• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin,"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh orang lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin, 2001). Gangguan jiwa erat hubungannya dengan tekanan – tekanan batin, konflik – konflik pribadi, dan kompleks – kompleks terdesak yang terdapat dalam diri manusia.Tekanan – tekanan batin dan konflik – konflik pribadi itu sering sangat mengganggu ketenangan hidup seseorang dan sering kali menjadi pusat pengganggu ketenangan hidup. Penyebab umum gangguan jiwa yaitu: faktor–faktor somatik (somatogenik), psikologik, dan sosio-budaya (sosiogenik).

Macam-macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998): gangguan mental organik dan symptomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.

Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat, gejala ini seperti pembicaraan yang sangat kacau, delusi, halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi; gejala negatif seperti avolition

(2)

(menurunnya minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya keinginan pembicaraan, afek yang datar; serta terganggunya relasi personal (Strauss et al, dalam Gabbard, 1994).

Akar permasalahan dari skizofrenia terletak pada adanya kekurangan atau gangguanholding environment dan centered relating dalam kelurga yang bersangkutan. Psikopatologi terjadi karena individu berkembang dalam ruang psikologis yang tidak memadai bagi berkembangnya pribadi yang sehat. Jadi, ada suatu gangguan pada matriks keluarga yang mengakibatkan ada gangguan yang mengakibatkan para anggota keluarga tidak bisa saling memberikan holding dan membina centered relating satu sama lain.

Skizofrenia sebagai bagian dari gangguan jiwa yang paling sering diderita oleh klien gangguan jiwa. Prevelensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3% - 1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18 – 45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita Skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia.Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang cukup luas dialami di Indonesia, dimana sekitar 99% klien di RSJ di Indonesia adalah penderita Skizofrenia. Hal ini dikemukakan oleh dr. Danardi Sosrosumiharjo, Sp. KJ dari kedokteran jiwa FKUI/RSCM (republika, 18 maret 2000)

(3)

Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan.Sekitar 25% klien dapat pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat premorbid (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat, 50-80% klien skizofrenia yang pernah dirawat di RS akan kambuh. (Harris dan Craighead, Kazdin & Mahoney, 1994 dalam Skizofrenia 2006).

Dari data yang didapat di RSJD Amino Gondo Hutomo – Semarang, terdapat 362 klien skizofrenia yang kambuh selama periode agustus sampai dengan September 2011, klien skizofrenia yang kambuh dengan berbagai sebab, di antaranya adalah karena tidak adanya biaya berobat, klien tersebut sudah merasa sembuh, klien yang tidak mau minum obat, klien takut ketergantungan dengan obat psikotik, ketidaktahuan klien dan keluarga, jarak rumah klien dengan pelayanan kesehatan jiwa yang cukup jauh, kurangnya support system dari keluarga klien. (Bidang keperawatan, RSJ Amino Gondo Hutomo – Jateng 2011).

Treatment untuk penderita skizofrenia terdiri dari Treatment biologis (obat-obatan), treatment sosial dan psikologis (intervensi perilaku, kognitif, dan sosial seperti melatih keterampilan berbicara, keterampilan mengelola gejala, terapi kelompok, melatih keterampilan

(4)

kerja, dll).Terapi keluarga (melatih keluarga bagaimana menghadapi perilaku anggotanya yang menderita skizofrenia agar tidak kambuh) program treatment komunitas asertif (menyediakan layanan komprehensif bagi klien skizofrenia dengan dokter ahli, pekerja sosial & psikolog yang dapat merasa akses.Treatment terakhir adalah Treatment lintas budaya penyembuhan tradisional (dengan doa-doa, upacara adat, jamu dll) sesuai dengan budaya setempat (Harris dan Craighead, Craighead, Kazdin & Mahoney, 1994 dalam Skizofrenia 2006).

Klien skizofrenia yang pernah dirawat di RS,akan tetap diberi terapi obat-obatan selama perawatan dirumah. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah atau mengurangi resiko klien mengalami kekambuhan.Namun terkadang klien yang teratur melakukan terapi obat-obatan pun masih saja mengalami kekambuhan.Kekambuhan yang dialami bisa saja terjadi akibat adanya tekanan.Klien Skizofrenia mendapatkan stimulus yang tidak tepat dari lingkungan dan tidak tahu respon yang dapat di terima secara sosial oleh orang lain di lingkungannya.

Kekambuhan adalah timbulnya kembali gejala-gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan (stuart dan Laraia, 2001). Pada gangguan jiwa kronis diperkirakan mengalami kekambuhan 50% pada tahun pertama dan 70% pada tahun kedua (Yoseph, 2006).Kekambuhan biasanya terjadi karena adanya kejadian-kejadian buruk sebelum mereka kambuh (Wiramihardja, 2007).

(5)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan klien skizofrenia antara lainklien itu sendiri, dokter, pengobatan, keluarga, penanggung jawab klien tersebut, dan lingkungan itu sendiri. (Maramis, 2005)

Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan di Rumah Sakit Jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan klien sehingga status klien meningkat. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah perilaku keluarga yang tidak tahu cara menangani klien skizofrenia di rumah (Sullinger, dalam Keliat, 1996).

Lingkungan terdekat dari klien Skizofrenia adalah keluarga, dengan demikian keluarga turut berperan penting untuk kesembuhan, pencegahan kekambuhan bahkan memperburuk kondisi klien.Bentuk dukungan keluarga dalam merawat klien skizofrenia antara lain, pengetahuan keluarga dalam merawat klien skizofrenia, sikap keluarga terhadap klien skizofrenia, dan tindakan keluarga dalam merawat klien skizofrenia dalam periode kekambuhan.

Proses penyembuhan pada klien gangguan jiwa harus dilakukan secara holistik dan melibatkan anggota keluarga. Tanpa itu, sama halnya dengan penyakit umum, penyakit jiwa pun bisa kambuh (Wirawan, 2006). Dalam asuhan keperawatan klien dengan gangguan jiwa, keluarga sangat penting untuk ikut berpartisipasi dalam proses

(6)

penyembuhan karena keluarga merupakan pendukung utama dalam merawat klien. Oleh karena itu, asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien tapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa dalam keluarga (Keliat, 1996)

Keluarga klien perlu mempunyai sikap yang positif untuk mencegah kekambuhan pada klien skizofrenia.Keluarga perlu memberikan dukungan (support) kepada klien untuk meningkatkan motivasi dan tanggung jawab untuk melaksanakan perawatan secara mandiri.Keluarga perlu mempunyai sikap menerima klien, memberikan respon positif kepada klien, menghargai klien sebagai anggota keluarga dan menumbuhkan sikap tanggung jawab pada klien. Sikap permusuhan yang ditunjukkan oleh anggota keluarga terhadap klienakan berpengaruh terhadap kekambuhan klien (Keliat, 1996). Tindakan kasar, bentakan, atau mengucilkan malah akan membuat penderita semakin depresi bahkan cenderung bersikap kasar. Akan tetapi terlalu memanjakan juga tidak baik (Handayani, 2008).Dukungan keluarga sangat penting untuk membantu klien bersosialisasi kembali, menciptakan kondisi lingkungan suportif, menghargai klien secara pribadi dan membantu pemecahan masalah klien (Gilang, 2001).

Dukungan emosional yang diberikan keluarga kepada klien dalam proses penyembuhan adalah menerima kondisi klien, tetap berkomunikasi dengan klien tanpa emosional dan memperhatikan

(7)

kondisi klien. Dukungan informasi keluarga meliputi mengingatkan klien untuk berobat kembali ke rumah sakit jiwa, memberikan solusi dari masalah yang dihadapi klien, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh klien. Dukungan nyata keluarga meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan biaya pengobatan, material seperti saat seseorang membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan fasilitas, menjaga dan merawat saatsakit serta dapat membantu menyelesaikan masalah klien.Dukungan penghargaan keluarga yaitu berupa dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada klien (Cohen dan Mc Kay, 1984 dalam Niven, 2000).

Tindakan keluarga yang sangat penting adalah setelah klien pulang ke rumah, keluarga menemani klien melakukan perawatan lanjutan pada puskemas atau rumah sakit terdekat agar tidak kambuh, misalnya pada bulan pertama : 2 kali per bulan, bulan kedua : 2 kali perbulan, bulan ketiga : 2 kali per bulan dan selanjutnya 1 kali perbulan (Keliat, 1996).

Menurut Torrey 1988 (dalam Handayani, 2008), keluarga perlu memiliki sikap yang tepat tentang skizofrenia, disingkatnya dengan SAFE (Sense of humor, Accepting the illness, Familliy balance, Expectations are realistic). Sedangkan menurut Suryantha 2005 (dalam Handayani, 2008) menerima kenyataan adalah kunci pertama proses penyembuhan atau pencegahan kekambuhan skizofrenia. Keluarga

(8)

harus tetap bersikap menerima, tetap berkomunikasi, tidak mengasingkan penderita dan memuji tindakan yang dilakukan klien.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan dukungan keluarga (emosional, informasi, instrumental, dan penghargaan) dengan kekambuhan klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Amino Gondohutomo – Semarang - Jawa Tengah.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo - Semarang.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan dukungan keluarga terhadap klienskizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondo Hutomo - Semarang. 2. Mendeskripsikan klienskizofrenia yang kambuh di di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Dr. Amino Gondo Hutomo - Semarang.

3. Menganalisis hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondo Hutomo - Semarang.

(9)

1. Pendidikan keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti dasar yang dipergunakan dalam wahana pembelajaran keperawatan jiwa, khususnya tentang materi pembelajaran tentang pentingnya dukungan keluarga terhadap kesembuhan klien skizofrenia.

2. Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan perawat dan memandirikan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan yang melibatkan keluarga untuk mendukung kesembuhan klien skizofrenia.

3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan dukungan keluarga dan kekambuhan klien skizofrenia.

Referensi

Dokumen terkait

Menjadikan utara Kota Medan sebagai kawasan minapolitan diyakini akan manjadikannya sebagai kawasan cepat tumbuh ekonomi dengan melakukan perencanaan dengan

Analisis rasio keuangan saat ini masih banyak dilakukan dengan perhitungan manual, sehingga akan memakan cukup banyak waktu untuk melakukan perhitungan dan pemilihan

1 Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda Dan Olah Raga 1.19 Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri 1.19.. 2 Kantor Satuan Polisi

calibration certificates or logger protocols for pressure measuring instruments and is available as a demo version for a cost-free download.. Calibration certificates can

Wheare, konstitusi dapat diklasifikasikan atas konstitusi tertulis dan tidak tertulis; konstitusi fleksibel (luwes) dan konstitusi rigid (tegaslkaku); konstitusi

:Pada model pembelajaran Discovery Learning dan Probing Prompting , hasil belajar siswa yang memiliki minat tinggi tidak lebih baik daripada siswa yang memiliki minat

Akan tetapi pada lahan yang terdegradasi, seperti pada hutan yang telah banyak dibuka menjadi kebun kelapa sawit dan agrofrest karet di Batang Serangan, Sumatera Utara, daya

jurusan Sistem Informasi Universitas Harapan Medan dan variabel manakah yang paling berpengaruh dominan dalam mempengaruhi loyalitas konsumen pada mahasiswa tersebut..