• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Program Kerja WPA dengan Stigma dan Diskriminasi Terhadap ODHA pada Anggota WPA di Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Program Kerja WPA dengan Stigma dan Diskriminasi Terhadap ODHA pada Anggota WPA di Surakarta"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PROGRAM KERJA WPA DENGAN STIGMA DAN

DISKRIMINASI TERHADAP ODHA PADA ANGGOTA WPA DI

SURAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

NAILI CITRADI WIDAYATI J 410 150 048

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2019

(2)
(3)
(4)
(5)

1

HUBUNGAN PROGRAM KERJA WPA DENGAN STIGMA DAN DISKRIMINASI TERHADAP ODHA PADA ANGGOTA WPA DI

SURAKARTA

Abstrak

Di Surakarta jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS dari 2005 – Juni 2018 adalah 641 kasus yang terdiri dari 260 kasus HIV, 381 kasus AIDS. Terdapat 153 anggota WPA di 5 Kecamatan. Munculnya stigma disebabkan karena kurangnya keterlibatan masyarakat dalam setiap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS seperti penyuluhan kesehatan tentang HIV/AIDS. Salah satu upaya pengurangan stigma yaitu pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dengan membentuk WPA (Warga Peduli AIDS) yang mana WPA dapat melaporkan temuan-temuan yang ada, berkoordinasi dengan puskesmas setempat, serta mengumpulkan warga lingkungan agar mau untuk disosialisasikan HIV dan AIDS melalui forum warga yang telah ada. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan program kerja WPA dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA pada anggota WPA di Surakarta. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi penelitian adalah anggota WPA (Warga Peduli AIDS) sebanyak 153 orang. Sampel diambil sebanyak 99 orang dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik chi-square test . Derajat kepercayaan yang digunakan 95% dan taraf kesalahan 5%. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 April 2019 sampai 27 April 2019 di Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara program kerja WPA dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA (p=0,501) pada anggota WPA di Surakarta.

Kata Kunci : peran WPA, stigma, HIV/AIDS, ODHA

Abstract

In Surakarta the cumulative number of HIV/ AIDS cases from 2005 - June 2018 was 641 cases consisting of 260 HIV cases, 381 AIDS cases. The emergence of stigma is due to a lack of community involvement in any HIV/ AIDS prevention and prevention efforts such as health education on HIV/ AIDS. One effort to reduce stigma is HIV/ AIDS prevention and control by forming WPA (Citizens Care for AIDS) in which WPA can report on existing findings, coordinate with the local health center, and gather environmental residents to want to be socialized by HIV and AIDS through existing citizen forums. This study aimed to analyze the relationship between WPA work programs and the stigma and discrimination against ODHA in WPA members in Surakarta. The type of this research observational analytic with cross sectional research design. The degree of trust used 95% and the level of error 5%. This research was conducted on April 15, 2019 until April 27, 2019 in Surakarta. The

(6)

2

results showed that there was no significant relationship between the WPA work program and the stigma and discrimination against ODHA (pvalue 0.501) in WPA members in Surakarta.

Keywords : the role of WPA, stigma, HIV / AIDS, ODHA

1. PENDAHULUAN

Stigma dan diskriminasi merupakan hambatan terbesar dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Stigma berasal dari pikiran individu yang takut jika berada dekat dengan ODHA. Munculnya stigma dan diskriminasi dapat disebabkan karena kurangnya keterlibatan masyarakat dalam setiap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Akibatnya, banyak masyarakat yang kurang mendapatkan informasi yang tepat mengenai HIV/AIDS, khususnya dalam mekanisme penularan HIV/AIDS (Wati dkk, 2017).

Munculnya stigma dan diskriminasi dapat disebabkan karena kurangnya keterlibatan masyarakat dalam setiap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS seperti penyuluhan kesehatan tentang HIV/AIDS. Akibatnya, banyak masyarakat yang kurang mendapatkan informasi yang tepat mengenai HIV/AIDS, khususnya dalam mekanisme penularan HIV/AIDS. Perilaku diskriminatif pada ODHA tidak hanya melanggar hak asasi manusia, melainkan juga sama sekali tidak membantu upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS (Wati dkk, 2017).

Adanya stigma pada ODHA akan mengakibatkan berbagai dampak seperti isolasi sosial, penyebarluasan status HIV dan penolakan dalam berbagai lingkup kegiatan kemasyarakatan seperti dunia pendidikan, dunia kerja, dan layanan kesehatan. Tingginya penolakan masyarakat dan lingkungan akan kehadiran orang yang terinfeksi HIV/AIDS menyebabkan sebagian ODHA harus hidup dengan menyembunyikan status (Maman dkk, 2009). Salah satu penelitian di Iran menemukan prevalensi stigma dan persepsi negatif terhadap ODHA berkisar 46-69%. Penelitian Shaluhiyah, et al menunjukkan hampir separuh dari responden (49,7%) memiliki sikap negatif terhadap ODHA (Situmeang, 2017).

(7)

3

Warga Peduli AIDS (WPA) merupakan sebuah ikhtiar (usaha) dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di masyarakat, dan suatu gerakan partisipasi masyarakat, sehingga target pencapaian tidak bias diukur dengan waktu yang cepat, apa lagi ditarget dengan menggunakan sistem program yang biasa dilakukan (KPAN, 2010). Kelompok masyarakat yang tergabung dalam WPA terdiri dari masyarakat baik di tingkat Desa, Kelurahan, Rukun Warga (RW), Dusun, Blok dan tingkatan sejenis.

Pencegahan dan penanggulangan berupa melaporkan temuan kasus HIV/AIDS, sangat penting dilakukan mengingat kejadian kasus HIV/AIDS cukup tinggi. Persebaran HIV secara merata di berbagai negara dengan kasus tertinggi berada pada benua Afrika, yang menduduki peringkat pertama dengan jumlah 25,7 juta jiwa dan kasus tertinggi kedua pada negara di Asia Tenggara dengan jumlah 3,5 juta jiwa. Sedangkan jumlah terendah orang yang terinfeksi virus HIV terdapat di pasifik barat dengan berjumlah 1,9 juta orang (WHO, 2017).

Indonesia menduduki peringkat pertama pada tahun 2017 yang diestimasikan sebagai penyumbang ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) terbanyak di Asia Tenggara yaitu sebesar 630.000 jiwa yang kemudian disusul oleh Thailand sebesar 440.000 jiwa. Jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005 - 2017 mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Desember 2017 sebanyak 280.623 jiwa (Ditjen P2P kemenkes RI, 2018).

Provinsi Jawa Tengah saat ini menduduki peringkat ke-5 terbesar terkait jumlah infeksi HIV di Indonesia yaitu sebesar 22.292kasus (7,9%) setelah DKI Jakarta 51,981 kasus (18,5%), Jawa Timur sejumlah39.633 kasus (14,1%), Papua 29.083kasus (10,36%)dan Jawa Barat 28.964 kasus (10,32%). Kota Surakarta juga menjadi penyumbang terbesar dalam kasus HIV/AIDS dengan jumlah kumulatif kasus HIV tahun 2017 sebesar 404 jiwa(Ditjen P2P Kemenkes RI, 2017).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta, jumlah kasus HIV sebanyak 102 kasus di bulan Juni – Agustus 2018 (Dinkes, 2018). Jumlah kumulatif

(8)

4

kasus HIV/AIDS di Surakarta dari 2005 – Juni 2018 adalah 641 kasus yang terdiri dari 260 kasus HIV, 381 kasus AIDS (KPA Surakarta, 2018).

Terdapat 153 anggota WPA dengan penguatan legalitas dari Kepala Kelurahan di Surakarta yang mana terdapat 50% anggota WPA yang masih aktif dalam melaksanakan tugasnya sebagai apresiasi terhadap program pencegahan yang berbasis pada masyarakat. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) sudah membuat program meliputi penyuluhan dan pelatihan kepada anggota WPA untuk mengurangi stigma, namun program tersebut masih belum efektif dikarenakan masih ada anggota WPA yang melakukan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA (KPA Surakarta, 2018).

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan KPA Surakarta dengan membagikan kuesioner kepada anggota WPA didapatkan hasil 80% anggota WPA yang sudah mengetahui pengetahuan dasar HIV tetapi masih melakukan stigma dan diskriminasi, sedangkan 20% anggotaWPA belum mengetahui pengetahuan dasar HIV dan masih melakukan stigma dan diskriminasi. Bentuk stigma dan diskriminasi yang dilakukan oleh anggota WPA yaitu tidak memperbolehkan ODHA tinggal dilingkungan sekitar mereka, dikarenakan mereka takut tertular (KPA, Surakarta 2018).

Berjalannya program yang telah dilakukan, KPA memegang harapan besar akan keberlanjutan program pencegahan, meningkatkan kerjaWPA serta mampu menurunkan angka stigma terhadap ODHA di Surakarta. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan program kerja WPA dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA pada anggota WPA di Surakarta.

2. METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada 15 April – 27 April 2019, dan tempat penelitian dilakukan di 3 Kecamatan yaitu Banjarsari, Jebres dan Pasar Kliwon yang terdiri dari 33 Kelurahan di Kota Surakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah anggotaWPA yang berjumlah 153 yang tersebar di 5 kecamatan di

(9)

5

Surakarta. Teknik atau pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cluster Random Sampling. Diperoleh sampel 3 Kecamatan penelitian sebanyak 99 anggota WPA. Analisis data yang dilakukkan untuk mendeskripsikan variabel independen yang diteliti yaitu program kerja WPA dengan Stigma dan Diskriminasi pada ODHA, serta variable dependen menggunakan uji statistik chi square test.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden WPA dengan Stigma dan diskriminasi pada ODHA di Surakarta tahun 2019

Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA

Karakteristik Rendah Tinggi Total

n % n % N % Umur 20-30 Tahun 0 0,0 6 8,1 6 100 31-40 Tahun 2 8,0 8 10,8 10 100 41-50 Tahun 8 32,0 27 36,5 35 100 51-60 Tahun 11 44,0 19 25,7 30 100 61-70 Tahun 3 12,0 12 16,2 15 100 71-80 Tahun 1 4,0 2 2,7 3 100 Rata-rata 50,24 Minimum 20 Tahun Maximum 72 Tahun Jenis Kelamin Laki-laki 5 20,0 25 33,8 30 100 Perempuan 20 80,0 49 66,2 69 100 Pendidikan Tamat SMP 1 3,4 1 1,4 2 100 Tamat SMA/SMK 22 75,9 38 54,3 60 100

Tidak tamat SMA/SMK 1 3,4 2 2,9 3 100

Tamat D1/D3 3 10,3 8 11,4 11 100

Tamat D4/S1-S3 2 6,9 21 30,0 23 100

Karakteristik

Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA

Total

(10)

6 n % n % N % Pekerjaan Swasta 7 24,1 25 35,7 32 100 Wiraswasta 8 27,6 16 22,9 24 100 PNS/TNI/BUMN/ BUMD 3 10,3 4 5,7 7 100 Buruh 1 3,4 1 1,4 2 100 Lainnya 10 34,5 24 34,3 34 100

Lama Menjadi Anggota

0-3 Tahun 14 48,3 27 38,6 41 100 >3 Tahun 15 51,7 43 61,4 58 100 Mengikuti Pelatihan Iya 11 11,2 87 88,8 98 100 Tidak 1 33,3 2 66,7 3 100 Mengikuti Penyuluhan Iya 11 11,2 87 88,8 98 100 Tidak 1 100 0 0 1 100 Memberikan Info Iya 29 100 70 100 99 100 Tidak 0 0 0 0 0 0 Total 99 100

Berdasarkan Tabel 1 karakteristik responden, kelompok umur dengan stigma dan diskriminasi tinggi terhadap ODHA pada umur 41-50 tahun sebanyak 27 orang (36,5%) dengan rata-rata umur responden sebesar 50,24 tahun. Umur termuda pada umur 20 tahun dan umur tertua pada umur 72 tahun. Responden berstigma tinggi terhadap ODHA berjenis kelamin perempuan sebanyak 49 orang (66,2%).

Pada tingkat pendidikan responden dengan stigma dan diskriminasi tinggi terhadap ODHA paling banyak adalah tamat SMA/SMK, yaitu sebanyak 38 orang (54,3%) dan berstigma rendah pada tamat SMP sebanyak 1 orang (1,4%). Pekerjaan responden dengan stigma dan diskriminasi tinggi terhadap ODHA paling banyak adalah Swasta, sebanyak 25 orang (35,7%). Responden yang telah bergabung menjadi anggota WPA berstigma tinggi terhadap ODHA yaitu anggota WPA yang > 3 tahun lamanya menjadi anggota WPA sebanyak 43 orang (61,4%).

Pada bentuk kegiatan yang telah diberikan oleh KPA kepada anggota WPA yang sudah mengikuti kegiatan pelatihan dan masih melakukan stigma dan

(11)

7

diskriminasi terhadap ODHA sebanyak 87 orang (88,8%). Bentuk kegiatan berupa penyuluhan yang sudah di ikuti oleh anggota WPA dan masih melakukan stigma dan diskriminasi tinggi terhadap ODHA sebanyak 87 orang (88,8%). Responden yang sudah memberikan info kepada masyarakat mengenai HIV/AIDS dan masih melakukan stigma dan diskriminasi tinggi terhadap ODHA sebanyak 70 orang (100%).

3.2 Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan uji statistik untuk menggambarkan karakteristik responden program kerja anggota WPA dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA pada anggota WPA ditampilkan pada table 2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi program kerja anggota WPA dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA pada anggota WPA.

Variabel Penelitian Frekuensi (n) Persen (%) Peran WPA Baik 74 74,7 Kurang Baik 25 25,3 Stigma Tinggi 70 70,7 Rendah 29 29,3 Total 99 100

Tabel 2 menunjukan, hasil tersebut menunjukkan bahwa karakteristik responden di Kota Surakarta sebagian besar program kerja WPA baik sebanyak 74 orang (74,7%), serta program kerja WPA yang kurang baik sebanyak 25 orang (25,3%) dan memiliki stigma dan diskriminasi yang tinggi sebanyak 70 orang (70,7%).

3.3 Analisi Bivariat

Analisis bivariat menunjukkan hasil uji statistik hubungan program kerja anggota WPA dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA pada anggota WPA di Surakarta di tampilkan pada table 3.

(12)

8

Tabel 3. hubungan program kerja anggota WPA dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA pada anggota WPA di Surakarta.

Variabel Penelitian

Stigma Terhadap ODHA

Total P value Koefisien phi Rendah Tinggi N % n % n % Peran WPA Baik 23 79,3 51 52,3 74 100 0,501 0,506 Kurang Baik 6 20,7 19 27,1 25 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa, berdasarkan hasil analisis hubungan antara variabel program kerja WPA dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA menunjukkan p value sebesar 0,501 > 0,05 yang berarti bahwa Ho diterima yaitu tidak ada hubungan antara pram kerja anggota WPA dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA pada anggota WPA. Program kerja WPA baik memiliki stigma dan diskriminasi tinggi lebih besar dari pada program kerja WPA yang kurang baik ini di tunjukkan dengan presentase sebesar 52,3% dibandingkan dengan 27,1%. Nilai koefisien phi adalah 0,506 sehingga memiliki keeratan hubungan yang sedang.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Chi-Square dengan nilai p value sebesar 0,501 yang berarti bahwa program kerja WPA tidak memiliki hubungan dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA di Surakarta tahun 2019. Responden yang memiliki stigma dan diskriminasi terhadap ODHA tinggi program kerja WPA baik lebih besar dari responden yang memiliki stigma dan diskriminasi tinggi program kerja WPA kurang baik. Ditunjukkan dengan persentase sebesar 52,3% dibandingkan dengan 27,1%.

Hal ini sejalan dengan penelitian Wati (2017) menyebutkan bahwa usia (p=0,642), jenis kelamin (konstan), pendidikan terakhir (p=0,144), pekerjaan (p=0,695), lama bergabung dengan WPA (p=1,000), dan dukungan kelompok kerja WPA (p=0,120) tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku

(13)

9

diskriminatif pada ODHA (p≥0,05). Akan tetapi, penelitian ini bertentangan dengan Latifah (2011) yang menyatakan masyarakat madani berperan besar dalam mengatasi persoalan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Hasil studi kasus di lndramayu menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap ODHA tidak lagi negatif berkat peran dari tokoh agama yang menyosialisasikan bahwa penyakit tersebut bukan kutukan dari Tuhan serta penelitian Sasono (2017) yang menyatakan bahwa nilai p value < 0,005 yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna sebelum dan sesudah ODHA bergabung mengikuti kegiatan WPA Cahaya Care Turen di Wilayah Kerja Puskesmas Turen Kabupaten Malang sebanyak 17 orang (74%).

Menurut Paryati, dkk (2011) faktor lain yang dapat mempengaruhi peran WPA terhadap stigma adalah tingkat pengetahuan, persepsi, pendidikan dan lama bekerja ini mempengaruhi terjadinya stigma dan diskriminasi karena seseorang yang sudah lama bekerja cenderung mempunyai wawasan yang lebih luas dan pengalaman yang lebih banyak, dimana hal ini memegang peranan penting dalam perubahan perilaku seseorang. Latar belakang pendidikannya mempengaruhi skor stigma dan diskriminasi terhadap ODHA (Mahendra, 2006).

Program Kerja WPA mengenai HIV/AIDS sangat mempengaruhi individu tersebut dalam melakukan stigma dan diskrimiasi terhadap ODHA. Ini dikarenakan faktor lain seperti pengetahuan kurang (62,7%), persepsi negatif tidak pernah berinterakti dengan ODHA (92%), status ekonomi keluarga rendah (58%) dan orang yang berjenis kelamin perempuan (67,9%) (Febrianti, 2016), Akan tetapi, dari hasil analisis yang telah dilakukan ada atau tidaknya program kerja WPA dalam penanggulangan HIV/AIDS tidak mengurangi stigma dan diskriminasi yang terjadi pada ODHA, padahal stigma dan perilaku diskriminatif merupakan penghalang terbesar dalam upaya pencegahan dan penularan HIV/AIDS. Sehingga, salah satu upaya untuk mengurangi stigma dan diskriminasi masyarakat pada ODHA adalah dengan memberikan informasi yang lengkap mengenai HIV/AIDS, khususnya mengenai stigma dan diskriminasi baik melalui penyuluhan maupun konseling (Wati, 2017).

(14)

10

Hal itu terlihat dari jawaban kuesioner tentang stigma dan diskriminasi terhadap ODHA tinggi pada pertanyaan nomor 3 dan 6, di dapatkan responden belum paham perihal ciri-ciri orang yang terkena HIV/AIDS yaitu pada pertanyaan Orang yang terkena HIV/AIDS memiliki badan yang sangat kurus sebanyak 42 orang (2,1%) padahal belum tentu orang yang terkena HIV/AIDS yang memiliki badan sangat kurus dan mereka beranggapan bahwa Jika saya tinggal bersama Orang yang terpapar HIV/AIDS saya akan tertular HIV/AIDS sebanyak 75 orang (0,75%). Berdasarkan pernyataan responden, penyakit HIV/AIDS dan ODHA sudah sering didengar, akan tetapi yang mereka dapatkan hanya sekedar pemahaman mengenai HIV/AIDS saja tidak mendalam menjelaskan ciri, penularan, gejala dan lain sebagainya. Penyuluhan yang sering diberikan oleh kader kesehatan adalah tentang perilaku hidup bersih dan sehat serta tentang kesehatan lingkungan, pemberian materi mengenai HIV/AIDS kepada anggota WPA hanya sebatas pengertian dan bahayanya saja sehingga perlu adanya perhatian dan pemberian materi yang lengkap kepada anggota WPA agar mereka tidak salah persepsi terhadap ODHA.

Pemahaman di tentukan oleh niat dan niat berperilaku dipengaruhi oleh sikap dan norma subjektif yang merefleksikan pengaruh sosial, serta control subjektif terhadap perilaku (Kusumaningrum, 2012).

4. PENUTUP 4.1 Simpulan

Berdasarkan karakteristik umur, responden yang berstigma tinggi terhadap ODHA terdapat pada umur 41-50 tahun sebanyak 27 orang (36,5%). Berdasarkan karaktristik pendidikan, responden yang memiliki stigma tinggi adalah berpendidikan tamat SMA/SMK sebanyak 38 orang (54,3%). Berdasarkan Program Kerja WPA baik memiliki stigma tinggi sebesar 52,3%. Tidak ada hubungan program kerja WPA dengan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA pada anggota WPA di Surakarta (p value = 0,501).

(15)

11 4.2 Saran

Anggota WPA rutin untuk mengikuti pelatihan maupun penyuluhan tentang HIV/AIDS dan berupaya aktif menggali informasi mengenai HIV/AIDS kepada tenaga kesehatan maupun melalui media internet agar tidak memberikan stigma terhadap ODHA.

Di harapkan petugas kesehatan maupun KPA memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada pengurus maupun anggota WPA secara rutin dan lebih menekankan penjelasan tentang cara penularan maupun pencegahan HIV/AIDS dan dapat juga selalu memberikan informasi kepada pengurus atau anggota WPA melalui grup di media sosial seperti whatsapp. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pengurus WPA maupun anggota WPA di setiap kelurahan agar penyebaran informasi merata dan dapat mengurangi stigma terhadap ODHA.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Castro, A. Farmer, P. (2005). Understanding And Addresing AIDS-Related Stigma :From Anthropological Theory To Clinical Practis In Haiti . Am J Public Health Jan. 95(1) 53-9.

Demartoto. Argyo. (2018). Warga Peduli AIDS Wujud Peran Serta Masyarakat Dalam Penanggulangan HIV/AIDS. Jurnal Analisa Sosiologi, Vol.7, No.1, 2018.

Dinas Kesehatan Surakatra. (2018). Jumlah Kasus HIV di Surakarta. Surakarta : Dinas Kesehatan Surakarta.

Ditjen P2P Kemenkes RI. (2018). Jumlah Kasus HIV/AIDS tahun 2017 Surakarta. Dinas Kesehatan Surakarta.

(16)

12

Klinis, Viral Load Dan Jumlah Cd4 Pada Pasien Human Immunodeficiency Virus (Hiv) / Acquired Immunodeficiency Syndrom (Aids) Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. Undergraduate Thesis : Diponegoro University.

Febrianti. (2016). Factor-faktor yang berhubungan dengan stigma terhadap orang dengan HIV dan AIDS (ODHA). jurnal Endurance 2 (2) Juni 2017(158-167).

Fiorillo, A., U. Volpe dan D. Bhugra. (2016). Psychiatry In Practice. Italy : Oxford University Press.

Hidayat, S,S . (2011). Metode Penelitian. Bandung : Mandar Maju.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Pedoman Manajemen

Program Pencegahan Penularan HIV Dan Sifilis Dari Ibu Ke Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Komisi Penanggulangan AIDS. (2010). Warga Peduli AIDS Perwujudan

Partisipasi Masyarakat Dalam Penanggulangan HIV Dan AIDS. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.

Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta. (2018). Data Kasus HIV/AIDS di Surakarta 2018. Komisi Penanggulangan AIDS.

Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta. (2018). Jumlah WPA di Surakarta tahun 2018. Komisi penanggulangan AIDS.

Kusumaninggrum, Tanjung A.I. (2012). Perilaku Ibu Terhadap Pemberian Pemahaman Kesehatan Reproduksi Pada Anak Putra Tunagrahita (Studi Kualitatif Pada Ibu Dari Siswa Sdlb-C Di Slb Negeri Wonogiri). [Skripsi]. Universitas Diponegoro.

Latifa, Ade dan Sri Sunarti P. (2011). Peran Masyarakat Madani dalam

Mengurangi Stigma dan Diskriminasi Terhadap Penderita HIV & AIDS. Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. VI, No. 2, 2011. Jakarta : LIPI Press. Maharani, Rini. (2014). Stigma dan Diskriminasi Orang dengan HIV/AIDS

(ODHA) pada Pelayanan Kesehatan di Kota Pekanbaru. Pekanbaru : STIKes Hang Tuah Pekanbaru.

(17)

13

Ma’arif, Achmad Wisnu. (2017). Diskriminasi orang dengan HIV/AIDS (ODHA). [Skripsi]. Yogjakarta : Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogjakarta.

Notoadmodjo. (2012). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Paryati, Tri dkk. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi stigma dan

Diskriminasi kepada ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) Oleh petugas Kesehatan. Bandung: Fakultas Kedokteran Padjajaran Bandung.

Pedoman Nasional. (2011). Tatalaksana Klinis Infeksi HIV Dan Terapi

Antirerroviral Pada Orang Dewasa. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI 2012.

Peraturan Menteri Kesehatan. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 87 tahun 2014 tentang pedoman pengobatan antiretroviral. Kementerian Kesehatan RI.

Pickett G, John J.H. (2009). Kesehatan Masyarakat Administrasi dan Praktik. Jakarta: EGC.

Retnowati, Misrina. (2017). Hubungan Pendidikan dan Kepercayaan dengan Stigma Tokoh Agama Terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Di Kabupaten Banyumas. (Online) http://www.ojs.akbidylpp.ac.id. Di akses pada 15 April 2019.

Richardson, D. (2002). Perempuan Dan AIDS. Yogyakarta : Media Presindo. Sari, D.M. (2018). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Tentang HIV/AIDS

Dengan Stigma Masyarakat Terhadap ODHA di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. [skripsi]. UMS.

Sasono , Tri Nurhudi. (2017). Peran Warga Peduli AIDS Cahaya Care Turen

Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup. Malang : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan.

Setyoadi dan Endang Triyanto.(2012). Strategi Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita AIDS. Yogyakarta : Graha Ilmu.

(18)

14 Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Susila dan Suyanto. (2015). Metodelogi Penelitian Cross Sectional. Klaten : Boss Scrip.

Shaluhiyah Z, Musthofa B, Widjanarko B. (2015). Stigma Masyarakat Terhadap Orang Dengan HIV-AIDS. [Skripsi]. Semarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro.

Wati, Novi Sulistia, dkk. (2017). Pengaruh Peran Warga Peduli AIDS Terhadap Perilaku Diskriminatif Pada ODHA. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 5, No. 2 , 2017 : 2356-3346.

Wirahayu, A.Y. (2014). Prevention of HIV/AIDS in Indonesia Navy Views of

Knowledge, Atitude anad Practice. Jurnal Berkala Epidemiologi Vol. 2, No. 2, 2014 : ISSN.

WHO . (2017). HIV/AIDS. http://www.who.int/features/qa/71/en/. Diakses pada tanggal 28 September 2018.

Yuliandra Y, Ulfa Syafli N, dkk. (2017). Terapi antiretroviral pada pasien

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden WPA dengan Stigma dan  diskriminasi pada ODHA di Surakarta tahun 2019
Tabel 2. Distribusi Frekuensi program kerja anggota WPA dengan stigma dan  diskriminasi terhadap ODHA pada anggota WPA

Referensi

Dokumen terkait

According to Bloomfield (1933 p, 76) he says that when the people have an ability to use two language, it is called as Bilingualism. Minority of Luwu who live in metropolitan

Perubahan fisik, kognitif dan sosial yang terjadi dalam perkembangan remaja mempunyai pengaruh yang besar terhadap relasi orang tua remaja. Orang tua tidak dipandang

Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang

peningkatan nilai absorbansi yang lebih tinggi pada media dengan pH 7 dibandingkan dengan media pada pH 12, kemungkinan hal tersebut terjadi akibat stres lingkungan pada

Uji flavonoid: Pada percobaan pertama (A), perasan rimpang temu kunci dan daun sirih diambil dengan menggunakan perbandingan 1:1 dengan sebanyak 1 mL perasan

harvesting of woods and plants Establishing conservation areas Establishing conservation areas Managing the. harvesting of woods

Traditional market management in Tsukiji Fish Market based on marketing mix (product, place, promotion, price, people, processes, programs, performance)..

Untuk memperoleh asam lemak dari minyak biji karet, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan cara hidrolisis.. Proses hidrolisis menguraikan minyak biji