• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Teluk Kotania Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku (Gambar 6), yang secara geografis berada pada posisi 2058’ LS– 3006’ LS dan 128000 BT–128008’ BT. Lokasi pengamatan mencakup kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Teluk Kotania. Lokasi pengamatan kondisi terumbu karang di Teluk Kotania terdiri dari perairan Pulau Osi, Pulau Buntal, Pulau Burung, Pulau Tatumbu, dan perairan pesisir Kotania, Wael, Pelita Jaya dan Taman Jaya. Sedangkan untuk kondisi sosial dan ekonomi yang menjadi target pengamatan adalah 8 (delapan) perkampungan pesisir yang terdapat di sekitar Teluk Kotania. Pengambilan data primer dan sekunder pada bulan Juli 2010 sampai Pebruari 2011.

(2)

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian survei yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan pengamatan langsung di lapangan, quisioner dan wawancara secara purposive sampling (secara sengaja) terhadap stakeholders di Teluk Kotania dalam pemanfaatan terumbu karang. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari laporan-laporan dan dokumen-dokumen serta hasil-hasil penelitian yang relefan dengan topik penelitian. Jenis dan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis, teknik/cara analisis, dan sumber data penelitian

No Jenis Data Teknik/cara Sampling Sumber

1. Data Primer :

Suhu, salinitas, pH, kecerahan, substrat, kedalaman, kekeruhan

Thermometer Hg, pH meter, seichi disk, batu

duga/echosonder, Current meter Insitu Kondisi terumbu karang(persentasi tutupan, jenis karang)

Line Intersept Transek (LIT) Insitu

Ikan karang Line Intersept Transek (LIT) Insitu Keberadaan predator Line Intersept Transek (LIT) Insitu Herbivori, makro algae Line Intersept Transek (LIT) Insitu Aktifitas perikanan Indepth interview, quisioner

dan FGD

Observasi lapangan Sosial-ekonomi(tingkat

pendapatan, tingkat

pendidikan, potensi konflik, kearifan lokal, fungsi

terumbu karang, kepatuhan, mata pencaharian,

kebijakan formal, dan ketergantungan).

Indepth interview, quisioner dan FGD

Observasi lapangan

2. Data Sekunder :

Kondisi terumbu karang Siahanenia

(1994), Sangaji (2003)

Kondisi kependudukan, sosial, ekonomi, dan budaya

BPS SBB, DKP SBB

Peta rupa bumi, peta batimetri, peta LPI, citra Landsat.

Arc-gis dan Er-mapper Bakorsurtanal, Dishidros, Biotrop.

(3)

3.3. Metode Pengambilan Contoh

3.3.1. Karakeristik Lingkungan Perairan Terumbu Karang

Pengamatan terhadap karakteristik lingkungan perairan dilakukan pada masing-masing kawasan terumbu karang yang dijadikan lokasi pengamatan. Penentuan lokasi pengambilan sampel lingkungan perairan dilakukan dengan petimbangan bahwa masing-masing lokasi pengambilan sampel dapat mewakili karakteristik lingkungan perairan ekosistem terumbu karang yang diamati. Lokasi sampling meliputi 19 (sembilan belas) lokasi ekosistem terumbu karang yang juga merupakan stasiun pengambilan sampel terumbu karang dan ikan karang. Karakteristik lingkungan perairan yang diamati yaitu kondisi fisika-kimia perairan Waktu pengukuran kondisi fisika-kimia perairan bersamaan dengan waktu pengambilan data terumbu karang dan ikan karang yang diambil secara in situ. 3.3.2. Ekosistem Terumbu Karang dan Ikan Karang

Untuk mengetahui kondisi terumbu karang secara baik guna penentuan lokasi pengamatan, maka digunakan citra satelit Landsat. Hasil analisis citra satelit kemudian disesuaikan dengan kondisi di lapangan untuk mendapatkan lokasi yang representatif bagi pengamatan kondisi terumbu karang. Pengamatan terumbu karang menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT), roll meter sepanjang 50 meter dibentangkan sejajar garis pantai untuk kedalaman yang ditentukan, selanjutnya pipa paralon yang berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 1x1 meter diletakan sepanjang LIT, dengan jarak 1 meter antar bujur sangkar, kemudian dengan menggunakan underwater camera dilakukan pemotretan pada setiap lokasi peletakan bujur sangkar (pipa paralon). Hanya koloni karang dan tipe substrat serta biota yang berada dalam bujur sangkar dan menyinggung roll meter yang akan dimasukan sebagai data dan kemudian dianalisis dengan software CPCE (Coral Point Count with Excel extension). Sedangkan metode yang digunakan untuk pengamatan ikan karang khususnya ikan indikator adalah metode sensus visual ikan karang (coral reef fish visual census). Metode ini didukung oleh metode Line Intercept Transect (LIT), setelah transek diletakan dibiarkan selama 10 sampai 20 menit, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pendataan ikan indikator. Ikan indikator yang menjadi fokus pengamatan adalah ikan-ikan herbivor.

(4)

Posisi (lintang – bujur) lokasi sampling atau masing – masing stasiun pengamatan ditentukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). 3.3.3. Aspek Sosial Yang Berhubungan Dengan Terumbu Karang

Pemilihan lokasi sampel untuk pengamatan faktor sosial-ekonomi ditentukan dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut memiliki; masyarakat yang memanfaatkan ekosistem terumbu karang, masyarakat yang kehidupannya tergantung pada ekosistem terumbu karang, dan masyarakat yang setiap saat memanfaatkan terumbu karang.

Pengambilan sampel dilakukan dalam dua tahap (two-stage sampling), yaitu tahap pertama menentukan perkampungan pesisir yang didasarkan pada lokasi yang secara nyata berhubungan dengan ekosistem terumbu karang di Teluk Kotania, sedangkan pada tahap kedua penentuan kepala keluarga (KK) sebagai responden dilakukan secara random sampling dengan membedakan rumah tangga petani-nelayan, nelayan, usaha jasa, dan responden kelompok pakar (stakeholders) dilakukan secara purposive. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuisioner terstruktur kepada responden (KK), wawancara mendalam (indepth interview) terhadap stakeholders. Data sekunder diambil dari Kantor Desa/Dusun dan Pemda Kabupaten Seram Bagian Barat. Kelompok stakeholders yang menjadi target penelitian terdiri atas; tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan pemerintah desa/dusun.

Menurut Kroelinger (2001), ukuran minimal untuk sebuah penelitian sosial jumlah 30 sampel telah dapat mewakili populasi untuk menarik kesimpulan. Tujuan dilakukanya sampling dalam suatu penelitian, dimaksudkan untuk mereduksi biaya dalam usaha mengumpulkan informasi dari populasi (Magnani, 1997). Karena itu dengan metode penarikan sampling apapun, tidak ada yang lebih baik daripada jika seorang peneliti harus mengumpulkan semua informasi yang ada pada populasi.

(5)

3.4. Metode Analisa Data

3.4.1. Analisis Kondisi Ekosistem Terumbu Karang

Presentase tutupan karang yang ditemukan, menggunakan kategori KLH (2001), sebagai berikut :

0.0% - 29.9%: buruk 25.0% - 49.9%: sedang 50.0% - 74.9%: baik 75.0% - 100% : sangat baik

Selain itu, analisis sebaran spasial dan persentase tutupan ekosistem terumbu karang dilakukan dengan software CPCE (Coral Point Count with Excel extension) versi 3.6. yang dikembangkan oleh National Coral Reef Institute (NCRI).

3.4.2. Analisis Resiliensi

Analisis resiliensi sistem eko-sosio pengelolaan terumbu karang dilakukan dengan pendekatan sistem (system aproach). Untuk itu, teknik analisis data ini merupakan input utama dalam rancang bangun (desain) MORESIO-CRM (Model Resiliensi Ekologi Sosial-Coral Reef Management). Input teknik analisis ini terdiri dari :

3.4.2.1. Analisis Resiliensi Ekologi-Sosial (Eko-Sosio)

Untuk mendapatkan nilai dari resiliensi ekologi-sosial untuk masing-masing nilai resiliensi ekologi-sosial maka dilakukan identifikasi struktur dan faktor RES (Resiliensi Ekologi-Sosial) kemudian diberi bobot dan skoring sesuai dengan kepentingan dan pengaruhnya terhadap resiliensi terumbu karang. Parameter-parameter yang dijadikan Indikator untuk menilai resiliensi eco-sosio sistem mengacu pada Clanahan et al (2002), Charles (2001), Carpenter et al (2004), Nystrom and Folke (2001), IUCN (2009) serta hasil konsultasi pribadi peneliti yang dimodifikasi dalam bentuk tabel kriteria seperti pada Tabel 4.

(6)

Tabel 4. Indikator dan kriteria resiliensi eco-sosio system terumbu karang

No. Indikator Resiliensi

Ekologi Nilai Resiliensi EkologiSkor Baik Buruk Kriteria Resiliensi 1. Presentasi tutupan karang 1;2;3; 4 4 1 >30%(1); 31-50%(2); 51-75%(3); <75%(4) modifikasi dari (KLH, 2001) 2. Keanekaragaman jenis karang

1;2;3 3 1 > 40 jenis(1); 40-59 jenis (2); < 60 jenis (3) 3. Suhu 1;2;3; 4 4 1 23-25 0C (4); 26-350C (3); 19-220C (2); <190C dan >350C (1) (Nybakken, 1988) 4. Keberadaan Achantaster plancii 1;2 2 1 Tdk ada (2); ada (1) 5. Kelimpahan ikan karang

1;2;3 3 1 > 76 jenis (1); 77-152 jenis (2); < 153 jenis (3)

6. Kelimpahan ikan

herbivora 1;2;3 3 1

>15 jenis(1); 26-50 jenis(2); <50 jenis (3) (

7. Keberadaan bulu babi 1;2 2 1 Tdk ada (1); ada (2)

8. Kekeruhan 1;2;3 3 1 0 – 0.25 NTU(3); 0.26 – 0.50 NTU(2);

<0.50 NTU (1)

9. Jenis eksploitasi

ekosistem terumbu karang

1;2;3;

4 4 1 memancing+tangkap tradisional+bahanMemancing+tangkap tradisional(4); bangunan(3); memancing, tangkap tradisional+peledak/potassium(2); seluruh jenis kegiatan (1)

No. Indikator Resiliensi

Sosial-ekonomi Nilai Resiliensi Sosial Kriteria Resiliensi

Skor Baik Buruk

1. Tingkat pendidikan 1;2;3; 3 1 <74% SD: rendah(1); 50-74% SD+SMP:

sedang(2); >50% SD+SMP: tinggi(3)

2. Potensi konflik 1;2;3 3 1 Tdk ada (3); rendah (2); tinggi (1)

3. Kearifan lokal 1;2 2 1 Tdk ada (1); ada (2)

4. Tingkat kepatuhan

masyarakat 1;2;3 3 1 Tdk patuh (1); patuh (2); sangat patuh(3)

5. Pemahaman fungsi

terumbu karang 1;2;3 3 1 minim (1); cukup (2); baik (3)

6. Kelembagaan nelayan 1;2 2 1 Tdk ada (1); ada (2)

7. Jenis Mata Pencaharian 1;2;3 3 1 1 (1); 1-2 (2); <2 (3)

8. Alokasi waktu

pemanfaatan ekosistem terumbu karang

1;2;3 3 1 paruh waktu (3); musiman (2); setiap hari (1)

9. Ketergantungan dari ekosistem terumbu karang

1;2;3 3 1 rendah (3); sedang (2); tinggi (1)

Sumber : Modifikasi dari Clanahan et al (2002), Charles (2001), Carpenter et al (2004) Nystrom dan Folke (2001), IUCN (2009), konsultasi pribadi peneliti (2009-2011)

Dan untuk analisis resiliensi sistem ekologi-sosial terumbu karang dilakukan dengan beberapa proses analisis yaitu :

a. Standarisasi dan analisis indeks resiliensi terumbu karang

Oleh karena variabel-variabel penyusun yang terukur mempunyai unit atau satuan yang berbeda-beda sehingga perlu dilakukan standarisasi unit atau satuan

(7)

(Briguglio, 1995; Adrianto and Matsuda 2002; 2004). Rumusan standarisasi sederhana menggunakan formula :

= − , 0 ≤ ≤ 1 … … … (1)

Dimana :

SVRij = standarisasi variabel resiliensi ke-j pada stasiun ke-i

Xij = nilai dari variabel resiliensi ke-j untuk stasiun ke-i

MinXj = nilai minimum dari variabel ke-j untuk semua stasiun dalam

pengamatan

MaxXj = nilai maksimum dari variabel ke-j untuk semua stasiun dalam

pengamatan

Sedangkan untuk menghitung resiliensi ekologi-sosial (eko-sosio) dari setiap indikator kriteria penilaian digunakan indeks resiliensi (Ostrom, 1990 dalam Carpenter S.R. and Brock, 2004; Carpenter, 2002) yang dimodifikasi menjadi formula Indeks Resiliensi. Formula indeks resiliensi Ostrom (1990) :

=( ∗ − ) 0.0 ≤ ≤ 1 … … … . . …. (2)

Dimana :

IR = indeks resiliensi terumbu karang A* = Nilai maksimum resiliensi Acrit = Nilai indikator kriteria resiliensi

Persamaan (2) kemudian dimodifikasi menjadi formula :

= 1 − ∗ , 0.1 ≤ ≤ 1………..…. (3) Dimana :

IR = indeks resiliensi terumbu karang A* = Nilai parameter resiliensi tertinggi Apr = Nilai parameter resiliensi

1 = koefesien resiliensi

b. Komposit indeks resiliensi eko-sosio terumbu karang

Selanjutnya, untuk membuat suatu komposit indeks resiliensi (composit resilient index, CRI) untuk ekosistem terumbu karang maka dapat dilakukan dengan menguji nilai-nilai perbedaan beban atau bobot berdasarkan tingkat pentingnya variabel-variabel indikator resiliensi tersebut. Untuk itu, penyusunan komposit indeks resiliensi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(8)

Composit indeks resiliensi ekologi terumbu karang

CRI(Eko) = . … … … (4) Dimana :

CRI(Eko) = Komposit indeks resiliensi ekologi

= Indeks resiliensi parameter ekologi ke-i (i = 1,2,3,...,9) 1 = tutupan karang

2 = keanekaragaman jenis terumbu karang 3 = suhu

4 = Achancaster plancii 5 = kelimpahan ikan karang 6 = kelimpahan ikan herbivora 7 = bulu babi

8 = kekeruhan 9 = jenis ekspoitasi

= Bobot parameter ekologi ke-i Composit indeks resiliensi sosial terumbu karang

CRI(Socio) = . … … … . . (5)

Dimana :

CRI(Socio) = komposit indeks resiliensi sosial

IRn = Indeks resiliensi parameter sosial ke-n (n = 1,2,3,...,9)

1 = tingkat pendidikan 2 = potensi konflik 3 = kearifan lokal

4 = tingkat kepatuhan masyarakat 5 = pemahaman fungsi terumbu karang 6 = kelembagaan nelayan

7 = jenis mata pencaharian 8 = alokasi waktu

9 = tingkat ketergantungan = Bobot parameter sosial ke-i

Composit indeks resiliensi eko-sosio terumbu karang

CRI (Eko-socio) : CRI(eko)*W(eko)+ CRI(socio)*W(socio)... (6)

Dimana :

CRI(Eko-socio) = komposit indeks resiliensi ekologi-sosial

CRI(Eko) = komposit indeks resiliensi ekologi

CRI(Socio) = komposit indeks resiliensi sosial

W(eko) = bobot ekologi

(9)

c. Proyeksi indeks resiliensi eko-sosio terumbu karang

Formula matematika indeks resiliensi yang digunakan untuk mengukur tingkat resiliensi eko-sosio terumbu karang secara spasial-dinamik adalah :

( ) = (0) + − 1 ……… (7) Keterangan:

( ) = indeks resiliensi eko-sosio stasiun ke-i pada tahun ke-t (0) = tingkat resiliensi eko-sosio awal stasiun ke-i

ki = koefisien resilensi eko-sosio stasiun ke-i

i = indeks untuk stasiun pengamatan (i = 1, 2,3,…..,19) t = waktu (untuk = 0,1,2, … ., 25)

3.4.2.2. Analisis Spasial Resiliensi Eko-sosio Terumbu Karang

Dalam analisis ini digunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan fungsi overlay untuk melihat distribusi tingkatan resiliensi. Analisis ini untuk mengestimasi kelas resiliensi ekologi-sosial berdasarkan total nilai yang dimiliki masing-masing. Tingkatan kelas resiliensi ekologi-sosial dibagi kedalam lima (5) tingkatan yaitu, pertama : very low resilient, merupakan tingkatan resiliensi sangat kritis (sangat rendah) dan sudah mengarah pada tingkat resistent; kedua : low resilient, tingkatan resiliensi yang menunjukan kondisi sistem ekologi-sosial yang rendah; ketiga: midle resilient, tingkatan resiliensi yang menunjukan kondisi sistem dengan tingkatan sedang; keempat: highly resilient, tingkatan resiliensi yang menunjukan kondisi sistem dalam keadaan baik (stabil); kelima: extreme resilient, tingkatan resiliensi yang menunjukan kondisi sistem dalam keadaan sangat baik.

Penentuan selang resiliensi berdasarkan besarnya nilai resiliensi yang dikemukakan oleh Ostrom (1990) dalam Carpenter and Brock (2004), Carpenter (2002) yaitu berkisar dari 0 sampai 1 (0 ≤ IR ≤ 1) yang dalam penelitian ini dimodifikasi menjadi 0.1 sampai 1.0 (0.1 ≤ IR ≤ 1.0), dengan demikian maka hasil standarisasi variabel resiliensi (SVR) atau komposit indeks resiliensi (CRI) dapat ditunjukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan kisaran nilai 0.1 sampai 1.0 (0.1 ≤ CRI ≤ 1.0), hal ini untuk menggambarkan tingkatan resiliensi, yang mengindikasikan bahwa nilai yang dekat ke 0.1 (batas bawah) memiliki tingkatan resiliensi yang rendah, nilai pertengahan dengan tingkat resiliensi sedang, dan

(10)

nilai yang lebih dekat ke 1.0 (batas atas) memiliki tingkatan resiliensi yang tinggi. Penentuan tingkatan resiliensi sistem ekologi-sosial yang digunakan ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kelas dan tingkat resiliensi eco-sosio sistem terumbu karang

Selang CRI Tingkatan/Kelas resiliensi Indikator warna 0.01 ≤ CRI ≤ 0.2 Very low resilient/sangat rendah Merah

0.21 ≤ CRI ≤ 0.4 Low resilient/rendah Kuning 0.41 ≤ CRI ≤ 0.6 Midle resilient/sedang Hijau 0.61 ≤ CRI ≤ 0.8 Highly resilient/tinggi Biru 0.81 ≤ CRI ≤ 1.0 Extrime resilient/sangat tinggi Ungu

Analisis ini juga mempresentasikan kelas resiliensi eko-sosio untuk masing-masing opsi atau pilihan pengelolaan dari hasil analisis prospektif pengelolaan yang telah dilakukan. Software yang digunakan adalah Arc-GIS 9.3.

3.4.2.3. Analisis Adaptasi Partisipatif-Prospektif Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang

Analisis adaptasi partisipatif-prospektif dilakukan untuk mengeksplorasi berbagai strategi opsi pengelolaan kawasan terumbu karang yang dapat menjamin stabilitas dan strategi adaptasi pengelolaan ekosistem terumbu karang di Teluk Kotania secara berkelanjutan. Hasil analisis ini juga dapat menentukan peringkat dari beberapa opsi pengelolaan yang menunjukan tingkatan prioritas strategi adaptasi. Formula yang digunakan dalam analisis ini adalah teknik Metode Perbandingan Eksponensial/MPE ( Marimin 2008) dengan persamaan :

Total Nilai(TN ) = (RK )( ) … … … (8)

Dimana:

TNi = total nilai alternatif ke-i

RKij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i

TKKj= derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj>0; bulat

(11)

3.4.3. Rancang Bangun Model

Rancang bangun model pengelolaan ekosistem terumbu karang dengan pendekatan resiliensi ekologi sosial selanjutnya dalam penelitian ini disebut sebagai MORESIO-CRM (Model resiliensi eko-sosio-coral reef management), dirancang menggunakan pendekatan sistem spasial-dinamik (dynamic-spacial system approach). Model spasial-dinamik dirancang menggunakan bantuan software Arc-Gis 9.3 dan matlab 7. Analisis ini mengacu pada framework resilliensi Socio-Ecological System (SES) (Walker et al 2002). Dan untuk penerapannya pada MORESIO-CRM dalam penelitian ini, maka framework tersebut dimodifikasi menjadi :

(12)

3.5. Penentuan Bobot Parameter Resiliensi Ekologi-Sosial

Penentuan bobot parameter resiliensi dilakukan dengan pendekatan matriks perbandingan berpasangan yang sudah dikembangkan oleh Saaty (1980). Pendekatan ini sejalan dengan pendapat Villa dan McLeod (2002) bahwa salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam pemberian bobot adalah matriks perbandingan berpasangan. Matriks perbandingan berpasangan menggambarkan pengaruh relatif setiap parameter/indikator terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Prosedur pembobotan parameter atau indikator resiliensi terumbu karang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Memberikan nilai signifikansi setiap parameter resiliensi eko-sosio terumbu karang

2. Menyusun matriks perbandingan dari masing-masing parameter resiliensi eko-sosio terumbu karang, sebagai barikut:

C1 C2 .... Cn

A=(aij)= C1 1 a12 .... a1n

C2 1/a12 1 .... a2n

... .... .... .... ....

Cn 1/a1n 1/a2n .... 1

Dalam hal ini,C1, C2, ...Cn adalah parameter resiliensi eko-sosio terumbu karang. Nilai signifikansi perbandingan berpasangan membentuk matriks n x n. Nilai aij merupakan nilai matriksi perbandingan parameter yang mencerminkan nilai kepentingan C1 terhadap Cj. Pengisian elemen-elemen matriks diatas sebagai berikut :

1. elemen a[i,j]= 1 dimana i=1,2,..., n (untuk penelitian n=4) 2. elemen matriks segitiga atas sebagai input

3. elemen matriks segitiga bawah mempunyai formula

[i, j] = [ , ] , untuk i # j ... (9) Matriks gabungan merupakan matriks baru yang elemen-elemennya berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat. Pengolahan horisontal yaitu : a) perkalian baris, b) perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vector), c) perhitungan akar ciri (eigen value) maksimum, dan d) perhitungan rasio inkonsistensi.

(13)

Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk menghitung konsistensi penilaian signifikansi parameter resiliensi eko-sosio terumbu karang.

3. Menghitung eigen value setiap baris dengan menggunakan formula sebagai barikut :

∂ = . … … … (10)

C1,C2, ... Cn dan bobot pengaruhnya adalah w1,w2, ...., wn. Misalkan = wi/wj menunjukan kekuatan C1 jika dibandingkan dengan Cj. Matriks dari angka-angka ini dinamakan matriks pairwise comparison, yang diberi simbol A, yang merupakan matriks reciprocal, sehingga aij = 1/aij. Jika zi,..., znadalah angka-angka yang memenuhi persamaan Aw = λw dimana λ merupakan eigen value dari matriks A, dan jika aij = 1 untuk semua i, maka :

= … … … (11) 4. Menguji konsistensi setiap matriks berpasangan antar alternatif dengan

rumus masing-masing elemen matriks berpasangan pada langkah 3 dikalikan dengan nilai prioritas kriteria. Hasil masing-masing baris dijumlahkan, kemudian hasilnya dibagi dengan masing-masing nilai prioritas kriteria sebanyak nλ. Menghitung Lamda max (λmax) dengan formula :

λ max = ( ) / … … … . . (12) Consistency Index (CI) dihitung dengan formula matematik :

CI = ( ) ... (13) Consistency Ratio (CR) dihitung dengan formula matematik :

CR = ... (14) RC adalah nilai yang berasal dari tabel acak sebagai berikut :

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

RC 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 Sumber : Saaty (1980)

(14)

Jika CR <0.1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten. Jika CR>0.1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Jika tidak konsisten maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan oleh setiap parameter harus diulang. Hasil akhirnya berupa prioritas global sebagai nilai yang digunakan oleh pengambil keputusan berdasarkan skor yang tertinggi.

3.6. Penentuan Cluster Pengelolaan Resiliensi Ekologi-Sosial (Eko-Sosio)

Penentuan poligon cluster pengelolaan resiliensi eko-sosio di dekati dengan pendekatan cluster analisis (analisis gerombol). Analisis gerombol merupakan suatu metode peubah ganda untuk mengelompokkan n objek ke dalam m gerombol (m≤n) berdasarkan karakter-karakternya (Johnson & Wichern 2002). Pendekatan ini juga sejalan dengan pendapat Hair et al. (1998) dalam Angriyani (2011) bahwa analisis gerombol merupakan salah satu metode analisis peubah ganda yang bertujuan untuk mengelompokkan objek kedalam kelompok – kelompok tertentu yang relatif homogen berdasarkan kemiripan atau ketidakmiripan karakteristik–karakteristik yang dimiliki. Ukuran kemiripan yang digunakan adalah fungsi jarak antara dua objek. Bila antar peubah yang digunakan saling bebas digunakan jarak Euclidean dengan formula:

= [

∑ = ( − )2

]

1/2

sedangkan bila terdapat korelasi antar peubah digunakan jarak mahalanobis

= [

( − ) ∑ ( − )

]

1/2

dengan ∑ adalah matriks ragam peragam.

Secara umum terdapat dua metode penggerombolan yang menggunakan ukuran jarak, yaitu metode penggerombolan berhirarki dan metode penggerombolan tak berhirarki (Johnson, 1998).

a. Metode berhirarki

Metode penggerombolan berhirarki dimulai dengan mengelompokkan dua atau lebih objek yang memiliki kesamaan terdekat menjadi suatu gerombol baru sehingga jumlah gerombol berkurang satu pada setiap tahap, atau dengan menganggap seluruh objek berasal dari satu gerombol kemudian ketidakmiripan yang paling tinggi dipisah hingga tiap observasi menjadi gerombol sendiri–

(15)

sendiri. Metode ini digunakan bila jumlah gerombol yang akan dibentuk belum diketahui sebelumnya.

b. Metode tak berhirarki

Metode penggerombolan tak berhirarki digunakan bila banyaknya gerombol yang akan dibentuk sudah diketahui sebelumnya. K-rataan merupakan metode tak berhirarki yang paling banyak digunakan. Penentuan objek kedalam gerombol tertentu pada metode ini berdasarkan rataan terdekat, yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama mengambil k unit data pertama yang digunakan sebagai k pusat gerombol awal. Tahap kedua, menggabungkan setiap (n-k) data yang merupakan sisa objek ke pusat gerombol terdekat, kemudian dihitung masing-masing pusat (rataan) gerombol baru yang terbentuk dari hasil gabungan. Pada tahap ketiga, pusat gerombol yang terbentuk dijadikan sebuah titik pusat (rataan) gerombol kemudian dilakukan penggabungan kembali dari setiap unit data ke dalam titik pusat terdekat. Ketiga tahap ini dilakukan hingga diperoleh gerombol yang konvergen yaitu adanya titik pusat yang tetap dan tidak ada lagi perubahan anggota di setiap gerombol.

Gambar

Gambar 6. Lokasi penelitian di Teluk Kotania
Tabel 3. Jenis, teknik/cara analisis, dan sumber data penelitian
Tabel 4. Indikator dan kriteria resiliensi eco-sosio system terumbu karang
Gambar 8. Framework Desain MORESIO-CRM di Teluk Kotania

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang jelas, lengkap dan benar mengenai: (1) Apakah melalui kegiatan ekstrakurikuler seni lukis cat minyak dapat

Dalam penelitian ini disebutkan bahwa organisasi dari program KKG ini mempunyai tujuan untuk mengetahui (a) standar kinerja KKG Gugus Imam Bonjol,

Jaringan selapis CEF yang terinfeksi virus ILT isolat lokal (BGR-6) Selelah 5 hari paska infeksi (5 dpi). Tampak jaringan CEF mengecil dan mati. Sedangkan di bagian lain tampak

Tujuan mengobati penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal,

7 Cara kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode ekstraksi, dimana kulit durian dipanaskan selama 4 jam pada suhu 90 o C kemudian

Input program Desa Mandiri Energi (DME) adalah berbagai fenomena sosial yang mendorong dilaksanakannya program DME, yakni penumpukan kotoran sapi yang dikeluhkan

Dalam rangka menunjang upaya tersebut, telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sebaran dan potensi Gonystylus non bancanus di empat lokasi

• Peningkatan Infrastruktur air limbah Kota Bengkulu • Pembangunan Infrastruktur drainase perkotaan Bengkulu •  SPAM di kawasan MBR. Kota