpsi warna adalah pH, konsentrasi, dosis adsorben, dan temperature (Salleh, Mahmoud a, Karim a, & Idris a, 2011).

2.3 Karbon Aktif

2.3.1 Karakteristik karbon aktif

Efektivitas karbon aktif sebagai adsorben berhubungan dengan karakteristiknya. Karakteristik yang menentukan efektivitas dari karbon aktif adalah luas permukaan, reaktivitas permukaan yang tinggi, efek adsorpsi universal, dan ukuran pori yang baik (Bansai, 2010). Karbon aktif biasanya dikarakterisasi berdasarkan luas permukaannya yang besar.Faktanya, luas permukaan per gram material ini berkisar antara 500 sampai 1400 m2.

Perbedaan pada ukuran pori mempengaruhi kapasitas adsorpsi terhadap molekul dengan bentuk dan ukuran berbeda, sehingga hal ini menjadi salah satu criteria pemilihan karbon untuk aplikasi tertentu. Menurut Guo dan Lua (2003), porositas diklasifikasikan oleh IUPAC menjadi tiga kelompok (Jabit, 2007).

- Mikropori – lebar < 2 nm

- Mesopori – 2 nm< lebar < 50 nm - Makropori – lebar > 50 nm

Adsorpsi terjadi pada mikropori dan mesopori dengan makropori berperan sebagai saluran pembawa (transport channel). Menurut Benaddi et al., (2000), pada adsorpsi dalam fase gas, sebagian besar mikropori karbon digunakan, sedangkan mesopori berperan pada proses fase cairan (Jabit, 2007).

2.3.2 Adsorpsi Karbon Aktif terhadap Zat Warna

Adsorpsi karbon aktif terhadap terhadap sifat kationik dan anionic pewarna telah dipelajari dari dua sudut pandang, yaitu penghilangannya dari air limbah dan karakterisasi dari permukaan karbon aktif untuk luas permukaaan, karakter mikropori, dan polaritasnya.Untuk penghilangan pewarna dari air limbah menggunakan adsorpsi karbon aktif, sifat asampermukaan

(5)

karbon aktif sangat berpengaruh terhadap adsorpsi pewarna bermuatan kation atau anion.Kehadiran gugus asam pada permukaan karbon cenderung mengurangi adsorpsi pewarna anionic secara signifikan selaras dengan konsentrasi gugus ini (Bansai & Goyal, 2005).

Pereira et al (2002) meneliti pengaruh gugus kimia permukaan karbon aktif terhadap adsorpsi warna.Untuk zat warna anionik, terlihat hubungan erat antara kebasaan permukaan adsorben dan adsorpsi warna.Interaksi antara lokasi basa oksigen-bebas Lewis dan electron bebas pada molekul warna menjadi mekanisme utama adsorpsi.Untuk zat warna kationik, gugus permukaan asam kandungan-oksigen memperlihatkan efek positif, sedangkan efek yang terjadi berkebalikan pada zat warna anionik.

Selain gugus permukaan karbon aktif, faktor lain yang sangat penting dalam adsorpsi warna oleh karbon aktif adalah struktur dari karbon aktif itu sendiri. Menurut Coates (1969), zat warna memiliki kecenderungan untuk beragregasi (berasosiasi) pada larutan (Namasivayam, 2002). Agregasi dapat terjadi akibat polimerisasi dimana molekul zat warna menjadi kompleks. Molekul zat warna harus dapat masuk ke dalam pori agar dapat dihilangkan dari larutan. Oleh karena itu, keberadaan mesopori pada struktur adsorben umumnya lebih penting dari muatan negative pada permukaan adsorben (Mall, Srivastava, Agarwal, & Mishra, 2005). Maka, adsorpsi zat warna kationik dan anionic oleh karbon aktif dari larutan sangat bergantung pada sifat kimia dari permukaan karbon dan stuktur pori dari permukaan karbon (Bansai & Goyal, 2005).

3. Metode Penelitian 3.1 Material

Penelitian ini menggunakan adsorbat berupa larutan warna artificial.Konsentrasi zat warna pada larutan dibuat sebesar 100 mg/L berdasarkan pertimbangan literatur bahwa kandungan zat warna umumnya pada limbah tekstil bervariasi dari 10-200 mg/L (Moussavi dan Mahmoudi, 2009). Pewarna yang digunakan adalah jenis Congo Red. Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon aktif berbentuk granularyang terbuat dari batu bara dan tempurung kelapa. Karbon aktif didapatkan dari karbon aktif yang dijual di pasaran. Regeneran untuk meregenerasi karbon aktif yang telah terpakai untuk adsorpsi zat warna menggunakan larutan Aseton 60%.

(6)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah nilai pH, dosis adsorben, dan waktu kontak. Nilai pH akan dibuat dengan variasi jangkauan 2-4, dengan kontrol pH menggunakan larutan NaOH dan HCl. Dosis adsorben dibuat dengan variasi jangkauan 0.5 - 8 gram. Waktu kontak yang diteliti adalah pada variasi jangkauan 10 – 120 menit.

Metode variasi yang digunakan dalam percobaan ini menggunakan metode faktorial desain. Metode ini membutuhkan suatu skenario percobaan untuk mendapatkan nilai kondisi pH, dosis, dan waktu kontak optimum. Skenario percobaan untuk adsorpsi running pertama tertera pada Tabel 3.1.

Tabel 2. Skenario percobaan adsorpsi running pertama

Run 1

Faktor

pH Dosis

(gram) Waktu Kontak (menit)

2.4 3 30 3.6 3 30 2.4 6 30 3.6 6 30 2.4 3 90 3.6 3 90 2.4 6 90 3.6 6 90

Sumber : Olahan Penulis (2014)

3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tahapan berupa proses adsorpsi, regenerasi, dan readsorpsi. Ketiga proses tersebut dilakukan dengan mengontak 150 ml larutan artificial Congo Red dengan karbon aktif dalam dosis tertentu menggunakan shaker selama waktu kontak yang diinginkan. Proses pengkondisian pH dilakukan menggunakan larutan HCl 0,1 M ke dalam larutan Congo Red. Nilai warna pada larutan diuji menggunakan metode spektrofotometri dengan panjang 499 nm sebelum dan setelah proses adsorpsi.

3.5 Pengolahan Data

Pada penelitian ini, pengolahan data yang dilakukan meliputi: 3.5.1 Efisiensi Penyisihan Congo Red (%Penyisihan)

Kemampuan karbon aktif dalam menyisihkan zat warna Congo Red dilihat berdasarkan persen penyisihan

(7)

Dimana :

Ce = Konsentrasi warna setelah adsorpsi (mg/L) Co = Konsentrasi warna sebelum adsorpsi (mg/L)

3.5.2 Kapasitas Adsorpsi (qe)

Kapasitas adsorpsi merupakan perbandingan antara jumlah massa adsorbat yang diserap dengan massa adsorban pada kondisi setimbang. Perhitungan kapasitas adsorpsi dilakukan menggunakan persamaan:

(2)

Dimana :

Ce = Konsentrasi warna setelah adsorpsi (mg/L) Co = Konsentrasi warna sebelum adsorpsi (mg/L) V = Volume larutan (mL)

m = Masa adsorben (g)

3.5.3 Efisiensi Regenerasi Karbon Aktif (%RE)

Perbedaan kemampuan adsorpsi dapat digambarkan melalui efisiensi regenerasi (%RE), dimana menurut Martin et al. (1984), %RE menunjukkan tingkat pemulihan kapasitas adsorpsi karbon aktif teregenerasi (Hassan, Ajana, Umar, Sahabi, Itodo, & Uba, 2012). Efisiensi regenerasi dapat diperoleh melalui perhitungan dengan persamaan berikut.

(3)

Dimana:

qer= Kapasitas adsorpsi karbon aktif teregenerasi (mg/g) qeo= Kapasitas adsorpsi karbon aktif baru (mg/g)

4. Hasil dan Pembahasan Penelitian 4.1 Karakteristik karbon aktif

Karbon aktif yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa dan batu bara. Karakteristik dari kedua karbon aktif ini tertera pada Tabel 3.

(8)

Tabel 3. Spesifikasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa dan Batu Bara

Spesifikasi Produk Haycarb AKO 8 x 30[1] Carbotech DGF 8 x 30[2]

Material dasar Tempurung kelapa Batu bara

Kadar air Maks 5% w/w Maks 5% w/w

Densitas 0,58 g/cc 0,45 ± 0,03 g/cc

Iodine number 800 mg/g 950 mg/g

Ash content Maks 3% w/w Maks 10% w/w

Kekerasan 98% 90% pH 9 – 11 7 – 9 Distribusi partikel > 8 mesh (2,36 mm) > 30 mesh (0,6 mm) Maks 5% Maks 5% Maks 5% Maks 5% Sumber: [1] www.homecarbonindonesia.com/ako_8x30.html [2]www.chemia.ch/uploads/media/DGF-8x30-65_01.pdf

Selain menggunakan data literatur, penulis juga melakukan uji terhadap kedua jenis karbon aktif yang digunakan dalam penelitian.Uji SEM (Scanning Electro Micrographs) dilakukan terhadap kedua karbon aktif, sehingga dapat dilihat struktur permukaan dari tiap karbon aktif. Foto permukaan karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 4-2.

Gambar 1. Foto permukaan karbon aktif dengan perbesaran 5000x: (a) Tempurung kelapa, (b) Batu bara Sumber: Hasil uji lab (2014)

4.3 Adsorpsi

4.3.1 Adsorpsi dengan Karbon Aktif Tempurung Kelapa

Percobaan adsorpsi dilakukan dalam tiga tahapan running. Kondisi pH, dosis adsorben, dan waktu kontak yang menghasilkan presentase penyisihan tertinggi digunakan sebagai acuan menentukan variasi di skenario berikutnya.

(9)

Tabel 4. Hasil Adsorpsi Karbon Aktif Tempurung Kelapa

FAKTOR KONDISI AWAL HASIL

ADSORPSI Qe % REMOVAL pH Dosis (gr) Waktu Kontak (min)

pH Abs ppm Pt-Co ppm Pt-Co

RUN 1 2.4 3 30 7.2 9.46 19 9013 15.40 7306 0,18 18.95% 3.6 3 30 14.80 7021 0,21 22.11% 2.4 6 30 12.40 5882 0,17 34.74% 3.6 6 30 16.80 7970 0,06 11.58% 2.4 3 90 13.20 6262 0,29 30.53% 3.6 3 90 19.80 9393 -0,04 -4.21% 2.4 6 90 16.40 7780 0,07 13.68% 3.6 6 90 16.00 7590 0,08 15.79% RUN 2 2.2 5.5 15 6.6 7.54 15 7116 7.80 3700 0,20 48.00% 3 5.5 15 15.00 7116 0,00 0.00% 2.2 6.5 15 4.00 1897 0,25 73.33% 3 6.5 15 15.20 7211 0,00 -1.33% 2.2 5.5 45 3.80 1803 0,31 74.67% 3 5.5 45 7.40 3510 0,21 50.67% 2.2 6.5 45 7.20 3416 0,18 52.00% 3 6.5 45 14.00 6641 0,02 6.67% RUN 3 2 5 35 6.3 8.18 16.4 7780 7.00 3321 0,28 57.32% 2.3 5 35 6.60 3131 0,29 59.76% 2 5.8 35 6.40 3036 0,26 60.98% 2.3 5.8 35 6.60 3131 0,25 59.76% 2 5 60 6.20 2941 0,31 62.20% 2.3 5 60 7.40 3510 0,27 54.88% 2 5.8 60 7.60 3605 0,23 53.66% 2.3 5.8 60 7.40 3510 0,23 54.88%

Sumber: Olahan Penulis (2014)

Kondisi optimum dalam mencapai efisiensi penyisihan zat warna Congo Red oleh karbon aktif tempurung kelapa adalah pada pH 2,2, dosis adsorben 5,5 gram, dan waktu kontak 45 menit. Efisiensi penyisihan yang tercapai oleh kondisi ini adalah sebesar 74,67 yang jika dikonversi ke dalam pt-Co akan menghasilkan nilai warna sebesar 1803 pt-Co. Nilai ini belum memenuhi baku mutu lingkungan India.

(10)

Adsorpsi warna zat warna oleh karbon aktif dari larutan sangat bergantung pada sifat kimia dari permukaan karbon dan stuktur pori dari permukaan karbon (Bansai & Goyal, 2005). Oleh karena itu, penulis mencoba menganalisis hasil penelitian adsorpsi ini berdasarkan kedua faktor tersebut. Ditinjau dari faktor pH, hasil percobaan menunjukkan penyisihan yang lebih baik pada pH yang lebih rendah, yaitu pada pH 2,2. Dari hasil tinjauan terhadap teori dan penelitian sebelumnya, penulis menarik hipotesisbahwa adsorpsi zat warna anionic akan terjadi lebih baik pada pH yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tinjauan faktor pH dari hasil penelitian adsorpsi warna Congo Red oleh karbon aktif tempurung kelapa sesuai dengan hipotesis. Peningkatan adsorpsi terhadap zat warna anionik Congo Red pada pH yang lebih rendah dapat terjadi akibat interaksi elektrostatik antara gugus permukaan karbon aktif dan zat warna(Namasivayam & Kavitha, 2002). pH asam diperlukan agar gugus asam pada permukaan karbon aktif menjadi bermuatan positif, sehingga dapat berikatan dengan muatan negative pada ion zat warna anionic.

Selain faktor pH, faktor jumlah dosis adsorben yang digunakan dalam adsorpsi juga memiliki pengaruh besar terhadap efisiensi penyisihan yang dihasilkan. Dosis adsorben optimum dari hasil penelitian ini adalah sebanyak 5,5 gram per 150 liter larutan warna Congo Red. Penulis memperkirakan bahwa dosis karbon aktif 5,5 gram per 150 ml larutan adalah dosis yang menghasilkan efisiensi penyisihan terbesar, dan peningkatan dosis selanjutnya tidak menghasilkan peningkatan efisiensi penyisihan yang berarti. Hal ini bisa terlihat dari nilai qe yang didapatkan dari variasi dosis ini adalah sebesar 0,31, dimana nilai ini adalah nilai yang terbesar dibandingkan dengan variasi dosis lainnya.

Ditinjau dari faktor waktu kontak, tiga kali running dalam penelitian adsorpsi ini menghasilkan waktu kontak optimum dalam waktu yang cukup cepat, yaitu 45 menit. Adsorpsi yang terjadi setelah titik equilibrium tersebut biasanya tidak mengalami peningkatan yang berarti.Hipotesis ini terlihat pada running kedua dan ketiga, namun pada running kesatu terlihat bahwa pada waktu kontak yang lebih lama efisiensi penyisihan kembali menurun. Efisiensi tinggi yang dapat dicapai hanya dalam waktu kontak yang singkat dapat terjadi karena kondisi pH yang sangat asam, sehingga meningkatkan gaya tarik elektrostatik antara permukaan karbon aktif dan molekul anionic zat warna. Penurunan efisiensi pada saat waktu kontak yang lebih lama dapat terjadi karena molekul zat warna yang telah menempel mudah terlepas kembali.Ketidakstablian

(11)

ini dapat diakibatkan molekul zat warna yang hanya dapat masuk dan melekat pada saluran makropori, sehingga dengan mudah terlepas kembali.

4.3.2 Adsorpsi dengan Karbon Aktif Batu Bara

Percobaan adsorpsi karbon aktif dari batu bara dilakukan dengan tahapan yang sama dengan adsorpsi karbon aktif dari tempurung kelapa, yaitu dalam tiga kali running. .

Tabel 5. Hasil Adsorpsi Karbon Aktif Batu Bara

FAKTOR KONDISI AWAL HASIL ADSORPSI

Qe % REMOVAL pH Dosis (gr) Waktu Kontak (min) pH ppm Pt-Co ppm Pt-Co RUN 1 2.4 3 30 6.8 14.20 6736 13.80 6547 0,02 2.82% 3.6 3 30 11.00 5218 0,16 22.54% 2.4 6 30 11.80 5598 0,06 16.90% 3.6 6 30 13.40 6357 0,02 5.63% 2.4 3 90 7.60 3605 0,33 46.48% 3.6 3 90 7.60 3605 0,33 46.48% 2.4 6 90 5.80 2751 0,21 59.15% 3.6 6 90 4.80 2277 0,24 66.20% RUN 2 2.8 5.5 80 6.6 15.00 7116 5.40 2562 0,26 64.00% 3.8 5.5 80 6.20 2941 0,24 58.67% 2.8 6.5 80 6.00 2846 0,21 60.00% 3.8 6.5 80 6.40 3036 0,20 57.33% 2.8 5.5 100 4.00 1897 0,30 73.33% 3.8 5.5 100 3.80 1803 0,31 74.67% 2.8 6.5 100 4.20 1992 0,25 72.00% 3.8 6.5 100 5.60 2657 0,22 62.67% RUN 3 3.7 5 85 7 16.00 7590 10.40 4934 0,17 35.00% 4 5 85 9.40 4459 0,20 41.25% 3.7 5.8 85 8.80 4175 0,19 45.00% 4 5.8 85 8.20 3890 0,20 48.75% 3.7 5 120 5.80 2751 0,31 63.75% 4 5 120 5.40 2562 0,32 66.25% 3.7 5.8 120 5.20 2467 0,28 67.50% 4 5.8 120 4.80 2277 0,29 70.00%

(12)

Dari keseluruhan running didapatkan bahwa persentase penyisihan tertinggi terjadi pada running kedua dengan kondisi pH 3.8, dosis adsorben 5.5 gram, dan waktu kontak selama 100 menit, yaitu sebesar 74.67%. Jika hasil ini dikonversi menjadi nilai pt-Co, akan didapatkan nilai hasil adsorpsi sebesar 1803 pt-Co. Kondisi optimum ini juga masih berada di atas nilai baku mutu lingkungan untuk efluen limbah industri di India yang hanya sebesar 400 pt-Co.

Hasil uji SEM untuk karbon aktif batu bara memperlihatkan foto permukaan dengan distribusi pori yang padat dan kompleks. Ukuran pori yang terlihat pun cenderung kecil jika dibandingkan dengan ukuran pori pada karbon aktif tempurung kelapa. Distribusi pori yang padat dan banyak ini mengindikasikan bahwa luas permukaan yang terbentuk dari lubang pori akan cukup luas untuk dapat mengadsorpsi zat warna. Namun, ukuran lubang pori yang cenderung kecil ini juga dapat menjadi penghambat dalam proses difusi molekul zat warna ke dalam pori. Hal ini dikarenakan molekul zat warna Congo Red cukup besar dan dapat teragregasi antara molekulnya membentuk molekul dengan ukuran yang lebih besar.

Kondisi pH optimum yang didapatkan untuk mengadsorpsi zat warna Congo Red oleh karbon aktif batu bara adalah pada pH 3,8. pH ini termasuk pH yang lebih tinggi, jika melihat variasi yang dibuat untuk pH adalah pada rentang 2 sampai 4. Pengaruh pH yang tidak terlalu signifikan dalam adsorpsi ini dapat diakibatkan oleh pengaruh yang lebih besar dari struktur karbon aktif batu bara itu sendiri terhadap zat warna Congo Red. Keberadaan mesopori pada struktur adsorben umumnya lebih penting dari muatan negative pada permukaan adsorben (Mall, Srivastava, Agarwal, & Mishra, 2005).Dari hasil foto permukaan, terlihat bahwa karbon aktif batu bara memiliki struktur permukaan yang sangat kompleks dan pori-pori yang banyak. Hal ini menyebabkan lebih banyak area permukaan yang dapat dimasuki oleh molekul zat warna, sehingga tidak diperlukan gaya elektrostatik yang lebih besar antara permukaan karbon aktif dan molekul zat warna Congo Red.

Dosis optimum yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebanyak 5,5 gram per 150 ml larutan warna Congo Red. Terlihat bahwa dosis yang lebih besar dapat menghasilkan efisiensi penyisihan yang lebih besar pula. Namun, seperti pada pH, perbedaan hasil penyisihan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Pada kondisi tertentu juga tampak bahwa peningkatan dosis tidak meningkatkan efisiensi penyisihan. Dari pengolahan data diketahui bahwa nilai qe lebih kecil pada dosis adsorben yang lebih besar. Hal ini dapat terjadi karena gaya tarik menarik yang terjadi antara permukaan karbon aktif dan ion zat warna tidak begitu kuat akibat luas permukaan yang

(13)

tersedia untuk proses adsorpsi terlalu besar. Konsentrasi zat warna pada larutan tidak cukup kuat untuk mengakomodasi seluruh permukaan yang tersedia, sehingga titik kesetimbangan antara konsentrasi larutan dan adsorben telah tercapai pada efisiensi tersebut.

Waktu kontak optimum yang didapat dari percobaan ini adalah selama 100 menit. Peningkatan waktu kontak akan meningkatkan efisiensi penyisihan karena semakin lama kontak yang terjadi antara adsorben dan adsorbat, maka akan semakin banyak adsorbat yang dapat terdifusi ke dalam adsorben. Namun, tidak seperti pada running kesatu yang peningkatan efisiensi penyisihannya signifikan dari waktu kontak 30 ke 90 menit, peningkatan efisiensi penyisihan pada running kedua dari waktu kontak 80 ke 100 menit tidak terlalu tinggi. Hal ini dapat terjadi karena semakin lama waktu kontak akan tercapai tahapan jenuh, dimana terjadi agregasi pada molekul warna, sehingga akan sulit untuk terus masuk ke dalam struktur pori karbon aktif. Hal ini juga didukung oleh ukuran molekul zat warna Congo Red yang tergolong besar (Mall, Srivastava, Agarwal, & Mishra, 2005), terlebih lagi apabila ion zat warna telah teragregasi satu sama lain, sehingga membentuk ukuran yang lebih besar. Berdasarkan teori ini, penulis memperkirakan banyak lubang mesopori yang tidak dapat dimasuki oleh molekul zat warna seiring dengan berjalannya waktu.

4.4 Regenerasi dan Readsoprsi

Proses penjenuhan dilakukan dengan mengontakkan adsorben dengan larutan waran Congo Red selama 5 jam dan 11 jam dengan kondisi pH dan dosis adsorben optimum masing-masing karbon aktif. Hasil proses penjenuhan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Efisiensi Penyisihan terhadap Waktu Kontak pada Proses Penjenuhan 0% 20% 40% 60% 80% 100% 0 200 400 600 800 R e m o val ( % )

Waktu Kontak (menit)

KA Tempurung Kelapa Ka Batu BAra

(14)

Setelah melewati proses penjenuhan, karbon aktif akan diregenerasi untuk selanjutnya digunakan kembali untuk mengadsorpsi. Hasil proses readsorpsi karbon aktif teregenerasi tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Readsorpsi Karbon Aktif

KARBON AKTIF FAKTOR KONDISI AWAL HASIL ADSORP SI Pt-Co % REMO VAL %REMO VAL RATA-RATA pH Dosis (gr) Waktu Kontak (min) p H C o Pt-Co Ce qe qe rata-rata TEMPUR UNG KELAPA 2.2 5.5 45 7.9 18 8539 11.00 0.19 0.18 5218 39% 37% 11.60 0.17 5503 36% 11.40 0.18 5408 37% BATU BARA 3.8 5.5 100 7.9 18 8539 8.60 0.26 0.24 4080 52% 49% 9.40 0.23 4459 48% 9.60 0.23 4554 47%

Sumber: Olahan Penulis (2014)

Tabel 7. Perubahan efisiensi penyisihan karbon aktif dari batu bara pada kondisi pH, dosis adsorben, dan waktu kontak optimum dari penelitian adsorpsi

KARBON AKTIF % PENYISIHAN AWAL qe % PENYISIHAN PASCA REGENERASI qe % EFISIENSI REGENERASI TEMPURUNG KELAPA 74.67% 0,31 37% 0,18 58,06% BATU BARA 74.67% 0,31 49% 0,24 77,42%

Sumber: Olahan Penulis (2014)

Efisiensi penyisihan dari proses readsorpsi memperlihatkan hasil yang berbeda dari karbon aktif tempurung kelapa dan batu bara, meskipun efisiensi penyisihan adsorpsi sebelum regenerasi memiliki nilai yang sama. Karbon aktif batu bara memperlihatkan efisiensi penyisihan pasca regenerasi yang lebih baik dari karbon aktif tempurung kelapa, yaitu sebesar 49%, dengan persentase efisiensi regenerasi sebesar 34,53%. Dari hasil adsorpsi pasca regenerasi ini, dapat dihitung efisiensi regenerasi karbon aktif oleh regeneran aseton, yaitu sebesar 58,06% untuk karbon aktif tempurung kelapa, dan 77,42% untuk karbon aktif batu bara.

Berkurangnya efisiensi penyisihan pada karbon aktif teregenerasi dapat terjadi karena proses regenerasi yang tidak terjadi dengan sempurna. Meskipun molekul zat warna pada

(15)

permukaan karbon aktif telah dilunturkan menggunakan regeneran aseton, sangat mungkin bahwa tidak seluruh zat warna dapat terlunturkan. Sebagian molekul zat warna mungkin masih menempel pada permukaan pori karbon aktif.

Hasil readsorpsi memperlihatkan bahwa karbon aktif batu bara dapat mengadsorpsi lebih baik dibandingkan karbon aktif tempurung kelapa. Hal ini mengindikasikan regenerasi terjadi dengan lebih baik pada karbon aktif ini.Faktor yang mempengaruhi hasil regenerasi dalam hal ini kemungkinan adalah dari struktur permukaan karbon aktif yang berbeda. Karbon aktif tempurung kelapa memiliki struktur permukaan yang lebih sederhana dari struktur pemukaan karbon aktif batu bara, sehingga luas permukaannya dalam massa yang sama akan lebih kecil dari luas permukaan karbon aktif batu bara. Padahal, dari hasil adsorpsi tertera bahwa masing-masing karbon aktif dapat mengadsorpsi karbon aktif dengan nilai qe(massa tersisih/massa karbon aktif) yang sama. Dari sini dapat disimpulkan bahwa karbon aktif tempurung kelapa memiliki kepadatan adsorbat pada permukaan karbon yang lebih tinggi dibandingkan pada karbon aktif batu bara. Oleh karena itu, proses regenerasi lebih mudah terjadi pada karbon aktif batu bara yang kepadatan adsorben pada permukaan karbon aktifnya lebih jarang, karena larutan regeneran langsung berkontak dengan lebih banyak molekul zat warna.

4.5 Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk memprediksi kebutuhan adsorben dalam mencapai nilai konsentrasi tertentu dari adsorbat di larutan. Pada percobaan adsorpsi sebelumnya, didapatkan suatu kondisi pH dan waktu kontak optimum untuk mengadsorpsi zat warna Congo Red. Dengan kondisi ini, dibuatlah percobaan adsorpsi dengan beragam dosis adsorben untuk mendapatkan grafik isoterm.

4.5.1 Isoterm Karbon Aktif Tempurung Kelapa

Percobaan adsorpsi yang telah dilakukan menghasilkan kondisi optimum untuk mengadsorpsi zat warna Congo Red dengan karbon aktif dari tempurung kelapa pada pH 2,2, dosis adsorben 5,5 gram, dan waktu kontak selama 45 menit. Berdasarkan kondisi pH dan waktu kontak ini, ditentukanlah isoterm dengan melakukan percobaan adsorpsi dalam variasi dosis adsorben 0,5 sampai 8 gram.

(16)

Gambar 5. Kurva Isoterm Langmuir dari Adsorpsi Karbon Aktif Tempurung Kelapa Sumber : Olahan Penulis (2014)

Persamaan garis yang didapat dari kuva Isoterm Langmuir adalah:

Persamaan inilah yang akan digunakan untuk mencari nilai qe yang dibutuhkan untuk mencapai nilai baku mutu.

4.5.2 Isoterm Karbon Aktif Batu Bara

Kondisi optimum yang didapatkan untuk mengadsorpsi zat warna Congo Red dengan karbon aktif batu bara adalah pada pH 3,8, dosis adsorben 5,5 gram, dan waktu kontak selama 100 menit. Dengan variasi dosis dari 0,5 sampai 8 gram, kondisi pH dan waktu kontak optimum ini digunakan untuk menentukan isoterm adsorpsi.

Gambar 8. Kurva Isoterm Freundlich dari Adsorpsi Karbon Aktif Batu Bara Sumber: Olahan Penulis (2014)

y = 874,87x - 57,968 R² = 0,899 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 0,05 0,055 0,06 0,065 0,07 0,075 0,08 0,085 0,09 1/q e 1/Ce y = -0,643x - 0,1423 R² = 0,4149 -1,2 -1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 Log q e Log Ce

(17)

Persamaan garis yang didapat dari kuva Isoterm Freundlich adalah: y = -0,643x – 0,142

Persamaan inilah yang akan digunakan untuk menghitung nilai qe yang dibutuhkan untuk dapat mencapai nilai baku mutu.

4.6 Penerapan dalam Sistem di Lapangan

Dari hasil percobaan diketahui bahwa adsorpsi dapat menyisihkan zat warna anionik Congo Red dengan pengkondisian pH sebagai pendukungnya. Desin unit adsorpsi ini di lapangan dapat berupa unit mixing sesuai dengan metode pada penelitian dan tahapan pengolahan secara seri untuk dapat mencapai baku mutu lingkungan. Pada penerapan proses seri, limbah akan melewati dua kali tahap proses adsorpsi, sehingga diharapkan nilai baku mutu lingkungan dapat tercapai. Jenis karbon aktif yang digunakan dalam desain adalah karbon aktif batu bara karena hasil penelitian ini memperlihatkan nilai qe isoterm yang lebih baik, kondisi optimum pada pH yang lebih mendekati pH netral, dan efisiensi regenerasi yang lebih besar.Perhitungan desain unit adsorpsi menghasilkan kebutuhan tanki pada pengolahan limbh tekstil dengan debit 100m3/hari adalah sebesar 1,8m x 1,8 m x 2,9m dengan kebutuhan karbon aktif sebanyak 105 kg.

(18)

Gambar 5. Dimensi unit adsorpsi Sumber: Olahan Penulis (2014)

5. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Kondisi optimum dari adsorpsi terhadap zat warna Congo Red didapatkan dari kombinasi variasi yang berbeda pada kedua jenis karbon aktif.

- Karbon aktif tempurung kelapa

Karbon aktif tempurung kelapa membutuhkan kondisi pH 2,2, dosis adsorben 5,5 gram per 150 ml larutan Congo Red, dan waktu kontak selama 45 menit untuk dapat mengadsorpsi zat warna Congo Red hingga mencapai penyisihan 74,67%.

- Karbon aktif batu bara

Karbon aktif batu bara membutuhkan pH 3,8, dosis adsorben 5,5 gram per 150 ml larutan Congo Red, dan waktu kontak selama 100 menit untuk dapat mengadsorpsi zat warna Congo Red hingga mencapai penyisihan 74,67%.

2. Efisiensi regenerasi dari kedua karbon aktif ini adalah sebesar 58,06% untuk tempurung kelapa dan 77,42% untuk batu bara. Nilai ini didapatkan dari efisiensi penyisihan dari fase readsorpsi yang menghasilkan penyisihan sebesar 37% untuk tempurung kelapa dan 49% untuk batu bara.

(19)

3. Penerapan metode adsorpsi dalam mengolah limbah industri tekstil yang mengandung zat warna Congo Red dapat diterapkan dalam unit mixing . Jenis karbon aktif yang digunakan adalah karbon aktif batu bara, dengan tahapan pengolahan seri.

6. Saran

Saran yang dapat penulis berikan untuk penelitian dan penerapan metode adsorpsi dalam menyisihkan zat warna Congo Red adalah:

1. Melakukan penelitian lanjutan untuk dapat meningkatkan efisiensi penyisihan, sehingga dapat mencapai nilai baku mutu. Salah satu cara adalah dengan meneliti pretreatment yang tepat terhadap karbon aktif.

2. Melakukan penelitian untuk dapat mengadsorpsi zat warna anionik ini dalam kondisi pH yang mendekati netral, untuk meringankan usaha pengkondisian pH sebelum adsorpsi.

3. Melakukan penelitian adsorpsi zat Congo Red dengan adsorben yang berbeda.

4. Melakukan pertimbangan dari sisi ekonomi dan lingkungan untuk melakukan pengolahan tanpa pengkondisian pH menjadi asam.

5. Melakukan pertimbangan dari sisi ekonomi dan lingkungan untuk pemilihan penerapan metode regenerasi adsorben jenuh atau dengan langsung mengganti adsorben baru

7. Daftar Referensi

Al-Degs, Y. S., El-Barghouthi, M. I., El-Sheikh, A. H., & Walker, G. M. (2007). Effect of solution pH, ionic strength, and temperature on adsorption. Dyes and Pigments , 1-8.

Bansai, R. C., & Goyal, M. (2005). Activated Carbon Adsorption. Boca Raton: Taylor & Francis Group.

Hassan, L., Ajana, B., Umar, K., Sahabi, D., Itodo, A., & Uba, A. (2012). Comparative Batch and Column Evaluation of Thermal and Wet Oxidative Regeneration of Commercial Activated Carbon Exhausted with Synthetic Dye. Nigerian Journal of Basic and Applied Science , 93-104.

Hermana, J., & Boedisantoso, R. (2010). Adsorpsi. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP (p. 15). Surabaya: Institut Teknologi Surabaya.

Isik, M., & Sponza, D. T. (2003). Effect of oxygen on decolorization of azo dyes by Escherichia coli and Pseudomonas sp. and fate of aromatic amines. Process Biochemistry 38 , 1183-1192.

Jabit, N. B. (2007). The Production and Characterization of Activated Carbon Using Local Agricultural Waste through Chemical Activation Process.

(20)

Lorenc-Grabowska, E., & Gryglewicz, G. (2007). Adsorption characteristics of Congo Red on coal-based mesoporous activated carbon. Dyes and Pigments 74 , 34-40.

Lu, P. J., Lin, H. C., Yu, W. T., & Chern, J. M. (2011). Chemical regeneration of activated carbon used for dye adsorption. Journal of The Taiwan Institute of Chemical Engineers 42 , 305-311.

Mall, I. D., Srivastava, V. C., Agarwal, N. K., & Mishra, I. M. (2005). Removal of congo red from aqueous solution by bagasse fly ash and activated carbon: Kinetic study and equilibrium isotherm analyses. Chemosphere 61 , 492–501.

Mittal, A., Mittal, J., Malviya, A., & Gupta, V. (2009). Adsorptive removal of hazardous anionic dye "Congo Red" from wastewater using waste materials and recovery desorption. Journal of Colloid and

Interface Science 340 , 16-26.

Moussavi, G., & Mahmoudi, M. (2009). Removal of azo and anthraquinone reactive dyes from industrial wastewaters. Journal of Hazardous Materials 168 , 806-812.

Namasivayam, C., & Kavitha, D. (2002). Removal of Congo Red from water by adsorption onto activated carbon prepared from coir pith, an agricultural solid waste. Dyes and Pigments 54 , 47-58.

Purkait, M. K., Maiti, A., DasGupta, S., & De, S. (2007). Removal of congo red using activated carbon and its regeneration. Journal of Hazardous Materials , 287-295.

Reynolds, T. D., & Richards, P. A. (1996). Unit Operations and Processes in Environmental

Engineering. Boston: PWS Publishing Company.

Ruthven, D. M. (1984). Principles of Adsorption and Adsorption Processes. Kanada: John Wiley & Sons, Inc.

Salleh, M. A., Mahmoud a, D. K., Karim a, W. A., & Idris a, A. (2011). Cationic and anionic dye adsorption by agricultural solid wastes : A comprehensive. Desalination 280 , 1-13.

Sawyer, Clair N., Mc Carty, Perry L. (1994). Chemistry for Environmental Engineering and

Science. New York: McGraw Hill.

Tchobanoglous, G., Burton, F. L., & Stensel, H. D. (2003). Wastewater Engineering Treatmen

and Reuse. International Edition: McGraw-Hill Companies, Inc.

Yaneva, Z. L., & Georgieva, N. V. (2012). Insights into Congo Red Adsorption on Agro-Industrial Materials - Spectral, Equilibrium, Kinetic, Thermodynamic, Dynamic and Desorption Studies. A Review. International Review of Chemical Engineering (I.RE.CH.E.), Vol. 4, N. 2 .

www.homecarbonindonesia.com/ako_8x30.html www.chemia.ch/uploads/media/DGF-8x30-65_01.pdf

Gambar

Tabel 1. Karakteristik zat warna Congo Red
Tabel 2. Skenario percobaan adsorpsi running pertama
Gambar 1.  Foto permukaan karbon aktif dengan perbesaran 5000x: (a) Tempurung kelapa, (b) Batu bara  Sumber: Hasil uji lab (2014)
Tabel 4. Hasil Adsorpsi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
+6

Referensi

Dokumen terkait

terhadap hama dibanding ikan lele biasa. Hal ini menjadikan kami harus melakukan kerjasama dengan RW 1 dan RW 2 desa Karangpaing. Tujuan utama yang dibidik

Setelah tahap dibuat simulasinya kemudian dilakukan pengujian untuk mendapatkan data valid dari hasil kinerja algoritma tersebut. Pengujian akan dilakukan dengan 2

Tambahan pula, kebanyakan pengkaji adat terdahulu lebih berminat untuk mendokumentasikan kata-kata perbilangan adat atau teromba yang juga dikenali dengan pelbagai istilah lain

Dan beberapa definisi di atas, dapat diambil disimpulkan bahwa jual beli adalah tukar menukar harta dengan tujuan kepemilikan secara suka sama suka, menurut cara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga keluarga sangat berperanan untuk memberikan.. pengawasan tentang budaya Lampung, karena setiap orang tua pasti mengawasi

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam mengatasi pengagguran di Kota Yogakarta Dinas Sosial Tenaga Kerja Dan Transmigrasi melakukan beberapa strategi

Desain penelitian ini adalah cross sectional. Untuk kelas XII peneliti tidak melakukan penelitian berhubung siswa kelas XII sibuk mempersiapkan diri untuk

Bagaimanakah perancangan sistem e-procurement yang dibuat untuk mengelola bahan baku dan peramalan bahan baku agar tepat waktu dan sesuai dengan jumlah yang