246
PENGARUH PROSES PEMURNIAN TERHADAP KANDUNGAN
SKUALENA MINYAK BIJI GAMBAS (Luffa acutangula Linn.)
Antonius Rizky Meilano
1*, Hartati Soetjipto
2, dan Margareta Novian Cahyanti
2 1 Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya WacanaJl. Diponegoro No. 52-60 Salatiga, Indonesia 50711
2 Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro No. 52-60 Salatiga, Indonesia 50711
*Untuk korespondensi: Telp: 085640441440 e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh proses pemurnian terhadap kandungan skualena minyak biji gambas (Luffa acutangula Linn.). Minyak biji gambas diperoleh dengan metode maserasi menggunakan pelarut heksana dengan rendemen sebesar 21,40±0,04% (bk). Komposisi penyusun minyak biji gambas ditentukan dengan menggunakan GC-MS. Hasil penelitian menunjukkan adanya tiga komponen utama penyusun minyak biji gambas yaitu skualena, metil palmitat, dan metil oleat. Skualena merupakan komponen penyusun dengan nilai %area yang paling tinggi. Adanya proses pemurnian relatif tidak berpengaruh terhadap kandungan skualena minyak biji gambas.
Kata kunci: GC-MS, maserasi, minyak biji gambas, pemurnian, skualena
ABSTRACT
The aims of this study is to determine the effect of purification against squalene content of ridge gourd seed oil (Luffa acutangula Linn.). Ridge gourd seed oil was obtained by maceration method using hexane with a yield of 21,40±0,04% (db). Ridge gourd seed oil composition determined by GC-MS. The results showed the presence of three main components of ridge gourd seed oil were squalene, methyl palmitate, and methyl oleate. Squalene is a component with highest %area. The presence purification process does not have influence on squalane content.
Key words: GC-MS, maceration, purification, ridge gourd seed oil, squalene
PENDAHULUAN
Minyak nabati merupakan suatu golongan lipid yang berada di alam dan tidak larut dalam air, tetapi dapat larut dalam pelarut organik non polar. Minyak dan lemak nabati memiliki komposisi utama berupa
senyawa gliserida dan asam lemak dengan rantai C yang panjang [1]. Salah satu sumber minyak nabati adalah biji-bijian.
Buah gambas (Luffa acutangula Linn.) merupakan salah satu spesies Luffa, secara komersial buah ini dikenal hanya sebagai sayuran. Sedangkan bijinya kurang
dimanfaatkan oleh masyarakat, walaupun dikenal memiliki manfaat sebagai obat pencahar, penyakit kulit, dan emesis [2-3], selain itu serat buah yang sudah tua digunakan sebagai pembersih pengganti spons [2].
Beberapa penelitian sudah dilaporkan mengenai ekstraksi dan karakterisasi minyak biji gambas [4-5]. Sedangkan untuk komposisinya yang sudah diketahui yaitu asam oleat dan asam linoleat [2]. Dalam penelitian ini akan dilakukan pemurnian terhadap minyak biji gambas yang dihasilkan. Proses pemurnian meliputi proses
degumming dan netralisasi. Degumming
merupakan suatu proses pemisahan lendir atau getah di dalam minyak dengan tidak mereduksi asam lemak bebas dalam minyak [6]. Sedangkan proses netralisasi bertujuan menetralkan asam lemak bebas dan mengurangi gum yang masih tertinggal dalam minyak, memperbaiki rasa, serta mengurangi warna gelap pada minyak [7].
Skualena merupakan salah satu senyawa yang sangat bermanfaat terutama dalam kosmetika sehingga aplikasi penggunaannya cukup luas. Beberapa manfaat dari skualena yang diketahui yaitu sebagai antioksidan, agensia antikanker, dan digunakan untuk detoksifikasi [8].
Skualena juga diaplikasikan dalam pembuatan kosmetik dan dalam biosintesa kolesterol [9]. Dengan kadar yang cukup tinggi, minyak biji gambas dapat digunakan sebagai alternatif sumber skualena.
Skualena memiliki struktur asiklik yang tersusun dari hidrokarbon C30 [10]. Beberapa minyak nabati juga mengandung
skualena dengan jumlah yang berbeda [11-13].
Dalam aplikasinya di bidang kosmetik, skualena merupakan salah satu bahan penting terutama dalam pembuatan kosmetik dan pelembab, selain itu secara komersil dijual dalam bentuk pil sebagai suplemen karena mampu mengobati berbagai penyakit [11].
Ikan hiu merupakan sumber skualena terbesar (20-80%) [14]. Sirip ikan hiu merupakan salah satu sumber daya hayati yang menarik bagi eksportir di Indonesia, badan ikan yang sudah dipisahkan siripnya juga banyak diperjualbelikan sebagai bahan makanan dan ada pula yang diolah sebagai minyak ikan, kandungan skualena yang tinggi merupakan kekhasan dari minyak ikan hiu [15].
Kebutuhan akan skualena yang meningkat dapat pula meningkatkan perburuan terhadap ikan hiu, sehingga dirasa perlu suatu usaha dalam mencari sumber lain dari skualena. Bedasarkan latar belakang tersebut maka, tujuan penelitian ini adalah: 1. Menentukan rendemen ekstrak minyak
biji gambas dengan menggunakan metode maserasi.
2. Menentukan kadar skualena dalam minyak biji gambas sebelum dan sesudah pemurnian minyak biji gambas menggunakan Gas
Chromatrography-Mass Spectrometery (GC-MS).
METODE PENELITIAN
Bahan dan AlatBahan baku dalam penelitian ini adalah biji gambas varietas F1 Prima yang
diperoleh dari PT. East West Seed Indonesia, Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia. Bahan dan pelarut kimia yang digunakan dengan derajat pro analysis dari Smart lab, Indonesia adalah n-heksana, sedangkan bahan kimia lain antara lain: asam fosfat dan natrium hidroksida.
Peralatan yang digunakan antara lain neraca analitis dengan ketelitian 0,0001 gram (Ohaus PA124, USA), neraca analitis dengan ketelitian 0,01 gram (Ohaus TAJ602, USA),
moisture balance (Ohaus MB25, USA), rotary evaporator (Buchi R-114, Swiss), grinder
(Maspion, Indonesia), Gas Chromatrography-Mass Spectrometry (GC-MS), dan berbagai peralatan gelas (pyrex).
Metode
Preparasi Sampel
Biji gambas yang sudah dicuci dikeringkan dalam drying cabinet,
selanjutnya dihaluskan dengan grinder untuk mendapatkan serbuk biji gambas.
Ekstraksi Minyak Biji Gambas [10 dengan modifikasi]
Sebanyak 200 gram biji gambas yang telah dihaluskan, dimaserasi dengan pelarut heksana sebanyak 500 mL pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian maserat dibilas dua kali dengan masing-masing 200 mL pelarut dan diaduk selama 30 menit. Semua filtrat digabung kemudian diuapkan dengan
rotary evaporator pada suhu 70ºC. Pemurnian ([16-17] dengan modifikasi) Proses degumming
Minyak hasil ekstraksi ditimbang lalu dipanaskan hingga suhu mencapai 70-75ºC. Setelah itu, ditambahkan asam fosfat 20%
sebanyak 0,3% (v/b) dari berat minyak. Sampel diaduk selama 10 menit pada suhu yang konstan. Selanjutnya, minyak dimasukkan ke dalam corong pisah untuk memisahkan minyak dengan gum. Kemudian minyak dibilas dengan air suhu 60ºC tiga kali, cek pH. Selanjutnya minyak siap dinetralisasi.
Proses netralisasi
Minyak biji gambas dipanaskan pada suhu 70-75ºC, kemudian ditambahkan larutan NaOH dengan konsentrasi 0,3 N sebanyak 0,97 mL (berdasarkan nilai FFA). Minyak diaduk selama 15 menit menggunakan magnetic stirrer. Setelah pengadukan selesai, minyak dicuci dengan air suhu 60ºC hingga pH air buangan netral.
Analisis Komposisi Minyak Biji Gambas Sebelum dan Sesudah Pemurnian
Analisis komposisi kimia minyak biji gambas sebelum dan sesudah pemurnian dianalisa dengan menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry
(GCMS-QP2010 SE Shimadzu) di UII, Yogyakarta.
Analisis Data
Analisis data rendemen minyak biji gambas sebelum dan sesudah pemurnian dilakukan secara deskriptif, dengan ualangan sebanyak enam kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen minyak biji gambas yang diperoleh sebesar 21,40±0,04% (bk) ditampilkan pada Gambar 1. Bila dibandingkan dengan beberapa penelitian
lain mengenai ekstraksi minyak biji gambas diperoleh hasil yang berbeda.
Gambar 1. Minyak Biji Gambas Hasil Ekstraksi
Ali et al. (2009) melaporkan bahwa rendemen ekstrak minyak biji gambas varietas Prince Ridge Gourd (PRG) dan
Hercules Ridge Gourd (HRG) masing-masing
sebesar 21,45% dan 18,87% dengan menggunakan soxhlet dan pelarut petroleum
eter selama 24 jam [6], sedangkan pada
penelitian Kalyani et al. diperoleh rendemen sebesar 4,85% melalui soxhlet
menggunakan pelarut petroleum eter selama 24 jam [7]. Perbedaan ini dimungkinkan terjadi terutama karena perbedaan varietas gambas yang digunakan, selain itu juga dimungkinkan karena kondisi alamiah senyawa, pelarut, ukuran partikel sampel, maupun metode yang digunakan, kondisi, lama ekstraksi, dan rasio sampel dengan pelarut [10].
Setelah pemurnian minyak biji gambas yang diperoleh mengalami penurunan massa (%loss) sebesar 19,33±0,13% (bk). Hasil analisa GC-MS dapat dilihat pada Gambar 2.
(a)
(b)
Gambar 2. Kromatogram Minyak Biji Gambas (a) Sebelum Pemurnian dan (b) Sesudah Pemurnian
Gambar 2 menunjukkan bahwa minyak biji gambas sebelum dan sesudah pemurnian mengalami sedikit perubahan susunan komponen penyusunnya. Minyak biji gambas sebelum pemurnian tersusun dari 9 komponen (%area >1%), dengan tiga komponen utama meliputi skualena, metil oleat, dan metil palmitat, sedangkan sesudah
pemurnian tersusun dari 8 komponen (%area >1%) dengan komponen utama yang sama dengan minyak biji gambas sebelum pemurnian. Perbandingan kandungan komponen utama penyusun minyak biji gambas sebelum dan sesudah pemurnian ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Komponen Utama Penyusun Minyak Biji Gambas Sebelum dan Sesudah Pemurnian Pu n c a k Nama Komponen % Area (%) Kadar (% (bk)) BM (g/mol) Struktur Molekul Sebelum Pemurnian Sesudah Pemurnian Sebelum Pemurnian Sesudah Pemurnian 1 2,6,10,14,18,22-Tetracosahexaene, 2,6,10,15,19,23-hexamethyl- (Skualena) 45,90 46,32 44,61 45,60 410 C30H50 2 9-Octadecenoic acid, methyl ester
(metil oleat) 22,44 22,45 21,81 22,10 296 C19H36O2 3 Hexadecanoic acid, methyl ester (metil palmitat) 11,97 12,45 11,63 12,26 270 C17H34O2 Senyawa lain 21,94 19,69 20,05 18,78 Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Sebelum maupun sesudah pemurnian minyak biji gambas memiliki tiga komponen utama yang sama yaitu skualena, metil oleat, dan metil palmitat. %area masing-masing komponen sebesar 45,90%; 22,44%; dan 11,97% pada minyak biji gambas sebelum pemurnian, dan 46,32%; 22,45%; dan 12,45% pada minyak biji gambas sesudah pemurnian.
Skualena yang merupakan komponen penyusun dengan kadar tertinggi (44,61 %) dalam minyak biji gambas sesudah pemurnian relatif tidak menunjukkan perubahan yang berarti (45,60%). Dengan
demikian proses pemurnian tidak memengaruhi kadar skualena dalam minyak biji gambas melainkan meningkatkan kualitas minyak dilihat dari berkurangnya pengotor atau komponen dalam minyak biji gambas yang tidak diinginkan seperti asam lemak bebas. Oleh sebab itu, pemurnian dapat digunakan dalam proses recovery skualena dalam minyak biji gambas. Struktur kimia senyawa skualena dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 4. Struktur Kimia Skualena
Beberapa penelitian yang sudah dilaporkan antara lain: Saputra dkk. memperoleh senyawa skualena dengan kadar 1,71% pada minyak nyamplung dengan pengujian menggunakan TLC (Thin
Layer Chromatography) dan GC-MS [11];
Sudradjat dkk. melaporkan kadar skualena dalam minyak kepuh sebesar 2,21% dengan instrumen GC-MS [12]; sedangkan Mangunwidjaja pada penelitiannya memperoleh data %area skualena pada biji kamandrah sebesar 0,14% dan 4,23% dari dua metode GC-MS yang digunakan [13] Dibandingkan dengan penelitian lain kandungan skualena dalam minyak biji gambas terbilang cukup tinggi.
KESIMPULAN
1. Hasil rendemen minyak biji gambas yang diperoleh dengan menggunakan metode maserasi sebesar 21,40±0,04% (bk).
2. Kadar skualena pada minyak biji gambas relatif tidak berubah, sebelum pemurnian sebesar 44,61%, sedangkan pada minyak biji gambas sesudah pemurnian sebesar 45,60%.
DAFTAR RUJUKAN
[1] Wijayanti, F. E., 2008, Pemanfaatan
Minyak Jelantah Sebagai Sumber Bahan Baku Produksi Metil Ester,
Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok.
[2] Anitha, J. and Miruthula, S, 2014. Traditional Medicinal Uses, Phytochemical Profile and Pharmacological Activites of Luffa Acutangula Linn. Int. J. Pharmacogn,
1(3), 174-183
[3] Rahman, A. H. M. M., Anisuzzaman, M., Ahmed, F., Rafiul Islam, A. K. M., and Naderuzzaman, A. T. M. 2008. Study of nutritive value and medicinal uses of cultivated cucurbits. J. Apl. Sci. Res.,
4(5), 555-558
[4] Ali, M. A., Azad, M. A. K., Yeasmin, M. S., Khan, A. M., and Sayeed, M. A., 2009, Oil Characteristics and Nutritional Composition of the Ridge Gourd (Luffa acutangula Roxb.) Seeds Grown in Bangladesh. Food Sci. Tech. Int., 15(3), 243-250
[5] Kalyani, G. A., Ramesh, C. K., and Krishna, V., 2011. Extraction and Characterization of Luffa acutangula var Amara Seed Oil for Antioxidant Activity,
Int. J. of Res. Ayurveda Pharm., 2(5),
1593-1594
[6] Abdillah, M. H., 2008, Pemurnian
Minyak dari Limbah Pengolahan Ikan,
Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[7] Widarta, I., 2008, Kendali Proses
Deasidifikasi dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot Plant, Tesis,
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. [8] Masterjohn, C., Squalane as an Antioxidant, 2005, http://www.cholesterol-and-health.com/Squalene.html (9 Maret 2017
[9] Moreda, W., Perez-Camino, M. C., and Cert, A., 2001, Gas and liquid chromatography of hydrocarbons in edible vegetable oils, J. Chromatogr. A,
936(1), 159-171
[10] Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia:
Penuntun Cara Modern Menganalis Tumbuhan, Bandung: ITB.
[11] Saputra, T., Claratika, A., dan Gunawan, S, 2014. Identifikasi kandungan Squalene dari Minyak Nyamplung (calophyllum inophyllum), Jurnal Teknik
ITS,3(2), F151-F153
[12] Sudradjat, R., Yogie, S., Hendra, D., and Setiawan, D., 2010. Pembuatan Biodiesel Biji Kepuh dengan Proses Transesterifikasi, Jurnal Penelitian Hasil
Hutan, 28(2), 145-155
[13] Ahmadi, N. R. dan Mangunwidjaja, D, 2012, Extraction Process Optimization of Kamandrah (Croton tiglium L.) Seed with Expression and Identification of Active Ingredient as Botanical Larvacide of Dengue Fever Preventive, J. Tek. Ind.
Pert., 21(3), 154-162
[14] Bockisch, M., 1998, Fats and oils
handbook, Hamburg: AOCS press.
[15] Maulana, I. T., Sukraso, S., dan Damayanti, S., 2014, The Content of Fatty Acids in Indonesia’s Fish Oil,
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 6(1), 121-130
[16] Herwanda, A. E., 2011. Kajian Proses
Pemurnian Minyak Biji Bintaro (Cerbera Manghas L) Sebagai Bahan Bakar Nabati, Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[17] Kartika, I. A., S. Fathiyah, Desrial, dan Y. A. Purwanto., 2010, Pemurnian Minyak Nyamplung dan Aplikasinya Sebagai Bahan Bakar Nabati, J. Tek.
Ind. Pert. 20(2). 122-129