• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO. sistem komunikasi dengan kabel [2]. Gelombang radio adalah radiasi energi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO. sistem komunikasi dengan kabel [2]. Gelombang radio adalah radiasi energi"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PROPAGASI GELOMBANG RADIO

2.1 Pendahuluan

Pengggunaan gelombang radio sebagai pembawa sinyal komunikasi multimedia didasarkan pada fleksibilitas sistem komunikasi radio dibandingkan sistem komunikasi dengan kabel [2]. Gelombang radio adalah radiasi energi (radiasi elektromagnetik) yang berpropagasi pada kecepatan cahaya (186 mil atau 300.000.000 meter/detik) [3]. Gelombang ini merambat atau berpropagasi melalui udara dari antena pemancar ke antena penerima yang jaraknya bisa mencapai beberapa kilometer, bahkan ratusan sampai ribuan kilometer. Gelombang radio tersebut terdiri dari garis-garis gaya listrik (E) dan garis-garis gaya magnet (H). Susunan dari garis-garis gaya listrik dan garis-garis gaya magnet yang terdapat dalam gelombang radio disebut Transverse Electromagnetics (TEM), dan susunan garis gaya tersebut adalah [4] :

1. Garis gaya listrik (E) tegak lurus garis gaya magnet (H) 2. Garis gaya listrik (E) tegak lurus arah rambatan

3. Kumpulan garis-garis gaya yang terbanyak merupakan harga kuat medan maksimum.

Gambaran dari suatu gelombang elektromagnetik bidang XYZ dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(2)

Gambar 2.1 Gelombang elektromagnetik

Dari Gambar 2.1 dapat diketahui bahwa gelombang radio selalu mempunyai : 1. Kuat medan listrik (E) dan kuat medan magnet (H)

2. Arah rambatan 3. Panjang gelombang 4. Polarisasi

Polarisasi gelombang radio adalah arah dari garis gaya listrik (E). Macam–macam polarisasi gelombang radio adalah:

1. Polarisasi linier yaitu: bila arah garis gaya listriknya merupakan garis lurus. Polarisasi ini terbagi menjadi dua:

a. Polarisasi linier vertikal, yaitu bila arah garis gaya listriknya tegak lurus terhadap permukaan bumi/tanah.

b. Polarisasi linier horizontal, yaitu bila arah garis gaya listriknya sejajar terhadap permukaan tanah/bumi.

(3)

Gambar 2.2 Polarisasi gelombang radio

2. Polarisasi non linier yaitu bila arah garis gaya listriknya melingkar. Polarisasi ini terbagi menjadi dua :

a. Polarisasi non linier positif, yaitu bla arah garis gaya listriknya melingkar searah jarum jam.

b. Polarisasi non linier negatif, yaitu bila arah garis gaya listriknya melingkar berlawanan arah jarum jam

2.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Spektrum gelombang elektromagnetik dapat dikelompokkan berdasarkan rentang frekuensi dan panjang gelombang. Tabel 1.1 menunjukkan pengelompokan pita frekuensi yang umum digunakan berdasarkan rentang frekuensi dan panjang gelombang [5].

(4)

Tabel 1.1 Pita-pita frekuensi

Pita Rentang frekuensi Panjang gelombang ELF (Extremely low frequency) 30–300 Hz 10.000–1000 km

VF (voice frequency) 300-3000 Hz 1000–100 km VLF (very low frequency) 3–30 KHz 100–10 km

LF (low frequency) 30–300 KHz 10–1 km MF (medium frequency) 300–3000 KHz 1000–100 m

HF (high frequency) 3–30 MHz 100–10 m

VHF (very high frequency) 30–300 MHz 10–1 m

UHF (ultra high frequency) 300–3000 MHz 100–10 cm SHF (super high frequency) 3–30 GHz 10–1 cm EHF (extremely high frequency) 30–300 GHz 10–1 mm

Inframerah 300 GHz–400 THz 1 mm–770 nm

Lebar pita frekuensi yang digunakan untuk gelombang mikro dan milimeter adalah dari 500 MHz – 300 GHz. Namun yang telah diberikan nama secara internasional adalah pada rentang 500 MHz – 40 GHz seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2 [6].

(5)

Tabel 1.2 Pita frekuensi gelombang mikro

Frekuensi

Penamaan pita gelombang mikro

Old New 500 -1000 MHz VHF C 1–2 GHz L D 2 -3 GHz S E 3–4 GHz S F 4–6 GHz C G 6–8 GHz C H 8–10 GHz X I 10–12.4 GHz X J 12.4–18 GHz Ku J 18–20 GHz K J 20–2.5 Ghz K K 26.5–40 GHz Ka K

Hubungan antara panjang gelombang dan frekuensi dinyatakan sebagai berikut [4]:

λ = c/f (2.1)

dimana :

λ = panjang gelombang (m) f = Frekuensi (Hz)

c = Kecepatan gelombang radio di udara (m/detik) = 3x108

(6)

2.3 Mekanisme Dasar Perambatan Gelombang Elektromagnetik

Ada beberapa mekanisme dasar perambatan gelombang elektromagnetik yang dikenal antara lain refleksi, scattering, refraksi, dan difraksi.

2.3.1 Refleksi (Pemantulan)

Refleksi terjadi ketika gelombang elektromagnetik mengenai obyek yang memiliki dimensi lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal dari pemancar gelombang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Refleksi terjadi pada permukaan bumi, bangunan, tembok, dan penghalang yang lain. Ketika gelombang radio mengenai bahan dielektrik sempurna, sebagian dari energinya ditransmisikan ke medium kedua, dan sebagian lagi dipantulkan kembali ke medium pertama sehingga tidak ada kehilangan energi karena penyerapan. Jika medium kedua adalah konduktor yang sempurna, maka semua energinya terpantul kembali ke medium pertama tanpa kehilangan energi.

(7)

2.3.2 Scattering (Hamburan/Penyebaran)

Scattering terjadi ketika medium dimana gelombang merambat mengandung obyek yang lebih kecil dibandingkan dengan panjang sinyal gelombang tersebut dan jumlah obyek perunit volume sangat besar. Gelombang tersebar dihasilkan dari permukaan kasar, benda kecil, atau obyek seperti tiang lampu dan pohon seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Scattering (hamburan) Gelombang Elektromagnetik [7]

2.3.3 Refraksi (Pembiasan)

Refraksi digambarkan sebagai pembelokan gelombang radio yang melewati medium yang memiliki kepadatan yang berbeda. Dalam ruang hampa udara, gelombang elektromagnetik merambat pada kecepatan sekitar 300.000 km/detik. Ini adalah nilai konstan c, yang umum disebut dengan kecepatan cahaya tetapi sebenarnya merujuk kepada kecepatan cahaya dalam ruang hampa. Dalam udara, air, gelas, dan media transparan, gelombang elektromagnetik merambat pada kecepatan yang lebih rendah dari c.

Ketika suatu gelombang elektromagnetik merambat dari satu medium ke medium lain dengan kepadatan berbeda maka kecepatannya akan berubah.

(8)

Akibatnya adalah pembelokan arah gelombang pada batas kedua medium tersebut. Jika merambat dari medium yang kurang padat ke medium yang lebih padat, maka gelombang akan membelok ke arah medium yang lebih padat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Refraksi (Pembiasan) [7]

2.3.4 Difraksi (Lenturan)

Difraksi terjadi ketika garis edar radio antara pengirim dan penerima dihambat oleh permukaan yang tajam atau dengan kata lain kasar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Pada frekuensi tinggi, difraksi tergantung pada ukuran objek yang menghambat, amplitudo, fase, dan polarisasi dari gelombang pada titik difraksi.

(9)

2.4 Sistem Komunikasi Gelombang Milimeter 2.4.1 Pendahuluan

Sistem komunikasi gelombang milimeter dapat diterapkan untuk jaringan transmisi (backbone atau backhaul) berupa lintasan point-point antara dua node dalam sebuah jaringan, misal antara dua BTS, atau untuk jaringan akses nirkabel bagi pelanggan ke suatu layanan pita lebar, seperti akses internet. Gambar 2.7 memberikan ilustrasi implementasi jaringan akses nirkabel milimeter untuk terminal pelanggan yang terpasang di gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, maupun perumahan. Antena BTS tidak selalu memerlukan menara, tetapi dapat juga dipasang pada dinding luar atau atap gedung bertingkat.

(10)

Jaringan akses gelombang milimeter juga dapat diimplementasikan di dalam gedung untuk menyediakan akses intranet dan internet pita lebar bagi pengguna layanan multimedia.

Bagi suatu jaringan akses nirkabel yang beroperasi pada gelombang milimeter, biasanya dalam rentang 20 – 60 GHz, kendala dan tantangan terbesar muncul dari karakteristik propagasi gelombang. Redaman lintasan yang besar, rugi-rugi pantulan dan difraksi yang tinggi, serta efek penghaburan oleh hujan merupakan faktor-faktor kendala alami yang perlu diatasi.

2.4.2 Propagasi Gelombang Milimeter

Karena frekuensinya relatif sangat tinggi, yaitu dalam rentang 20 – 60 GHz, ekivalen dengan panjang gelombang dalam rentang 0.5 – 1.5 cm, maka beberapa mekanisme propagasi gelombang milimeter radio menjadi dominan. Panjang gelombang yang relatif kecil menyebabkan hampir semua benda memberikan pengaruh signifikan. Mulai dari dinding tembok, kerangka logam, jalinan kawat kasa, dedaunan basah, sampai titik hujan, semuanya menyebabkan pemantulan, penghamburan, ataupun difraksi gelombang.

Oleh sebab itu, agar suatu gelombang milimeter dapat merambat tanpa adanya perubahan arah atau kerapatan daya selain yang disebabkan oleh proses radiasi gelombang ke segala arah, maka elipsoida zona Fresnel pertama dengan antena pemancar dan antena penerima sebagai kedua fokusnya tidak boleh ditempati oleh obyek-obyek seperti gedung, tiang, pohon, dan sebagainya.

Jari-jari zona Fresnel pertama F1, yaitu jarak tegak lurus antara garis

(11)

dapat dihitung dengan persamaan umum untuk jari-jari Fresnel [4] :

(2.2) dimana : F1= radius daerah Fresnel pertama (m)

f = frekuensi kerja (GHz)

d1= jarak antara Tx dengan halangan (km)

d2= jarak antara Rx dengan halangan (km)

d = d1+ d2= jarak antara Tx dan Rx (km)

Untuk daerah Fresnel pertama di tengah lintasan d = d1+ d2, dan d1= d2=1/2 d,

sehingga:

(2.3)

Di daerah yang dekat dengan antena, misal d1dari antena :

(2.4)

Gambar 2.8 Pemetaan daerah-daerah Fresnel

Sedangkan untuk radius daerah Fresnel kedua, daerah Fresnel ketiga, dan seterusnya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7, dinyatakan dengan rumusan

(12)

berikut:

(2.5)

Atau secara singkat dinyatakan:

(2.6) dimana F1= radius daerah Fresnel pertama (m)

n= 1,2,3, …..

Jika zona Fresnel pertama terbebas dari obyek pengganggu, maka lintasan radio antara pemancar dan penerima dapat dianggap sebagai lintasan line of sight atau LOS. Namun, apabila sebuah obyek terdapat di dalam zona Fresnel pertama, maka gelombang radio akan mulai mengalami efek difraksi. Jika obyek menghalangi separuh penampang zona Fresnel pertama maka hanya separuh intensitas medan elektromagnetik yang sampai pada penerima sehingga hanya seperempat daya gelombang yang terdeteksi oleh penerima dibandingkan kondisi ruang bebas [2].

Efek penurunan daya ini akan semakin signifikan ketika seluruh zona Fresnel pertama mulai tertutup oleh obyek, bahkan lebih parah lagi ketika jari-jari penampang obyek penghalang jauh lebih besar dibandingkan jari-jari zona fresnel pertama. Besarnya redaman yang terjadi akibat difraksi dapat diperkirakan dengan mengasumsikan bawa obyek penghalang berbentuk seperti layar. Difraksi yang terjadi dapat digambarkan seperti pembelokan gelombang radio pada titik-titik di sepanjang tepi layar, dalam literatur sering disebut sebagai knife-edge diffraction

(13)

(KED). Jadi, pada sistem komunikasi gelombang milimeter, kondis LOS adalah syarat mutlak [2].

Untuk sistem nirkabel gelombang milimeter yang bekerja di luar gedung, hujan juga memberikan masalah tersendiri dan merupakan salah satu tantangan terbesar bagi implementasi di daerah tropis dengan curah hujan yang sangat besar. Efek peredaman hujan terhadap gelombang radio mulai pada frekuensi di atas 10 GHz, ekivalen dengan panjang gelombang kurang dari 3 cm. Untuk gelombang radio dengan panjang gelombang dalam rentang tersebut, efek penghamburan oleh titik-titik hujan yang berdiameter maksimum sekitar 6 mm mulai terasa. Redaman hujan yang disebabkan oleh hamburan titik-titik hujan yang jatuh tersebar dalam ruang berbentuk kubus berukuran 1 m3 biasa dinyatakan dalam bentuk redaman spesifik γ atau Y yaitu redaman dalam dB per satuan jarak dalam km. Dengan

demikian redaman hujan total sepanjang suatu lintasan radio dapat dihitung sebagai berikut [2]:

A=∫ dB (2.7)

dengan l menyatakan posisi dalam kilometer sepanjang lintasan yang menghubungkan antena pemancar dan penerima, sedangkan L menyatakan panjang lintasan dalam km.

Berdasarkan penjabaran di atas, redaman total dalam dB yang terjadi sepanjang suatu lintasan radio secara umum dapat dituliskan sebagai berikut [2]:

Ltot= Lfs+ Ldif + A dB (2.8)

Sedangkan daya yang diterima dalam skala decibel (dBm atau dBW) adalah [1]:

(14)

Formulasi yang lengkap untuk persamaan (2.9) harus melibatkan pula rugi-rugi transmisi, konektor, ketidaktepatan arah antena dan sebagainya.

2.5 Intensitas Hujan dan Redaman Hujan 2.5.1 Pendahuluan

Redaman pada sistem komunikasi yang menggunakan gelombang radio pada frekuensi gelombang mikro dan milimeter redaman merupakan efek yang paling berpengaruh pada sistem komunikasi yang mana dengan semakin tinggi frekuensi yang digunakan maka redaman yang ditimbulkan semakin besar. Redaman tersebut dapat berasal dari rugi-rugi free space dan zat-zat yang terdapat pada atmosfer seperti oksigen, uap air, awan kabut, salju, dan hujan yang dapat menurunkan performansi sistem komunikasi [8].

2.5.2 Intensitas Hujan

Hujan merupakan fenomena yang menjadi bagian dari siklus air yang berlangsung secara alamiah. Sebagai akibat dari penguapan air di permukaan bumi, uap yang terkumpul bersama-sama pada ketinggian tertentu akan mengalamai kondensasi dan jatuh kembali ke permukaan bumi sebagai hujan. Berdasarkan proses terjadinya hujan, terdapat beberapa kategori penting dari hujan. Masing-masing memiliki karakteristik intensitas, ruang, dan waktu yang berbeda yang berpengaruh terhadap kinerja sistem komunikasi gelombang milimeter. Jenis-jenis hujan tersebut adalah:

1. Hujan stratiform, yaitu hujan yang berawal dari lapisan-lapisan bentangan awan stratus yang terbentuk dengan terangkatnya uap air atau kabut dari

(15)

permukaan. Hujan stratiform ditandai oleh hujan merata dengan rentang waktu dan ruang yang luas dengan intensitas hujan rendah sampai sedang, dapat berlangsung sangat lama pada daerah yang luas.

2. Hujan konvektif diawali oleh awan konvektif atau cumulus yang umumnya memiliki dimensi vertikal yang besar dengan batas horizontal yang jelas, terjadi karena naiknya udara hangat sampai pada ketinggian udara yang cukup dingin sehingga terjadi kondensasi melalui proses konveksi. Jika awan cumulus mencapai ketinggian titik beku air, maka hujan lokal dengan rentang waktu dan ruang yang sempit, namun memiliki intensitas yang relatif tinggi. Hujan stratiform dapat terjadi bersamaan dengan hujan pada wilayah yang bersambungan.

3. Hujan orografis adalah hujan yang terjadi di daerah pegunungan yang perlu dibedakan dari dua jenis hujan lainnya karena proses kejadiannya yang berbeda. Angin membawa uap air dari dataran rendah naik ke atas gunung sehingga terjadi proses pendinginan adiabatik, kondensasi, dan akhirnya hujan.

Berbagai besaran yang mengkuantifikasi fenomena hujan sangat terkait dengan distribusi ukuran titik hujan. Jika diasumsikan bahwa buir titik hujan berbentuk bola sempurna, maka volume bola titik hujan dapat dinyatakan oleh diameternya. Distribusi diameter titik hujan (DSD atau drop size distribution) menyatakan jumlah titik-titik hujan yang memiliki diameter (mm) di dalam suatu rentang tertentu per m3 volume ruang yang diamati, sehingga seringkali dinyatakan dalam satuan butir/m3mm.

(16)

Setelah melalui tahap pembentukan titik hujan, ukuran titik-titik hujan yang jatuh ditentukan oleh proses menyatunya titik-titik hujan menjadi titik hujan tunggal yang berukuran lebih besar, serta pecahnya titik hujan berukuran besar yang tidak stabil menjadi titik-titik hujan yang berukuran lebih kecil. Butir titik hujan mulai tidak stabil dan akan pecah menjadi butir-butir yang lebih kecil ketika diameternya mencapai sekitar 6 mm [9]. Beberapa besaran penting yang mengkuantifikasi sebuah peristiwa hujan di antaranya adalah intensitas hujan atau curah hujan, kandungan air, faktor reflektifitas radar, dan redaman gelombang radio. Dua besaran yang sering dibahas secara umum adalah intensitas hujan dan redaman gelombang radio.

Intensitas hujan atau curah hujan menyatakan ketinggian air yang terkumpul akibat hujan per satuan waktu, biasanya dinyatakan dalam mm/jam. Dengan asumsi bahwa titik – titik hujan tersebar dalam ruang secara seragam, besarnya curah hujan tidak tergantung kepada luas permukaan datar untuk menampung air hujan. Intensitas hujan R (mm/jam) pada suau titik lokasi pada suatu saat tertentu dapat diperoleh dari DSD yang terukur di tempat dan waktu tersebut dengan persamaan berikut [2]:

R = 6 x 10-4π ∫ v(D) ( ) (2.13)

dengan v(D) menyatakan kecepatan jatuh titik hujan dengan diameter ekivalen sebesar D mm [2]:

28D2 D≤ 0.075 mm

4.5D–0.18 0.075 mm < D≤ 0.5 mm

v(D) = 4.0 + 0.07 0.5 mm < D≤ 1.0 mm (2.14)

(17)

Variasi curah hujan terjadi pada beberapa dimensi. Pertama, pada sebuah peristiwa hujan, curah hujan berubah terhadap waktu dalam orde menit atau jam. Demikian pula frekuensi terjadinya hujan beserta tingkat intensitas hujan bergantung kepada musim. Kedua, curah hujan juga bervariasi dlam ruang, baik vertikal maupun horizontal. Secara horizontal, terdapat variasi skala kecil, menengah, dan besar. Variasi skala kecil terjadi dalam radius beberapa kilometer, terlihat terutama pada hujan konvektif yang lebat, bersifat lokal, dan berlangsung relatif singkat. Sedangkan jenis hujan stratiform cenderung memiliki curah hujan yang relatif kecil dengan jangka waktu yang lama. Variasi skala kecil ini dimanfaatkan untuk menerapka teknik diversity untuk mengatasi efek peredaman hujan yang dapat merusak kualitas sinyal.

Variasi skala menengah terjadi pada kawasan yang berorde beberapa puluh atau ratus kilometer, di mana korelasi kejadian hujan antar dua wilayah cukup kecil. Variasi skala menengah biasanya dimanfaatkan untuk menerapkan teknik

site diversity pada sistem komunikasi satelit pita Ka dan Ku. Sedangkan variasi

skala besar terjadi secara global akibat perbedaan iklim. Sebagai contoh, wilayah Indonesia yang beriklim tropis maritime cenderung beriklim basah yang ditandai oleh seringnya terjadi hujan lebat, sangat berbeda dengan daerah subtropis dan sekitar kutub yang memiliki curah hujan lebih rendah. Sifat daerah tropis maritim dengan curah hujan tinggi inilah yang mendasari perlunya dirancang metode khusus untuk menjaga kinerja sistem komunikasi nirkabel gelombang milimeter.

(18)

2.5.3 Redaman Hujan

Peredaman gelombang radio oleh hujan atau sering disebut redaman hujan, adalah besarnya rasio daya yang sampai di penerima pada kondisi cuaca cerah dan pada kondisi hujan. Redaman hujan dalam desibel yang terjadi pada lintasan sepanjang 1 km, dengan asumsi intensitas hujan yang seragam sepanjang lintasan tersebut, disebut sebagai redaman spesifik. Redaman spesifik Y (dB/km) merupakan nilai yang berlaku pada suatu titik lokasi tertentu pada suatu waktu tertentu pula dan dapat dikaitkan dengan DSD pada titik tersebut sebagai berikut [2]:

Y

V/H

=

( ) ∫ Im [ ( )] ( ) dD (2.15)

dengan λ menyatakan panjang gelombang dalam meter, fV/H (D) menyatakan

forward scattering amplitude dalam satuan meter untuk butir titik hujan dengan

diameter ekivalen D mm, Im [.] menyatakan bagian imajiner dari argumen, sedangkan subskrip V atau H menyakan polarisasi gelombang radio.

Karakterisitik statistik curah hujan pada suatu wilayah tertentu tergambar dari fungsi distribusi kumulati (CDF atau cumulative distribution function) atau komplemennya (CCDF atau complementary cumulative distribution function). Fungsi distribusi tersebut biasanya diperoleh dari hasil pengukuran selama beberapa tahun. Dari kurva CCDF yang dinyatakan dalam grafik semilogaritmik dapat diperoleh estimasi persentil ke – p, Rp, yang didefinisikan sebagai berikut

[2]:

Pr (R > Rp) = p % (2.16)

(19)

Pada sistem komunikasi dengan menggunakan gelombang radio dengan frekuensi di atas 10 GHz redaman yang disebabkan oleh partikel-partikel di udara sangat berpengaruh adalah redaman yang disebabkan oleh hujan dan salju. Untuk daerah tropis yang mempunyai curah hujan tinggi maka redaman yang sangat berpengaruh adalah redaman disebabkan oleh hujan atau disebut dengan redaman hujan. Pada sistem transmisi pada kondisi hujan, antena transmitter akan memancarkan elektromagnetik yang bertabrakan dengan titik hujan sehingga akan terjadi beberapa fenomena seperti redaman, depolarisasi gelombang dan

scattering. Fenomena tersebut mempunyai efek yang dapat menurunkan

performansi sistem komunikasi atau mengurangi kualitas dari komunikasi. Hal ini disebabkan karena adanya absorbsi dan scattering atau hamburan oleh titik hujan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Hamburan oleh titik hujan

Semakin besar intensitas hujan, semakin banyak pula butir-butir titik hujan yang berpotensi menghamburkan dan menyerap gelombang elektromagnetik pada pita milimeter. Untuk mendesain sistem komunikasi yang lebih reliable atau

(20)

sistem yang tahan terhadap efek redaman hujan maka perlu untuk mengetahui parameter-parameter dari hujan sehingga dapat mengkompensasi redaman hujan.

Redaman spesifik adalah redaman yang terjadi pada satu titik pada ruang sepanjang lintasan dengan hubungan antara redaman spesifik Y (dB/km) dan curah hujan R (mm/h) sebagai fungsi frekuensi dengan menggunakan persamaan (2.23) berikut [10]:

Y((x) = aRb(x), (2.10

dengan :

a dan b = parameter yang tergantung pada polarisasi dan frekuensi gelombang

radio.

Redaman hujan pada lintasan dari suatu lintasan propagasi dengan panjang L (km) dapat dinyatakan [10]:

A=∫ ( ) , (2.11)

dengan:

A = redaman hujan (dB)

R(z) = curah hujan (mm/h) pada suatu titik

a dan b = parameter yang tergantung pada polarisasi dan frekuensi gelombang

radio

(21)

Tabel 1.3 Parameter k dan α terhadap frekuensi dan polarisasi Frequency (GHz) kH kV αH αV 1 2 4 6 7 8 10 12 15 20 25 30 35 40 45 50 60 70 80 90 100 120 150 200 300 400 0.0000387 0.000154 0.000650 0.00175 0.00301 0.00454 0.0101 0.0188 0.0367 0.0751 0.124 0.187 0.263 0.350 0.442 0.536 0.707 0.851 0.975 1.06 1.12 1.18 1.31 1.45 1.36 1.32 0.0000352 0.000138 0.000591 0.00155 0.00265 0.00395 0.00887 0.0168 0.0335 0.0691 0.113 0.167 0.233 0.310 0.393 0.479 0.642 0.784 0.906 0.999 1.06 1.13 1.27 1.42 1.35 1.31 0.912 0.963 1.121 1.308 1.332 1.327 1.276 1.217 1.154 1.099 1.061 1.021 0.979 0.939 0.903 0.873 0.826 0.793 0.769 0.753 0.743 0.731 0.710 0.689 0.688 0.683 0.880 0.923 1.075 1.265 1.312 1.310 1.264 1.200 1.128 1.065 1.030 1.000 0.963 0.929 0.897 0.868 0.824 0.793 0.769 0.754 0.744 0.732 0.711 0.690 0.689 0.684

2.6 Sistem Komunikasi Yang Menggunakan Kanal Gelombang Milimeter 2.6.1 Local Multipoint Distribution Service (LMDS)

Local Multipoint Distribution Service (LMDS) adalah sistem komunikasi Wireless broadband point-to-multipoint communication yang beroperasi pada

frekuensi sekitar 28 GHz sampai 31 GHz (tetapi di Eropa bisa mencapai 40 GHz) yang dapat membawa informasi video, suara dan data dengan pemanfaatan lebar pita frekuensi sekitar 1 GHz [12]. Untuk penggunaan frekuensi LMDS tergantung standar pada tiap negara. Sistem LMDS menggunakan sistem seluler untuk arsitektur jaringannya dengan sisi penerimanya tetap, tidak bergerak seperti pada

(22)

system mobile communication. Untuk bandwidth LMDS dialokasikan untuk

mengirimkan layanan broadband dengan konfigurasi point atau

point-to-multipoint yang digunakan untuk pelanggan perumahan maupun komersial [11].

Penggunaan frekuensi yang relatif sangat tinggi yaitu pada pita gelombang milimeter kondisi line of sight (LOS) harus dipenuhi sehingga pada sistem komunikasi LMDS sel yang terlingkupi pada umumnya berjarak sekitar 1 –5 km. Jarak tempuhnya yang terbatas ini pada umumnya disebabkan karakteristik propagasi sinyal pada frekuensi tinggi mengalami banyak redaman, akibatnya sangat rentan terhadap kondisi lingkungan, terutama akibat hujan.

Besarnya alokasi spektrum yang digunakan memampukan sistem LMDS untuk mendukung layanan-layanan broadband. Jenis layanan yang disediakan oleh sistem LMDS antara lain [13] :

1. Layanan Data Berkecepatan Tinggi. a. Peer to peer (Symetric) services b. Client/server (asymetric) services

Jaringan bisa terbentuk sendiri atau umum. Kecepatan data downstream biasanya 15 Mbps sampai 55 Mbps, sedangkan kecepatan upstream dari 64 Kbps sampai 44 Mbps.

2. Layanan suara atau telepon.

Kecepatan dari layanan telepon adalah pada ISDN, E1, dan E3. 4. Layanan video.

5. Video on demand.

(23)

7. Broadcast video, yang dapat disediakan dalam bentuk analog (PAL) maupun digital (MPEG).

Pada Gambar 2.9 ditunjukkan layanan-layanan yang disediakan oleh LMDS.

Gambar 2.10 Arsitektur Sistem LMDS [12]

Untuk membangun sebuah sistem LMDS perlu diperhatikan beberapa parameter. Parameter ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pembangunan sistem yang nyata. Adapun parameter tersebut adalah seperti prediksi pelanggan,

link budget berupa redaman, kualitas transmisi, daya pancar, level sinyal terima,

EIRP dan site planning [13]. Pada perhitungan link budget LMDS rugi-rugi lintasan (redaman) tidak hanya disebabkan oleh rugi-rugi ruang bebas melainkan telah dipengaruhi oleh redaman hujan dan penyerapan oleh gas seperti yang ditunjukkan pada persamaan (2.12) [13]. Hal ini disebabkan karena pada penggunaan frekuensi di atas 10 GHz terjadi efek scattering dan absorbtion yang disebabkan oleh partikel hujan sehingga dapat menurunkan kualitas komunikasi.

(24)

PT= C/N - GT- GR–204 + LTX + LRX+ LFS+ Lhujan+ NF +10 log BW + FM

(2.12) PT= Daya pancar

LTX= Redaman saluran pada pemancar

LRX= Redaman saluran pada penerima

LFS= Redaman lintasan (redaman ruang bebas)

Lhujan= Redaman hujan

GT= Gain pada pemancar

GR= Gain pada penerima

C/N = Nilai perbandingan antara sinyal yang diterima dengan noise yang diterima.

FM = Fading Margin .

2.6.2 Komunikasi Point to Point LTE

Long Term Evolution (LTE) adalah sebuah nama yang diberikan kepada

suatu proyek dalam The Third Generation Partnership Project (3GPP) untuk mengembangkan standar komunikasi bergerak Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) dalam mengatasi kebutuhan mendatang.

Menurut standar, LTE memberikan kecepatan uplink hingga 50 megabit per detik (Mbps) dan kecepatan downlink hingga 100 Mbps [14]. Perhitungan link budget LTE ada beberapa jenis antara lain link budget uplink, link budget downlink dan

link budget point to point. Perhitungan link budget yang telah memperhitungkan

(25)

Pada teknologi LTE yang dimaksud dengan komunikasi point to point adalah komunikasi antara dua eNode-B. Parameter yang digunakan pada komunikasi

point to point ini adalah sebagai berikut [14] :

1. Lokasi eNodeB

2. Frekuensi kerja yaitu : 8GHz, 13GHz, 15GHz dan 22GHz 3. Jarak antar eNode-B

4. Penguatan Antena (dB) 5. EIRP

6. Rugi–rugi lintasan 7. Free Space Loss (dB) 8. Redaman Hujan (dB)

9. Receive Signal Level–RSL (dBm)

10. Fresnel Zone

Adapun parameter masukan dan keluaran perhitungan link budget pada komunikasi point to point LTE dapat dilihat pada Lampiran D.

Gambar

Gambar 2.1 Gelombang elektromagnetik
Gambar 2.2 Polarisasi gelombang radio
Tabel 1.1 Pita-pita frekuensi
Tabel 1.2 Pita frekuensi gelombang mikro
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam meninjau permasalahan yang dihadapi, langkah kerja yang dilakukan adalah mengumpulkan dan mengaitkan teori-teori yang relevan dengan permasalahan penentuan

Ini berarti bahwa penelitian kualitatif bekerja di dalam setting yang alamiah, dan berupaya memahami dan memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat dari makna yang

Skripsi yang berjudul : Korelasi Motivasi Terhadap Kemandirian Belajar Mahasiswa Pendidikan Matematika Angkatan 2018 UIN Antasari Banjarmasin di Masa Pandemi, Nama Suhartinah, NIM

Puji syukur atas kehadiran ALLAH SWT dan Junjungan Baginda Besar Nabi Muhammad SAW sebagai panutan dan kekasihnya, yang telah memberi rahmat dan karunia yang

Sedangkan apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara langsung dialami oleh lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi, maka

Masalah seperti ini dapat melatih keteram- pilan siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga menjadi terbiasa menggunakan stra- tegi tertentu, (d) Masalah teka-teki, seringkali

(Diharapkan siswa mampu menjawab bahwa luas persegipanjang yang dibangun dari potongan I, II, dan III adalah L = ½ at). g) Melalui diskusi dn pengarahan guru, diharapkan

Buku pengayaan pengetahuan ini selain dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan tentang sejarah-sejarah negeri Patani dahulu juga dapat meningkatkan keterampilan membaca