• Tidak ada hasil yang ditemukan

Baiq Dea Novita Ratmadina Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Baiq Dea Novita Ratmadina Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRACT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN FAKTOR PSIKOLOGIS DAN FAKTOR PSIKOSOSIAL

PADA LANSIA YANG MENGALAMI DEPRESI DI UNIT REHABILITASI SOSIAL

WENING WARDOYO KECAMATAN UNGARAN KABUPATEN SEMARANG

Baiq Dea Novita Ratmadina

Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRACT

Depression in the elderly is a frequently encountered psycho-geriatric problem and it needs special attention. The influencing factors of depression in the elderly are psychological and psychosocial factors. This study aims to find the description of the psychological and psychosocial factors in the elderly with depression in Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran.

This was a descriptive study with cross sectional approach. The population in this study was all elderly at Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran as many as 96 elderly. Data sampling used purposive sampling technique (72 elderly). Data collected by using questionnaires. Data analysis used univariate analysis which presented in the form of a frequency distribution tables.

The results of this study indicate that most of the elderly at Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran feels lost a loved one and loss of job as many as 64 elderly (88.9%), the social interaction in the category of sufficient as many as 34 elderly (47.2%), the family supports in the category of lack as many as 32 elderly (44.4%).

For the nursing officers at Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit is expected to pay more attention to the elderly condition and intensifying the activities to reduce the influencing factors of the depression in the elderly.

Keywords: Elderly, Psychological factor, Psychosocial factor

PENDAHULUAN

Keperawatan gerontik merupakan suatu bentuk pelayanan keperawatan yang professional dengan menggunakan ilmu dan kiat keperawatan gerontik, mencakup biopsikososial dan spiritual, dimana klien adalah orang yang telah berusia > 60 tahun, baik yang kondisinya sehat maupun sakit, yang bertujuan untuk memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan tekhnik keperawatan gerontik (Maryam, dkk 2011).

Menua identik terjadi pada lanjut usia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, yang ditandai dengan kegagalan tubuh dalam mempertahankan homeostasis tubuh terhadap tekanan fisiologis yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur tubuh dan perubahan fungsional sehingga menyebabkan

adanya gangguan, ketidakmampuan dan sering terjadi penyakit (Rochman & Aswin, 2001).

Menurut Brunner dan Suddart (2001), Pengertian lansia beragam tergantung kerangka pandang individu. Orang sehat aktif berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi anaknya dan tidak muda lagi. Orang sehat aktif berusia 65 tahun mungkin menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut usia. Menurut Potter & Perry (2005) masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun biasanya antara usia 65-75 tahun. Lansia atau lanjut usia adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Suardiman, 2011).

Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, baik bagi individu lansia itu sendiri, keluarga, masyarakat maupun pemerintah. Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan penduduk lanjut usia adalah

(2)

peningkatan ratio ketergantungan usia lanjut (ald age ratio dependency) yang disebabkan kemunduran fisik, psikis, sosial lanjut usia yang dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang dialami bersamaan dengan proses kemunduran akibat proses menua (aging process).

Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia bahwa jumlah lansia yang ada di Indonesia tiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 berjumlah 9,5 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 20%, tahun 2009 berjumlah 11,3 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 18%, memasuki tahun 2010 lansia berjumlah 17,2 juta jiwa. Pada tahun 2011 lansia mencapai 19,5 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 32%.

Di Semarang, jumlah penduduk lansia pada tahun 2013 tercatat 765.240 jiwa, terdiri dari 370.645 laki-laki dan 394.595 perempuan. Jumlah penduduk lanjut usia di Ungaran mulai dari usia 55 sampai 75 tahun keatas sebanyak 115.306 orang, dengan perincian jumlah penduduk laki-laki 73.435 orang dan jumlah penduduk perempuan 81.871 orang (Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang, 2013).

Manusia yang muda menjadi tua merupakan proses menjadi tua merupakan roses penuaan secara alamiah yang tidak bisa kita hindari dan merupakan hukum alam. Akibat dari proses itu menimbulkan beberapa perubahan, meliputi perubahan fisik, mental, spiritual, psikososial adaptasi terhadap stres mulai menurun. Pada lanjut usia permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stres lingkungan sering menyebabkan gangguan psikososial pada lansia. Masalah kesehatan jiwa yang sering muncul pada lansia adalah gangguan proses pikir, dimentia, harga diri rendah, gangguan fisik, gangguan perilaku, dan gangguan perasaan seperti depresi.

Depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam (Nugroho, 2000). Depresi pada lansia yang berada di panti ditandai oleh

suasana afek depresif, pesimistis, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, pandangan masa depan yang suram dan konsentrasi, gangguan membuat keputusan, serta keluhan fisik lainnya (Suardiman, 2011).

Faktor yang mempengaruhi depresi pada lansia bervariasi. Pertama adalah faktor fisik seperti : faktor genetic, faktor usia, jenis kelamin, gaya hidup, penyakit fisik dan obat-obatan terlarang. Kedua faktor psikologis seperti : kepribadian, pola pikir, harga diri, stress, lingkungan keluarga, lama sakit dan kehilangan. Ketiga faktor psikososial berkurangnya interaksi sosial dan dukungan sosial mengakibatkan penyesuaian diri yang negatif pada lansia (Kaplan, 2010).

Syamir (2000), dalam pengukurannya sebagai guru besar tetap dalam bidang ilmu pskiatri pada fakultas kedokteran Universitas Sumetra Utara, mengatakan bahwa depresi pada orang usia lanjut yang di alami seringkali di sebabkan karena penyakit fisik, penuaan dan kurangnya perhatian dari pihak keluarga. Gangguan pada otak (penyakit kardiovaskular) sebagai salah satu penyebab timbulnya gangguan depresi. Selain itu, bisa juga karena faktor psikologis, berupa penyimpangan prilaku oleh karena cukup banyak lansia yang mengalami pristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau cukup berat (Wirakartakusuma,2004).

Depresi pada lansia dipandang sebagai masalah yang cukup penting, karena adanya bukti bahwa depresi pada lansia akan membawa kepada ketidakmampuan atau disability baik dalam fungsi fisik maupun sosial (Hoedijono, 1999). Depresi pada lansia yang berada di panti ditandai oleh suasana afek depresif, pesimistis, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, pandangan masa depan yang suram dan konsentrasi, gangguan membuat keputusan, serta keluhan fisik lainnya (Suardiman, 2011).

Prevelensi depresi pada lansia tinggi sekali, sekitar 12-36% lansia yang menjalani rawat jalan mengalami depresi. Angka ini meningkat menjadi 30-50% pada lansia dengan penyakit kronis dan perawatan lama yang mengalami depresi (Mangoenpraspdjo, 2004).

(3)

Menurut Kaplan et al, kira-kira 25% komunitas lanjut usia dan pasien rumah perawatan ditemukan adanya gejala depresi pada lansia. Depresi menyerang 10-15% lansia 65 tahun keatas yang tinggal dikeluarga dan angka depresi meningkat secara drastis pada lansia yang tinggal di institusi, dengan sekitar 50-75% penghuni perawatan jangka panjang memiliki gejala depresi ringan sampai sedang (Stanley & Beare, 2007).

Prevalensi depresi pada pasien geriatrik yang di rawat di IRNA B di RS Dr. Cipto Manungkusumo sebesar 76,3%. Faktor resiko yang berperan terhadap terjadinya depresi tersebut adalah lama rawat, stressor psikososial,dan status perkawinan janda (Suzy, 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan Sumardono (2005), meneliti tentang derajat depresi lanjut usia dipanti werda Kota Surakarta aspper demografi dan dukungan sosial menunjukan bahwa 78 lanjut usia yang di teliti terdapat 47,4% derajat depresi ringan, 42,3% derajat depresi sedang dan 10,3 % masuk katagori depresi berat.

Dampak gangguan depresi pada lanjut usia yang berada di panti berasal dari faktor psikologis dan factor psikososial yang saling berinteraksi secara merugikan dan memperburuk kualitas hidup dan produktifitas kerja pada lanjut usia. Faktor psikologis meliputi kondisi sosial ekonomi dan kepribadian premorbid, sedangkan faktor psikososial yang berpengaruh adalah berkurangnya interaksi sosial dan dukungan sosial mengakibatkan penyesuaian diri yang negatif pada lansia (Kaplan, 2010).

Penatalaksanaan depresi pada lansia yaitu mencakup terapi fisik dan psikologik. Terapi fisik antara lain dengan obat (Farmakologis) yaitu obat antidepresan dan Electro Convulsive Therapy (ECT). Sementara terapi psikologik dengan psikoterapi, terapi kognitif, terapi keluarga, dan penanganan ansietas/ relaksasi progresif (Nita, 2008).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada hari Senin tanggal 06 Januari 2014 di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, diperoleh data bahwa jumlah lansia yang ada di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo saat ini yaitu sebanyak 96 orang didapatkan jumlah lansia laki-laki sebanyak 26 orang dan perempuan sebanyak 70 orang. Ketua Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo mengatakan bahwa

sebagian besar lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo mengalami depresi atau sekitar 80%. Peneliti mengajukan kuesioner Skala Depresi Geriatrik (SDG) serta wawancara pada 10 orang lansia yang terdiri dari 3 laki-laki dan 7 perempuan. Peneliti mendapatkan 3 orang lansia mengalami suasana perasaan sedih, mudah lelah, nafsu makan berkurang, mengalami gangguan tidur serta mengatakan diri tidak berdaya. Terdapat 4 orang lansia mengalami rasa pesimistis, merasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur. Terdapat 3 orang lansia mengalami afek depresif, pesimistis, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, pandangan masa depan yang suram dan ketidakmampuan konsentrasi.

Para lansia tersebut mengatakan bahwa depresi yang mereka alami umumnya disebabkan karena kehilangan jabatan dan kehilangan orang yang dicintai baik pasangan hidup, anak, saudara, keluarga maupun teman menyebabkan kemampuan koping individu tidak dapat dilewati dengan cara yang sempurna sehingga menimbulkan perasaan sudah tidak berguna, rasa kurang percaya diri atau tidak berdaya, selalu menganggap bahwa hidupnya telah gagal, menyesali diri, dan memandang masa depan suram sehingga terjadi pengisolasian diri. Dukungan sosial keluarga yang kurang sehingga menimbulkan perasaan yang negatif (merasa kesepian dan tidak ada yang memperhatikan).

Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Gambaran faktor psikologis dan faktor psikososial pada lansia yang mengalami depresi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.

METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian

Desain penelitian adalah rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti untuk memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Arikunto, 2010). Desain pada penelitian ini adalah deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama

(4)

untuk mengetahui gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan cross sectional yaitu merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan sekali waktu dan pada saat yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini yaitu semua lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Berdasarkan dari data lansia bulan Januari tahun 2014 di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Populasinya sejumlah 96 lansia. Dari jumlah populasi tersebut akan dilakukan penelitian pada semua lansia yang mengalami depresi.

Tehnik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik purposive Sampling, yaitu suatu cara pengambilan sampel dengan cara memilih sample diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian), sehingga sample tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).

Adapun untuk menentukan layak atau tidaknya sampel agar sesuai dengan tujuan penelitian adalah dengan menentukan kriteria sampel dalam penelitian keperawatan dapat meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini: 1) Lansia yang mengalami depresi, 2) Dapat diajak berkomunikasi, 3) Bersedia menjadi responden. Dan kriteria eksklusinya adalah lansia yang sedang sakit.

Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk intervensi penelitian ini adalah kuesioner dengan menggunakan skala likert yang mengukur interaksi social dan dukungan social keluarga pada lansia. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2010). Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari kuesioner untuk kehilangan, interaksi social dan dukungan sosial keluarga.

Analisa Data

Analisa data penelitian merupakan media untuk menarik kesimpulan dari seperangkat data hasil pengumpulan. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dimana digunakan persentase, hasil dari setiap variable ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi dengan menggunakan rumus :

P = 100%

P = jumlah presentase. n = jumlah responden.

N = jumlah skor maksimal dari item. HASIL PENELITIAN

Gambaran Faktor Psikologis yaitu kehilangan pada lansia

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Faktor Psikologis pada Lansia yang Mengalami Depresi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo, 2014

Kehilangan f (%) Kehilangan Tidak Kehilangan 64 8 88,9 11,1 Jumlah 72 100,0

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia yang mengalami depresi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo, merasa kehilangan seseorang yang dicintai baik pasangan hidup maupun keluarga dan merasa kehilangan pekerjaan, yaitu sejumlah 64 lansia (88,9%).

Gambaran Faktor Psikososial Tabel 2

Distribusi Frekuensi Interaksi Sosial pada Lansia yang Mengalami Depresi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo, 2014

Interaksi Sosial f (%) Kurang Cukup Baik 12 34 26 16,7 47,2 36,1 Jumlah 72 100,0

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa interaksi sosial lansia yang mengalami depresi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo dengan orang-orang sekitarnya, lebih banyak dalam kategori cukup, yaitu sejumlah 34 lansia (47,2%).

(5)

Dukungan Keluarga Tabel 3

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Keluarga pada Lansia yang Mengalami Depresi di Unit Rehabilitasi

Sosial Wening Wardoyo, 2014 Dukungan Keluarga f (%) Kurang Cukup Baik 32 22 18 44,4 30,6 25,0 Jumlah 72 100,0

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa dukungan keluarga yang diperoleh lansia yang mengalami depresi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo, lebih banyak dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 32 lansia (44,4%).

PEMBAHASAN

Gambaran Kehilangan pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia yang mengalami depresi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo, merasa kehilangan seseorang yang dicintai baik pasangan hidup maupun keluarga dan merasa kehilangan pekerjaan, yaitu sejumlah 64 lansia (88,9%), hal ini terlihat dari hasil kuesioner didapatkan lansia yang tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran sering merasa hampa/kosong (17,1%), merindukan sentuhan, suara dan bau tubuh pasangan (14,0%), merindukan kegiatan yang sering dilakukan bersama pasangan hidup, anak, saudara maupun teman (31,2%), merasa sulit kehilangan pekerjaan (15,6%) dan seringkali lansia merindukan pekerjaan yang dulu pernah dilakukan (21,8%). Hal ini sejalan menurut Deshtoles (2004), menyatakan bahwa faktor yang memperparah depresi adalah kehilangan pada berbagai macam segi kehidupan, misalnya seperti kehilangan pekerjaan, jabatan, status kesehatan, keuangan yang memburuk, kehilangan seseorang yang di cintai (Istri atau suami, anak, saudara, kerabat, teman kerja) yang disebabkan karna kematian atau pindah ke tempat lain.

Kehilangan adalah suatu dimana individu kehilangan sesuatu yang dimiliki. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui atau dialami. Tipe kehilangan penting artinya

untuk proses berduka dan mempengaruhi tingkat distress seseorang. Kehilangan dapat bersifat actual/ dirasakan, maturalisasi dan situasional (Kaplan, 2010). Kategori kehilangan menurut Kaplan (2010), yaitu kehilangan seseorang yang dicintai dan kehilangan benda eksternal/ pekerjaan yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik personal, system pendukung social, sifat kehilangan, kebudayaan dan keyakinan spiritual, nilai dari keadaan yang hilang, kecepatan proses kehilangan, kemampuan koping individu.

Proses kehilangan bisa menyebabkan depresi dimulai dari Tahap 1: Denial (Mengikari kenyataan) dimana reaksi respon yang ditimbulkan menolak mempercayai bahwa kehilangan terjadi secara nyata dan mengisolasi diri. Tahap 2: Anger (Marah), reaksi respon timbul kesadaran akan kenyataan kehilangan, sehingga menyebabkan kemarahan meningkat. Tahap 3: Bergaining (Tawar menawar, Penundaan realita kehilangan), reaksi respon: klien berunding dengan cara halus untuk mencegah kehilangan dan perasaan bersalah dengan memohon pada Tuhan untuk melakukan apa saja untuk mengubah apa yang sudah terjadi. Tahap 4: Depresi, reaksi respon: sikap menarik diri, perasaan kesepian, tidak mau bicara dan putus asa. Individu bisa melakukan percobaan bunuh diri atau penggunaan obat berlebihan.

Gambaran Interaksi sosial pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa interaksi sosial lansia yang mengalami depresi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo dengan orang-orang sekitarnya, lebih banyak dalam kategori cukup, yaitu sejumlah 34 lansia (47,2%), hal ini terlihat dari hasil kuesioner didapatkan lansia yang tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran sering berkomunikasi dengan teman-teman lingkungan sekitar (15,7%), sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan dipanti (23,5%), sering menyapa orang-orang ketika bertemu di jalan (7,8%).

Interaksi sosial lansia yang mengalami depresi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo kategori kurang, yaitu sejumlah 12 lansia (16,7%), hal ini terlihat dari hasil kuesioner didapatkan lansia yang tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo

(6)

Ungaran kadang-kadang berkomunikasi dengan teman-teman lingkungan sekitar (4,6%), sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan dipanti (5,6%), tidak pernah menyapa orang-orang ketika bertemu di jalan (2,5%), kadang-kadang merasa tidak senang dengan kehadiran teman atau orang lain didekat teman saya (3,1%).

Interaksi sosial lansia yang mengalami depresi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo kategori baik, yaitu sejumlah 26 lansia (36,1%), hal ini terlihat dari hasil kuesioner didapatkan lansia yang tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran selalu berkomunikasi dengan teman-teman lingkungan sekitar, mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan dipanti, menyapa orang-orang ketika bertemu di jalan, tidak pernah merasa tidak senang dengan kehadiran teman atau orang lain didekat teman.

Berdasarkan penelitian Indriani dan Indrawati (2002) hampir seluruh lansia mempunyai hubungan interaksi sosial dengan keluarga dan tetangganya dengan baik, hanya 2,6% yang mengaku hubungan dengan keluarga tidak baik. Hal ini sesuai dengan keadaan lansia yang tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran bersama teman-teman sesama lansia dipanti yang tetap melakukan kegiatan sosialisasi/ interaksi satu sama lain. Hal ini didukung dengan dengan banyaknya kegiatan yang diadakan oleh pihak panti seperti mengadakan kegiatan kerohanian tiga kali seminggu meliputi Terapi murotal Al-Qur’an, dan bimbingan keagamaan yakni pada hari senin, selasa dan sabtu, selain itu dari pihak panti juga melakukan kegiatan kemasyarakatan dan keterampilan pada hari rabu dan kamis.

Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Dengan kata lain bahwa interaksi sosial merupakan intisari kehidupan sosial. Artinya, kehidupan sosial dapat terwujud dalam berbagai bentuk pergaulan seseorang dengan orang lain (Hidayat, 2007). Demikian juga dengan lansia, interaksi sosial yang harmonis sangat tergantung denga usaha lansia tersebut dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan disekitarnya. Menurut Hidayat (2007) bahwa interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu : (1) adanya kontak sosial dan (2) adanya komunikasi.

Kontak sosial (social contact) adalah suatu kontak dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan bertatap muka. Kontak sekunder merupakan suatu perantara. Berkomunikasi adalah suatu proses yang setiap hari dilakukan. Komunikasi bukanlah suatu hal yang mudah. Sebagai contoh salah paham merupakan hasil dari komunikasi yng tidak efektif dan sering terjadi. Sebagai contoh salah paham merupakan hasil dari komunikasi yang tidak efektif. Interaksi sosial yang harmonis sangat tergantung dengan usaha lansia tersebut dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat dihubungkan dengan teori bahwa masa lansia mengalami perubahan progresif yang bersifat irreversible.

Pada masa ini lansia mengalami perubahan yaitu berkurangnya peran, aktivitas, teman dan penghasilan. Penurunan fisik tidak dapat dihindari bila pola hidup yang dijalani cukup baik, kakuatan dan semangat untuk beraktifitas tetap dimiliki maka harga diri para lansia tetap terjaga (Hidayat, 2007).

Gambaran Dukungan Keluarga pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa dukungan keluarga yang diperoleh lansia yang mengalami depresi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo, lebih banyak dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 32 lansia (44,4%), hal ini terlihat dari hasil kuesioner didapatkan lansia yang tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran tidak pernah diberikan semangat ketika mengalami kesulitan (11,1%), keluarga tidak pernah memberi nasehat (3,7%), keluarga tidak pernah berkunjung selama tinggal dipanti (14,8%), keluarga tidak pernah memberikan bantuan berupa kebutuhan sehari-hari selama disini (3,7%).

Dukungan social keluarga juga merupakan salah satu faktor penyebab depresi. Dukungan social yang baik telah terbukti menurunkan depresi parental dan bertindak sebagai suatu pelindung. Dukungan sosial keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan

(7)

mencintainya. Cohen & Syme, dalam Setiadi (2008).

Dukungan sosial keluarga dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang diterima oleh individu berupa pemberian bantuan, pertolongan, perhatian, kasih sayang dan semangat, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai, dan mencitainya. Dukungan sosial tersebut diwujudkan dalam bentuk informasi, tingkah laku verbal dan non verbal dari keluarga, saat individu mengahadapi kesulitan atau masalah dimana keadaan dirasa tidak nyaman bagi individu tersebut. Dukungan-dukungan sosial keluarga bisa bersifat eksternal maupun internal yang mana terbukti sangat bermanfaat bagi seseorang. Bentuk dukungan sosial keluarga menurut House & Smet dalam Setiadi (2008) yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informative dan dukungan kelompok sosial.

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dukungan sosial keluarga dalam kategori kurang (44,4%) dilihat dari berbagai bentuk dukungan sosial keluarga yang diterima responden meliputi dukungan emosional dalam kategori , dukungan penghargaan dalam kategori , dukungan instrumental dalam kategori , dukungan informative dalam kategori.

Dukungan keluarga secara nyata dapat dilihat secara langsung ketika keluarga selalu mendampingi saat melakukan setiap kegiatan yang dilakukan lansia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Chandra (2009), yang menyatakan bahwa dengan adanya pendampingan keluarga, lansia akan merasa nyaman dan lebih tenang sehingga memberikan dampak yang baik terhadap proses penyembuhan/ pemulihan pada lansia. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Anne & David (2007), yang menyatakan bahwa ketika seseorang sedang menghadapi situasi kritis dalam kehidupan, biasanya membutuhkan orang-orang yang dapat diajak bicara dan mendengarkan.

Menurut Safarino (2005) dan Taylor (1999) dalam Arlija (2006) menyatakan bahwa keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit. Bentuk dukungan instrumental merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti pemberian uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan dan

pendampingan kepada lansia. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi depresi karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi dan ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh lansia.dukungan instrumental sangat diperlukan terutama dalam mengatasi masalah yang dianggap dapat dikontrol. Dukungan informative merupakan pemberian saran, nasehat, ide-ide, petunjuk, dan umpan balik yang dibutuhkan dan informasi dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan mudah.

Dukungan sosial keluarga selain dilihat dari aspek dukungan instrumental dan dukungan informative, salah satu aspek yang penting dalam dukungan tersebut adalah dukungan emosional. Dukungan emosional merupakan dukungan keluarga yang paling penting yang seharusnya diberikan kepada anggota keluarga yang berupa ungkapan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan, kepedulian dan perhatian yang dapat meningkatkan semangat hidup dan ketenangan (Setiadi, 2008). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Budi & Indah (2003), yang menyatakan bahwa dukungan keluarga sangat bermanfaat dalam pengendalian seseorang terhadap tingkat kecemasan dan dapat pula mengurangi tekanan-tekanan yang ada pada konflik yang terjadi pada dirinya.

Proses dukungan social keluarga menyebabkan depresi dimulai dari lanjut usia merupakan keadaan saat tubuh mengalami banyak perubahan seperti perubahan fisik, mental, psikologis dan munculnya penyakit. Perubahan-perubahan itu dapat menyebabkan keterbatasan untuk melakukan aktivitas dan menjadi berkurangnya kualitas dukungan keluarga yang diterima lansia. Akibat adanya perubahan tersebut lansia merasakan adanya kekurangan yang dapat menimbulkan perasaan negatif pada dirinya, yaitu depresi.

Keterbatasan Penelitian

Ada hambatan yang dihadapi peneliti yang dapat mempengaruhi hasil yaitu : peneliti tidak meneliti faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya depresi pada lansia misalnya mekanisme koping dan penyakit yang dialami lansia tersebut. Selain itu peneliti

(8)

juga tidak melakukan pengukuran tingkat depresi.

KESIMPULAN

Lansia yang mengalami kehilangan seseorang yang dicintai baik pasangan hidup maupun keluarga dan merasa kehilangan pekerjaan di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran termasuk dalam kategori merasa kehilangan yaitu sejumlah 64 lansia (88,9%).

Interaksi sosial yang ada di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran sebagian besar dalam kategori cukup, yaitu sejumlah 34 lansia (47,2%).

Dukungan sosial keluarga yang ada di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran sebagian besar dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 32 lansia (44,4%).

SARAN

Bagi petugas panti di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo diharapkan petugas panti lebih memperhatikan keadaan lansia dan meningkatkan pelayanan kesehatan pada lansia yang mengalami depresi.

Bagi Lansia hendaknya para lansia lebih meningkatkan interaksi sosial dengan sesama lansia yang tinggal dipanti, maupun pihak terkait dalam mengurangi terjadinya depresi, dengan cara berperan aktif dalam kegiatan yang diadakan.

Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan ketrampilan dalam memahami lansia yang mengalami depresi.

Dan bagi peneliti selanjutnya, diharapkan juga meneliti tentang faktor lain yang dapat mempengaruhi depresi pada lansia.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Bress, K. K. (2008). The everything health

guide to depression. Avon : Adams Darmodjo, et all. (2006). Buku Ajar: Geriatrik

(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta : FKUI.

Hidayat. (2007). Metode Penelitian Kesehatan

Paradigm Kuantitatif. Health Books

Publishing : Surabaya.

Hawari, Dadang. (2008). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru. Indriana, Yeniar. (2012). Gerontology &

Progeria. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ishak,N. (2010). Gambaran Tingkat Depresi

Pada Lansia Di Dusun Saukeng Desa Singa Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba. Retrieved 20 Juli 2013, from http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal. Kaplan dan Sadock. 2010. Ilmu Kedokteran

Jiwa Darurat. Alih bahasa Wicaksana.

Jakarta : Widya Medika.

Kuntjoro. (2002). Depresi pada Lanjut Usia. http://www.e-Psikologi.com. 20 september 2007

Lubis, N. L. (2009). Depresi tinjauan psikologis. Jakarta : Kencana.

Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic nursing. St-Louis : Mosby-Year Book Inc Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi

penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nugroho, W. (2000). Keperawatan gerontik. Jakarta : EGC

Nursalam, P.S. (2003). Pendekatan praktis

metodologi riset keperawatan. Jakarta :

CV Sagung Seto

Nursalam. (2011). Kosep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan : Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Potter. P. A. dan Perry, A.G. (2006).

Fundamental of nursing: concept,

process,and practice. 4/E (Terj. Yasmin

Asih, et al). Jakarta : EGC

Rembulan. (2012). Mengenal lanjut usia dan perawatannya. Jakarta : Salemba Medika. Setiadi. (2008). Konsep & Proses

Keperawatan Keluarga. Yogyakarta :

Graha Ilmu

Stanley dan Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik ed. 2. Alih bahasa Juniarti dan Kurnianingsih. Jakarta: EGC.

(9)

Suardiman, S. P. (2011). Psikologi usia lanjut. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Sugiyono. (2007). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sumirta, I. N. (2008). Hubungan antara aktivitas fisik dengan depresi pada lansia

di panti pelayanan lanjut usia “Wana Seraya” Denpasar. Retrieved 2 Oktober 2011, from

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal. Wirakartakusuma. (2004). Buku Ajar

Referensi

Dokumen terkait

PPOK mencakup proses inflamasi dan aterosklerosis diketahui berperan penting sebagai komponen inflamasi kronik, CRP yang merupakan petanda inflamasi sistemik dan indikator

Dari hasil penelitian ekstraksi Y, Dy, Gd dari konsentrat itrium dengan solven TBP dan D2EHPA diperoleh kesimpulan bahwa kondisi terbaik diperoleh pada keasaman umpan

Pengujian penggunaan silase pada beberapa ikan herbivora (bandeng dan baronang) menunjukkan bahwa silase ikan termasuk sumber protein hewani yang baik dan sekaligus dapat

Berdasarkan hasil penelitian terdapat pengaruh pemberian vitamin C, vitamin E dan kombinasi keduanya terhadap jumlah sel spermatogonia yang diberi paparan radiasi sinar

Presbiakusis adalah tuli sensori neural pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang terjadi secara

Timur lokasi prospeksi yang dipilih adalah Kambaratu dan sekitarnya yang secara admin- istratif berada di wilayah Kecamatan Haharu dan Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur

BODETABEK Serba Serbi JAKARTA BARAT RUPA-RUPA Rumah Dikontrakan JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA TIMUR SERVICE REPARASI Rumah Dijual.. AHLI TV LCD LED Plasma TV Tabung

Rongga mulut adalah bagian dari tubuh yang paling sering dilakukan radiografi dibandingkan dengan bagian tubuh lain. Radiografi panoramik dapat digunakan sebagai