• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Koya

Koya adalah bahan pelengkap makanan yang berbentuk bubuk atau serbuk gurih. Biasanya koya sendiri diberikan pada makanan yang berkuah seperti soto. Koya yang dikonsumsi masyarakat umumnya terbuat dari campuran tumpukan kerupuk udang dengan bawang putih yang dihaluskan mennjadi serbuk koya (Handayani dkk, 2011). Koya sendiri sejenis dengan abon yang merupakan hasil pengolahan berupa pengeringan bahan baku yang telah ditambahkan bumbu-bumbu untuk meningkatkan cita rasa dan berbentuk bubuk kering untuk memperpanjang daya simpan (Millah, 2009).

Koya bisa dibuat dari apapun asalkan berbentuk serbuk atau bubuk gurih (Handayani dkk, 2011). Pada dasarnya koya sendiri berfungsi tidak jauh dari pelengkap makanan. Dengan demikian terdapat banyak sekali jenis koya yang bisa diproduksi maupun dikonsumsi. Produk-produk tersebut bisa dibilang produk turunan koya yang kenampakan dan fungsinya mirip dengan koya yaiu pelengkap makanan. Produk koya yang beredar di masyarakat ciri khasnya rasanya gurih dan memiliki aroma bawang yang kuat. Dengan kata lain koya apapun pasti akan menggunakan bawang putih. Sehingga kandungan gizi koya minimal akan tidak jauh dari kandungan gizi bawang putih. Kenampakan koya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(2)

Pelengkap makanan yang disebut dengan koya ini sudah banyak beredar di masyarakat. Biasanya koya terdapat di produk mie instan. Penambahan koya pada mie instan mengadopsi dari masakan nusantara seperti soto. Koya sendiri biasanya terbuat dari kerupuk udang yang dihaluskan. Bentuknya semacam serbuk gurih yang bisa ditaburkan di atas makanan (Apriyanto, 2012).

Koya merupakan taburan bubuk gurih atau topping sebagai pelengkap makanan. Pada penelitian koya yang sudah dilakukan oleh Regina (2012) yang menggunakan bahan dasar berbagai macam ikan dan tepung kedelai. Hasil pengujian proksimat menunjukkan bahwa koya ikan memiliki kadar air 13,10–21,21%, kadar abu 5,54–5,99%, kadar protein 27,13–29,83%, kadar lemak 15,55–21,76%, dan kadar karbohidrat 30,28– 31,92%.

2. Ikan Gabus (Channa striatal)

lkan gabus merupakan salah satu jenis ikan perairan umum yang bernilai ekonomis tinggi. Habitat ikan gabus adalah di perairan air tawar dan biasa hidup di rawa-rawa lkan ini mulai dari ukuran kecil (anak) sampai ukuran besar (dewasa) dapat dimanfaatkan. Anak ikan gabus, dimanfaatkan sebagai makanan ikan hias. Setelah ukuranya besar (dewasa), ikan gabus dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi dan bahan baku pembuatan berbagai makanan tradisional khas daerah. Pemanfaatan ikan gabus sebagai olahan makanan semakin diminati masyarakat yang menyebabkan kebutuhan semakin meningkat (Muslim, 2007). Kenampakan ikan gabus dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(3)

Ikan gabus jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai izi tinggi. Ikan ini berkembang biak di iklim tropis dan juga tersebar di Asia dan Afrika. Ikan gabus banyak ditemukan di berbagai perairan terbuka di Indonesia, terutama di pulau Jawa. Nama ilmiah ikan gabus, diidentifikasi sebagai berikut: Kingdom : Animalial Phylum : Chordate Class : Actinopterygii Order : Perciformes Family : Channidae Genus : Channa

Species : Channa striata

Dalam menu sehari-hari, ikan berfungsi sebagai sumber protein hewani. Terlepas dari protein, itu biologis disusun dari karbohidrat, lemak, vitamin, dan enzim. Kandungan protein ikan bervariasi antara 16-20%. Dalam protein tubuh adalah komponen struktur sel, antibodi, dan hormon dan enzim. Protein diperlukan untuk sel-sel untuk tumbuh, untuk menjaga membran sel. Protein dari olahan ikan gabus adalah albumin (64,61% dari total protein). Ikan gabus yang sudah di oalah albumin relatif tinggi (2,17 ± 0,14 g / 100 ml), cukup memadai untuk digunakan sebagai bahan

tamabahan makanan untuk meningkatkan asupan sehari-hari (Mustafa dkk, 2012).

Ikan gabus kaya akan protein, bahkan kandungan protein ikan gabus lebih tinggi dibandingkan beberapa jenis ikan lain. Protein ikan gabus segar bisa mencapai 25,2 %, albumin ikan gabus bisa mencapai 6,224 g/100 g daging ikan gabus, selain itu di dalam daging ikan gabus terkandung mineral yang erat kaitannya dengan proses penyembuhan luka, yaitu Zn sebesar 1,7412 mg/100 g daging ikan (Mulyadi dkk, 2011).

Protein merupakan molekul makro yang mempunyai berat molekul antara 5000 hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Unsur

(4)

nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein, yang memiliki proporsi 16% dari total protein. Albumin merupakan salah satu protein plasma darah yang disintesis di dalam hati. Albumin sangat berperan penting menjaga tekanan osmotik plasma, mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma maupun cairan ekstrasel serta mengikat obat-obatan. Albumin ikan gabus memiliki kualitas jauh lebih baik dari albumin telur yang biasa digunakan dalam penyembuhan pasien pasca bedah. Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan buas yang hidup di air tawar maupun air payau. Merupakan ikan pancingan yang banyak ditemui di sungai, rawa, danau dan saluran-saluran air hingga ke sawah. Selain itu, ikan ini sering kali diasinkan dengan harga jual yang lumayan mahal. Ikan gabus memiliki manfaat antara lain meningkatkan kadar albumin dan daya tahan tubuh, mempercepat proses penyembuhan pasca operasi dan mempercepat penyembuhan luka dalam atau luka luar (Sulthoniyah dkk, 2013).

Kandungan protein ikan gabus lebih tinggi daripada bahan pangan lain yang dikenal sebagai sumber protein seperti telur, daging ayam maupun daging sapi. Kadar protein per 100 g ikan gabus adalah 20,0 g dan lebih tinggi dibandingkan telur sebesar 12,8 g, daging ayam sebesar 18,2 g serta daging sapi sebesar 18,8 g. Selain itu nilai cerna ikan sangat baik, yaitu mencapai lebih dari 90%. Kandungan gizi tepung ikan gabus dalam 100 g bahan adalah air sebesar 13,61%, abu sebesar 5,96%, protein sebesar 76,9%, lemak sebesar 0,55%, karbohidrat sebesar 3,53% (Sari dkk, 2014)

3. Kedelai (Glycine max)

Tepung kedelai merupakan hasil olahan dari golongan kacang-kacangan yaitu kacang kedelai yang merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering dan harganya lebih murah daripada susu skim. Nilai protein kedelai jika difermentasi dan dimasak akan memiliki mutu lebih baik dari jenis kacangkacangan lain. Kedelai banyak dikonsumsi

(5)

oleh manusia sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan protein hewani yang relatif lebih mahal (Cahyadi, 2007).

Kedelai (Glycine max) pertama kali ditanam sebagai tanaman di Cina sekitar 5000 tahun yang lalu dan telah banyak dikonsumsi oleh rakyat di Cina, India, Jepang dan Korea. Kedelai memiliki sumber protein nabati 70% dan minyak kedelai 30%. Di antara sereal dan kacang-kacangan lainnya spesies, memiliki kandungan protein tertinggisekitar 40% dan 20% kandungan minyak tertinggi kedua di antara semua kacang makanan, setelah kacang (Fanaro dkk, 2013). Kenampakan kedelai dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Dalam sistematika taksonomi kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Ordo : Polypetales Familia : Leguminosae Sub-Famili : Papilionodeae Genus : Glycine Sub-Genus : Soja Species : Max Gambar 2.3. Kedelai

Biji kedelai tergolong dalam famili Leguminosa. Kedelai merupakan bahan pangan yang didalamnya mengandung sumber protein nabati untuk manusia dan hewan di berbagai negara. Di berbagai negara bentuk, ukuran, warna biji, sifat fisik dan sifat kimia kacang kedelai bervariasi tergantung pada varietasnya. Bentuk biji pada umumnya bundar sampai lonjong agak

(6)

memanjang dengan warna kuning, coklat (Omar, 1985). Tabel komposisi kimiawi kedelai kering dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi kimiawi kedelai kering Nutrien Kedelai Protein (g) 35,1 Energi (kal) 400 Karbohidrat (g) 32 Lemak (g) 17,7 Serat (g) 4,2 Abu (g) 5 Air (g) 4 Sumber : Haryoto (1995)

Pada dasarnya kedelai adalah bahan pangan dengan sumber protei yang tinggi. Kedelai juga bisa ditemukan di berbagai daerah dengan harga yang murah. Berdasarkan kelarutannya, protein leguminosa digolongkan ke dalam albumin yang larut dalam air dan globulinyang larut dalam larutan garam. Sebagaian besar protein dari kedelai adalah globulin. Protein pada kedelai mengandung asam amino esensial yang lengkap dengan asam amino pembatas methionin. Selain kadarnya yang tinggi protein kedelai adalah protein yang lengkap kualitasnya hampir menyamai kualitas protein hewani. Nilai gizi protein kedelai dibatasi oleh faktor antitripsin serta kompaknya struktur kuarterner dan tersier protein kedelai (Liu, 1997).

Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan karena mengandung protein yang tinggi (35-38%). Selain itu, kandungan lemak pada kedelai juga cukup tinggi (± 20%). Dari jumlah ini sekitar 85% merupakan asam lemak esensial (linoleat dan linolenat). Disamping memiliki protein tinggi, kedelai mengandung serat atau dietary fiber, vitamin dan mineral. Selain kandungan protein yang tinggi, secara kualitatif protein kedelai tersusun dari asam-asam amino esensial yang lengkap dan baik mutunya kecuali asam amino bersulfur yang merupakan faktor pembatas pada kedelai (Afandi, 2001).

Kedelai (Glycine max) salah satu keluarga dari Leguminosae yang merupakan varietas tanaman dari daerah tropis dan daerah sub-tropis. Kedelai salah satu makanan dunia yang paling penting memiliki sumber

(7)

protein tinggi dan minyak. Kedelai salah satu yang memiliki keunikan tersendiri, karenanya mengklasifikasikan sebagai komoditas pertanian yang ekonomis. Kedelai menghasilkan 40% protein dan 20% minyak, dalam tumbuhan biji-bijian kedelai menjadi peringkat tertinggi yang memiliki protein (Adelakun dkk, 2013).

Dilihat dari segi pangan dan gizi, kedelai merupkan sumber protein yang paling murah di dunia, disamping menghasilkan minyak dengan mutu yang baik. Terlepas dari kandungan gizi tinggi, tepung kedelai lebih murah dibandingkan tepung terigu. Hal ini telah dibuktikan bahwa konsumsi harian kedelai antara 30 g dan 50 g pengganti yang setara jumlah protein hewani. Sebagai tanaman komponen penting, kedelai yang kaya nutrisi dan salah satu dari produk olahan makanan tradisional yang paling digunakan dalam sistem pertanian dari berbagai negara (Sanful dkk, 2010).

Hasil analisis terhadap prsentase kadar protein bubuk kedelai kuning sangrai berkisar antara (30,52-35,09)%. Kadar protein ini berada di atas kadar protein biji kedelai yaitu 34,22%, hal ini disebabkan kedelai sangrai kadar airnya rendah. Dan ditunjukkan bahwa kadar lemak bubuk kedelai kuning sangrai berkisar antara (13,97-14,89)%. Penyangraian dibagi menjadi tiga waktu penyangraian. Lama waktu yang dipakai 10, 15 dan 20 menit (Hartoyo, 2009).

Tepung kedelai adalah produk setengah jadi yang merupakan bahan dasar industri pangan. Tepung kedelai cukup banyak sebagai bahan makanan campuran dalam formulasi suatu bentuk makanan seperti roti, kue kering, cake dan masih banyak yang lannya. Bahan makanan campuran dengan tepung kedelai dapat meningkatkan nilai gizi pada suatu prooduk pangan. Pada proses penepungan kedelai sendiri juga dapat menghilangkan karakteristik cita rasa langu, sehingga dapat meningkatkan akseptabilit makanan berasal dari kedelai. Kehilangan langu tersebut disebabkan oleh proses inaktivasi enzim lipoksigenase yang dapat menghidrolisis asam lemak tidak jenuh menjadi senyawa-senyawa volatil yang menyebabkan cita rasa langu tersebut berkurang (Taman dan Putu, 2013)

(8)

4. Umur Simpan

a. Aktivitas Air dan Kadar Air

Besarnya aw dan kadar air bahan makanan berbeda-beda menurut sifat

relatifnya terhadap air murni dan hal ini sangat dipengaruhi oleh sifat produk serta kondisi lingkungannya. Berdasarkan teori perubahan fase, maka kandungan air bahan makanan yang ditempatkan di udara terbuka akan berubah sampai mencapai kondisi seimbang dengan kelembaban nisbi udara sekitarnya. Kondisi seimbang tercapai apabila kadar air bahan sudah menjadi konstan (Adawiyah, 2005).

Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam berbagai bentuk. Air bebas, terdapat dalam ruang antar sel dan inter granular dan pori-pori yang terdapat dalam bahan. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorpsi) pada permukaan koloid makromolekuler seperti protein, pectin, pati, selulosa. Selain itu juga terdispersi di antara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan. Air dalam keadaan terikat kuat, yaitu membentuk hidrat. Ikatannya bersifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku meskipun pada 00F.

Apabila kadar air suatu bahan sudah mencapai keseimbangan dengan udara sekelilingnya, maka aw dalam bahan adalah sama dengan aw udara

tersebut. Oleh karena itu, aw suatu bahan dapat ditentukan berdasarkan

kelembaban seimbang udara ERH dibagi 100.

𝐸𝑅𝐻 = 𝑃 𝑃𝑜 × 100 𝑎𝑤 =𝐸𝑅𝐻 100 Keterangan:

P = tekanan uap air bahan

Po = tekanan air murni pada suhu yang sama

(9)

b. Pola Isoterm Sorpsi Lembab

Sorpsi isotermis air adalah kurva yang menghubungkan data kadar air dengan aktivitas air suatu bahan pada suhu tertentu. Sorpsi penting dalam meramal perubahan-perubahan yang mungkin terjadi saat terhadap bahan makanan saat penyimpanan (Labuza, 1984). Pada sebagian besar makanan, seperti serealia dan bahan makanan kering mengikuti pola sigmoid yang tampak pada kurva isotherm tipe II. Penyerapan air bahan jenis ini dipengaruhi secara kumulatif oleh efek-efek fisika kimia sehingga tampak terdapat dua lengkungan, yaitu pada aw sekitar 0,2-0,4 dan aw 0,6-0,7.

Sedangkan kurva isotherm tipe III merupakan bentuk khas dari kelompok senyawa anti kempal (misalnya Ca Silikat) yang mampu menyerap banyak air. Pada tipe ini biasanya terjadi perubahan nilai aw yang cukup kecil.

Untuk menggambarkan kurva ISL ada beberapa persamaan yang dapat digunakan, antara lain persamaan Henderson, Polinomial Pangkat Tiga dan Guggenhein Anderson de Boer (GAB) (Labuza, 1984).

c. Model GAB (Guggenheim Anderson dan de Boer)

Untuk menggambarkan kurva ISL ada beberapa persamaan yang dapat digunakan, antara lain persamaan Henderson, Gungenheim Andersonde Boer (GAB), dan polinomial pangkat tiga. Banyak model matematika yang menggambarkan sorpsi isothermis produk pangan, salah satunya yang diakui secara internasional adalah model isothermis GAB (Guggenheim Anderson dan de Boer) yang direkomendasikan oleh European Project Group COST 90 untuk menggambarkan sorpsi isothermis produk pangan yang bisa digunakan pada kisaran aw yang luas yaitu 0,05<aw<0,9 (Fauzi,

2006). Menurut Fauzi (2006), persamaan isothermis GAB merupakan persamaan yang tepat untuk menggambarkan sorpsi isothermis pada sebagian besar produk makanan. Adapun model sorpsi isothermis GAB adalah sebagai berikut:

𝑀

𝑀𝑜

=

𝐾.𝑐.𝑎𝑤

(10)

Keterangan:

M = Kadar air (%db) aw = Aktivitas air

mo = kadar air monolayer (%)

K = konstanta c = konstanta energi

Model GAB mampu menjelaskan dengan baik pola adsorpsi air pada kisaran aw yang lebih lebar yaitu antara 0,10-0,95 (Suryani dkk, 2011).

Selain itu, persamaan GAB mempunyai daya guna yang cukup baik secara matematis untuk menguraikan penyerapan airnya dalam bentuk kurva ISL dan tetapan-tetapan model tersebut mampu menjelaskan fenomena-fenomena tersebut secara teoritis. Suryani dkk (2011), menyatakan bahwa persamaan GAB banyak digunakan karena deviasinya rendah (<10%).

Menurut Purwanti (2012), analisis matematis terhadap persamaan GAB menunjukkan bahwa persamaan ini akan menghasilkan deskripsi yang baik untuk peristiwa sorption isotherm dengan tipe sigmoid jika konstanta c dan K berada pada kisaraan 0,24<K≤1 dan 5,67≤c≤∞. Moreira dkk (2010) dalam Aini dkk (2014), juga menyatakan bahwa model GAB dapat mewakili aw 0,0 sampai 0,94 dan berdasarkan pengujian pada biji-bijian

ternyata model tersebut memiliki validitas yang tinggi. Model GAB mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan model BET (Brunauer Ermet Teller) yaitu memiliki latar belakang yang bersifat teoritis, dapat mendeskripsikan sifat isoterm sorpsi pada hampir semua bahan pangan pada kisaran aw 0,1<aw<0,9, mempunyai bentuk persamaan

matematika yang sederhana dengan tiga parameter. d. Bahan Pengemas Plastik

Polipropilen (PP) merupakan salah satu termoplastik yang pertama kali direkomersialkan pada tahun 1950-an. Bahan pengemas yang kini digunakan secara luas adalah plastik karena mudah didapatkan dan harganya relatif murah (Septianingrum, 2008). Sifat umum dari polipropilen adalah ringan, mudah dibentuk, transparan, jernih, kekuatan tarik lebih besar dari polietilen, tahan pada suhu rendah, tidak mudah sobek, permeabilitas

(11)

terhadap uap air rendah, tahan pada suhu tinggi (150oC) terutama untuk makanan sterilisasi, titik leleh tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak

Polipropilen dibuat dengan polimerisasi katalitik dari monomer propilen menggunakan panas dan tekanan. Polipropilen banyak digunakan untuk pengemas makanan yang bersifat kaku (Azizul, 2010). Kemasan plastik praktis penggunaannya, mudah diperoleh, murah, ringan, bersih, tahan terhadap kelembaban dan gas, tahan terhadap suhu tinggi dan rendah, serta elastik dan tidak mudah disobek (Septianingrum, 2008).

e. Umur Simpan

Umur simpan adalah selang waktu sejak barang diproduksi hingga produk tersebut tidak layak diterima atau telah kehilangan sifat khususnya. Atau, umur simpan adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu produk pangan menjadi tidak layak dikonsumsi jika ditinjau dari segi keamanan, nutrisi, sifat fisik, dan sensoris setelah disimpan dalam kondisi yang direkomendasikan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah sebagai berikut:

1. Jenis dan karakteristik produk pangan

a. Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding produk segar.

b. Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami rancidity, sedang produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi Maillard (warna coklat).

2. Jenis dan karakteristik bahan kemasan

a. Permeabilitas bahan kemas terhadap kondisi lingkungan (uap air, cahaya, aroma, oksigen).

3. Kondisi lingkungan

a. Intensitas sinar (UV) menyebabkan terjadinya ketengikan dan degradasi warna.

(12)

Bagi suatu produk yang sudah dikemas, maka umur simpannya dipengaruhi selain oleh sifat dan kondisi kritis juga ditentukan oleh proteksi dan kemasannya. Dalam hal ini, permeabilitas uap air dari sistem kemasan sangat menentukan umur simpannya. Jadi suatu produk yang sudah dikemas umur simpannya dipengaruhi oleh sifat produk (ISL), kadar air kritis, kemasan (permeabilitas), dan suhu serta RH udara (Labuza, 1984).

Menurut Labuza (1984), umur simpan produk dalam kemasan dapat diprediksi berdasarkan teori difusi atau penyerapan gas oleh atau dari produk yang diformulasikan sebagai berikut:

ln (

𝑀

𝑒

− 𝑀

𝑖

𝑀

𝑒

− 𝑀

𝑐

) = (

𝑘

𝑥

) (

𝐴

𝑊

𝑠

) (

𝑃

𝑜

𝑏

) 𝜃

Keterangan:

Me = kadar air pada kondisi seimbang dengan suhu dan RH udara

luar berdasarkan perkiraan garis lurus (g air/100 g solid) Mi = kadar air awal produk (g air/100 g solid)

Mc = kadar air kritis (g air/100 g solid)

k/x = permeabilitas kemasan (g air/hari. m2. mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2)

Ws = berat bahan kering (solid) yang dikemas (g)

Po = tekanan uap air murni pada suhu pengujian (mmHg) b = slope kurva ISL di daerah operasi penyimpanan θ = umur simpan (hari)

(13)

B. Kerangka Berpikir

Gambar 2.4 Kerangka Berpikir Ikan mengandung protein tinggi yang ketersediannya melimpah Pengolahan makanan berbahan dasar ikan untuk konsumsi masyarakat Kurangnya pemanfaatan Ikan gabus dan

tepung kedelai yang memiliki protein tinggi

Alternatif pangan berbentuk koya dibuat dari bahan pangan lokal yaitu

ikan gabus dan tepung kedelai

Kedelai salah satu bahan pangan dari

kelompok biji-bijian penghasil

sumber protein

Penambahan tepung kedelai pada koya sebagai

sumber protein nabati yang mudah

dicerna dan pelengkap protein

hewani

Koya ikan berbahan dasar ikan gabus dan tepung kedelai dapat digunakan

sebagai sumber protein pelengkap

Referensi

Dokumen terkait

Concrete vibrator adalah alat yang berfungsi untuk menggetarkan adukan beton yang belum mengeras pada saat pengecoran, agar adukan beton dapat mengisi seluruh ruangan dan tidak

judul “Evaluasi Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Dan Pengendalian Internal Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pada Badan Keuangan Daerah

a) Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis di bidang Hukum Perusahaan. b) Untuk memperluas wacana pemikiran dan pengetahuan penulis dalam hukum perdata dan hukum

Penyelesaian Permasalahan di kawasan hutan TNGL SPTN VI Besitang bukan hanya tanggung jawab manajemen TNGL saja karena persoalannya sangat komplek sehingga memerlukan

Hasil penelitian menunjukkan potensi lestari perikanan tuna di sekitar perairan Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan data PPS Bitung Sulawesi Utara nilai potensi lestari tuna yang

Luonnollisesti myös muut kuviossa 1 esitetyt toimijat vuorovaikuttavat ja muodostavat luottamus- suhteita keskenään. Tässä työssä nämä suhteet jäävät kuitenkin taka-alalle,

Apakah terjadi gejala pada konsep diri klien sebelum dan setelah Masuk Rumah Sakit dan bagaimana dengan persepsi klien tentang penyakit saat ini1. -Pola Sensori

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk melihat kesetaraan gender, yang terdiri atas pembagian kerja, akses terhadap sumber daya, akses terhadap manfaat, kontrol atas